ALGORITMA PERANCANGAN
Mencari data dan studi literature (Analisis Proximat, Ultimate, dan Sulfam
n diagram proses untuk simulasi dan membagi sistem menjadi beberapa unit
Penarikan Kesimpulan
Tugas
Pemilihan reaktor
Jenis reaktor
Fase
Suhu
Tekanan
Operasi
Konfigurasi injeksi
:
:
:
:
:
Asumsi :
1. Reaksi bersifat tidak simultan, urutan reaksi dikaji melalui analisis posisi zat
(di cavity (fasa gas), atau di padatan) dominasi reaksi terhadap reaksi lainnya.
2. Bahan baku masuk reaktor dengan perbandingan sedikit di atas stoikiometri
dimana jumlah oksigen 1,5 kali jumlah oksigen yang diperlukan.
3. yang menentukan kecepatan reaksi overall adalah kecepatan reaksi dan
kecepatan transfer massa.
4. Dalam perancangan reaktor, beberapa reaksi samping diabaikan terhadap
reaksi utama.
Sistem Pengeboran
1. Sistem Linked Vertical Wells
Pengeboran untuk instalasi georeaktor terdiri dari dua jenis, system Linked
Vertical Wells (LVW), dan Continuous Retracting Injection Point (CRIP). Keduanya
termasuk metode tanpa poros (shaftless method), meskipun dari detail operasi
keduanya berbeda. Layout Sub permukaan gasifikasi bawah tanah sangat penting
untuk dikaji untuk menjaga kehandalan proses dari simulasi.
Geometri LVW dapat dilihat pada gambar dibawah. Jalur penghubung antara dua
sumur terletak di sepanjang lapisan batubara, mempermudah aliran gas hasil
gasifikasi antara sumur produksi dan injeksi. Aliran gas memungkinkan terjadinya
perpindahan panas antara gas bersuhu tinggi dan batubara terpirolisis sebelum
pembakaran. Permodelan perpindahan panas untuk system LVW bersifat krusial
untuk system LVW.
gasifikasi, rongga lokal terbentuk, dan sumur injeksi dapat ditarik kembali ke
belakang untuk menyediakan agen gasifikasi berupa batubara yang belum bereaksi.
Sumur produksi yang baru dapat dibor di dekat dengan sumur injeksi horizontal
untuk memindahkan gas menuju permukaan, meminimalkan kerugian akibat
pertumbuhan rongga selama batubara terkonsumsi. Geometri CRIP, dibandingkan
dengan desain LVW, menawarkan efisiensi eksploitasi batubara yang lebih tinggi,
karena meningkatkan kemudahan dalam mengendalikan proses gasifikasi dengan
sumur injeksi yang dapat ditarik kembali. Mengingat kemudahan dan efisiensi yang
ada, sistem CRIP dipilih dalam penentuan geometri georeaktor yang akan
dirancang.
penting
dalam
UCG,
dan
1
2
3
4
5
Cekungan
Formasi
Jumla
h
Seam
Total
Ketebala
n (m)
Sumatera
Selatan
Ombilin
Barito
Muara
Enim
Ombilin
Warukin
-Tanjung
Warukin
-Tanjung
Prangat
61,47
3
7
17,4
48,55
14,87
Luas Sebaran
Sumberdaya
Batubara
Batubara UCG
untuk UCG
(ton)
(m2)
9.400.000.000 375.581.700.00
0
60.750.000
687.082.500
8.100.000.000 255.615.750.00
0
502.500.000
4.856.913.750
31,55
7.776.000.000
Pasir/Asam
2
Kutai
25.839.250.00
0
159.466.320.00
0
796.207.766.25
0
Mekanisme reaksi
Data yang dimiliki untuk modeling reaKtor bawah tanah sangat terbatas. Data
tersedia umumnya adalah data tekanan, suhu, aliran massa gas, dan konposisi gas di
sumur injeksi dan produksi. Reaktor ini mengalami perubahan dimensi yang konstan
namun tidak diketahui. Pirard et al. menggunakan teknik injeksi helium untuk
mengukur volume rongga dan back-mixing pada reactor gasifikasi bawah tanah.
Dengan tes yang sama pula, Brasseur et al. menggunakan perubahan isotope C-12
dan C-13 untuk mengestimasi suhu efektif gasifikasi.
Seperti model yang telah dikembangkan oleh Perkins dan Sahajwalla,
membagi menjadi dua sub-problem. Pertama, analisis terhadap bagian kecil dari
dinding rongga. Kedua, analisis terhadap perubahan total di antara sumur injeksi dan
produksi. Dinding,terbagi menjadi empat zona selama aliran dari bulk gas ke batu
bara, film gas (transfer massa dari dan ke dinding dengan model lapisan batas),
lapisan ash yang menutupi dinding, zona kering, dan zona basah. Panas ditransfer dari
bulk gas panas ke batu bata yang dingin. Suhu akan menuju ke titik didih air pada
permukaan antara zona kering dan basah.
Zona kering terbagi menjadi tiga subzone. Pada subzone kering, suhu berada
diatas titik didih bulk air, namun masih dibawah suhu pirolisis. Air di mikropori batu
bara mengalami gaya kapiler, sehingga memiliki tekanan uap yang lebih rendah, dan
titik didih yang lebih tinggi daripada bulk air. Air di mikropori batu bara ini menguap
di zona kering. Pada zona pirolisis, kondisi suhu cukup tinggi untuk mendekomposisi
batu bara. Tar mewakili semua produk pirolisis C2+. Pada sub zona gasifikasi char,
char terkonversi menjadi gas dengan gasifikasi uap, gasifikasi CO 2, dan reaksi
hidrogenasi langsung:
C(s)+H2O(g)CO(g)+H2(g) Hrxn = +131,46 kJ/gmol
C(s)+CO2(g) 2CO(g) Hrxn = +172.67 kJ/gmol
C(s)+2H2(g) CH4(g) Hrxn = -74.94 kJ/gmol
Seperti gasifikasi diatas tanah, laju gasifikasi overall sangat dipengaruhi oleh
laju reaksi gasifikasi char. Perkins dan Sahajwalla menggunakan model kinetik yang
dikembangkan Roberts dan Harris. Untuk simplifikasi perhitungan, Perkins dan
Gambar 2. Pembagian posisi dalam batu bara berdasarkan jenis reaksi yang terjadi.
Bagian kedua dari model Perkins dan Sahajwalla adalah untuk menanalisis
perubahan pada komposisi dan suhu dari sumur injeksi ke sumur produksi. Produk
gas hasil gasifikasi tidak dianalisis dengan model kedua ini karena spesifikasi batu
bara yang dapat berbeda. Kandungan proximat, ultimat, dan sulfamat jelas menjadi
faktor penentu komposisi gas keluar UCG. Reaktan lain yang digunakan adalah gas
oksigen dan uap air. Oksigen masuk georeaktor dengan kemurnian 99% , dan argon
1%, sedangkan arus uap air masuk dalam keadaan murni. Kedua reaktan ini
diumpankan ke reactor dengan suhu 1473 K, dan tekanan 30 bar.
Desain Reaktor
Sistem reaktor yang digunakan adalah semi-batch, mengingat batu bara yang
bereaksi benar-benar tidak masuk sistem melainkan sudah terletak di reactor sejak
awal. Panjang dan kedalaman reactor ditentukan dari peta isopach dari lahan yang
mengandung batu bara. Analisis dan perhitungan dilakukan untuk menentukan waktu
habis dari batu bara dalam rongga georeaktor.
Lokasi georeaktor untuk georeaktor ini adalah di daerah muara enim, di area
milik PT Bukit Asam sebagai operator pertambangan (sistem pertambangan
konvensional, bukan georeaktor). Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi batu bara
yang sangat besar, dan prospektif di Indonesia. Lahan yang digunakan untuk studi
sebelumnya adalah lebar 4 km, dan panjang 6 km. Di daerah ini terdapat cukup
banyak daerah lapisan batu bara yang berbeda beda potensinya. Lapisan yang tersedia
ada yang dalam, dan sedang dengan ketebalan yang berbeda-beda. Lapisan batu bara
pada Muara enim terdiri dari 6 lapisan batu bara utama. Setelah mengalami deposisi,
lapisan batu bara mengalami sedikitnya satu peristiwa tektonik di masa PlioPleistosen dalam bentuk lipatan dan patahan. Ketebalan total lapisan batu bara di
muara enim mencerminkan ketebalan seluruh sedimen di cekungan Muara enim,
dengan interseksi paling tebal di area Bukit Asam. Enam lapisan batu bara
diantaranya adalah Lapisan Kladi, lapisan Petai (C Seam), lapisan Suban (B Seam),
lapisan Mangus, lapisan Jelawatan, dan lapisan Enim.
Lapisan Enim memiliki ketebalan terbesar di area Suban Jeriji utara dimana
ketebalan netto diperkirakan sebesar 25 m. Lapisan Enim dapat dianggap ekuivalen
dengan lapisan Meraksa di area gunung Meraksa dan ekuivalen dengan lapisan
Benakat di utara daerah cekungan Sumatra selatan. Lapisan Enim tebal, dengan
susunan berpasir yang dianalisis sebagai deposit delta-front dan terletak dengan
susunan heterogen tipis dan secara lateral memiliki lanauan batu lembung . batu pasir,
dan batu bara yang dianggap sebagai deposit dari susunan transgressive laut.
Perancangan Georeaktor
Kompleksitas yang terdapat dalam sistem georeaktor menuntut penggunaan
dari tools simulasi untuk modeling proses yang terjadi didalamnya. Kajian yang
dilakukan terhadap sistem meliputi pendekatan pada fenomena fisis dan
kimianya. Permodelan secara kimiawi dilakukan dengan perangkat lunak ASPEN
PLUS Professional, dan untuk permodelan fisis digunakan perangkat lunak
COMSOL Multiphysics.
Fenomena Kimiawi
Permodelan kimiawi meninjau spesies apa saja yang terkonsumsi dan
terbentuk dalam georeaktor. Permodelan yang dilakukan tidak berdasarkan
kinetika reaksi, karena data kinetika yang tidak tersedia, sehingga
permodelan dilakukan dengan reaktor non-kinetik. Simulasi reaktor
dilakukan berbasis pada kesetimbangan yang terjadi pada setiap spesies
dalam georeaktor yang dipengaruhi kondisi operasinya.
Secara detail, berbagai rangkaian proses yang terjadi pada georeaktor adalah
sebagai berikut:
CO
CO2
H2
COAL
32292
IN-SEP1
26753.43
OUT-SEP1
MOISTURE
Coal
H2S
CH4
O2
530371.8
535910.4
26753.43
IN-MIXER
178204.9
76373.55
50915.7
127289.2
2545.785
OUT-MIXE
178204.9
76373.55
50915.7
127289.2
2545.785
IN-PYRO
261205.4
246442.4
46618.85
462962.6
2995.041
IN-ROOFG
0.0194
98629.13
0.002223
132020.6
449.2562
39180.81
36966.36
6992.827
69444.39
449.2562
OUT-SEP2
222024.6
209476
39626.02
393518.2
2545.785
1325930
248.113
2
9.03E27
2.51E-09
2.80E+0
5
3.58E+0
5
IN-RCOMB
STEAM
OUT-ROOF
AIR
73827.7
6
73827.7
6
37.2169
9
210.896
3
-
3.76E-10
2.13E-09
-
Total
562663.8
4
562663.8
4
0
26753.43
2
509156.9
7
509156.9
7
0
1020472.
4
511099.0
3
358000
153070.8
6
867401.5
7
1325929.
6
IN-BOTTG
OUT-BOTT
21.27738
2.68089
1325906
B-SYNGAS
222024.6
209476
39628.7
1719424
2545.785
SYNGAS
210923.4
199002.2
37647.26
1633453
2418.496
BYPRODUC
T
11101.23
10473.8
1981.435
85971.19
127.2892
210.896
3
25616.0
8
1348.24
5
21.27738
20.21351
1.063869
= -61062993.29 MMBtu/jam
PANAS KELUAR
= -65578171.94 MMBtu/jam
AKUMULASI
= 4515178.646 MMBtu/jam
= 1138.507044 kcal/jam
BLOCK
HEAT IN
HEAT OUT
TOTAL
R-DRYING
464491.4199
-464106.208
385.2123
R-COMBUS
268341.6798
-210449.43
-478791.11
R-PYROL
448.693
2043263.394
-14549244.1
464106.2076
-1832813.96
-1833262.7
-5231708
-13912950.9
-3188444.6
636293.24
-286912.307
177193.901
ROOF-GAS
BOTT-GAS
SEPR-01
0
1325929.
6
2193331.
2
2109080.
3
111004.26
SEPR-02
SEPR-03
MIXER
EMPTY-S
5231707.999
18373078.29
1832813.964
18373078.29
-5231711.97
-3.967
-18201627
171451.34
-1832813.96
-18373078.3
Total
0
-4515178.6
Dimensi Georeaktor
Panjang georeaktor (coal seam)
1500 m
70 m
15 m
Densitas batubara
1300 kg/m3
2.047.500 Ton
Konsumsi batubara
530371.844 kg/jam
Waktu konsumsi
5,3618 Bulan
Data relevan
Berdasarkan data pada table 1., daerah Muara Enim memiliki potensi batubara
sebesar 375.581.700.000 ton. Dengan sejumlah ini, jumlah georeaktor yang dapat
dibangun adalah 183434 georeaktor. Mengingat umur pabrik yang tidak lebih dari 10
tahun, maka dipilih daerah yang memiliki potensi besar dalam pemanfaatan batubara
karena berbagai hambatan dapat muncul. Hambatan tersebut berkaitan dengan alasan
pemilihan lokasi pengeboran georeaktor yang telah dibahas sebelumnya (kontinuitas
batubara, efek seismic, dll).
Reaksi Heterogen :
C+H2O CO + H2
C+CO2 2CO
2C+O2 2CO
C + O2 CO2
C + 2H2 CH4
Reaksi Homogen:
Hr = 136 kj/mol
Hr = 173 kj/mol
Hr = -222 kj/mol
Hr = -394 kj/mol
Hr = -87 kj/mol
2CO + O2 2CO2
Hr = -572 kj/mol
CO + H2O CO2 + H2
Hr = -37 kj/mol
Gambar 9. Pengaruh suhu dan tekanan pada kesetimbangan komposisi gas pada
reaksi autothermal batubara (C) : a. CH4, dan H2 ; b. CO, CO2, dan H2O