Anda di halaman 1dari 35

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dan terus

meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan 9 juta orang akan meninggal karena
kanker pada tahun 2015 dan 11,4 juta orang pada tahun 2030. 5 Carcinoma
mammae atau kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian di
dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat menyerang pada golongan usia manapun
dan paling sering pada usia 40-50 tahun.10
Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78% kanker
payudara terjadi pada usia di atas 50 tahun, sedangkan 6% diantaranya kurang dari
40 tahun. Pada tahun 2008, 48.034 penduduk di Inggris didiagnosis dengan
kanker payudara dan 11.728 orang meninggal karena kanker payudara pada tahun
2009. Kasus tertinggi di dunia pada tahun 2008 terdapat di Perancis dengan
tingkat kejadian sekitar 99,7% atau sebesar 51.012 kasus. Sedangkan di Indonesia
pada tahun 2008 jumlah kasus kanker payudara diperkirakan sebesar 36,2% atau
sebanyak 39.831 kasus dengan jumlah kematian 18,6 per 100.000 penduduk.11
Di Indonesia sendiri, memiliki insidensi tertinggi kedua dan memilki
kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahun seperti halnya di Negara
barat.

Berdasarkan

porthological

based

registration

kanker

payudara

mempunyai insidensi relatif 11,5% dengan insidensi minimal 20.000 kasus per
tahun dan lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut.3
Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui secara pasti, tetapi
terdapat banyak faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap terjadinya kanker
payudara diantaranya: usia, usia saat menstruasi pertama, penyakit fibrokistik,
riwayat kanker payudara, penggunaan hormon estrogen atau progesterone, gaya
hidup tidak sehat.10
Sekitar 50 % penderita kanker payudara di Indonesia datang memeriksakan
diri pada stadium lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya deteksi dini
kanker payudara, yaitu dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
Keterlambatan deteksi dini ini, dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan
tentang deteksi dini kanker payudara.3

1.2.

Tujuan Penulisan
a. Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, anatomi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, teknik pembedahan, dan
komplikasi kanker payudara.
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Pofesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi7
Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobus, tiap lobus terdiri dari beberapa

2.1.

lobulus kelenjar. Lobulus-lobulus kelenjar bermuara ke papilla mammae melalui


ductus lactiferus. Ligamentum Cooper adalah jaringan ikat yang berada di antara
lobulus-lobulus sampai ke dermis untuk memperkuat struktur payudara. Kuadran
atas terluar payudara berisi lebih banyak jaringan dibandingkan kuadran payudara
lainnya.7

Gambar 2.1. Anatomi Payudara


Vaskularisasi dan Inervasi Payudara4
Payudara diperdarahi oleh arteri perforantes anterior cabang dari a.mamaria

2.2.

intena, cabang lateral a.intarcostalis posterior, a.torasica superior dan a. torasica


lateralis cabang dari a.aksilaris dan cabang pektoral dari a. torakoakromialis.
Sedangkan sistem vena yang terdiri dari tiga grup vena, yaitu cabang
perforantes v.mamaria interna, cabang v. aksilaris dan vena-vena kecil yang
bermuara pada v.interkostalis, vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis,
kemudian bermuara pada v.azygos. Melalui vena-vena ini metastase dapat
langsung terjadi di paru. Pleksus vena vertebralis Batson yang terletak di tulang
belakang dan memanjang dari tulang tengkorak sampai ke sakrum, dapat menjadi
jalur metastasis kanker payudara ke tulang belakang, tulang tengkorak kepala,
tulang panggul dan sistem saraf pusat.

Gambar 2.2. Vaskularisasi dan Inervasi Payudara


Batas-batas pengaliran limfe di payudara tidak berbatas jelas dan ada
bermacam-macam variasi letak kelenjar limfe aksila. Enam kelompok kelenjar
limfe yang dikenal adalah13:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kelompok vena aksila (lateral)


Kelompok mamaria eksternal (anterior atau pektoral)
Kelompok skapular (posterior atau subskapular)
Kelompok sternal
Kelompok subklavikular (apikal)
Kelompok interpektoral (kelompok Rotter).
Persarafan oleh cabang kutaneus lateral nervus interkostal ketiga sampai

keenam memberikan persarafan sensoris payudara (cabang mamaria lateral)


dan dinding dada anterolateral. Nervus interkostobrakial adalah cabang
kutaneus lateral nervus interkostal kedua dan dapat terlihat saat diseksi aksila.
Reseksi nervus intercostobrakial dapat menyebabkan hilangnya rasa raba
bagian medial lengan atas.

Gambar 2.3. Sistem Limfatikus Payudara

Definisi1
Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada payudara baik pada

2.3.

bagian duktus maupun lobules.


Insidensi dan Epidemiologi10,11
Di negara berkembang kanker payudara pada wanita menduduki tempat

2.4.

nomor dua setelah kanker serviks uterus. Sedangkan di negara maju kanker
payudara pada wanita menduduki tempat pertama. Persentase kanker payudara
sekitar 33% dari seluruh kanker pada wanita. Menurut WHO sekitar 8-9% wanita
akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis
kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Kurva insidens usia bergerak
naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita
usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun.
Insidensi kanker payudara pada lelaki hanya 1 % dari kejadian pada wanita.
Faktor Risiko6
Faktor risiko kanker payudara ialah:
- Umur lebih dari 30 tahun
- Anak pertama lahir pada usia ibu lebih dari 35 tahun
- Tidak pernah melahirkan (nullyparity)
- Menarche dibawah 12 tahun
- Menopause lebih dari 55 tahun
- Pernah operasi tumor jinak payudara
- Mendapat terapi hormonal yang lama
- Adanya riwayat kelainan atau kanker pada organ ginekologis
- Adanya riwayat terpapar radiasi
- Adanya riwayat kanker pada salah satu payudara (terutama sebelum

2.5.

menopause)
- Adanya riwayat keluarga yang mendapat kanker payudara
Dari faktor risiko tersebut di atas, riwayat keluarga serta usia menjadi faktor
terpenting. Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara
meningkatkan risiko berkembangnya penyakit ini. Para peneliti juga menemukan
bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan risiko
wanita terkena kanker sampai 85%. Hal yang menarik, faktor genetik hanya
berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara dan ini menunjukkan bahwa
faktor risiko lainnya memainkan peranan penting.

Pentingnya faktor usia sebagai faktor risiko diperkuat oleh data bahwa 78%
kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya
6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya
kanker adalah 64 tahun. Studi juga mengevaluasi peranan faktor gaya hidup dalam
perkembangan kanker payudara yang meliputi pestisida, konsumsi alkohol,
kegemukan, asupan lemak serta kurangnya olah fisik.

Gejala Klinis15
Awalnya kanker payudara

2.6.

bersifat

asimtomatis

pada

massa

awal

perkembangannya, namun bila sudah pada tahap lanjut biasanya keluhan mulai
muncul dan berakhir pada stadium lanjutan.
Keluhan utama biasanya adalah adanya benjolan di payudara. Keluhan lain
yang mungkin diungkapkan pasien misalnya:
- rasa sakit di payudara
- adanya cairan yang keluar dari puting susu (nipple discharge)
- adanya retraksi puting susu;
- adanya ekzema atau krusta sekitar areola;
- adanya perubahan pada kulit seperti cekungan (skin dimpling),
-

kemerahan, ulserasi, venektasi atau adanya peau d'orange;


adanya perubahan warna kulit
keluhan adanya benjolan ketiak dan edema lengan mungkin

menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening aksila;


keluhan adanya tanda metastasis jauh misalnya nyeri tulang (vertebra,
femur), rasa penuh di ulu hati, batuk, sesak, sakit kepala hebat, dan
lain-lain.

2.7. Diagnosis
1. Anamnesis2
Anamnesis didahului pencatatan identitas penderita dan keluhan penderita
yang lengkap. Adanya tumor atau benjolan harus ditentukan sejak berapa lama,
cepat atau tidak membesar, disertai rasa sakit atau tidak. Biasanya tumor pada
proses keganasan mempunyai ciri batas yang ireguler, tanpa ada rasa nyeri dan
tumbuh progresif cepat membesar.
Selain itu, ditanyakan kepada pasien pengaruh siklus menstruasi terhadap
keluhan tumor dan perubahan ukuran tumor; kawin atau tidak; jumlah anak,

usia saat melahirkan anak pertama, disusukan atau tidak; riwayat penyakit
kanker dalam keluarga; obat-obatan yang pernah dipakai terutama yang bersifat
hormonal; riwayat obstetri-ginekologi; apakah pernah mendapat radiasi di
dinding dada.
2. Pemeriksaan Fisik3,6
Pemeriksaan fisik dimulai

dari

status

generalisata

(cantumkan

performance status) dan status lokalisata. Pada pemeriksaan lokalisata, yang


harus dinilai adalah:
- payudara kanan dan kiri
- masa tumor (lokasi, ukuran, konsistensi, permukaan, bentuk dan
batas tumor, jumlah tumor, terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar
-

payudara, kulit, dan m. pektoralis dan dinding dada)


perubahan warna kulit kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit,

peu d orange, dan ulserasi


puting (tertarik, erosi, krusta, discharge)
Status KGB aksila, infraklavikula, dan supraklavikula (jumlah,

ukuran, konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar)


Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis (paru, tulang,

hepar, dan otak)


Karena payudara dipengaruhi siklus hormonal seperti estrogen dan
progesteron, sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh
hormonal seminim mungkin, yaitu sekitar satu minggu atau sepuluh hari
setelah menstruasi. Teknik pemeriksaan status lokalisata payudara:
a. Pasien duduk (tegak)
Penderita duduk dengan tangan bebas ke samping, pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada
inspeksi dilihat simetris payudara kiri dan kanan; kelainan papilla;
letak dan bentuknya; adanya retraksi puting susu; adanya kelainan
kulit, tanda-tanda radang, peau d'orange, dimpling; ulserasi dan lainlain.
b. Posisi berbaring
Pasien diminta berbaring dan bahu atau punggung diganjal dengan
bantai kecil agar payudara tersebar rata di atas lapangan dada.Palpasi
dilakukan dengan menggunakan falangs distal dan medial jari II, III,
IV dan dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke-2

sampai ke distal setinggi iga ke-6; termasuk daerah sentral subareolar


dan papil. Dapat juga sistematisasi ini dilakukan sentrifugal berakhir di
daerah papil. Terakhir diadakan pemeriksaan kalau ada cairan keluar
dengan menekan daerah sekitar papil. Perabaan yang halus akan lebih
teliti daripada dengan rabaan tekanan keras. Rabaan halus akan dapat
membedakan kepadatan massa payudara.
c. Menetapkan keadaan tumor
Lokasi tumor menurut kwadran di payudara
Ukuran tumor, konsistensi, permukaan, batas-batas tumor

tegas atau tidak tegas,jumlah tumor.


Mobilisasi tumor terhadap jaringan payudara sekitar, kulit,

musculus pectoralis dan dinding dada.


d. Memeriksa kelenjar limfe regional. Pada perabaan ditentukan
besar, konsistensi, jumlah, dan ada tidaknya fiksasi satu sama lain.
Aksila
- mammaria eksterna; di bagian anterior dan di bawah

tepi musculus pektoralis aksila


- subskapularis di posterior aksila
- sentral di bagian pusat aksila
- apikal di ujung atas fossa aksilaris
Palpasi supra dan infraklavikula serta leher terutama bagian

bawah
e. Organ lain yang ikut diperiksa adalah hepar, lien untuk mencari
metastasis jauh, juga tulang-tulang utama, dan tulang belakang.
3. Pemeriksaan Penunjang15
1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap berupa darah rutin, kimia
darah, elektrolit, KGD, albumin, HST, dan RFT.
2. Foto thoraks
Foto thoraks merupakan pemeriksaan yang diharuskan (recommended).
Selain merupakan pemeriksaan rutin, pemeriksaan ini dapat bernilai
adanya tanda-tanda metastasis ke paru berupa gambaran khas seperti coin
lesion.
3. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting
untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik
digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat.

Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran


dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di
bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur
yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral
dengan batas yang tegas. Kanker payudara disertai dengan dinding yang
tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan
akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration
biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi
payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat
diterima oleh pasien. USG payudara dan mamografi dapat menilai tumor
<3 cm, namun tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm.
Sedangkan USG abdomen (hepar) untuk menilai adanya suatu metastasis.

Gambar 2.4. Ultrasonografi


4. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan
untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat
dipalpasi. Kanker yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan
mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat
dideteksi melalui palpasi.
Radiolog yang berpengalaman dapat mendeteksi kanker payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.

10

Gambaran mammografi yang spesifik untuk kanker mammae antara lain


massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate),
penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi.
Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting kanker pada
wanita

muda,

yang

mungkin

merupakan

satu-satunya

kelainan

mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan


klinis untuk deteksi kanker payudara stadium awal, dengan tingkat akurasi
sebesar 90%.
Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan
pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun,
pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan
mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap kanker mammae stadium II,
III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.

Gambar 2.5. Mamografi


5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

11

pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka


kemungkinan untuk mendiagnosis kanker mammae sangat kecil.
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya
digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam
membedakan kanker mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga
bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan
kanker payudara, menentukan penyebaran dari kanker terutama kanker
lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.
6.

Biopsi
Sebelum merencanakan terapi kanker payudara, diagnosis klinis dan

histopatologik, serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu.


Diagnosis klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila
keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru. Rencana
terapi mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan
diambil.
Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi
harus dikerjakan demi kesembuhan.Akan tetapi, bila tindakannya paliatif,
alasan nonkuratif menentukan terapi yang dipilih.
Untuk mendapatkan diagnosis histologi, dilakukan biopsi sehingga
biopsi dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan payudara.
Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh
dalam waktu 15 menit. Bila pemeriksaan menunjukkan tanda tumor jinak,
operasi diselesaikan. Namun, bila pemeriksaan menunjukkan tumor ganas,
operasi dapat dilanjutkan dengan tindakan bedah kuratif. Bedah kuratif
yang mungkin dilakukan adalah mastektomi radikal dan bedah konservatif
adalah eksisi tumor luas.
Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak
ada infiltrasi ke dinding dada dan kulit mamma, atau infiltrasi dari kelenjar
limfe ke struktur sekitarnya. Tumor disebut mampu-angkat (operable) jika
dengan tindak bedah radikal seluruh tumor dan penyebarannya di kelenjar
limfe dapat dikeluarkan. Beberapa cara pengambilan sampel biopsi, yaitu:

12

a. Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan


pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada
biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan
patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari kanker mammae dan juga
dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin
terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah,
sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi
yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang
mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali secara klinis,
pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
b. Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau
inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat
large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi
mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.
c. Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling
dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya
positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang
rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan
open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi
eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa
payudara yang dicurigai dengan tumor operable ukuran > 3 cm untuk
dilakukan operasi definitif atau inoperable. Atau bila tidak tersedianya
core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran
DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional dapat
dilakukan jika ukuran tumor >3 cm dan seluruh massa payudara
diambil. Spesimen mastektomi yang sudah diambil harus disertakan
dengan pemeriksaan KGB dan immunohistokimia seperti ER, PR, cerbm-2 (HER-2 nou), cathepsin-D, atau p53.
2.8.

Klasifikasi2,8

13

Berdasarkan gambaran histopatologi kanker payudara dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:
1. Carsinoma in situ
Sel kanker dinyatakan in situ atau invasif tergantung apakah sel kanker
tersebut telah mengivasi membran basal. Menurut Broder definisi carsinoma in
situ pada kanker mamma adalah tidak adanya invasi sel ke stroma dan pembatas
struktur lain sekitarnya seperti duktus dan alveolus.
2. Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)
LCIS berasal dari ujung duktus lobular dan hanya terjadi pada payudara
wanita.Karakteristik LCIS adalah adanya distensi dan distorsi ujung duktus
lobular karena sel kanker.Sel kanker umumnya tampak besar tetapi memiliki ratio
sel inti-sitoplasma yang normal.Umur saat diagnosa LCIS antara 44-47
tahun.LCIS memiliki predileksi ras, yaitu 12 kali lebih banyak terjadi pada wanita
kulit putih dibanding wanita Afrika-Amerika.Kanker payudara invasif dapat
terjadi pada 25-35 persen wanita yang terkena LCIS. Oleh karena itu, LCIS
dianggap meningkatkan faktor resiko terkena kanker payudara dan bukan
prekursor anatomis.
3. Ductal Carsinoma In Situ (DCIS)
DCIS lebih sering terjadi pada wanita, tetapi dapat pula terjadi pada pria (5
persen dari kanker payudara pada pria). DCIS memiliki resiko tinggi untuk
berlanjut menjadi !canker invasif (5 kali lebih besar). Secara histologis, DCIS
ditandai oleh adarya proliferasi epitel yang membatasi duktus minor. Kanker
invasif sering teijadi di payudara ipsilateral, umumnya di kuadran yang sama
dengan tempat DCIS ditemukan, sehingga DCIS dianggap prekursor anatomi
kanker ductal invasif.
4. Invasive breast carcinoma
Kanker invasif berasal dari lobulus atau ductus. Secara histologis, 80 persen
kanker payudara invasif adalah kanker duktal invasif tanpa gambaran khusus (no
special type = NST). Kanker ini umumnya memiliki prognosis lebih buruk
darlpada kanker dengan gambaran khusus.
Klasifikasi kanker payudara invasif menurut Foete dan Stewart adalah sebagai
berikut:

14

1.
2.
3.
4.

Penyakit Paget pada papilla mamma


Kanker duktal invasive
Kanker lobular invasif
Kanker yang jarang (kistik adenoid, sel skuamous, apokrin)

Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi histologisnya.
Sistem gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut "The
Nottingham combined histologic grade" (menurut Flston-Ellis yang merupakan
modifikasi dari Bloom-Richardson). Gradasinya adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Gx : Grading tidak dapat dinilai


G1 : Low grade
G2 : Intermediate grade
G3 : High grade

15

Gambar 2.6. Klasifikasi Sistem TNM dari AJCC, Edisi 7, Tahun 2010

Tabel 2.1. Kelompok Stadium dan 5 Year-Survival Rate


Stadium
0

T
Tis

N
N0

M
M0

5 Year-Survival Rate
100

16

I
IIA

T1
T0

N0
N1

M0
M0

100
92

IIB

T1
T2

N1
N1

M0
M0

81

IIIA

T3
T0

N0
N2

M0
M0

67

T1

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N1

M0

T3
T4

N2
N0

M0
M0

T4

N1

M0

T4
Tiap T
Tiap T

N2
N3
Tiap N

M0
M0
M1

IIIB

IIIC
IV

2.9.

54

20

Terapi2,8
Terapi dapat bersifat kuratif atau suportif. Terapi kuratif dianjurkan untuk

stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
karsinoma inflamatoar mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas,
tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien
dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk kanker
lokal yang tidak dapat direseksi.
1. Terapi secara pembedahan
a. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi
tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan
pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor
payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini
merupakan terapi standar untuk wanita dengan kanker mammae invasif
stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor
primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi

17

dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat


pada kulit diatas kanker mammae. Jaringan kanker diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari
tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas
status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla
ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.
Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih
pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika
sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak
dilakukan.
b. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis
mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I
dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis
minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified
radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian
lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3
cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering
dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus.
Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari
komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari
30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan
terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat
jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini
luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-system
suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah modified
radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi
radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor
predisposis.

18

2. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)2,8


a. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium kanker mammae.
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk
stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada
kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada kanker mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.
b. Kemoterapi
Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada kanker
mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang
dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm
tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi

dapat

diberikan.

Faktor

prognostik

yang

tidak

menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat


kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk
diberikan kemoterapi adjuvan.Contoh regimen kemoterapi yang
digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan
methotrexate.
Untuk wanita dengan kanker mammae yang reseptor hormonalnya
negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk
diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti
terapi radiasi.
Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang
diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan
apabila

tumor

terlalu

besar

untuk

dilakukan

lumpectomy.

19

Rekomendasi saat ini untuk kanker mammae stadium lanjut adalah


kemoterapi

neoadjuvan

dengan

regimen

adriamycin

diikuti

mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila


diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi
radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi
neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor
tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
c. Terapi Hormonal
Dalam sitosol sel-sel kanker mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon
ini ditemukan pada lebih dari 90% kanker duktal dan lobular invasif yang
masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara klinis terhadap
anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan kanker mammae dengan
reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah
dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Risiko jangka
panjang pengunaan tamoxifen adalah kanker endometrium. Terapi dengan
tamoxifen

dihentikan

setelah

tahun.

Beberapa

ahli

onkologi

merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan


pada kanker mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan kanker mammae stadium IV, antiestrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.
Prognosis15
Prognosis kanker payudara ditentukan oleh:
1. Staging TNM
Semakin dini stadium saat kanker payudara ditemukan, semakin

2.10.

baik prognosisnya.
2. Jenis histopatologi keganasan

20

Kanker in situ memiliki prognosis yang baik dibandingkan dengan


kanker yang sudah invasif. Suatu kanker payudara yang disertai
gambaran peradangan, disebut mastitis kankertosa, mempunyai
prognosis yang sangat buruk. Harapan hidup 2 tahun hanya kurang
lebih 5 persen. Tepat tidaknya tindakan terapi yang diambil
berdasarkan staging sangat.mempengaruhi prognosis.
2.11.Skor Performa Karnofsky8
Skor performa Karnofsky merupakan suatu pengelompokan pasien sesuai
dengan keadaan gangguan fungsionalnya. Pengklasifikasian tersebut memudahkan
evaluasi hasil terapi dan penilaian prognosis pasien. Skor Karnofsky terdiri dari
nilai 100-0, dengan nilai 100 adalah keadaan sehat tanpa gangguan dan nilai 0
adalah kematian.

Skrining3
Gambar
2.6. Skor
Performa
Karnofsky
Mencegah kanker
mamma
dapat
dimulai
dari menghindarkan faktor

2.12.

penyebab, kemudian juga menemukan kasus dini sehingga dapat dilakukan


pengobatan kuratif. Untuk menemukan kasus dini, American Cancer Society
menganjurkan wanita melakukan upaya sebagai berikut:
wanita> 20 tahun agar melakukan Periksa Payudara Sendiri

(SADARI) tiap bulan


wanita 20-40 tahun agar tiap 3 tahun memeriksakan diri ke dokter
wanita>40 tahun agar tiap 1 tahun memeriksakan diri ke dokter
wanita 35-40 tahun agar dilakukan base line mammografi
wanita< 50 tahun agar konsul ke dokter untuk kepentingan

mammografi
wanita> 50 tahun agar tiap tahun melakukan mammografi

21

Pemeriksaan payudara sendiri oleh seorang wanita sebulan sekali


sekitar hari ke 7-10 dari hari menstruasi pertama dapat
dianjurkan.Hal ini dikarenakan sekitar hari 7-10 dari hari
menstruasi pertama pengaruh hormonal estrogen progesteron
sangat rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu dalam
keadaan tidak oedem atau tidak membengkak sehingga lebih
mudah meraba adanya tumor atau kelainan. Pemeriksaan dapat
dilakukan waktu mandi atau waktu lain di depan cermin dengan
teknik SADARI, yaitu dengan cara:
a. Berdiri di depan cermin dengan badan bagian atas terbuka
(dada terbuka)
- Dengan posisi lengan ke bawah (di pinggang):
bandingkan payudara kanan dan kiri, besarnya dan
-

simetrisnya
Daerah puting susu dilihat sama besar atau tinggi.
Dengan lengan di atas kepala: bandingkan payudara
kanan dan kiri, besarnya dan simetrisnya. Kadangkadang dalam gerakan lengan ke atas dapat dilihat

bayangan tumor di bawah kulit ikut bergerak.


b. Berbaring
- Sebaiknya pada bagian payudara yang diperiksa bahu
sisi tersebut diganjal sedikit dengan bantal agar semua
payudara jatuh rata di atas lapangan dada.Dengan jari
II-IV bagian tengah dan kaudal dilakukan perabaan
seluruh payudara secafa sistematis; dari atas ke bawah
dari papilla ke tepi.Wanita di atas 40 tahun dianjurkan
melakukan SADARI setiap bulan.
Pemeriksaan mammografi dapat dideteksi lesi-lesi kecil 2-4 mm yang
secara klinis tidak bisa diketahui.Pemeriksaan mass-screening memerlukan biaya
yang besar dibandingkan hasil yang didapat sehingga mulai ditinggalkan. Oleh
karena itu, mammografi dianjurkan pada wanita yang mempunyai faktor risiko
tinggi.

22

Orang sehat di keluarga dengan risiko tinggi terjadinya kanker payudara


atas dasar mengidap mutasi onkogen, seperti BRCA 1, BRCA2, ER, PR ,dll dapat
mempertimbangkan mastektomi bilateral preventif.

BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Noviriany Lubis, SE

Usia

: 39 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Abd Hamid Gang Langgar, Tebing tinggi

Agama

: Islam

Suku

: Batak

Pendidikan Terakhir : S-1


Pekerjaan

: Pegawai swasta

Status Sosial ekoomi : Menengah


Tinggi Badan

: 155cm

Berat Badan

: 70 kg

MR

: 63 74 94

Tanggal masuk

: 16 maret 2015

ANAMNESIS PENYAKIT
KU

: Benjolan di payudara kanan

Telaah : Hal ini dialami sejak 7 bulan yang lalu. Awalnya dijumpai benjolan di
sebesar telur puyuh di payudara kanan bagian atas, benjolan keras, tidak nyeri.
Benjolan semakin lama semakin besar seperti telur, keras, tidak nyeri. Pasien
menyangkal adanya gambaran kulit jeruk pada sekitar payudaranya, kemerahan
pada kulit, puting susu tampak tertarik ke dalam, dan kulit tampak tertarik ke

23

dalam. Keluar cairan dari puting payudara disangkal. Adanya benjolan di daerah
ketiak

dan

leher

disangkal.

Karena

keluhan-keluhan

tersebut,

pasien

memeriksakan diri ke dokter, namun pasien ingin mencoba pengobatan lain yaitu
pengobatan alternatif, selama 1 bulan, namun tidak ada perubahan setelah
pengobatan tersebut.
Keluhan sesak napas

dan batuk lama disangkal. Nyeri pada tulang

belakang disangkal. Rasa perut penuh, mual, perut gembung, mata kuning tidak
dijumpai. Nyeri kepala hebat, muntah menyemprot tidak dijumpai. Penurunan
berat badan dijumpai. BAK dan BAB dalam batas normal.
Pasien pertama kali haid pada usia 12 tahun, menikah pada usia 29 tahun
dan memiliki 2 orang anak. Hamil pertama pada usia 29 tahun, namun mengalami
keguguran. Melahirkan anak pertama pada usia pada usia 31 tahun. Hamil ketiga
pada usia 32 tahun namun ternyata os mengalami hamil anggur. Melahirkan anak
kedua dari kehamilan yang keempat pada usia 35 tahun. Pasien menyusui anak
pertama selama 5 bulan dan anak kedua selama 6 bulan. Riwayat penggunaan
kontrasepsi dijumpai yaitu penggunaan KB suntik selama 2 tahun. Pasien sampai
saat ini masih haid. Riwayat penggunaan obat hormonal disangkal pasien. Pasien
menyangkal pernah operasi tumor jinak di payudara, riwayat mendapat radiasi
disangkal, riwayat pernah menderita kanker payudara sebelunya disangkal pasien,
riwaat keluarga yang mengalami kanker payudara sebelumnya disangkal.
Kehidupan ekonomi pasien dalam status sosial ekonomi menengah,
sehingga pasien jarangkali memperhatikan pola makannya. Pasien sering makan
makanan yang menggunakan penyedap.Os juga sudah mengalami kegemukan
sejak usia 14 tahun.
Tidak dijumpai riwayat alergi makanan maupun bat-obatan pada pasien,
riwayat merokok, meminum minuman beralkohol, dn mengkonsumsi obat-obatan
narkotik disangkal pasien.
Sebelumnya pasien telah berobat alternatif selama 1 bulan namun karena
keluhan tidak berkurang pasien memutuskan untuk berobat ke dokter.

24

Status Presens
Sens

: Compos Mentis

Skor Karnofsky

: 90

VAS

:1

TD

: 130/85 mmHg

HR

: 90 x/i

RR

: 16 x/i

: 36,8oc

Status Generalisata
Kepala :
Mata

: Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik


(-/-), Reflek cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter
3mm.

Telinga/hidung/mulut : Tidak dijumpai kelainan


Leher:
Trakea medial, TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax :
Pulmonologi
I : Simetris Fusiformis
P: SF kiri = SF kanan
P: Sonor pada kedua lapangan paru
A: SP: vesikuler pada kedua lapangan paru

25

ST: Kardiologi:
Batas jantung
Atas

: ICS II

Kiri

: 1 cm linea midclavicularis sinistra

Kanan : Linea parasternalis dextra


Abdomen
I : Simetris, terdapat ulkus pada regio iliaka kanan, berukuran 2cm x1 cm,
kedalaman 3 mm, pinggir eritem, pus (+)
A: Peristaltik (+) N
P: Soepel, hepar dan lien tidak teraba
P: Timpani, batas paru-hati ICS VI midclavicula dextra
Ekstremitas
Superior

: Edema (-/-) cyanosis (-/-)

Inferior

: Edema (-/-) cyanosis (-/-), terdapat benjolan pada regio medial

distal femoral, konsistensi kenyal, permukaan rata, mobilitas (-), batas tegas,
ukuran 3cm x 3cm.
FOTO KLINIS PASIEN

26

27

Status Lokalisata
a. Regio Payudara Kanan
Inspeksi
Bentuk dan ukuran payudara kiri sama dengan payudara kanan
Kulit : Erythema (+) Skin dimpling(+), ulkus (-), peau de orange(+), nodul satelit
(-), venektasi (-),
Nipple-areola komplek : nipple retraction (-), eksema (+) , nipple discharge (-)
Palpasi
Teraba benjolan pada regio medial atas, konsistensi keras, permukaan berbenjolbenjol, mobilitas (+), batas tidak tegas, nyeri tekan (-), ukuran 5 cm x 4cm. Puting
: keluar cairan (-)
b. Regio Payudara Kiri
Inspeksi
Bentuk dan ukuran payudara kiri sama dengan payudara kanan

28

Kulit : Erythema (-) Skin dimpling(-), ulkus (-), peau de orange(-), venektasi (-),
lesi satelit (-)
Nipple-areola komplek : nipple retraction(-), eksema (-) Nipple discharge (-)
Palpasi

Tidak teraba benjolan di seluruh regio

KGB Regional
Inspeksi: Pembesaran KGB aksila (-), KGB infraklavikula (-), KGB
supraklavikula (-)
Palpasi: Tidak dijumpai adanya pembesaran KGB aksila, infrakalvikula dan
supraklavikula

Mamografi 21 Januari 2015

29

Hasil Mamografi dextra, sinistra 21 januari 2015


Kedua mamae konfigurasinya symetris dengan komponen fatty glandular.
Tampak lesi dengan densitas lebih tinggi dari jaringan fibroglandulardi sekitarnya,
batas jelas tetapi sedikit lobulated di kuadran mediosuperior mamae kanan dan
satu lesi dengan kalsifikasi, batas tegas dan reguler di latero superior mamae kiri.
Tidak tampak mikrokalsifikasi yang mencurigakan
Tidak tampak retraksi papila mamae, penebalan kutis yang abnormal maupun
pembesaran kelenjar lymphe pada kedua axila.
Kesimpulan : Lesi mamae kanan (BIRADS 3) + Lesi pada mamae kiri
BIRADS 2

30

Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Maret 2015


Pemeriksaan

Hasil

Rujukan

12,00

11,7-15,5

4,91

4,20-4,87

10,71

4,5-11,1

38,10

38-44

307

150-450

77,60

85-95

24,40

28-32

31,50

33-35

13,70

11,6-14,8

KGD adr (mg/dL)

86,10

<200

Ureum

17,40

<50

Kreatinin

0,82

0,5-0,90

Natrium (Na)

137

135-155

Kalium (K)

3,3

3,6-5,5

Klorida (Cl)

106

96-106

SGOT (IU)

28

<32

Darah lengkap
Hb (gr%)
RBC (106/mm3)
WBC (103/mm3)
HT (%)
PLT (103/mm3)
MCV (fL)
MCH (pg)
MCHC (gr%)
RDW (%)

31

SGPT (IU)

57

<31

Waktu Protrombin

12,4 detik

Kontrol 14,00 detik

APTT

29,5 detik

Kontrol 34,8 detik

Waktu Trombin

13,2 detik

17,5 detik

Foto Thorax

Kesimpulan : Tidak tampak gambaran metastasis

32

USG Liver

Kesimpulan : Fatty liver dan tidak tampak adanya metastasis

DIAGNOSIS
(R) Breast Neoplasma Suggest Malignant T3N0M0

33

PENATALAKSANAAN
R/ Persiapan operasi Modified Radical Mastectomy

BAB 4
KESIMPULAN

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan dengan angka morbiditas


dan mortalitas yang terus meningkat dari tahun ketahun sehingga perlu adanya
suatu perhatian dantindakan terintegrasi dalam pencegahan, pengobatan, dan
penatalaksanaannya. Pasien ini didiagnosis dengan kanker payudara bilateral
dengan stadium (T4c N3c M1) dan dengan adanya efusi pleura kiri. Hal ini
diperoleh dari pengumpulan data melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, win de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2009.p.387-402
2. Jay R. Harris, Marc E. Lippman, Monica Morrrow, C.Kent. Osborne, ed.
Disease of The Breast. 4th ed: Lippincot William&Wilkins;2009.p.745-60
3.

Manuaba, IBTW. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara


PERABOI 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid: Sagung Seto.
p.17-50

4. Martini, Frederic H., Judi, Nath., & Edwin, Bartholomew. Martini :


Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th Edition.
5. American Cancer Society. Breast Cancer 2011. Atlanta, Ga:American
Cancer Society;2011
6. Armstrong K. Assesing The Risk of Breast Cancer. In :The New England
Journal of Medicine. February 2000;342:564-71
7. Netter F. Interactive Atlas Of Clinical Anatomy. Icon learning System All
Right reserved;2003.
8. National Comprehensive Cancer Network.NCCN Practice guidelines in
Oncology. In: Robert W. Carison, D. Craig Allred, Benjamin O. Anderson,
Harold J. Burstein, W. Bradford Carter, Stephen B. Edge, et al., Breast
Cancer:NCCN;2012.
9. S.A. Gurchani, A.I. Masood, A. Anwer, A. Mateen. Neoadjuvant
Chemotheraphy Combination of Doxorubicin and Cisplatin in Locally
Advanced Breast Cancer. American Society of Clinical Oncology. 2011

35

10. American Cancer Society (ACS), 2009. Breast Cancer Facts & Figure
2009-2010. Atlanta: American Cancer Society, Inc. Available from:
http://www.cancer.org/downloads/STT/F861009_final%209-08-09.pdf.
[Accesed Apil 16, 2015]
11. WHO, World Health Organization, 2004. Global Burden of Disease 2004
Update.

Available

from:

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Reports_GBD_report_2004update_ful
l.df [Accesed April 16, 2015]
12. Brunicardi, F.C., et al., 2010. Schwartzs Principle of Surgery. Edisi 9.
USA : McGraw-Hill Company.
13. William, N.S., et al., 2008. Bailey and Loves Short Practice of Surgery.
Edisi 25. UK : Edward Arnold Ltd.
14. Moriki, T., Takashi T. 2006. Hormone Reseptor Status and HER2/neu
Overexpression Determined by Automated Immunostainer on Routinely
Fixed Cytologic Speciments from Breast Carcinoma: Correlation with
Histologic Sections Determinations and Diagnostic Pitfall-An Abstract,
Diagnostic Cytopathology.30(4):251-6
15. Nadella, Padma C., Karen G., R Monica, et al. Breast Carcinoma. In:
Bieber, Erick J., Clinical Gynecology. USA. Elsevier. 2006. p.597-606

Anda mungkin juga menyukai