Anda di halaman 1dari 11

HIDROLOGI

A. Cycle Hydrology (Siklus Hidrologi)


1.Pengertian Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah model konseptual yang menggambarkan penyimpanan
dan gerakan air antara biosfer, atmosfer, litosfer, dan hidrosfer. Air di planet kita
dapat disimpan dalam salah satu dari waduk utama berikut: atmosfer, lautan, danau,
sungai, tanah, gletser, salju, dan air tanah. Air bergerak dari satu waduk yang lain
dengan cara proses seperti penguapan, kondensasi, presipitasi, deposisi, limpasan,
infiltrasi, sublimasi, transpirasi, peleburan, dan aliran air tanah. Lautan menyediakan
sebagian besar air menguap ditemukan di atmosfer. Dari jumlah ini menguap air,
hanya 91% dari itu dikembalikan ke cekungan laut dengan cara presipitasi. Sisanya
9% diangkut ke daerah-daerah lebih dari daratan di mana faktor iklim merangsang
pembentukan presipitasi. Ketidakseimbangan yang terjadi antara tingkat penguapan
dan curah hujan atas tanah dan laut dikoreksi oleh limpasan dan air tanah mengalir
ke lautan.

Sumber : PhysicalGeography.net

Gambar 1
Siklus Hidrologi

2. Parameter dalam siklus hidrologi

Morfometri DAS
Morfometri adalah nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung
pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Parameter morfometri DAS diantaranya
adalah batas dan luas DAS, panjang sungai utama, orde sungai, dan tingkat
kerapatan drainase. Batas DAS yang tergambar pada suatu peta jaringan sungai
adalah batas artificial atau batas buatan, karena pada kenyataannya batas tersebut
tidak tampak di lapangan. Batas tersebut meskipun tidak tampak di lapangan tetapi
pada kenyataannya, batas tersebut membatasi jumlah air hujan yang jatuh di
atasnya. Batas DAS besar tersusun atas beberapa sub-DAS, dan sebuah sub-DAS
kemungkinan tersusun oleh beberapa sub-sub-DAS dan untuk jelasnya lihat ilustrasi
berikut (lihat Gambar 2).

Gambar 2
Batas DAS hingga Sub-DAS (Strahler, 1975)

Banyak-sedikitnya jumlah air hujan yang diterima suatu DAS, bergantung


atas luas atau tidaknya DAS tersebut serta tegas-tidaknya batas antar DAS. DAS
yang memiliki luasan besar tentunya akan menghasilkan debit puncak yang lebih
besar daripada DAS yang kecil. Prediksi debit puncak secara relatif dapat didekati
selain dengan luas DAS adalah dengan bantuan bentuk DAS. Apabila diasumsikan
intensitas hujan, luas dan topografi dua buah DAS adalah sama tapi bentuk DAS-

nya berbeda (misal panjang dan bulat) maka karakteristik alirannya dapat
diperbandingkan secara relatif. Bentuk DAS panjang akan memiliki waktu mencapai
puncak yang lebih lama daripada bentuk DAS bulat; sedangkan debit DAS
berbentuk bulat adalah lebih besar daripada bentuk DAS yang panjang. Ilustrasi
berbagai bentuk DAS beserta debit puncak yang digambarkan dalam bentuk kurva
hidrograf aliran dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3
Bentuk Hidrograf Daerah Aliran Sungai dan Limpasan (Seyhan, 1990)

Orde sungai adalah nomor urut setiap segmen sungai terhadap sungai
induknya. Metode penentuan orde sungai yang banyak digunakan adalah Strahler.
Sungai orde 1 menurut Starhler adalah anak-anak sungai yang letaknya paling ujung
dan dianggap sebagai sumber mata air pertama dari anak sungai tersebut. Segmen
sungai sebagai hasil pertemuan dari orde yang setingkat adalah orde 2, dan segmen
sungai sebagai hasil pertemuan dari dua orde sungai yang tidak setingkat adalah
orde sungai yang lebih tinggi. Ilustrasi dari penggunaan metode Strahler tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4. Metode lain dalam penentuan orde sungai ini antara
lain adalah metode Horton, Shreve, dan Scheideger.

Gambar 4
Penentuan Orde Sungai Dengan Metode Strahler (Strahler, 1975)

Panjang sungai utama sebagai morfometri ketiga dalam kajian ini akan
menunjukkan besar atau kecilnya suatu DAS serta kemiringan sungai utama yang
lebih-kurang identik dengan kemiringan DAS. Kemiringan sungai utama akan
berpengaruh terhadap kecepatan aliran, maksudnya semakin tinggi kemiringan
sungai utama maka semakin cepat aliran air di saluran untuk mencapai outlet atau
waktu konsentrasinya semakin pendek.Sungai utama beserta anak-anak sungainya
membentuk pola aliran tertentu. Jumlah panjang seluruh alur sungai dibagi dengan
luas DAS disebut kerapatan drainase. Menurut Linsley (1982 dalam Tikno, 1996)
menyatakan bahwa kerapatan drainase atau drainage density mempunyai hubungan
dengan tingkat penggenangan. Nilai kerapatan kurang dari 1 menunjukkan bahwa
DAS tersebut sering tergenang atau drainasenya buruk, sedangkan kerapatan
drainase 1 5 mengindikasikan bahwa DAS tersebut tidak pernah tergenang atau
drainasenya baik.

Pengukuran Volume Aliran Sungai

Debit atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan
volum per satuan waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada
alur sungai yang akan diukur. Besar debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil
pengukuran kecepatan aliran yang melalui suatu luasan penampang basah. Metode
pengukuran debit ini dikenal dengan istilah metode kecepatan-luas (velocity-area
method). Bentuk persamaan ini dapat diekspresikan sebagai berikut:
Q = Av ............................................ 3.
di mana:
Q = laju volume aliran (cfs atau m3/detik)
A = luas penampang melintang alur sungai (f2 atau m2)adalah kecepatan rata-rata
pada
v = penampang melintang alur sungai (ft/sec atau m/detik)
Kecepatan aliran tersebut dapat diukur secara manual ataupun dengan alat
current meter. Pengukuran kecepatan aliran sungai dengan current meter umumnya
harus memperhatikan karakteristik alur sungai terutama lebar dan dalamnya alur.
Berdasarkan karakteristik alur tersebut maka ada 4 tipe pengukuran kecepatan
aliran, yaitu tipe satu titik hingga lima titik untuk rincinya lihat Tabel 1.
Data debit sungai dengan menggunakan hasil pengukuran luas penampang
basah dan kecepatan aliran umumnya telah direkap dan diformulasikan dalam suatu
persamaan dan kurva tinggi muka air-debit aliran sungai atau lebih dikenal dengan
istilah stage-discharge rating cuve yang senantiasa dikoreksi untuk setiap kurun
waktu atau peristiwa tertentu. Berdasarkan persamaan atau kurva tersebut maka
pengukuran di lapangan hanya mencakup tinggi muka air sungai tiap waktu (stagehydrograph). Penggabungan dan analisis kedua kurva tersebut akan menghasilkan
kurva hidrograf aliran (discharge hydrograph) yang sangat bermanfaat dalam
analisis hidrologi lebih lanjut. Namun, umumnya data debit hasil pengukuran hanya
terdapat pada DAS besar sehingga untuk analisis pada DAS kecil sering kali
kesulitan. Untuk mengatasinya maka dikembangkan metode prediksi limpasan dan
aliran sungai yang identik atau pengembangan lebih jauh dari analisis debit.
Prediksi Volume Aliran Sungai
Apabila data debit sungai hasil pengukuran tidak ada maka metode tidak
langsung perlu dikembangkan. Parameter hidrologi yang terkait dengan volume
aliran sungai dan dapat diukur secara tidak langsung adalah total volume limpasan

atau kuantitas luaran DAS dan laju debit maksimum. Debit maksimum adalah salah
satu parameter penting yang sering digunakan dalam evaluasi rancang bangunan
air dimana jumlah atau volume limpasan akan sangat menentukan ukuran serta
kekuatan bangunan tersebut.
Estimasi Debit Puncak
Debit puncak pada suatu DAS dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan rasional. Persamaan ini pertama kali dikembangkan oleh Mulvaney
(1847, dalam Schulz, 1976) di Irlandia. Mulvaney (1847) merekomendasikan bahwa
persamaan ini sebaiknya digunakan untuk DAS kecil dengan ukuran kurang dari 100
acre atau 0.16 mil2. Apabila persamaan ini akan digunakan untuk DAS besar maka
efek air yang tertahan pada depresi atau cekungan harus dipertimbangkan dan
dimasukkan dalam persamaan tersebut.
Qp = 0.278CiA ................................. 4.
di mana:
Qp= debit puncak (m3/detik)
C = koefisien limpasan (rasio tebal limpasan dan tebal curah hujan)
i = intensitas hujan (mm/jam) ketika lama hujan (tr)
pada DAS tersebut sama dengan waktu konsentrasinya (tc)
A = luas DAS ( km2)
Persamaan lain adalah yang dikembangkan oleh Burkli-Ziegler:
Q = CiA [S/A]^0.25 ....................................... 5.
di mana:
Q = debit puncak (cfs)
C = koefisien limpasan
I = intensitas hujan (inch/jam)
A = luas DAS
S = kemiringan permukaan tanah rata-rata
Waktu konsentrasi dapat didekati dengan menggunakan persamaan Kirpich,
dan apabila persamaan ini diterapkan untuk DAS maka ekspresi dari persamaan
tersebut adalah:

di mana L adalah panjang jarak dari tempat terjauh di DAS sampai outlet, diukur
menurut jalannya air di sungai (feet) dan s adalah kemiringan rata-rata DAS (H:L)
Berdasarkan beberapa kajian persamaan rasional ini sering memberikan
hasil yang over estimasi atau lebih besar daripada hasil pengukuran (Schulz, 1976).

Namun, apabila dilihat dari sisi keamanan maka hasil perhitungan debit puncak
adalah lebih aman, meskipun secara hidroekonomis hasil perhitungan ini kurang
baik karena menimbulkan biaya tinggi.
Estimasi Volume Limpasan Permukaan
Jika tidak ada informasi kuantitatif tentang kuantitas dan waktu limpasan dan
aliran sungai pada suatu DAS, maka volume limpasan dapat diestimasi dengan
menggunakan karakteristik fisik DAS dan data hujan sebagai masukan. Metode
estimasi itu disebut metode Bilangan Kurva (Curve Number) yang dikembangkan
oleh SCS (the Soil Conservation Services). Pada metode ini, besarnya limpasan
berbanding

lurus

dengan

besarnya

curah

hujan

dan

hubungan

tersebut

diekspresikan sebagai berikut:

di mana:
Q = volume limpasan (dinyatakan dalam : mm)
P = curah hujan (mm)
S = beda potensial maksimum antara tebal curah hujan dan limpasan permukaan
(mm), pada saat awal hujan.
Hal ini merepresentasikan

kondisi

penutup

lahan/tanah

hidrologis

dan

mencerminkan kapasitas infiltrasi, lengas awal dan penutup lahannya


Dalam kajian lebih lanjut nilai S dapat didekati dengan konsep Bilangan
Kurva (CN) . Konsep ini menganut pengertian adanya faktor urutan atau rating, yaitu
sebagai akibat adanya pengaruh tanah dan kondisi penutup lahan terhadap besarkecilnya limpasan. Kaitan Bilangan Kurva dengan nilai S dapat diekspresikan
sebagai berikut:

SCS sebagai lembaga yang melahirkan konsep Bilangan Kurva telah


mengembangkang

hubungan

antara

Bilangan

Kurva

terhadap

jenis

penggunaan/penutup lahan beserta perlakuan konservasinya, kondisi hidrologi dan


jenis tanahnya. Pengembangan tersebut diwujudkan dalam bentuk tabel. Dan,
khusus untuk kajian ini jenis tanah dibagi jadi 4 kelompok besar. Masing-masing

kelompok

mendiskripsikan

karakteristik

tekstur

tanahnya

yang

sekaligus

mencerminkan sifat atau potensi limpasannya, serta laju infiltrasi akhir dari tanah
tersebut.
Suatu hal yang penting bahwa estimasi limpasan ini berdasarkan suatu
kejadian

hujan

dan

bukannya

hujan

rata-rata

bulanan

ataupun

tahunan.

Berdasarkan hal tersebut maka besarnya limpasan yang disebabkan oleh suatu
kejadian hujan sangat dipengaruhi oleh besarnya hujan 5 hari sebelumnya. Hal ini
terkait dengan kondisi lengas tanah awal yang sangat berpengaruh terhadap
besarnya suatu limpasan. Khusus untuk Indonesia maka kondisi 5 hari awal
dikelompokkan jadi 3 AMC (Antecendent Moisture Condition):
Tabel 2. Nilai AMC untuk Wilayah Indonesia

B. Water Balance (Keseimbangan Air)


Siklus air yang dikatakan seimbang adalah apabila besarnya aliran air yang
masuk / ketersediaan (Inflow) dan keluar kebutuhan (Outflow) siklus adalah sama,
sedangkan ketidakseimbangan air adalah sebaliknya.
1. Kebutuhan air (Water requirement)
Kebutuhan air di sini adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air untuk
keperluan tumbuhnya tanaman sampai tanaman (padi) itu siap panen. Kebutuhan
air ini harus dipertimbangkan terhadap jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifatsifat tanah, cara pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam (pola
tanaman), kandungan air tanah, efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien
tanaman bulanan, pemakaian air konsumtif, perkolasi, kebutuhan air untuk tanaman,
dan kebutuhan air di sawah.
2. Ketersediaan air (Water availability)
Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk
keperluan irigasi. Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti
sungai, danau, dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada

prinsipnya perhitungan ketersediaan air ini bersumber dari banyaknya curah hujan,
atau dengan perkataan lain hujan yang jatuh pada daerah tangkapan hujan
(catchment area/ watershed) sebagian akan hilang menjadi evapotranspirasi,
sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run off), sebagian yang lain akan
masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah atas (top soil),
kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar menjadi base flow
Di samping data meteorologi, dibutuhkan pula data cahaya permukaan (exposed
surface), dan data kelembaban tanah (soil moisture). Untuk rumus run off adalah
Run off = base flow + direct run off.
Ketidakseimbangan air ini dikarenakan oleh perbedaan antara kebutuhan air
yang lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan air yang ada. Besarnya
perbedaan antara ketersediaan dan kebutuhan air ini di sebabkan oleh salah
satunya adalah kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) bila tahun-tahun lalu air
hujan masih bisa tertampung dan tersimpan dalam tanah kini tidak lagi. Pasalnya
kerusakan DAS dan hutan-hutan sebagai daerah tangkapan air hujan kini
mengalami kerusakan parah. Akibatnya, air hujan itu langsung mengalir ke laut
lepas. Diperparah lagi dengan adanya konversi lahan yang tidak pada tempatnya.
Pada dasarnya analisis hidrologi mempunyai asumsi bahwa siklus hidrologi pada
daerah pengamatan adalah suatu sistem, di mana terdapat input dan output sistem.
Sistem dalam analisis hidrologi disebut water balance , keseimbangan air, neraca air
(memperhitungkan inflow dan outflow), Keseimbangan air dalam siklus hidrologi
tergantung pada daerah yang diamati sesuai dengan inflow dan outflow.

C. Akuifer
Akuifer merupakan formasi geologi yang jenuh sehingga dapat dijadikan
pemasok air dalam jumlah yang ekonomis (jumlahnya cukup untuk suatu keperluan
seperti domestik, pertanian, peternakan, industri dan lainnya). Oleh sebab itu
formasi ini harus mampu menyimpan dan melewatkan air. Serta suatu unit geologi
yang jenuh dan mampu memasok air kepada sumur atau mata air sehingga dapat
digunakan sebagai sumber air. Istilah lain adalah water bearing formation (formasi
yang mengandung air) atau juga groundwater reservoir (waduk air tanah). Untuk
dapat berpungsi sebagai akuifer, suatu batuan haruslah berpori atau berongga yang
berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air
bergerak dari rongga ke rongga. Jenis jenis akuifer sebagai berikut :

1. Akuifer tertekan/terbatas (confined aquifer)


Akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan
akuiklud (kedap air) dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada
lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (no flux).
2. Akuifer semi tertekan (semi confined/leaky akuifer)
Akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan yang berupa aquitard (semi
kedap air) dan lapisan bawahnya merupakan akuiklud. Pada lapisan pembatas di
bagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer
tersebut (influx), walaupun hidraulik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan
hidraulik konduktivitas akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan
atmosfir.

Gambar 5
Akuifer tertekan (a) dan Akuifer semi tertekan (b)

3. Akuifer semi tertekan (semi confined/leaky akuifer) adalah akuifer yang jenuh air
yang dibatasi oleh lapisan yang berupa aquitard (semi kedap air) dan lapisan
bawahnya merupakan akuiklud. Pada lapisan pembatas di bagian atasnya karena
bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) walaupun
hidraulik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidraulik konduktivitas
akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir.

4. Akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) adalah akuifer jenuh air (saturated).
Lapisan pembatas di bagian bawahnya merupakan akuiklud. Pada bagian atasnya
ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada
konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka air tanah yang
terletak pada lapisan pembatas tersebut.

Gambar 6
Akuifer semi tertekan (c) dan Akuifer tidak tertekan

5. Akuifer arteis (artesian aquifer) adalah confined aquifer di mana ketinggian


hidrauliknya (potentiometric surface) lebih tinggi dari muka tanah. Oleh karena itu,
apabila pada ukuifer ini dilakukan pengeboran maka akan timbul pancaran air
(spring), karena air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai ketinggian
hidraulik tersebut.

Anda mungkin juga menyukai