Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gonorrhoeae adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya
keluar cairan putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra
eksternum)

sesudah

melakukan

hubungan

kelamin.

Penyakit

ini

disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Insidensi tertinggi


terjadinya penyakit ini adalah di negara berkembang.
Gonorrhoeae Biasanya ditandai dengan uretritis purulen kelamin
dan disuria. Infeksi juga bisa tanpa gejala, terutama pada wanita. Penderita
Pembawa asimtomatik lebih mungkin menularkan penyakit dibandingkan
orang dengan infeksi terbuka. Demikian pula, infeksi anorektal dan faring,
yang tidak jarang terjadi pada wanita dan pria yang melakukan hubungan
seksual dengan pria, sering terjadi tanpa gejala akan tetapi tetap
merupakan sumber penularan yang potensial. Kejadian gonorrhoeae
diperkirakan Global adalah sekitar 62 juta orang terinfeksi setiap
tahunnya. Komplikasi yang terjadi pada penyakit gonorrhoeae ini adalah
termasuk epididimitis pada pria dengan risiko berikutnya infertilitas dan
kehamilan ektopik. Dalam sekitar 1% kasus, gonococcus menjadi invasif
dan bakteremia berkembang (Wong, 2011).
B. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas referat pada blok Reproduksi
2. Untuk mengetahui penyakit gonorrhoeae.
3. Untuk mengetahui definisi, edpidemiologi, etiologi, patomekanisme,
patofisiologi, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis
dari penyakit gonorrhoeae.

II. ISI
A. Definisi
1

`Gonorrhoeae adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya


keluar cairan putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra
eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin (Siregar, 2004).
Gonorrhoeae adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae, sebuah Diplococcus gram ngatif yang reservoirnya adalah
manusia. infeksi ini hampir selalu dikontrak selama aktifitas seksual
(Freedberg, 2003).
Menurut kamus saku dorlan gonorrhoeae adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrheae yang sebagian besar
kasus ditularkan melalui hubungan seksual (Dorland, 1998).
B. Etiologi
Penyebab penyakit gonorrhoeae adalah Gonokokus

yang

ditemukan oleh Neissr pada tahun 1879, dan kemudian baru ditemukan
pada tahun 1982. Setelah ditemukan kemudian kuman tersebut dimasukan
dalam grup Neisseria dan pada grup ini dikenal 4 spesies dan diantaranya
adalah N. gonorrhoeae, N. meningitidis dimana kedua spesies ini bersifat
patogen. Kemudian 2 spesies lainnya yang bersifat komensel diantaranya
adalah N. catarrhalis dan N. pharyngis sicca. Keempat spesies dari grup
neisseria ini sukar untuk dibedakan kecuai dengan menggunakan tes
fermentasi. Gonokokus termasuk golongan bakteri diplokok berbentuk
seperti biji kopi yang bersifat tahan terhadap asam dan mempunyai ukuran
lebar 0,8 dan mempunyai panjang 1,6. Dalam sediaan langsung yang
diwarnai dengan pewarnaan gram, kuman tersebut bersifat gram negatif,
tampak diluar dan didalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama di udara
bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan terhadap suhu diatas
39oc, dan kuman ini tidak tahan terhadap zat desinfektan (Djuanda, 2008);
(Barakbah, 2005); (wolff, 2005).
C. Epidemiologi
Insidensi tertinggi terjadi di negara berkembang. Prevalensi
disseminated gonococcal infection (DGI) pada wanita hamil: 10% di
Afrika, 5% di Amerika Latin, 4% di Asia. 10 Insiden gonorrhoeae di
Amerika Serikat meningkat secara dramatis pada tahun 1960 dan awal
1970 mencapai lebih dari 1 juta kasus dilaporkan setiap tahun.

Diperkirakan bahwa kurang dari sepertiga dari kasus baru dilaporkan.


Pada tahun 1980, terjadi penurunan lambat dalam kasus yang dilaporkan
kepada sekitar 700.000 per tahun. Penurunan bertahap terus dengan
kurang dari 400.000 kasus gonorrhoeae dilaporkan pada tahun 2000. Tren
penurunan infeksi melambat, tapi terus berlanjut sampai 1997 (Freedberg,
2003); (wolff, 2005).
D. Patogenesis
Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran
genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan, menghasilkan nanah akut
yang mengarah ke invasi jaringan; hal yang diikuti dengan inflamasi
kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra, nanah
berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika kencing. Infeksi
urethral pada pria dapat menjadi penyakit tanpa gejala. Pada wanita,
infeksi primer terjadi di endoserviks dan menyebar ke urethra dan vagina,
meningkatkan sekresi cairan mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba
uterina, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba (Daili, 2009).
Bakterimia yang disebabkan oleh gonococci mengarah pada lesi
kulit (terutama Papula dan Pustula yang hemoragis) yang terdapat pada
tangan, lengan, kaki dan tenosynovitis dan arthritis bernanah yang
biasanya terjadi pada lutut, pergelangan kaki dan tangan. Endocarditis
yang disebabkan oleh gonococci kurang dikenal namun merupakan infeksi
yang cukup parah. Gonococci kadang dapat menyebabkan meningitis dan
infeksi pada mata orang dewasa; penyakit tersebut memiliki manisfestasi
yang sama dengan yang disebabkan oleh meningococci (Daili, 2009).
Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal sering peka terhadap
serum tetapi relatif resisten terhadap obat antimikroba. Sebaliknya,
gonococci yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi
yang menyebar biasanya resisten terhadap serum tetapi peka terhadap
penisilin dan obat antimikroba lainnya serta berasal dari auksotipe yang
memerlukan arginin, hipoxantin, dan urasil untuk pertumbuhannya (Daili,
2009).
E. Patofisiologi

Infeksi dimulai dengan adhesi pada sel mukosa ( urethra, vagina,


rectum, tenggorokan) kemudian penetrasi ke submukosa dan menyebar baik secara
langsung maupun hematogen (Daili, 2009).
1. Langsung
Pada pria menyebabkan prostatitis dan epididymitis, sedangkan pada
wanita langsung menyebar ke kelenjar Bartholin, paraserviks, tuba falopii, dst
(Daili, 2009).
2. Hematogen
Hanya 1% kasus, kebanyakan dari asymptomatic infection pada
wanita. Inidisebabkan adanya kelainan pertahanan tubuh, misalnya.
Defisiensi C6-9 atau bakteri yang kebal terhadap antibodi dan
komplemen, bakteri dengan protein porin A pada dinding sel kemudian
menginaktivasi C3b. Manifestasi berupa arthritis, lesikulit, dan
tenosynovitis (Daili, 2009).
F. Tanda dan Gejala
Masa tunas gonorrhoeae sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5
hari pada pria. Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat
adanya

kecenderungan

untuk

bersifat

asimptomatis

pada

wanita

(Manuaba, 2008).
Keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal,
disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang
kadang-kadang dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada
pemeriksaan orifisium uretra eksternum tampak kemerahan, edema,
ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula
pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral maupun bilateral
(Manuaba, 2008).
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari
pria. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak
pernah didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin
dikeluhkan oleh penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah,
dan dapat ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret
mukopurulen (Manuaba, 2008).
G. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis dilakukan dengan cara yaitu anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Daili, 2009).
1. Anamnesis
Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan IMS
gonorrhoeae meliputi:
a. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
b. Keadaan umum yang dirasakan.
c. Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik
dengan penekanan pada antibiotik.
d. Riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar
pernikahan, berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan
pasangan setelah mengalami gejala penyakit, frekuensi dan jenis
kontak seksual, cara melakukan kontak seksual, dan apakah
pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang sama.
e. Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau
penyakit di daerah genital lain.
f. Riwayat penyakit berat lainnya.
g. Riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu
kepada bayinya.
h. Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS,
misalnya erupsi kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri
perut bawah, gangguan haid, kehamilan dan hasilnya.
i. Riwayat alergi obat.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus
memperhatikan hal penting seperti kerahasiaan pribadi pasien. Pada
pasien pria, organ reproduksi lebih mudah diraba. Mula-mula inspeksi
daerah inguinal dan raba adakah pembesaran kelenjar dan catat
konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada kulit
di atasnya. Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan kulit

sekitarnya, adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya.


Lakukan inspeksi skrotum, apakah asimetris, eritema, lesi superfisial
dan palpasi isi skrotum dengan hati-hati. Perhatikan keadaan penis
mulai dari dasar hingga ujung. Inspeksi daerah perineum dan anus
dengan posisi pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut (Daili,
2009).
Pada pasien wanita, pemeriksaan meliputi inspeksi dan palpasi
dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya. Untuk menilai keadaan di
dalam vagina, gunakan spekulum dengan informed consent kepada
pasien terlebih dahulu. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai
ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus serta
deteksi kelainan pada adneksa (Daili, 2009).
3. Pemeriksaan penunjang
Pengambilan bahan duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan
dengan menggunakan lidi kapas yang dimasukkan ke dalam uretra.
Sedangkan pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan
dengan spekulum dan mengusapkan kapas lidi di dalam vagina dan
kemudian dioleskan ke kaca objek bersih (Daili, 2009).
a. Pemeriksaan Gram
Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung
dari duh uretra memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks memiliki
sensitivitas yang tidak begitu tinggi. Pemeriksaan ini akan
menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif
dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit (Daili,
2009).
b. Kultur
Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan
pada media pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung
vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif dan
kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan
nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini

merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang


tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan terutama pada pasien
wanita (Daili, 2009).
c. Tes defenitif
Tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria akan
mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening
menjadi merah muda hingga merah lembayung. Sedangkan dengan
tes fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat
meragikan glukosa saja (Daili, 2009).
d. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan
warna koloni dari kuning menjadi merah (Daili, 2009).
e. Tes Thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urine setelah bangun
pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas
pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama
tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih (Daili, 2009).

H. Gambaran Histopatologi (Marcus, 2010)

Gambar. 2. Gram stain dari eksudat uretra yang menunjujkan N. gonore dalan PMN
Gambar. 1. N. gonorrhoeae
7

I. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa (Wilson, 2009)
a. Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan
tentang:
1) Bahaya penyakit menular seksual (PMS) dan komplikasinya
2) Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan
seks tetapnya.
4) Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai
kondom jika tidak dapat dihindarkan
5) Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa datang
b. Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya.
2. Medikamentosa (Wilson, 2009)
a. Walaupun semua gonokokus sebelumnya sangat sensitif terhadap
penicilin, banyak strain yang sekarang relatif resisten. Terapi
penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan
pengobatan pilihan.
b. Untuk sebagian besar infeksi, penicillin G dalam aqua 4,8 unit
ditambah 1 gr probonesid per-oral sebelum penyuntikan penicillin
merupakan pengobatan yang memadai.
c. Spectinomycin berguna untuk penderita yang alergi penisilin,
penyakit gonokokus yang resisten dan penderita yang juga
tersangka menderita sifilis karena obat ini tidak menutupi gejala
sifilis . Dosis: 2 gr IM untuk pria dan 4 gr untuk wanita.
d. Kanamisin baik untuk penderita yang alergi penisilin, gagal dengan
pengobatan penisilin dan tersangka sifilis. Dosis : 2 gr IM
3. Tindak lanjut
Kontrol dilakukan pada hari ke-7 untuk diperiksa klinis maupun
laboratoris.
4. Kriteria kesembuhan

Penderita urethritis gonorrhoeae dinyatakan sembuh bila


setelah 7 hari sesudah pengobatan tanpa hubungan seksual penderita
secara klinis maupun lab. dinyatakan baik. Bila dalam waktu kurang
dari 7 hari, disertai hubungan seksual dan ternyata dalam pemeriksaan
klinis dan laboratoris masih positif, penderita dinyatakan reinfeksi.
Sedangkan bila diluar kriteria tersebut diatas dianggap relaps.
J. Prognosis
Infeksi gonorrhoeae yang belum menyebar melalui aliran darah ke
daerah lain hampir selalu dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Gonorrhoeae yang telah menyebar merupakan infeksi yang lebih serius
tapi hampir selalu dapat membaik dengan pengobatan.
K. Komplikasi
1. Pada pria (Devrajani, 2010)
a. Uretritis
Uretritis yang

paling sering dijumpai adalah uretritis

anterior akut, dan dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya


mengakibatkan komplikasi lokal, ascenden, dan diseminata.
b. Tysonitis
Kelenjar tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma.
Infeksi biasanya terjasdi pada penderita denga preputium yang
sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosa dibuat
berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan

pada

daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan timbul
abses dan merupakan sumber infeksi laten.
c. Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum
terbuka atau hipospadia. Infgeksi pada pus ditandai dengan butir
pus pada kedua muara parauretra.
d. Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan
benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat,
bisa terjadi abses folikular. Didiagnosis dengan uretroskopi.
e. Cowperitis

Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala.


Kalau infeksi terjadi pada kelenjar cowperdapat terjadi abses.
Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerah perinium
disertai rasa penuh dan penas, nyeri pada waktu defekasi dan
disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit perineum,
uretra, atau rektum, dan mengakibatkan proktitis.
f. Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada
daerah perineum dan suprapubis, melese, demam, nyeri kencing
sampai hematuri, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin,
tenesmus ani, sulit buang airbesar dan obstipasi.
Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan
konsistensi kenyal, nyeri tekan dan didapatkan fluktuasi bila telah
terjadi abses. Jika tidak diobati abses akan pecah masuk ke uretra
posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis.
Bila proktitis menjadi kronis, gejalanya ringan dan
intermiten, tetapi kadang-kadang menetap. Terasda

tidak enak

pada perineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu
lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal berbentuk nodus, dan
sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan
prostat biasanya sulit menemukan kuman diplokokus atau
gonokokus.
g. Vesikulitis
Vesikulitis biasanya radang akut yang mengenai vesikula
seminalis dan duktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai
prostatitis akut atau epididimis akut. Gejala subyektif menyerupai
prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria terminal,
nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi dan spasme mengandung
darah.
Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula
seminalis seminali yang bengkak dan mengeras seperti sosis

10

memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit menentukan batas


kelenjar prostat yang membesar.
h. Vasdeferentitis dan funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah
pada sisi yang sama.
i. Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis
biasanya disertai deferentitis. Keadaan yang mempermudah
timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada uretra posterior yang
disebabkan oleh salah penanganan atau kelalain penderita sendiri.
Faktor yang mempengruhi keadaan ini antara lain irigasi yg terlalu
sering dilakukan, cairan irigator terlalu panas, atau terlalu pekat,
instrumentasi yg terlalu kasar, pengurutan prostat yang berlebihan,
dan aktifitas seksual jasmani yang berlebihan.
Epididimitis dan tali spematika membengkak dan terasa
panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada
penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis
dapat mengkibatkan sterilisasi.

j. Trigonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai
trigonum vesika urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria,
disuria terminal, dan hematuri.
2. Pada wanita (Devrajani, 2010)
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi
alat kelamin pria dan wanita. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita, baik
penyakitnya akut maupun kronik, gejala subyektif jarang ditemuka
dan hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif. Pada umumnya

11

wanita datang kalau sudah ada komplikasi. Sebagian penderita


ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan
keluarga berencana.
Pada mulanya hanya servik uteri yang terkena infeksi. Duh
tubuh yang mukopurulen dan mengandung banyak gonokokus
mengalir keluar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar
bartholin, rektum, dan dapat juga naik ke atas sampai pada daerah
kandung telur.
a. Uretritis
Gejala utama ialah disuria kadang-kadang poliuria. Pada
pemeriksaan orifiisum uretra eksternum tampak merah, edematosa,
dan ada sekret mukopurulen.
b. Parauretritis/skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
c. Servisitis
Dapat asimptomatis, kadang-kadang menimbulkan rasa
nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan servik tampak
merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Sekret tubuh akan
terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai
vaginitis. Yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
d. Barthonilitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah
dan nyeritekan. Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri
sekali bila penderita berjalan dan penderita sukar duduk. Bila
saluran kelenjar tersumbatdapat timbul abses dan dapat pecah
menjadi mukosa atau kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi
rekuren atau kista.
e. Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada
beberapa faktor predisposisi yaitu:
1) Masa puerperium (nifas)
2) Dilatasi setelah kuratese
3) Pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam
rahim).
Cara infeksi langsung dari servik melalui tuba fallopi sampai
pada daerah salping dan ovarium. Sehingga dapat menimbulkan
12

penyakit

radang

panggul

(PRP).

Infeksi

PRP ini

dapat

menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira-kira 10%


wanita dengan gonore akan berakhir dengan PRP. Gejalanya terasa
nyeri pada daerah abdomen bawah, discharge tubuh vagina,
disuria, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.

III. Kesimpulan
1. Gonorrhoeae adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya keluar cairan
putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah
melakukan hubungan kelamin.
2. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, yang
termasuk golongan bakteri diplokok berbentuk seperti biji kopi yang bersifat
tahan terhadap asam dan mempunyai ukuran lebar 0,8 dan mempunyai
panjang 1,6
3. Insidensi tertinggi terjadinya penyakit ini adalah di negara berkembang.
4. Gonorrhoeae Biasanya ditandai dengan uretritis purulen kelamin dan disuria.
Infeksi juga bisa tanpa gejala, terutama pada wanita.
5. Terapi penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan
pengobatan pilihan pada penatalaksanaan gonorrhoeae ini.

13

Daftar Pustaka
Barakbah, J. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed.
Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 65-76.
Devrajani, Bikha R. 2010. Frequency And Pattern Of Gonorrhoea At Liaquat
University Hospital, Hyderabad (A hospital Based Descriptive Study).
Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Kelima. Jakarta : FKUI
Freedberg, IM. 2003. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. USA:
McGraw-Hill
Manuaba, IBG. 2008. Gawat Darurat Obstetric-Ginekologi Dan ObstetricGinekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC. Hlm: 296-299.
Marcus, Ulrich. 2010. Reported Incidence Of Gonorrhoea And Syphilis In East
And West Germany.
Siregar,R.S.2004. Sari Pati Penyakit Kulit. EGC : Jakarta, hal : 299

14

Wilson, Walter R. 2009. Current Diagnosis & Treatment In Infectious Diseases.


USA: The McGraw- -Hill Companies.
Wolff K, Richard AJ, Dick S. 2005. fitzpatrick's color atlas and synopsis of
clinical dermatology. English: McGraw-Hill Professional.
Wong, Brian. 2011. Gonococcal Infections. diakses 1 November 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/218059-overview

15

Anda mungkin juga menyukai