Anda di halaman 1dari 6

Artikel Penelitian

Sepsis pada Anak:


Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Rismala Dewi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstrak: Sepsis merupakan penyakit yang sering dijumpai di unit perawatan intensif anak.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan atas manifestasi klinis yang menunjukkan kegagalan
multiorgan serta diduga atau terbukti ditemukan mikroorganisme di dalam darah. Sepsis pada
anak memerlukan tata laksana yang komprehensif sehingga prognosis menjadi lebih baik.
Pemberian antibiotik yang sesuai merupakan salah satu kriteria dalam tata laksana sepsis.
Kesulitan mendapatkan hasil kultur berupa jenis bakteri dan uji kepekaan antibiotik dengan
segera menyebabkan masalah pada pemilihan jenis, waktu, dan lama pemberian antibiotik.,
sehingga pemberian antibiotik hanya berdasarkan empiris yang berpotensi menimbulkan
resistensi di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis bakteri penyebab
sepsis dan uji kepekaan antibiotik, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan
sepsis. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada anak usia lebih dari 1 bulan
sampai kurang dari 18 tahun yang dirawat di unit perawatan intensif anak RSCM, Jakarta
sejak Januari sampai dengan Oktober 2010. Sebanyak 42 subjek dengan diagnosis sepsis
memenuhi kriteria inklusi, tetapi hanya 39 sampel yang dianalisis terkait kelengkapan data.
Sebanyak 21 sampel didapatkan kultur dengan hasil positif dengan bakteri terbanyak adalah
Klebsiella pneumoniae (24%), Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%),
sedangkan antibiotik yang masih sensitif terhadap bakteri tersebut adalah sefepim dan
levofloksasin. Kuman penyebab sepsis pada anak yang terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae,
Serratia marcescens, dan Burkholderia cepacia dengan antibiotik yang masih sensitif adalah
sefepim dan levofloksasin.
Kata kunci: Sepsis, anak, kuman, uji kepekaan.

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

101

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan

Sepsis in Children: Microbial Pattern and Susceptibility Test


Rismala Dewi
Department of Child Health, Cipto Mangunkusumo General Hospital,
Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

Abstract: Sepsis is a disease commonly found in pediatric intensive care unit. Diagnosis of sepsis
is established based on clinical manifestation that presents multiple organ failure with the suspicion or confirmation of microorganism finding in blood. Sepsis in children requires comprehensive treatment to improve the prognosis, with antibiotics considered as essential sepsis management. The antimicrobial selection, length and duration of treatment become a challenge because of
difficulties in obtaining quick blood culture and susceptibility test results. Thus, antimicrobial
treatment should be given merely based on empirical application to prevent drug resistency. The
aim of the study is to obtain data on type of pathogenic bacteria responsible for sepsis andits
susceptibility to antibacterial agents available. The result would be beneficial as guidance for
sepsis management within our unit. The design of the study was cross-sectional. Samples were
retrieved between January and October 2010 in pediatric intensive unit at Ciptomangunkusumo
Hospital, Jakarta. The subjects were children aged between 1 month to 18 years old. There were
42 subjects fulfilled inclusion criteria, but only 39 samples were analyzed due to the completeness
of the data. The most common pathogen is Klebsiella pneumoniae (21%), followed by Serratia
marcescens (14%), and Burkolderia cepacia (14%). Antibiotics which are found to be responsive
to above pathogens are Cefepime and Levofloxacin.
Keywords: sepsis, children, microbacterial, susceptibility test

Pendahuluan
Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama
mortalitas dan morbiditas pada anak di negara industri dan
negara berkembang. Data di Amerika Serikat menunjukkan
kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai
lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar
10,3%.1 Sepsis adalah systemic inflammation respons syndrome (SIRS) yang disertai dugaan atau bukti ditemukan
infeksi di dalam darah. Diagnosis SIRS dapat ditegakkan jika
ditemukan minimal 2 gejala seperti instabilitas suhu (suhu
lebih dari 38,5 0C atau kurang dari 36 0C), takikardia, takipnea,
dan/atau peningkatan maupun penurunan jumlah leukosit,
atau neutrofil imatur lebih dari 10%.2 Standard baku diagnosis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah
ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi organ. Jenis kuman penyebab sepsis beragam, tetapi bakteri
merupakan penyebab terbanyak termasuk bakteri Gram positif
dan Gram negatif, dengan profil sensitivitas yang bervariasi.
Dalam terapi, klinisi perlu memastikan bahwa antibiotik yang
digunakan efektif dalam mengatasi kuman penyebab sepsis.3 Sementara itu, golongan antibiotik yang digunakan
secara empiris, seperti golongan sefalosporin, karbapenem,

102

tampaknya mulai resisten dalam penggunaannya di PICU.4


Pemberian antibiotik yang tepat sejak dini pada pasien sepsis perlu dilakukan, dengan pilihan obat yang sesuai dengan
pola kuman di komunitas dan rumah sakit tersebut.3,5
Penyelidikan kuman secara berkala pada pasien sepsis di
PICU penting untuk mengetahui pola kuman dan kepekaan
antibiotik yang dapat dipakai secara empiris.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis bakteri
penyebab sepsis dan uji kepekaan antibiotik, sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman pengobatan sepsis.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang.
Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM Jakarta sejak Januari sampai dengan Agustus
2010. Kriteria inklusi adalah anak usia 1 bulan atau lebih
sampai dengan kurang dari 18 tahun dengan diagnosis sepsis tanpa melihat penyakit primernya. Kriteria eksklusi adalah
data tidak lengkap.
Seluruh subjek yang didiagnosis sepsis berdasarkan
klinis dimasukkan dalam penelitian ini. Diagnosis SIRS
ditegakkan jika ditemukan minimal 2 gejala, yaitu instabilitas
suhu (suhu ketiak lebih dari 38,5 oC atau kurang dari 36 oC),

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan


takikardia (rerata denyut nadi sesuai usia lebih dari 2 SD di
atas normal tanpa stimulus eksternal, penggunaan obatobatan kronis, atau stimulus nyeri), takipnea (rerata frekuensi
napas sesuai usia lebih dari 2 SD di atas normal), dan atau
peningkatan maupun penurunan jumlah leukosit sesuai usia
(bukan sekunder karena kemoterapi), atau neutrofil imatur
lebih dari 10%.2 Nilai untuk diagnosis SIRS sesuai usia dapat
dilihat pada tabel 1. Sepsis didefinisikan sebagai SIRS
ditambah dugaan atau bukti ditemukan infeksi. Definisi sepsis berat adalah sepsis disertai salah satu dari berikut:
disfungsi organ kardiovaskular ATAU sindrom distres
respiratorik akut ATAU disfungsi dua organ atau lebih.2
Setelah diagnosis sepsis ditegakkan, pasien menandatangani informed consent untuk dilakukan pemeriksaan
kultur darah. Spesimen untuk kultur darah diambil dari vena
brakialis, lalu dimasukkan ke dalam tabung BactT/Alert dan
dikirim ke laboratorium Patologi Klinik RSCM. Kultur positif
jika terdapat pertumbuhan kuman pada tabung tersebut
dalam 5 hari. Jika pada pemeriksaan kultur ditemukan jamur,
maka pemeriksaan dilanjutkan dengan media yang sesuai
untuk jamur dan dikirim ke laboratorium parasitologi.
Selanjutnya, dilakukan subkultur dengan bahan yang diambil
dari pertumbuhan di tabung BacT/Alert. Subkultur dilakukan
di media agar darah dan MacConkey selama 18-24 jam,
kemudian dilakukan tes biokimia untuk menentukan jenis
spesies. Pemeriksaan kepekaan antibiotik dilakukan dengan
melihat pertumbuhan kuman pada media yang diberikan
berbagai cakram antibiotik. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kultur darah dan kepekaan antibiotik, data dimasukkan
ke dalam formulir yang disediakan untuk selanjutnya diolah
menggunakan piranti lunak komputer dan disajikan dalam
bentuk tabel. Penelitian ini telah melalui kaji etik.

SEPSIS (n=42)

Subjek dengan kriteria inklusi (n:39)

Biakan (+) (n:21)

Eksklusi (n:3)

Biakan (-) (n:18)

Gambar 1. Alur Penelitian

Tabel 2. Karakteristik Subjek


Karakteristik

Jumlah (n=39)

Jenis kelamin

- Laki-laki
- Perempuan

25 (64 %)
14 (36 %)

Usia

>12 bulan
>12 bulan

18 (46 %)
21 (54 %)

Penyakit primer* -

Sistem Respiratorik
Susunan saraf pusat
Traktus gastrointestinal
Traktus urinarius

16
10
21
14

(76%)
(48%)
(100%)
(67%)

Keterangan: *setiap pasien dapat memiliki lebih dari satu sistem


organ yang mengalami penyakit primer.

dan Burkholderia cepacia (14%) (Tabel 3). Selain itu, juga


ditemukan Fungi (19.0%), termasuk di dalamnya adalah Candida albicans dan Candida tropicana.
Dalam tabel 4 tercantum antibiotik yang masih sensitif
dan mulai resisten terhadap kuman yang ditemukan. Sefepim
dan levofloksasin adalah antibiotik yang masih sensitif
terhadap kedua kuman penyebab sepsis terbanyak, sedangkan sefotaksim dan meropenem mulai mengalami
resistensi.

Hasil
Sebanyak 42 subjek telah memenuhi kriteria inklusi,
tetapi 3 subjek dikeluarkan karena data yang tidak lengkap,
sehingga hanya 39 subjek yang dianalisis. Dari 39 subjek
sepsis berdasarkan kriteria inklusi, didapatkan 21 subjek
dengan hasil kultur positif dan 18 subjek dengan hasil kultur
negatif.
Dari 21 sampel dengan hasil kultur darah positif,
didapatkan jenis kuman terbanyak adalah Klebsiella
pneumoniae (24%) diikuti oleh Serratia marcescens (14%),

Diskusi
Studi ini terbatas pada pasien PICU yang dirawat karena
sepsis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuman
penyebab sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella

Tabel 1. Nilai Tanda Vital dan Variabel Laboratorium untuk Diagnosis SIRS Sesuai Usia2
Kelompok Usia

1 bulan- 1 tahun
2-5 tahun
6-12 tahun
13 hingga <18 tahun

Denyut Jantung
(denyut/menit)
Takikardia Bradikardia
>180
>140
>130
>110

<90
TA
TA
TA

Frekuensi
Pernapasan

>34
>22
>18
>14

Hitung Leukosit
(Leukositx10 3 /mm 3 )

>17,5 atau <5


>15,5 atau <6
>13,5 atau <4,5
>11 atau <4,5

Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)

<100
<94
<105
<117

Keterangan: TA, tidak ada keterangan

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

103

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan


Methycilline Resistance in Staphylococus aureus (MRSA).
Hal ini perlu diwaspadai karena patofisiologi antara sepsis
Gram positif dan Gram negatif berbeda, sehingga memerlukan
terapi yang berbeda pula.6,8
Ditemukannya Serratia marcescens memerlukan perhatian khusus. S. marcescens merupakan patogen nosokomial
yang terlibat dalam banyak kejadian luar biasa dan infeksi
nosokomial endemis. Terdapat beberapa laporan yang terkait
dengan kejadian luar biasa bakteremia S. marcescens di
bangsal anak. Di Korea ditemukan bahwa kejadian luar biasa
tersebut disebabkan oleh botol nebulisasi yang terkontaminasi. S. marcescens peka terhadap amikasin, quinolon,
sefepim, seftazidim, dan imipenem, serta resisten terhadap
amoksisilin-klavulanat, sefotaksim, gentamisin, dan

Tabel 3. Hasil Kultur Darah


Jenis kuman

Jumlah spesies
5
3
3
2
1
2
1
1
4

Klebsiella pneumoniae
Serratia marcescens
Burkholderia cepacia
Acinetobacter sp.
Klebsiella oxytoca
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus aureus
Streptococcus pneumoniae
Fungi (termasuk Candida sp.)

(24%)
(14%)
(14%)
(9%)
(4%)
(9%)
(4%)
(4%)
(18%)

Keterangan: Pada subjek dapat ditemukan lebih dari satu jenis kuman
yang hasilnya positif. Persentase didapatkan dari perhitungan jumlah spesies yang ditemukan dibandingkan
dengan total kuman yaitu 22.

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kultur Darah dan Uji Kepekaan Antibiotik


Jenis antibiotik

Sefotaksim
Meropenem
Piptazolam
Sefepim
Amikasin
Levofloksasin
Gentamisin
Seftriakson
Keterangan:

Klebsiella
Serratia
Burkholpneumonia marcescens deria cepacia

Acineto
bacter sp.

Klebsiella
oxytoca

Streptococcus
pneumoniae
S
R

1
2
1
1
2
1
1

2
1
0
0
0
0
0

3
1
2
1
3
0
-

0
0
0
0
0
1
-

1
1
1
-

1
0
0
-

0
1
-

2
0
-

0
-

1
-

0
0
1
0
-

1
2
0
1
-

1
1
1
1

0
0
0
0

1
-

Staphylococcus
aueus

0
-

Resistensi
antibiotik
(%)

62
42
0
0
33
0
50
0

S, sensitif. R, resisten. , tidak ada data. Pada tabel 4 ditampilkan jumlah subjek yang terinfeksi spesies yang sensitif
maupun yang resisten dengan antibiotik tertentu. Hasil ini didapatkan dari hasil uji kepekaan. Persentase resistensi antibiotik didapatkan dari jumlah subjek yang resisten terhadap antibiotik tersebut dibandingkan dengan total subjek yang
terinfeksi. Dapat dilihat bahwa seluruh bakteri yang diuji dengan sefepim, levofloksasin, piptazolam, maupun seftriakson
masih sensitif.

pneumoniae (26%), Serratia marcescens (14%), dan


Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang
ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga
menemukan hal yang serupa pada penelitian tahun 1996.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bakteri Gram negatif
menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia
pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae sebagai penyebab
terbanyak. Penggunaan antibiotik secara luas saat rawat jalan,
peningkatan penggunaan NICU dan PICU, penggunaan
kateter intravena sentral jangka lama, kemoterapi, dan
kortikosteroid menyebabkan bakteremia Gram negatif menjadi
masalah yang bermakna di rumah sakit tersier.
Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa telah
terjadi pergeseran etiologi sepsis dalam beberapa tahun
terakhir. Sebuah studi di Amerika tahun 2000 menunjukkan
250 bp
bahwa bakteri Gram positif merupakan penyebab hingga
52,1% dari seluruh pasien sepsis.7 Pergeseran ini dapat pula
terjadi pada PICU RSCM di kemudian hari seiring dengan
bertambahnya berbagai kuman multi-resisten, seperti

104

Staphylococcus epidermidis

tetrasiklin. 9,10
Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur, termasuk di
dalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. dapat
ditemukan pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi
et al.11 bahwa pasien dengan kondisi kritis dan status
imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik
Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa keasaman
lambung, peristaltik, sekresi substansi antibakteri, dan flora
endogen mengalami perubahan pada pasien kritis sehingga
terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan Candida sp.
Pada pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum luas
menekan flora normal gastrointestinal dan paparan kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk proliferasi Candida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang
berlebihan. Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien PICU yang dirawat lebih
dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut berhubungan
dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis. Pemantauan
kolonisasi Candida dapat membantu memrediksi infeksi oleh

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan


galur identik berikutnya pada pasien PICU yang sedang
menjalani terapi sepsis, sehingga dapat memberikan kesempatan intervensi, seperti terapi profilaksis antifungal.11 Terapi
profilaksis dengan antifungal berupa amfoterisin B oral pada
pasien yang dirawat selama lebih dari tujuh hari di PICU
dapat menurunkan infeksi Candida sp. secara bermakna. 12
Pada penelitian ini ditemukan sefalosporin generasi
keempat (sefepim) masih sensitif terhadap berbagai kuman
Gram negatif penyebab sepsis di PICU RSCM, sementara
sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim, mulai resisten.
Hal ini sesuai dengan penelitian Jones et al.13 yang membandingkan sefepim dengan sefalosporin generasi ketiga
(seftriakson dan seftazidim) untuk melawan Klebsiella sp.
Dalam penelitiannya, sefepim (99,0%) lebih aktif dibandingkan dengan seftriakson (96,4%) dan seftazidim (95,1%).
Sefepim masih merupakan sefalosporin dengan spektrum
terluas dan merupakan alternatif untuk pengobatan infeksi
anak yang sangat poten.13
Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008 direkomendasikan untuk memberikan terapi
antibiotik empiris sedini mungkin, dalam waktu satu jam
setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa
syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk satu
atau lebih obat yang aktif melawan semua kemungkinan
patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi
yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber
infeksi (1B). Pemilihan antibiotik empiris terkait dengan anamnesis pasien, penyakit primer, dan pola sensitivitas kuman
di rumah sakit tersebut. Tidak disebutkan jenis antibiotik
secara spesifik dalam panduan tersebut.14
Rekomendasi dari literatur menyebutkan bahwa
monoterapi antibiotik karbapenem, sefalosporin generasi
ketiga atau keempat sama efektifnya dengan terapi kombinasi
antibiotik -laktam dan aminoglikosida sebagai terapi empiris
pada pasien sepsis atau syok septik. Penggunaan antibiotik
-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama efektifnya
dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi laktam dan aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi
yang digunakan, yaitu yang dapat mencakup patogen
penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki potensi
resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik.15
Namun, monoterapi tidak dapat dipilih sebagai terapi
antibiotik empiris secara universal. Pemilihan antibiotik
empiris bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar
belakang pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit
penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah sakit. Pilihan
rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan
semua kemungkinan patogen.5 Penggunaan terapi kombinasi
dua antibiotik dapat memperluas spektrum anti-bakteri,
memiliki efek sinergis yang meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau superinfeksi.16
Terapi kombinasi dapat digunakan dalam konteks resistensi
antibiotika yang tinggi, atau pengobatan pasien curiga infeksi
Pseudomonas sp.5,15 Terapi antibiotik Gram negatif secara

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

empiris dilakukan dengan indikasi infeksi nosokomial, pasien


neutropenia atau imunokompromais. Sedangkan terapi
antibiotik Gram positif secara empiris (vankomisin atau
antibiotik Gram-positif lainnya) diberikan pada komunitas
endemis MRSA tingkat tinggi, pasien neutropenia, infeksi
kateter intravaskular, dan pneumonia. Pemberian antifungal
secara empiris (triazol, ekinokandin, amfoterisin B) dilakukan
bila pasien tidak responsif terhadap terapi antibiotik standar,
pada kasus yang memerlukan terapi antibiotik spektrum luas
jangka lama, hasil kultur jamur positif, imunokompromais,
dan pada pasien berisiko tinggi dengan syok septik.3,15
Penggunaan golongan azol (flukonazol) dan ekinokandin
(kaspofungin) direkomendasikan untuk pengobatan pasien
dengan kandidemia. Rejimen ini sama efektifnya namun
kurang toksik jika dibandingkan dengan amfoterisin B. 5
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kuman
penyebab sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella
pneumoniae, Serratia marcescens, dan Burkholderia
cepacia, dengan antibiotik yang masih sensitif adalah
sefepim dan levofloksasin, dan antibiotik yang sudah mulai
resisten adalah sefotaksim dan meropenem.
Daftar Pustaka
1.

Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, Clermont G, Lidicker


J, Angus DC. The epidemiology of severe sepsis in children in the
United States. Am J Respir Crit Care Med. 2003;1;167(5):695701.
2. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis
consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med. 2005;6(1):2-8.
3. Sharma S, Kumar A. Antimicrobial management of sepsis and
septic shock. Clin Chest Med. 2008;29(4):677-87.
4. Toltzis P, Dul M, ORiordan MA, Melnick D, Lo M, Blumer J.
Meropenem use and colonization by antibiotic-resistant Gramnegative bacilli in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit
Care Med. 2009;10(1):49-54.
5. Bochud PY, Bonten M, Marchetti O, Calandra T. Antimicrobial
therapy for patients with severe sepsis and septic shock: an
evidence-based review. Crit Care Med. 2004;32(11 Suppl):S495512.
6. Levy I, Leibovici L, Drucker M, Samra Z, Konisberger H,
Ashkenazi S. A prospective study of Gram-negative bacteremia
in children. Pediatr Infect Dis J. 1996;15(2):117-22.
7. Leaver S, Gaffney AB, Leaver TW. Gram-positive and Gramnegative sepsis: two disease entities? In: Vincent JL, editor. Yearbook of intensive care medicine; 2008.p.395-403.
8. Sriskandan S, Cohen J. Gram-positive sepsis. Mechanisms and
differences from gram-negative sepsis. Infect Dis Clin North
Am. 1999;13(2):397-412.
9. Dessi A, Puddu M, Testa M, Marcialis MA, Pintus MC, Fanos V.
Serratia marcescens infections and outbreak in neonatal intensive care units. J Chemother. 2009;21(5):493-9.
10. Kim JH, Choi WH, Yun SW, Chae SA, Yoo BH. An outbreak of
Serratia marcescens sepsis in a pediatric ward. Clin Pediatr (Phila).
2010;49(10):1000-2.
11. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and
candidemia in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care
Med. 2008;9(1):91-5.
12. Ben-Ari J, Samra Z, Nahum E, Levy I, Ashkenazi S, Schonfeld

105

Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan


TM. Oral amphotericin B for the prevention of Candida bloodstream infection in critically ill children. Pediatr Crit Care Med.
2006;7(2):115-8.
13. Jones RN, Sader HS, Fritsche TR, Pottumarthy S. Comparisons
of parenteral broad-spectrum cephalosporins tested against bacterial isolates from pediatric patients: report from the SENTRY
Antimicrobial Surveillance Program (1998-2004). Diagn
Microbiol Infect Dis. 2007;57(1):109-16.
14. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke
RJ, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for

106

management of severe and septic shock: 2008. Intensive Care


Med. 2008;34:17-60.
15. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic
shock. Crit Care Clin. 2009;25(4):733-51.
16. Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis
Clin North Am. 2009;23(2):277-93.
HO/SO

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011

Anda mungkin juga menyukai