A. Latar Belakang
Pada masa yang sudah berkembang saat ini, semakin banyak macam
penyakit yang tengah menjangkit tubuh manusia, baik disebabkan oleh karena
peradangan maupun infeksi. Berfokus pada kesehatan gigi dan mulut, jaringan di
dalam mulut yang paling sering mengalami peradangan dan infeksi adalah jaringan
penyangga
gigi
atau
jaringan
peridontium.
Tingginya
prevalensi
penyakit
periodontium yang disebabkan peradangan dan infeksi menjadi sebuah kasus yang
perlu diperhatikan, kita atasi
kerugian yang dapat ditimbulkan dari penyakit peradangan dan infeksi yang
terjangkit.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
TINJAUAN PUSTAKA
Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh
faktor eksternal.mInflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah
1
radang yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan
ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta
akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu
inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah
respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi
sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi
suatu suatu perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.
protein
plasma
untuk
meninggalkan
sirkulasi
(peningkatan
permeabilitas vaskular). Leukosit yang pada mulanya didominasi oleh neutrofil, melekat
pada endotel melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan mikrovaskular dan
bermigrasi ke tempat cedera di bawah pengaruh agen kemotaktik yang kemudian diikuti
dengan fagositosis. Perubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat
disebabkan oleh efek langsung dari iritan, namun sebagian besar karena adanya
bermacam-macam zat yang disebut mediator kimia. Mediator reaksi inflamasi meliputi
neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen komplemen, amin vasoaktif, enzim
lisosom, metabolit asam arakidonat dan sitokin.
Inflamasi periapikal disebabkan karena toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat- zat
kimia seperti bahan irigan, restorasi yang hiperoklusi, instrumentasi yang berlebihan,
dan keluarnya material obturasi ke jaringan periapeks. Respon jaringan periapikal
terhadap inflamasi terbatas pada ligamen periodonsium dan tulang spongiosa. Hal ini
diawali oleh respon neuro-vaskular yang menyebabkan hiperemi, kongesti vaskular,
edema ligamen periodonsium dan ekstravasasi neutofil. Neuropeptid berperan penting
dalam patogenesis patosis periradikuler yaitu dengan menghubungkan aksi saraf
2
sensoris dan pembuluh darah. Ada dua jenis serabut saraf yaitu A-delta dan C yang
menginervasi jaringan periradikular. Ketika mengalami stimulasi, bagian terminal dari
serabut saraf ini akan melepaskan beberapa neuropeptid yaitu substansi P (SP),
calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan neurokinin A (NKA). Selajutnya sel-sel
radang tertarik ke daerah radang karena adanya kerusakan jaringan, produk bakteri
berupa lipopolisakarida (LPS) dan faktor komplemen (C5a).
Ketika infeksi terlibat, neutrofil tidak hanya melawan mikoorganisme, tetapi juga
melepaskan leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur
siklooksigenase metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan
dalam suatu proses inflamasi adalah PGE 2, PGD2, dan PGI2 (prostasiklin). PGE2 dan
PGI2 menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular, selain itu juga
aktivator yang poten bagi osteoclast. PGE2 juga terlibat dalam hyperalgesia dan
demam. Menurut penelitian, jumlah PGE 2 akan meningkat pada kasus-kasus
simptomatik.
Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat menghasilkan
leukotrien. Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast adalah sel utama penghasil
leukotrien. Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan
adhesi PMN ke dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC 4, LTD4 dan LTE4
adalah faktor kemotaksis untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas
vaskular, dan menstimulasi pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag. LTB4 dan LTC4
ditemukan pada lesi periradikuler dengan konsentrasi tinggi pada kasus-kasus
simptomatik.
Proses selanjutnya adalah pengaktifan osteoclast. Dalam beberapa hari, tulang
disekitar periapex diresorbsi dan area radiolusen pada periapex menjadi dapat
terdeteksi. Resorbsi tulang pada lesi periapikal disebabkan karena faktor imun seperti
interleukin-1 (IL-1), interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor- (TNF- ), tumor
necrosis factor- (TNF-), dan prostaglandin E2 (PGE2).
Neutrofil dan makrofag yang mati pada daerah radang, mengeluarkan enzim
lisosom dari granul sitoplasma yang menyebabkan kerusakan matriks ekstraselular dan
3
sel. Kerusakan jaringan tersebut mencegah perluasan infeksi ke bagian tubuh lainnya.
Enzim
ini
juga
mengakibatkan
permeabilitas
vaskular
menjadi
meningkat,
menjadi makrofag, dan mampu mengadakan fagositosis terhadap bakteri dan sisa-sisa
sel dalam jumlah yang besar. Sel ini berukuran 10 sampai 30 m dan umumnya
memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang terletak eksentris. Makrofag yang
teraktivasi menyebabkan ukuran sel bertambah besar, kandungan enzim lisosom
menjadi meningkat, metabolismenya lebih aktif, dan kemampuan membunuh
mikroorganismenya lebih besar.
Limfosit muncul pada tingkat kronis reaksi inflamasi. Sel ini berhubungan dengan
sistem imun dan berfungsi untuk melepaskan zat antibodi. Limfosit terdiri dari limfosit B,
limfosit T dan sel pembunuh alami (natural killer). Secara histologis limfosit memiliki
ukuran sekitar 8-10 mikron, lebih kecil dari sel PMN. Intinya bulat, gelap yang hampir
memenuhi seluruh sel, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami
diferensiasi akhir. Sel ini menghasilkan antibodi untuk melawan antigen di tempat
radang. Sel ini berentuk bulat atau lonjong, inti yang terletak eksentris dengan struktur
seperti roda dan sitoplasma yang lebih banyak dan basofilik.
Sel lain yang ditemukan pada pulpa dan jaringan periradikular yang terinflamasi
adalah eosinofil, basofil, dan sel mast. Eosinofil ditemukan pada reaksi alergi dan
infeksi parasit. Tidak seperti neutrofil, sel ini tidak berperan dalam pertahanan melawan
bakteri. Sitoplasmanya mengandung granula yang kasar dan berwarna merah terang.
Bentuk dan besarnya mirip dengan neutrofil, tapi intinya lebih sederhana dan sering
hanya berlobus dua.
Sel basofil memiliki granula kasar dan berwarna biru kehitaman. Basofil
bersirkulasi di dalam darah dan apabila diaktifkan oleh cedera atau infeksi akan
mengeluarkan
histamin,
bradikinin,
dan
serotonin.
Zat-zat
ini
meningkatkan
permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat radang. Basofil mengeluarkan bahan
alami anti pembekuan heparin. Sel ini juga terlibat dalam pembentukan respon alergi.
Sel mast adalah sel jaringan ikat berbentuk bulat sampai lonjong, bergaris
tengah 20-30 m, sitoplasmanya bergranul kasar dan basofilik. Intinya agak kecil, bulat,
letaknya di pusat, dan seringkali tertutup oleh granul sitoplasma. Sel mast adalah sel
khusus yang berisi bahan kimia vasoaktif. Sel ini dijumpai pada jaringan ikat longgar
yang mengelilingi pembuluh darah. Proses radang dimulai ketika sel mast
5
vitamin,
mineral,
glukosa,
dan
asam
amino
ke
fibroblas
untuk
PEMBAHASAN
7
Kecenderungan Berdarah
- Cenderung mudah untuk berdarah apabila tersentuh oleh alat atau
sikat gigi
- Tergantung kepada keparahan dan durasi penyakit
- BOP ( Bleeding on Probing )
Perubahan kontur dan ukuran gingiva
- Pembesaran atau pembengkakan bervariasi
- Perubahan mengenai papil kearah marginal atau keduanya
- Terlihat papil tumpul dan marginal yang membulat
Perubahan warna Gingiva
- Warna kemerahan menjadi merah kebiruan lalu menjadi biru tua
- Perubahan warna dimulai dari interdental ke marginal kemudian ke
attached gingiva
Perubahan Konsistensi Gingiva
- Inflamasi akut maupun kronik
- Destruksi ( konsistensi lunak dengan adanya udematus )
- Reparatif ( Konsistensi keras dengan adanya fibrotic)
Perubahan tekstur gingiva
- Stippling berkurang bahkan hilang
- Tekstur gingiva menjadi rata dan mengkilap
Perubahan posisi gingiva
- Bertambahnya kedalaman sulkus
- Pembesaran gingiva ke koronal dan udematus jaringan
- Adanya poket gingiva/ poket pseudo/ poket relatif
Rasa Sakit ( Tidak Selalu )
- Gingivitis kronis tanpa sakit kecuali mengalami fase akut
Interproksimal :
1. Gingiva tulang alveolar
2. Tulang alveolar ligamentum periodontal
3. Gingiva ligamentum periodontal : menyebabkan kerusakan yang lebih
parah (poket infrabony)
Fasial/lingual:
1. Gingiva periousteum ( merupakan tempat neurpvascular dan memiliki
bundel serat kolagen mengikuti lintasan pembuluh darah (melalui jaringan yang
tersusun longgar disekitar pembuluh darah) sampai ketulang alveolar.
Pada sisi interproksimal inflamasi menjalar melalui jaringan ikat longgar disekitar
pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk kemudian masuk ketulang alveolar
melalui kanal pembuluh yang menembus krista septum interdental. Tempat dimana
inflamasi menembus tulang adalah tergantung lokasi kanal pembuluh. Inflamasi bisa
masuk keseptum interdental pada bagian tengah krista, pada sisi krista, atau pada
sudut septum. Disamping itu inflamasi bisa masuk ketulang melalui lebih dari satu
kanal. Setelah mencapai ruang sum-sum, inflamasi menuju keligamen periodontal.
Dalam keadaan yang jarang, inflamasi menjalar langsung keligamen periodontal baru
ketulang alveolar. Pada sisi vestibular dan oral, inflamasi dari gingiva menjalar
sepanjang permukaan periosteal sebelah luar dari tulang, dan masuk sum-sum tulang
melalui kanal pembuluh darah pada korteks sebelah luar.
10
11
Poket
supraboni
merupakan pendalaman
sulkus
gingiva
disertai
12
perbedaan
pendapat
mempengaruhi terbentuknya
poket
dalam
menentukan
faktor-faktor
yang
infraboni.Mekanisme
etiologi yang
telah
dikemukakan adalah:
Adanya pembuluh darah yang besar pada satu sisi alveolus mungkin
mempengaruhi pembentukan poket infraboni.
Desakan makanan yang kuat ke daerah interproksimal dapat menyebabkan
kerusakan unilateral pada perangkat pendukung gigi dan rusaknya perlekatan
epitel.
Trauma pada jaringan periodontal dapat menyebabkan kerusakan puncak
ligamen periodonsium (trauma oklusi), yang jika sudah ada inflamasi, dapat
13
Pada kehilangan tulang periodontal pada gigi berakar jamak, terjadi masalah
khusus ketika terlibatnya bifurkasi atau trifurkasi.
6. Abses
Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lubang yang
berisi nanah (pus) dalam jaringan yang sakit. Dental abses artinya abses yang
terbentuk didalam jaringan periapikal atau periodontal karena infeksi gigi atau perluasan
dari ganggren pulpa.
Abses yang terbentuk merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang
terus menembus kulit pipi dan membentuk fistel. Abses gigi terjadi ketika terinfeksi
bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi,
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. yaitu
bakteri coccus aerob gram positif, coccus anaerob gram positif dan batang anaerob
gram negatif. Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan kombinasi
dengan air liur. Bakteri-gakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis,
dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan
pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen. Abses dental ini terjadi
14
akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus, karies dentin, invasi bakteri
(Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophilis influenzae), impaksi makanan
atau trauma jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar
sehingga terjadi gigi goyang.
Terjadinya abses terutama yang telah menyebar ke jaringan sekitarnya, misalnya
yang telah berpenetrasi ke subkutan (abses subkutan) tentunya sangat memberi
pengaruh yang sangat fatal untuk anak, tidak hanya terhadap keadaan umum anak
tetapi juga perkembangan dari rahang dan gigi-geliginya.
Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses
odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang
mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003
7. Persamaan radang dan infeksi
Persamaan : Reaksi tubuh yang hidup karena rangsang
Perbedaan radang dan infeksi :
Radang
Infeksi
- Reaksi local
- Lokal/umum
- local+umum
- hidup/virus
15
8. Proses Penyembuhan
Proses penyembuhan dapat terjadi secara regenerasi atau organisasi. Proses
organisasi pada luka, baik yang disebabkan oleh trauma, radang, atau nekrosis,
maupun yang disebabkan oleh benda asing pada dasarnya sama. Perbedaan hanya
tergantung dari besarnya kerusakan jaringan tersebut.
Penyembuhan secara organisasi ada dua macam:
1. Per primam (primary union)
Penyembuhan pada kulit akibat luka yang kecil atau luka yang agak besar tetapi
dijahit sehingga permukaan kedua luka menjadi berdekatan, jika tidak ada infeksi,
umumnya terjadi secara per primam.
Prosesnya:
Dari kedua tepi luka dari bawah sampai ke atas secara bersama-sama atau
sekaligus akan dibentuk jaringan granulasi.
2. Per sekundam (secondary union)
Penyembuhan biasanya terjadi pada lua yang agak besar atau banyak terjadi
kerusakan jaringan atau luka yang tdak dijahit. Oleh karena di sini ruangannya lebih
besar, sel jaringan ikat muda tidak dapat melintasi ruangan tersebut sebab terlalu jauh.
Oleh karea itu, proses penyembuhan dimulai dari bawah, sedangkan bagian atasnya
ada eksudat yang telat mongering menjadi krusta atau keropeng. Penyebuhannya
sama dengan penyembuhan per primam, yaitu terjadi jaringan granulasi. Namun secara
keseluruhan ada perbedaan antara bagian dasar, tengah, dan permukaan dari luka
secara mikroskopis.
16
DAFTAR PUSTAKA
Datarkar, A bhay N. 2007. Exodontia Practice. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers
Harty,F.J.1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC
Nurhayati,1996.,Ilmu Perawatan Alat. Penggunaan Alat-Alat Kesehatan Gigi
Pedersen, Gordon. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
17