Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa yang sudah berkembang saat ini, semakin banyak macam
penyakit yang tengah menjangkit tubuh manusia, baik disebabkan oleh karena
peradangan maupun infeksi. Berfokus pada kesehatan gigi dan mulut, jaringan di
dalam mulut yang paling sering mengalami peradangan dan infeksi adalah jaringan
penyangga

gigi

atau

jaringan

peridontium.

Tingginya

prevalensi

penyakit

periodontium yang disebabkan peradangan dan infeksi menjadi sebuah kasus yang
perlu diperhatikan, kita atasi

dan cegah sebagai dokter gigi. Demikian banyak

kerugian yang dapat ditimbulkan dari penyakit peradangan dan infeksi yang
terjangkit.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimana tanda tanda gingivitis secara umum ?


Apakah dasar diagnostik Localized aggressive periodontitis?
Bagaimana penjalaran peradangan gingivitis?
Bagaimana proses terjadinya poket gingival dan poket periodontal ?
Bagaimana kerusakan tulang supraboni dan infraboni?
Apa penyebab terjadinya abses tersebut, Bila dihubungkan dengan kondisi

jaringan sekitar mulut?


7. Apa perbedaan dan persamaan radang dengan infeksi?
8. Bagaimana proses penyembuhan dari abses tersebut?

TINJAUAN PUSTAKA
Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh
faktor eksternal.mInflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah
1

radang yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan
ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta
akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu
inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah
respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi
sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi
suatu suatu perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.

1. Proses inflamasi periapikal


Inflamasi pada jaringan periapikal sama seperti pada jaringan konektif lainnya,
dimana inflamasi ini melibatkan faktor vaskular dan selular. Perubahan vaskular
mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang
memungkinkan

protein

plasma

untuk

meninggalkan

sirkulasi

(peningkatan

permeabilitas vaskular). Leukosit yang pada mulanya didominasi oleh neutrofil, melekat
pada endotel melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan mikrovaskular dan
bermigrasi ke tempat cedera di bawah pengaruh agen kemotaktik yang kemudian diikuti
dengan fagositosis. Perubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat
disebabkan oleh efek langsung dari iritan, namun sebagian besar karena adanya
bermacam-macam zat yang disebut mediator kimia. Mediator reaksi inflamasi meliputi
neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen komplemen, amin vasoaktif, enzim
lisosom, metabolit asam arakidonat dan sitokin.
Inflamasi periapikal disebabkan karena toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat- zat
kimia seperti bahan irigan, restorasi yang hiperoklusi, instrumentasi yang berlebihan,
dan keluarnya material obturasi ke jaringan periapeks. Respon jaringan periapikal
terhadap inflamasi terbatas pada ligamen periodonsium dan tulang spongiosa. Hal ini
diawali oleh respon neuro-vaskular yang menyebabkan hiperemi, kongesti vaskular,
edema ligamen periodonsium dan ekstravasasi neutofil. Neuropeptid berperan penting
dalam patogenesis patosis periradikuler yaitu dengan menghubungkan aksi saraf
2

sensoris dan pembuluh darah. Ada dua jenis serabut saraf yaitu A-delta dan C yang
menginervasi jaringan periradikular. Ketika mengalami stimulasi, bagian terminal dari
serabut saraf ini akan melepaskan beberapa neuropeptid yaitu substansi P (SP),
calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan neurokinin A (NKA). Selajutnya sel-sel
radang tertarik ke daerah radang karena adanya kerusakan jaringan, produk bakteri
berupa lipopolisakarida (LPS) dan faktor komplemen (C5a).
Ketika infeksi terlibat, neutrofil tidak hanya melawan mikoorganisme, tetapi juga
melepaskan leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur
siklooksigenase metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan
dalam suatu proses inflamasi adalah PGE 2, PGD2, dan PGI2 (prostasiklin). PGE2 dan
PGI2 menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular, selain itu juga
aktivator yang poten bagi osteoclast. PGE2 juga terlibat dalam hyperalgesia dan
demam. Menurut penelitian, jumlah PGE 2 akan meningkat pada kasus-kasus
simptomatik.
Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat menghasilkan
leukotrien. Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast adalah sel utama penghasil
leukotrien. Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan
adhesi PMN ke dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC 4, LTD4 dan LTE4
adalah faktor kemotaksis untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas
vaskular, dan menstimulasi pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag. LTB4 dan LTC4
ditemukan pada lesi periradikuler dengan konsentrasi tinggi pada kasus-kasus
simptomatik.
Proses selanjutnya adalah pengaktifan osteoclast. Dalam beberapa hari, tulang
disekitar periapex diresorbsi dan area radiolusen pada periapex menjadi dapat
terdeteksi. Resorbsi tulang pada lesi periapikal disebabkan karena faktor imun seperti
interleukin-1 (IL-1), interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor- (TNF- ), tumor
necrosis factor- (TNF-), dan prostaglandin E2 (PGE2).
Neutrofil dan makrofag yang mati pada daerah radang, mengeluarkan enzim
lisosom dari granul sitoplasma yang menyebabkan kerusakan matriks ekstraselular dan
3

sel. Kerusakan jaringan tersebut mencegah perluasan infeksi ke bagian tubuh lainnya.
Enzim

ini

juga

mengakibatkan

permeabilitas

vaskular

menjadi

meningkat,

membebaskan bradikinin, dan mengubah C5 menjadi C5a yang merupakan agen


kemotaktik yang poten. Selama fase akut, makrofag juga terlihat pada daerah
periapeks. Makrofag yang teraktivasi menghasilkan berbagai mediator seperti proinflamatori (IL-1, IL-6 dan TNF), sitokin kemotaktik (IL-8), PGE 2, PGI2, dan leukotrien
B4, C4, D4, dan E4. Sitokin meningkatkan respon vaskular, resorpsi tulang, dan
degradasi matriks ekstraselular. Periodontitis apikalis akut memiliki beberapa outcome,
diantaranya penyembuhan secara spontan, kerusakan lebih lanjut pada tulang (abses
aloveolar), fistula atau pembentukan sinus tract, atau menjadi kronik.
2. Sel-sel Radang
Pada pulpa gigi dan jaringan periradikular, inflamasi dapat akut atau kronis.
Kedua tingkat ini hanya dapat dikenal pada tingkat histologi dan tergantung pada
tipe/jenis sel yang dominan pada lesi. Gambaran histologis sel-sel radang yang
terdapat pada lesi periradikuler dapat dilihat pada gambar 1.
Sel neutrofil adalah sel darah putih pertama yang melakukan migrasi dari
pembuluh darah ke tempat cedera. Fungsi neutrofil adalah untuk memfagositosis
bakteri dan debris selular. Neutrofil polimorfonuklear (PMN) tertarik ke daerah inflamasi
oleh faktor kemotaktik, yang dihasilkan oleh bakteri, komplemen (C5a), produk jalur
lipooksigenase (5-HETE dan leuktotrien B4) dan sitokin. Neutrofil juga melepaskan zatzat kimia yang yang menarik sel darah putih lain ke tempat peradangan, dengan proses
yang disebut kemotaksis. Sel ini mempunyai inti bersegmen dalam bentuk bermacammacam, seperti kacang, tapal kuda, dan lain-lain. Sel ini memiliki diameter 10-12 m.
Segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Inti terisi penuh oleh butir-butir khromatin
padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu. Makrofag
merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah beremigrasi
dari aliran darah. Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular, monosit berubah
4

menjadi makrofag, dan mampu mengadakan fagositosis terhadap bakteri dan sisa-sisa
sel dalam jumlah yang besar. Sel ini berukuran 10 sampai 30 m dan umumnya
memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang terletak eksentris. Makrofag yang
teraktivasi menyebabkan ukuran sel bertambah besar, kandungan enzim lisosom
menjadi meningkat, metabolismenya lebih aktif, dan kemampuan membunuh
mikroorganismenya lebih besar.
Limfosit muncul pada tingkat kronis reaksi inflamasi. Sel ini berhubungan dengan
sistem imun dan berfungsi untuk melepaskan zat antibodi. Limfosit terdiri dari limfosit B,
limfosit T dan sel pembunuh alami (natural killer). Secara histologis limfosit memiliki
ukuran sekitar 8-10 mikron, lebih kecil dari sel PMN. Intinya bulat, gelap yang hampir
memenuhi seluruh sel, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami
diferensiasi akhir. Sel ini menghasilkan antibodi untuk melawan antigen di tempat
radang. Sel ini berentuk bulat atau lonjong, inti yang terletak eksentris dengan struktur
seperti roda dan sitoplasma yang lebih banyak dan basofilik.
Sel lain yang ditemukan pada pulpa dan jaringan periradikular yang terinflamasi
adalah eosinofil, basofil, dan sel mast. Eosinofil ditemukan pada reaksi alergi dan
infeksi parasit. Tidak seperti neutrofil, sel ini tidak berperan dalam pertahanan melawan
bakteri. Sitoplasmanya mengandung granula yang kasar dan berwarna merah terang.
Bentuk dan besarnya mirip dengan neutrofil, tapi intinya lebih sederhana dan sering
hanya berlobus dua.
Sel basofil memiliki granula kasar dan berwarna biru kehitaman. Basofil
bersirkulasi di dalam darah dan apabila diaktifkan oleh cedera atau infeksi akan
mengeluarkan

histamin,

bradikinin,

dan

serotonin.

Zat-zat

ini

meningkatkan

permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat radang. Basofil mengeluarkan bahan
alami anti pembekuan heparin. Sel ini juga terlibat dalam pembentukan respon alergi.
Sel mast adalah sel jaringan ikat berbentuk bulat sampai lonjong, bergaris
tengah 20-30 m, sitoplasmanya bergranul kasar dan basofilik. Intinya agak kecil, bulat,
letaknya di pusat, dan seringkali tertutup oleh granul sitoplasma. Sel mast adalah sel
khusus yang berisi bahan kimia vasoaktif. Sel ini dijumpai pada jaringan ikat longgar
yang mengelilingi pembuluh darah. Proses radang dimulai ketika sel mast
5

membebaskan kandungan intraseluler selama cedera jaringan, terpajan pada toksin,


pengaktifan protein pada jenjang komplemen, dan pengaktifan antigen antibodi. Proses
pelepasan kandungan sel mast disebut degranulasi sel mast yang akan menghasilkan
histamin, serotinin, dan bahan lain yang disintesis oleh sel mast. Zat-zat ini merupakan
penyebab vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan agen kemotaktik sel
darah putih dan trombosit ke daerah radang.
3. Penyembuhan lesi periradikuler
Regenerasi adalah suatu proses digantikannya jaringan periradikuler yang telah
berubah dengan jaringan asli secara sempurna dan dengan arsitektur dan fungsi
seperti semula. Sedangkan perbaikan atau reparasi adalah suatu proses digantikannya
jaringan yang telah berubah tetapi tidak pulih kembali seperti struktur sediakala.
Pemeriksaan histologi menunjukkan bahwa proses penyembuhan lesi periradikuler
setelah perawatan saluran akar adalah suatu reparasi dan bukan suatu regenerasi
jaringan periradikuler. Inflamasi dan penyembuhan membentuk suatu proses yang
sebagai respon terhadap cedera. Inflamasi mendominasi tahap awal setelah cedera,
yang kemudian beralih ke penyembuhan setelah respon awal mereda.
Urutan kejadian yang mengarah pada resolusi lesi periradikuler belum pernah
dipelajari secara mendalam. Berdasarkan pada proses reparasi tempat bekas ekstraksi
(yang pada jaringan lain mungkin tidak persis sama), respons inflamasi akan menurun
sedangkan sel-sel pembentuk jaringan (fibroblas dan sel endotel) akan meningkat
setelah penyebabnya dihilangkan. Kemudian organisasi dan maturasi jaringan mulai
aktif. Tulang yang telah di resorpsi mulai diisi oleh tulang baru, dentin dan sementum
yang teresorpsi direparasi oleh sementum seluler. Pemeriksaan histologi dari lesi
periradikuler yang sedang mengalami tahap penyembuhan, menunjukkan adanya
deposisi sementum, peningkatan vaskularisasi, dan aktivitas fibroblas dan osteoblas.
Pada beberapa lesi terlihat bahwa tidak semua struktur pulih kembali seperti sediakala.
Terlihat adanya variasi dalam pola tulang atau serabut yang berbeda. Hal ini bisa
terlihat dalam gambaran radiografi, terlihat melebarnya lamina dura atau berubahnya
konfigurasi tulang.
Tahap terpenting dalam proses pemulihan jaringan yang mengalami inflamasi
6

adalah pembentukan jaringan granulasi. Secara histologis jaringan granulasi ditandai


dengan proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan fibroblast. Rekrutmen
dan stimulasi fibroblas dikendalikan oleh banyak faktor pertumbuhan, meliputi plateletderived growth factor (PDGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan transforming
growth factor-beta (TGF-), sitokin (interleukin 1) dan tumor necrosis factor (TNF) yang
disekresikan oleh leukosit dan fibroblas. Secara khusus makrofag merupakan unsur sel
yang penting pada pembentukan jaringan granulasi. Selain membersihkan debris
ekstraseluler dan fibrin pada tempat jejas, makrofag juga mengelaborasi suatu penjamu
mediator yang menginduksi proliferasi fibroblas dan produksi matriks ekstraseluler
(ECM). Sintesis kolagen oleh fibroblas dimulai sejak awal proses penyembuhan (hari
ke-3 hingga ke-5) dan berlanjut selama beberapa minggu tergantung pada luas
penyembuhan. Pada daerah radang juga terdapat sel mast, dan dengan lingkungan
kemotaksis yang sesuai limfosit dapat muncul. Tiap-tiap sel ini dapat turut berperan
langsung ataupun tidak langsung terhadap proliferasi dan aktivasi fibroblas.
Pembentukan pembuluh darah baru

akan membantu mempercepat proses

regenerasi sel dan normalisasi jaringan. Pembentukan neovaskularisasi berfungsi untuk


menyuplai

vitamin,

mineral,

glukosa,

dan

asam

amino

ke

fibroblas

untuk

memaksimalkan pembentukan kolagen serta membebaskan jaringan dari nekrosis,


benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan radang. Beberapa
faktor yang menginduksi neovaskularisasi adalah basic epithelial growth factor (bFGF)
dan vascular endothelial growth factor (VEGF).

PEMBAHASAN
7

1. Tanda-tanda gingivitis umum

Kecenderungan Berdarah
- Cenderung mudah untuk berdarah apabila tersentuh oleh alat atau
sikat gigi
- Tergantung kepada keparahan dan durasi penyakit
- BOP ( Bleeding on Probing )
Perubahan kontur dan ukuran gingiva
- Pembesaran atau pembengkakan bervariasi
- Perubahan mengenai papil kearah marginal atau keduanya
- Terlihat papil tumpul dan marginal yang membulat
Perubahan warna Gingiva
- Warna kemerahan menjadi merah kebiruan lalu menjadi biru tua
- Perubahan warna dimulai dari interdental ke marginal kemudian ke
attached gingiva
Perubahan Konsistensi Gingiva
- Inflamasi akut maupun kronik
- Destruksi ( konsistensi lunak dengan adanya udematus )
- Reparatif ( Konsistensi keras dengan adanya fibrotic)
Perubahan tekstur gingiva
- Stippling berkurang bahkan hilang
- Tekstur gingiva menjadi rata dan mengkilap
Perubahan posisi gingiva
- Bertambahnya kedalaman sulkus
- Pembesaran gingiva ke koronal dan udematus jaringan
- Adanya poket gingiva/ poket pseudo/ poket relatif
Rasa Sakit ( Tidak Selalu )
- Gingivitis kronis tanpa sakit kecuali mengalami fase akut

2. Dasar diagnostic Localized aggressive periodontitis


Aggressive Periodontitis
Terjadi kerusakan yang cepat pada tulang alveolar dan pada umumnya
mengenai usia dibawah 30 tahun , namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia
yang lebih tua. Sebelumnya diketahui sebagai early-onset periodontitis. Jaringan yang
terinfeksi mempunyai penampilan klinis yang normal, tetapi dengan probing dapat
mengetahui kedalaman poket periodontal. OH baik menuju ke sedang ,plak <,kalkulus <
8

Aggressive Periodontitis terbagi menjadi dua bagian yaitu :


a. Localized aggressive periodontitis
Terjadi pada masa purbertas
Kerusakan jaringan yang cepat disekitar gigi M1 dan I
Biasanya berhubungan dengan Actinobacillus actinomycetemcomitans
Biasanya berhubungan dengan immune dysfunction
3. Penjalaran Gingivitis
Penjalaran dari Inflamasi Gingival Ke Struktur Periodontal Pendukung
(Peralihan Gingivitis Menjadi Periodontitis)
Singkatnya:
- Vertical bone loss:
Peradangan pada gingiva ligamentum periodontal tulang alveolar
- Horizontal bone loss:
Peradangan pada jaringan ikat gingiva disekitar pembuluh darah tulang
alveolar ligamentum periodontal
-

Interproksimal :
1. Gingiva tulang alveolar
2. Tulang alveolar ligamentum periodontal
3. Gingiva ligamentum periodontal : menyebabkan kerusakan yang lebih
parah (poket infrabony)
Fasial/lingual:
1. Gingiva periousteum ( merupakan tempat neurpvascular dan memiliki

daya tahan paling kecil )


2. periousteum tulang alveolar
3. gingiva ligamentum periodontal
Penjelasan
Penjalaran inflamasi dari gingiva ke struktur periodontal pendukung (atau
peralihan gingivitis menjadi periodontitis) diduga sebagai modifikasi oleh potensi
patogenik plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu yang dimaksud disini
mencakup : aktifitas imunologis dam mekanisme yang berkaitan dengan jaringan
lainnya seperti derajat fibrosis gingiva, kemungkinan juga lebar gingiva cekat, dan
reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi inflamasi. Suatu
sistem fibrin-fibrinolitik disebut-sebut sebagai berperan menghambat perluasan lesi.
Jalur penjalaran inflamasi sangat penting artinya karena dapat mempengaruhi pola
destruksi tulang pada penyakit periodontal. Inflamasi gingiva menjalar sepanjang
9

bundel serat kolagen mengikuti lintasan pembuluh darah (melalui jaringan yang
tersusun longgar disekitar pembuluh darah) sampai ketulang alveolar.
Pada sisi interproksimal inflamasi menjalar melalui jaringan ikat longgar disekitar
pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk kemudian masuk ketulang alveolar
melalui kanal pembuluh yang menembus krista septum interdental. Tempat dimana
inflamasi menembus tulang adalah tergantung lokasi kanal pembuluh. Inflamasi bisa
masuk keseptum interdental pada bagian tengah krista, pada sisi krista, atau pada
sudut septum. Disamping itu inflamasi bisa masuk ketulang melalui lebih dari satu
kanal. Setelah mencapai ruang sum-sum, inflamasi menuju keligamen periodontal.
Dalam keadaan yang jarang, inflamasi menjalar langsung keligamen periodontal baru
ketulang alveolar. Pada sisi vestibular dan oral, inflamasi dari gingiva menjalar
sepanjang permukaan periosteal sebelah luar dari tulang, dan masuk sum-sum tulang
melalui kanal pembuluh darah pada korteks sebelah luar.

4. Proses terjadinya poket gingival dan poket periodontal


Periodontitis selalu diawali dengan gingivitis, akan tetapi tidak semua gingivitis
berkembang menjadi periodontitis. Periodontitis merupakan hasil perluasan dari
keradangan gingiva ke jaringan periodontal yang lebih dalam, yang disebabkan oleh
perubahankomposisi plak bakteri yang semula sebagian besar adalah bakteri aerob
Gram positif yang berhubungan dengan gingivitis menjadi flora bakteri yang kompleks
dan lebih spesifik bakteri anaerob Gram negatif subgingiva (Manson, Eley 1993).
Mekanisme terjadinya periodontitis diawali adanya akumulasi bakteri plak
supragingiva. Berbagai substansi mikrobial yang termasuk factor kemotaksis seperti
lipopilisakarida (LPS), microbial peptide, dan berbagai antigen bakteri lainnya melalui
junctional ephitelium ke dalam jaringan ikat gingiva. Jaringan tersebut akan
menunjukkan terjadinya luka akibat masuknya bakteri. Hal ini mengakibatkan epitel dan
jaringan ikat terangsang untuk memproduksi mediator keradangan yang menyebabkan
respon keradangan pada jaringan.

10

Selanjutnya, vaskularisasi gingiva akan mengalami vasodilatasi dan terjadi


peningkatan permeabilitas terhadap sel dan cairan. Proses perubahan vasodilatasi
kapiler yang diikuti dengan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi dalam waktu 10
menit yang timbul akibat pelepasan histamin, enzim lisosom dan beberapa molekul
mediator lainnya. Peningkatan aliran darah menuju ke area jejas dan peningkatan
permeabilitas untuk kedua kalinya terjadi dalam waktu 2-10 jam setelah terjadinya luka.
Peristiwa ini diikuti oleh melekatnya leukosit menuju dinding pembuluh darah. Cairan
dalam jaringan dan sel pertahanan akan bermigrasi dari sirkulasi menuju sumber
rangsangan kemotaksis yaitu bakteri dan produknya pada servik gingiva. (Manson dan
Eley, 1993).
Neutrofil PMN pada tahap awal keradangan gingiva terutama berfungsi sebagai
fagosit dan pembunuh bakteri plak. Pembunuhan bakteri plak oleh PMN terjadi melalui
dua mekanisme, yaitu mekanisme intraseluler yang terjadi setelah bakkteri difagosit dan
ekstra seluler yaitu dengan pelepasan enzim dan oksigen radikal oleh PMN menuju
keluar sel. Selanjutnya, limfosit B dikirim menuju plasma sel dan memproduksi antibody
untuk melawan bakteri tertentu. Antibody dan komplemen yang dilepaskan dalam
jarinngan gingiva akan meningkatkan fagositosis dan pembunuhan bakteri oleh PMN.
Proses tersebut merupakan mekanisme pertahanan pertama untuk mengontrol infeksi.
(Caranza dan Newman, 1990 : 424).
Proses peradangan pada individu yang rentan akan meluas ke lateral dan ke
apikal melibatkan jaringan yang lebih dalam dan tulang alveolar. Keadaan tersebut
terjadi ketika sel pertahanan seperti makrofag dan limfosit dan sejumlah besar sel PMN
bermigrasi dan terkumpul di daerah keradangan. Sel PMN di dalam jaringan akan
mensekresi sejumlah enzim seperti matriks metalloproteinase (MMPs) seperti
kolagenase dan mediator inflamasi dalam jumlah besar. Makrofag yang bermigrasi akan
teraktifasi dan memproduksi prostaglandin E2 (PGE2), interleukin (IL-1, IL-1, IL-6),
tumor necrosis factor (TNF-), dan MMPs. Enzim kolagenase yang dihasilkan PMN dan
fibroblast serta makrofag akan merusak jaringan ikat pada jaringan periodontal.
Sedangkan IL-1, PGE2, dan TNF- akan merangsang osteoklas untuk meresobsi
tulang alveolar (Manson, Eley 1993).

11

Munculnya enzim-enzim dan mediator inflamasi akan meluas lebih jauh ke


apikal, poket akan menjadi lebih dalam, ligament periodontal menjadi rusak dan tulang
alveolar akan lebih teresorbsi.proses tersebut merupakan tanda-tanda terjadinya
periodontitis sebagai lanjutan dari gingivitis tahap IV atau yang disebut dengan
advanced lesion. (Manson dan Eley, 1993)

5. Kerusakan tulang supraboni dan infraboni


Poket supraboni

Poket

supraboni

merupakan pendalaman

sulkus

gingiva

disertai

dengan kerusakan serabut gingiva di dekatnya, ligamen periodonsium, dan puncak


tulang alveolar, yang dikaitkan dengan migrasi epitel jungsional ke apikal. Dasar poket
dan epitel jungsional lebih koronal dibandingkan puncak tulang alveolar.Poket
supraboni dihubungkan dengan resorpsi tulang horizontal, yaitu penurunan ketinggian
puncak alveolar keseluruhan, umumnya puncak tulang danpermukaan akar membentuk
sudut siku-siku.
Poket infraboni
Poket infraboni adalah pendalaman sulkus gingiva dengan posisi dasar poket
dan epitel jungsional terletak lebih ke apikal dibandingkan puncak tulang alveolar. Poket
infraboni dihubungkan dengan resorpsi tulang vertical (resorpsi tulang angular), yaitu
kehilangan tulang yang membentuk sudut tajam terhadap permukaan akar.

12

Poket adalah pendalaman sulkus gingiva secara patologis karena penyakit


periodontal. Poket mengandung debris terutama terdiri dari mikroorganisme dan
produk-produknya (enzim, endotoksin, dan hasil metabolisme lainnya), cairan gingiva,
sisa makanan, mucin salivari, desquamasi sel epitelial, dan leukosit. Plak atau kalkulus
biasanya menutupi permukaan gigi.
Pendalaman sulkus dapat terjadi karena tiga hal:
1. Pergerakan tepi gusi bebas ke arah koronal, seperti pada gingivitis
2. Perpindahan epitel jungsional ke arah apikal, bagian koronal epitel terlepas
dari permukaan gigi; dan
3. Kombinasi keduanya.
Baik poket supraboni maupun infraboni disebabkan oleh infeksi plak; akan tetapi
terdapat

perbedaan

pendapat

mempengaruhi terbentuknya

poket

dalam

menentukan

faktor-faktor

yang

infraboni.Mekanisme

etiologi yang

telah

dikemukakan adalah:

Adanya pembuluh darah yang besar pada satu sisi alveolus mungkin
mempengaruhi pembentukan poket infraboni.
Desakan makanan yang kuat ke daerah interproksimal dapat menyebabkan
kerusakan unilateral pada perangkat pendukung gigi dan rusaknya perlekatan

epitel.
Trauma pada jaringan periodontal dapat menyebabkan kerusakan puncak
ligamen periodonsium (trauma oklusi), yang jika sudah ada inflamasi, dapat

mengakibatkan migrasi epitel jungsional ke arah daerah terjadinya kerusakan.


Plak yang terdapat di daerah apikal gigi-gigi berdekatan yang maju dengan
kecepatan berbeda-beda ke arah apikal dapat menyebabkan kerusakan
tulang alveolar yang lebih cepat pada salah satu sisi dari dua gigi yang
bersebelahan, sehingga menyebabkan resorpsi tulang yang berbentuk vertikal.

13

Pada kehilangan tulang periodontal pada gigi berakar jamak, terjadi masalah
khusus ketika terlibatnya bifurkasi atau trifurkasi.

Proses kerusakan tulang alveolar jenis supraboni dan infraboni adalah:


Penjalaran peradangan dari gingiva ke attachment apparatus pada keadaan
normal melalui selubung jaringan ikat yang mengelilingi NVB yang letaknya di
periosteum. Kerusakan berjalan secara horizontal dari lateral ke alveolar bone
proper dan ligamen periodontal. Hal ini menyebabkan kerusakan pola tulang

alveolar dan terbentuk poket jenis supraboni.


Pada keadaan sehat, ligamen periodontal mempunyai lapisan pelindung
terhadap penyebaran. Ketika terdapat trauma oklusi, ligamen periodontal
menjadi lemah. Hal ini menyebabkan jalan radang berubah arah, dari gingiva
menuju ke ligamen periodontal. Terjadi kerusakan pola tulang menjadi
vertikal/angular dan terbentuk poket jenis infraboni.

6. Abses
Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lubang yang
berisi nanah (pus) dalam jaringan yang sakit. Dental abses artinya abses yang
terbentuk didalam jaringan periapikal atau periodontal karena infeksi gigi atau perluasan
dari ganggren pulpa.
Abses yang terbentuk merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang
terus menembus kulit pipi dan membentuk fistel. Abses gigi terjadi ketika terinfeksi
bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi,
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. yaitu
bakteri coccus aerob gram positif, coccus anaerob gram positif dan batang anaerob
gram negatif. Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan kombinasi
dengan air liur. Bakteri-gakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis,
dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan
pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen. Abses dental ini terjadi
14

akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus, karies dentin, invasi bakteri
(Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophilis influenzae), impaksi makanan
atau trauma jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar
sehingga terjadi gigi goyang.
Terjadinya abses terutama yang telah menyebar ke jaringan sekitarnya, misalnya
yang telah berpenetrasi ke subkutan (abses subkutan) tentunya sangat memberi
pengaruh yang sangat fatal untuk anak, tidak hanya terhadap keadaan umum anak
tetapi juga perkembangan dari rahang dan gigi-geliginya.

Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses
odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang
mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003
7. Persamaan radang dan infeksi
Persamaan : Reaksi tubuh yang hidup karena rangsang
Perbedaan radang dan infeksi :
Radang

Infeksi

- Reaksi local

- Lokal/umum

- Etiologi : benda mati/hidup

- local+umum
- hidup/virus

15

8. Proses Penyembuhan
Proses penyembuhan dapat terjadi secara regenerasi atau organisasi. Proses
organisasi pada luka, baik yang disebabkan oleh trauma, radang, atau nekrosis,
maupun yang disebabkan oleh benda asing pada dasarnya sama. Perbedaan hanya
tergantung dari besarnya kerusakan jaringan tersebut.
Penyembuhan secara organisasi ada dua macam:
1. Per primam (primary union)
Penyembuhan pada kulit akibat luka yang kecil atau luka yang agak besar tetapi
dijahit sehingga permukaan kedua luka menjadi berdekatan, jika tidak ada infeksi,
umumnya terjadi secara per primam.
Prosesnya:
Dari kedua tepi luka dari bawah sampai ke atas secara bersama-sama atau
sekaligus akan dibentuk jaringan granulasi.
2. Per sekundam (secondary union)
Penyembuhan biasanya terjadi pada lua yang agak besar atau banyak terjadi
kerusakan jaringan atau luka yang tdak dijahit. Oleh karena di sini ruangannya lebih
besar, sel jaringan ikat muda tidak dapat melintasi ruangan tersebut sebab terlalu jauh.
Oleh karea itu, proses penyembuhan dimulai dari bawah, sedangkan bagian atasnya
ada eksudat yang telat mongering menjadi krusta atau keropeng. Penyebuhannya
sama dengan penyembuhan per primam, yaitu terjadi jaringan granulasi. Namun secara
keseluruhan ada perbedaan antara bagian dasar, tengah, dan permukaan dari luka
secara mikroskopis.

16

DAFTAR PUSTAKA
Datarkar, A bhay N. 2007. Exodontia Practice. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers
Harty,F.J.1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC
Nurhayati,1996.,Ilmu Perawatan Alat. Penggunaan Alat-Alat Kesehatan Gigi
Pedersen, Gordon. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai