Anda di halaman 1dari 15

SINOPSIS:

Indonesia dahalu berdiri banyak kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Hal ini tentunya kemudian menjadi dari bagian sejarah Indonesia. Materi
mengenai perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia masuk dalam kurikulum pembelajarana yang ada di SMP kelas VII. Oleh karena itu,
di perlukan media yang menarik guna menarik perhatian siswa dalam menunjang pembelajaran salah satunya adalah film animasi.
Fino dan Tito duduk dibangku SMP kelas 7. Mereka berdua ingin mencari tahu tentang kerajaan islam di indonesia dengan cara mengunjungi
museum digital yang adi di Yogyakarta.
Kerajaan kerajaan yang masuk dalam film animasi ini yaitu Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan, Demak, Kerajaan Mataram,
Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banjarmasin, Kerajaan Ternate Tidore, Kerajaaan Malaka. Film ini menceritakan sejarah singkat kerajaan- kerajaan
islam yang ada di Indonesia mulai dari Tata letak kerajaan, peninggalan prasasti, Sultan / Pemimpin Kerajaan.

SCRIPT
Film Animasi Alin N. U
Scene

Visual

Audio

Keterangan

OPENING

(introducing)
Nama: ALin Nadira Ulfah
Jurusan:
Fakultas:

Sound Efek

Judul Film
Animasi Fino dan tito

Kedatangan Islam di Indonesia.

Pendapat

para

ahli

yang

pernah

mengemukakan

masalah

kedatangan Islam di Indonesia masih berbeda-beda. Sebagian ahli


berpendapat bahwa kedaatangan Islam pertama-tama ke Indonesia sudah
sejak abad pertama hijriyah atau abad ke-7 M, dan sebagian lagi
berpendapat bahwa Islam baru datang abad ke-13M, terutama di
Samudra Pasai (Djakariah, 2014: 16). Menurut Ricklefs (2008: 4) bukti
yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran Islam dalam suatu
masyarakat lokal Indonesia adalah berupa prasasti-prasasti Islam
(kebanyakan batu-batu nisan) dan sejumlah catatan para musafir.
Hasymy (1993: 38) dalam bukunya menyatakan bahwa Islam telah
berangsur-angsur datang ke Indonesia sejak abad-abad pertama Hijrah

Musik
Dubbing

atau sekitar abad ke-7 dan 8 M dan langsung dari Arab.


Menurut Ricklefs (2008: 3) secara umum, ada dua proses yang

Penjelasan sejarah
masuknya islam di
indonesia
- Globe muter
- Peta Indonesia
-

mungkin terjadi dalam penyebaraan Islam di Indonesia. Pertama,


penduduk pribumi mengalami kontak degan agama Islam dan
kemudian menganutnya. Proses kedua oraang-orang asing (Arab,
India, Cina dll) yang telah memeluk Islam tinggal tetap disuatu
wilayah Indonesia kawin dan berbaur dengan masyarakat local, atau
mungkin kedua proses ini terjadi bersama-sama.

Kerajaan Perlak

Kerajaan Perlak
Pada akhir abad ke-12, di pantai timur Sumatera terdapat
negara Islam bernama Perak. Nama itu kemudian dijadikan
Peurlelak, didirikan oleh para pedagang asing dari Mesir, Maroko,
Persi dan Gujarat yang menetap disitu sejak abad ke -12. Pendirinya
adalah orang Arab keturunan suku Quraisy. Pedagang Arab itu

kawin dengan pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan


tersebut ia mendapatkan putra bernama Sayid Abdul Aziz sekaligus
Sultan pertama Perlak dan lebih dikenal denan Sultan Alaiddin
Syah. (Slamet Muljana, 2009: 130).
Dalam bukunya Hasymy (1993: 405), dijelaskan bahwa dengan
pengangkatan Sultan pertama itu, ibu kota kerajaan: Bandar Peurelak
dipindahkan agak ke pedalaman dan namanya diganti dengan Bandar
Khalifah. Sultan Abdul Aziz memerintah samapai tahun 864 M dan
setelah pemerintahnnya menurut Idharul haq dalam Hasymy, ada 17
orang lagi sultan yang memerintah di Pereulak, antara lain (1) Sultan
Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah 840-864 M, (2) Sultan Alaidin
Saiyid Maulana Abdurrahim Syah 864-888 M, (3) Sultan Alaidin Saiyid
Maulana Abbas Syah 888-913 M, (4) Sultan Alaidin Saiyid Maulana Ali
Mughayat Syah 915-918 M, (5) Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul
Kadir Syah Johan 918922, (6)

Sultan Makhdun Alidin Malik

Muhammad Amin Syah Johan 922-946 M, (7) Sultan Makhdun Alidin


Abdul Malik Amin Syah Johan (8) Sultan Alaidin Saiyid Maulana
Mahmud Syah 976-988 M kedudukan Bandar Peureulak dan Sultan
Makhdum alaidin Malik Ibrahim Syah Johan 976-1012 M edudukan di
Bandar Khalifah, (10) Sultan Makahdum Alaidin Mansyur Syah Johan
1059-1078 M, (11) Sultan Makhdun Alaidin Malik Abdullah Syah Johan
1078-1108 M, (12) Sultan Makhdun Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan
1108-1134 M, (13) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah
Johan 1134-1158 M, (14) Sultan Makhdum Alaiddin Malik usman Syah
Johan 1158-1170 M, (15) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad
Syah Johan 1170-1196 M, (16) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul

Jalil Syah Johan 1196-1225 M, (17) Sultan Makhdum Alaiddin Malik


Muhammad AminSyah II Johan 1225-1263 M, (18) Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Joham 1263-1292M.
Terjadi perebutan kekuasaan antara Dinasti Sayid Azziz dan dinasti
Marah Perlak, hal ini banyak mengalami kemunduran bagi Perlak. Pada
akhir abad ke-13, kesultanan Perlak tidak lagi memegang peranan dalam
sejarah Negara-negara di pantai timur Sumatera (Slamet Muljana, 2009:
132)
Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai


Letak kerajaan Samudra Pasai lebih kurang 15 km di sebelah
timur Lhokseumawe, Nangro Aceh, di perkirakan tumbuh 1270-1275
M atau pertengahan abad ke-13 M (Marwati D.P dan Nugroho. N,
2009: 21-22). Menurut Soekmono dalam Djakariah (2014: 33) Raja
Samudra Pasai yang pertama adalah Sultan Malik al Saleh yang
meninggal tahun 1297. Sultan Malik al Saleh digantikan oleh
putranya yang bernama Sultan Muhammad (Sultan Malik Al Tahir)
yang memerintah 1297-1326. Sultan-sultan yang memerintah
Samudra Pasai berturut-turut menurut Marwati D.P dan Nugroho N
(2009: 23) adalah Sultan Malik as-Shalih (Sultan Malik al Saleh) (wafat
696H/ 1297M), Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297-1326), Sultan
Mahmud Malik az-Zahir (lk. 1346-1383), Sultan Zain al-Abidin Malik
az-Zahir (1383-1405), Sultanah Nahrisyah (1405-1412), wafat 27
September 1428, Abu Zaid Malik az-Zahir (1412-?), Mahmud Malik azZahir (1513-1524).
Masih menurut Marwatu D.P dan Nugroho N (2009: 22) tumbuhnya

Kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan dari letak


geografisnya yang senantiiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan
internasional melalui Selat Malaka yang usdah ada sejak abad-abad
pertama Masehi. Catatan Ibnu Battuta menyebutkan bahwa Samudra
Pasai merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal
dagang dari India dan Tiongkok, pula bagian-bagian lain Indonesia,
singgah bertemu untuk membongkar daan memuat barang dagangannya.
Ibnu Battuta singgah di Samudra Pasai pada masa pemerintahan Sultan
Mahmud Malik al-Tahir (Djakariah, 2014: 33). Hasymy (1993: 362),
diceritakan oleh Tome Pires dalam makalah Uka Tjandrasasmita,
Kerajaan Samudra Pasai mempunyai banyak penduduk, Kerajaan tersebut
kaya-raya dan banyak dilakukan perdagangan. Pedagang-pedagang
berasal dari berbagai negeri: Rume, Turki, Arab, Persia, Gujarat, dll. Hal
ini menunjukan bagaiman Samudra Pasai dengan kemakmuranya.
`

Pada akhir abad ke 14, Samudra Pasai diliputi kekacauan

karena adanya perebutan kekuasaan, sebagaimana dapat disimpulkan dari


berita-berita Cina. Sampai pertengahan abad ke-15 Samudra Pasai masih
mengirimkan utusan ke Tiongkok (Djakariah, 2014: 34).
-

Kerjaan Islam di Jawa

Kerajaan Demak

- Kerjaan Islam di Jawa


- Kerajaan Demak
Dalam buku Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 52), Demak
mempunyai letak geografis di pesisir utara dan lingkungan alamnya yang
subur, dan semula adalah sebuah kampung yang dalam babad local
disebut Gelagahwangi. Tempat itu kemudian tumbuh dan berkembang
sebagai pusat kerajaan islam pertama-tama di Pulau Jawa sejak akhir

abad ke-15. Djakariah (2014: 47) daalam bukunya menyebutkan bahwa


Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah, seorang bupati Majapahit
yang memeluk islam dan memutuskan hubungan dengan majapahit.
Raja Demak yang kedua dalam babad dikenal nama Pangeran
Sabrang Lor meskipun pemerintahannya sebentar. (Abdul Hadi dkk, hlm
36). Nama Pangeran Sabrang Lor berasal dari daerah tempat tinggalnya
di Seberang Utara (De Graff & TH. Pigeaud, 2003: 44). Masih dalam
buku De Graff & TH. Pigeaud (2003: 44-48) , menurut cerita Jawa Timur
dan Mataram dalam Serat Kandha dan babad, penguasa Demak yang
ketiga bernama Tranggana atau Trenggana. Ia adalah saudara sultan
sebelum dia Pangeran Sabrang Lor; keduanya putra penguasa pertama
Raden Patah. Menurut perkiraan Pires, Trenggana lahir tahun 1483.
Sultan Trenggana memerintah pada sekitar 1504-1546. Dalam kurun
waktu itu wilayah kerajaan telah diperluas ke barat dan ke timur, dan
masjid Demak telah di bagun (atau dibangun kembali) sebagai lambang
kekuasaan Islam.
Salah satu wilayah yang berhasil dikuasi oleh sultan Trenggana
ialah Mataram di pedalaman Jawa Tengah, dan juga Singasari di Jawa
bagian Selatan. Dalam usahanya menaaklukan psauruan Sultan
Trenggana gugur pada tahun 1546. Dengan wafatnya Trenggana,
timbullah perebutan kekuasaan antara adik Trenggana dan anak
Trenggana hingga berakhir dengan pemindahan Keraton Demak ke
Pajang pada tahun 1568. Dengan tindakan ini maka menandakan
berakhirnya kasultanan Demak (Djakariah, 2014: 49)

Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram
Menurut buku Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 55) Mataram
merupakan daerah yang subur, terletak antara Kali Opak dan Kali Praga
yang mengalir ke Samudra Hindia dan memberikan kemungkinan
pertumbuhan dan perkembangan pusat kerajaan Mataram. Di tempat
inilah Ki

ageng Pamanahaan mendirikan keraton pada tahun 1578.

Setelah beberapa tahun mendiami keraton, Ki Ageng Pamanahan wafat


pada 1584. Penggantinya ialah putranya Panembahan Senopati ing Alogo
yang pada masa mudanya bergelar Pangeraan Ngabehi Lor ing Pasar dan
merupakan menantu Sultan Pajang (Sultan Adiwijaya).
Menurut cerita leluhur dalam De Graff & TH. Pigeaud (2003: 253254) pada permulaan pemerintahan Senaapati, para penguasa setempat
wajib menyerahkan upeti di kawasan Kedu dan Bagelen terbujuk untuk
membangkang terhadap Raja Pajang. Senapati Mataram yang masih
mudah mengabaaikan kewajibannya terhadap Raja Pajang yang sudah
tua, ia tidak suka menghadap Raja. Setelah Raja Pajang meninggal dan
Senapati berhasil mengusir Pangeran Banawa dari Demak, Senaapati
memakai gelar Panembahan.
Masih menurut buku De Graff

$ TH. Pigeaud, Panembahan

Senapaati Mataram berhasil merebut kerajaan tua Jepara baru pada 1599,
pada akhir hidupnya. Pada dasawarsa terakhir abd ke 16, raja merdeka
yang pertama di Mataram berhasil menguasai daerah-daerah terpenting di
Jawa Tengah, baik di pedalaman maupun sepanjang pantai utara. Dalam
buku Abdul Hadi dkk (hlm 37), Panembahan Senaapati Mataram juga
memperluas kekuasaannya ke daerah-daerah di Jawa bagian Timur dan
Barat.

Masih dalam buku Abdul Hadi dkk (hlm 38-39) setelah wafat
Panembahan Senapati digantikan oleh Mas Jolang, pura dari selir yang
berasal dari Pati. Pangeran Jolang memerintah dari tahun 1601 hingga
1613, ia menyempurnakan pembangunan Kotagede. Pangeran Jolang
meninggal di tempat perburuan (krapyak) pada tahun 1613. Penggantinya
ialah cucu Panembahan Senopati yaitu Pangeran Jatmiko atau Raden Mas
Rangsang dan setelah menjadi sultan Mataram ia dikenal dengan Sultan
Agung Senopati ing Alogo.
Dalam Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 57), pada masa
pemerintahan Sultan Agung Senaapati ing Alaga beberapa daerah yang
semula sudah berada di bawah Mataram mulai melepaskan dirinya,
akibatnya, Sultan Agung melakukan penyerangan-penyerangan terhadap
Surabaya, Pati, Giri, dan Blambangan. Selain melewati pertempuranpertempuran, dalam menaklukan kembali daerah-daerah dan penyerangan
besar-besaran mengepung Batavia dilakukan melaluidaratan dan lautan.
Sultan Agung Mataram sakit dan wfat di keraton Kota Gede pada
tahun 1645 dan kemudian dimakamkan di Imogiri. Penggantinya adalah
putranya yang bernama Amangkurat atau lebih dikenal dengan
Amangkurat I. Sunan Amangkurat I lebih dekat dengan VOC dari pada
rakyatnya. Ia juga dikenal dengan perbuatan tercela. Kedekatan Mataram
dengan dengan VOC menyebabkan makin banyaknya tindakan
mencampuri politik Kerajaan Mataram. Banyaknya pemberontaka karena
ketidaksukaan terhadap Amangkurat I menyebabkan Amangkurat I
menyingkir dan menuju Cirebon untuk meminta bantuan VOC. Akan
tetapi sesampainya di wanayasa ia jatuh sakit dan meninggal pada 10 Juli
1677, ia masih sempat mengangkat Pangeran Adipati Anom sebagai

penggantinya dengan gelar Amangkurat II. Sejak pemerintahan


Amangkurat I maupun Amangkurat II dan seterusnya, kerajaan Mataram
Islam sampai Perang Giyanti tahun 1755 terus menerus mengalami
pengaruh politik VOC. Bahkan melalui perjanjian Giyanti itulah Kerajaan
Mataram Islam dipcah menjadi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
dan Kasunanan Surakarta (Solo).
Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon
Penjelasan Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 59), Kedatangan Tome
Pires (1512-1515) sekitar tahun 1513, diberitakan di Cirebon sudah
termasuk ke daerah Jawa di bawah kekuasaan kerajaan Demaak. Pires
mengatakan bahwa Islam sudah hadir di Cirebon 40 tahun sebelum
keahdiran Pires, artinya dapat diperkirakan sekitar tahun 1470-1475 M.
Dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari karya Pangeran Arya Cerbon
tahun 1720 M, dikatakan bahwa kehadiran Syarif Hidayatullah di Cirebon
tahun 1470 M adalah mengajarkan agama Islam di Gunung Sembung,
kemudian ia menikah dengan Pakungwati putri uaknyadan pada tahun
1479

menggantikan

mertuanya

sebagai

penguasa

Cirebon,

lalu

mendirikan kraton yang diberi nama Pakungati di sebelah timur keraton


Sultan Kasepuhan kini.
Syarif Hidayatullah dikenal juga dengan nama Sunan Gunung Jati, salah
seorang Wali Sanga dan mendapat julukan Pandita Ratu sejak ia
berfungsi sebagai wali penyebar Islam dan sebagai kepala pemerintahan.
Menurut cerita Jawa Barat dalam De Graff & TH. Pigeaud (2003: 131),
pada tahun 1570 Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Cirebon diganti
oleh seorang cicitnya, yang hanya dikenal dengan gelar Pangeran Ratu

atau Panembahan Ratu. Tentang dia amat sedikit yang diketahui. Raja-raja
Mataram sejak semula mempunyai hubungan yang cukup baik dengan
penguasa setempat di sebelah barat Sungai Bogowonto. Penguasa bagian
barat, Raja Cirebon agaknya tidak memberikan perlawanan dan mengakui
penguasaan mataram.

Masih menurut De Graff dan TH. Pigeaud, Panembahan Ratu meninggal


pada 1650. Penggantinya seorang raja yang dikenal dengan nama
Pangeran Girilaya. Berdaarkan Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 65)
sejak tahun 1697 kekuaaan keraton Kasepuhan dan Kanoman terbagi atas
Kacirebonan dan Kaprapabonan. Karena itu, Kasultanan Cirebon sejak
tahun 1681 sampai 1940 mengalami kemerosotan karena kolonialisme.
Kerajaan Islam di Maluku

Kerajaan Islam di Maluku


-

Kerajaan
Tidore

Ternate

dan

Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Ternate merupakan Kerajaan Islam terbesar di Maluku. Kerajaan
Ternate berdiri kira-kira abad ke-13. Seiring dengan perkembanga
perdagangan rempah-rempah, sejak awal abad ke-14 Kerajaan Ternate
mulai berkembang maju. Raja Ternate yang sudah memeluk Islam aalah
Sultan Bern Acrala. Pada tahun sekitar 1460-1465, kerajaan Ternate sejak
itu makin mengalami kemajuan di bidang politik, lebih-lebih setelah
Sultan Hairun putra Sultan Zainalabidin menaiki takhta sekitar 1535
kerajaan Ternate berhasil mempersatukan daerah-daerah di Maluku Utara
(Marwati D.P dan Nugroho N, 2009: 74)
Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah wilayah kekuasaan Ternate
meluas dan mencapai batas-batas utara sampai Mindanao, di Selatan
sampai Bima di Timur sampai Irian Barat dan di sebelah barat sampai
Makasar. Wilayah ini mencakup 72 buah pulau. Pada masa pemerintahan

Sultan Baabullah inilah Ternate menacapai pada puncaknya (Marwati D.P


dan Nugroho N, 2009: 76 )
Kerajaan Islam di Sulawesi

Kerajaan Islam di Sulawesi

Kasultanan Goa-Tallo

Kasultanan Goa-Tallo
Secara resmi keduaraja dari Goa dan Tallo memeluk agama Islam pada 22
September 1605. Sejak resmi menjadi kerajaan bercorak Islam pada tahun
1605, Kesultanan Goa meluaskan kekuasaan politiknya agar kerajaan lain
juga memeluk Islam dan tunduk pada Kesultanan Goa-Tallo. Kerajaankerajaan di sekitar Goal-Tallo dapat ditaklukan karena agama baru, yaitu
Islam. Keadaan ini membawa Kesultanan Goa-Tallo pada kekuasaan
dengan cepat dan pasti dari sebelumnya (Abdul Hadi dkk, hlm 49).
Meskipun kerajaan Goa-Tallo sudah Islam, akan tetapi raja-raja Goa
masih melukiskan hubungan baik dengan orang Portugis yang membawa
agama Kristen-Katolik. Contohnya masa Sultan Goa Muhammad Said (14
juni 1639-16 November 1653), bahkan masa putranya Sultan Hasanuddin
(16 November 1639-29 Agustus 1669). Hubungan erat antara orang
Portugis dengan Goa disebabkan ancaman VOC Belanda yang hendaknya
memnonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Dalam sejarah kerajaan Goa perlu dicatat sejarah perjuangan Sultan
Hasanuddin dalam mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya
penjajah politik dan ekonomi kompeni (VOC) Belanda. Permusuhan
antara kerajaan Goa dan VOC tidak ada hentinya. Pada tahun 1634 VOC
memblokade kerajaan Goa tetapi tidak berhasil. Peristiwa peperangan dari
waktu ke waktu berjalan terus dan baru berdamai antara tahun 16371638, namun perjanjian damai itu tidak kekal.

Perang antara keraajaan Goa dan VOC tidak dapat dielakan lagi
menjelang akhir tahun 1653 dan memang terjadi perang besar-besaraan
lagi menjelang akhir tahun 1653 dan memang terjadi perang besarbesaran tahun 1654-1655 di mana-mana. Sultan Goa di bawah pimpinan
Sultan Hasanuddin tidak gentar dengan pengerahan tentara dan
armadanya

menghadapi

kekuatan

VOC.

Dimana

mana

terjadi

pertempuran hebat dan tidak kurang mereka membayar desa-desa yang


Kerajaan Islam di Kalimantan

setelah berperang mereka berkecamuk diantara dua pihak.


Kerajaan Islam di Kalimantan

Kasultanan

Kasultanan Banjar (Banjarmasin)

(Banjarmasin)

Banjar

Kasultanan Banjar terletak di Kalimantan Selatan, yang merupakan


kelanjutan dari kerajaan yang bercorak Hindu bernama Daha yang
berpusat di Negara Dipa. Di kerajaan Daha timbul perpecahan antara
Pangeran Tumenggung (1588-1598) dan Raden Samudra. Raden Samudra
dinobatkan menjadi Raja oleh Patih Masin, Muhur, Balit, dan Kuwin.
Ketika berperang dengan Daha, Raden Samudra meminta bantuan kepda
Kesultanan Demak sehingga mendapatkan kemenangan dan kemudian
Raden Samudra menjadi pemeluk Islam dengan gelar Sultan Suryanullah.
(Abdul Hadi dkk, hlm 53)
Semasa sultan Suryanullah memerintah, Kesultanan Banjar atau
Banjarmasin meluaskan kekuasannnya sampai ke Sambas, Batanglawai,
Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan. Sultan
Suryanullah digantikan oleh putranya Sultan Rahmatullah. Pengganti
Sultan Rahmatullah ialah putranya yang bergelar Sultan Hidayatullah
sedangkan patihnyaialah Kiai Anggadipa. Kemudian ia digantikan oleh
Sultan Marhum Panembahan atau dikenal dengan Sultan Mustain Billah

yang pada masa pemerintahnnya pada awal abad ke 17 ditakuti oleh


kerajaan-kerajaan sekitarnya. (Marwati D.P dan Nugroho N: 2009: 86)
Pada awal abad ke 17 itu Banjarmasin kedatangan pedgang Belanda.
Sejak pengaruh politik colonial dan monopoli perdagangan Belanda masu
ke Kalimantan Selatan, Kesultanan Banjar terus menerus berselisih baik
dengan pihak Belanda maupun dengan kasultanan Banjar sendiri. Sejak
sultan Adam wafat pada 1 november 1857 pergantian sultan dicampuri
politik colonial Belanda dan pertengtangan diantara kesultanan banjar.
Lebih lebih ketika kasultanan Banjar dihapuskan oleh belanda. (abdul
Hadi dkk, hlm 54)
KERAJAAN MALAKA

Kerajaan Malaka
Pendiri kerajaan Malaka adalah Parameswara, seorang pangeran
Majapahir dari Blambangan yang melarikan diri karena Blambangan
diserbu oleh Majapahit kemudian menetap di Malaka beserta para
pengikutnya yang saat itu malaka masih merupakan desa kecil. Letak
Malaka yang strategis dapat dibangun kota pelabuhan yang sangat baik.
Pada abad ke-15 dan ke-16 Malaka telah berkembang menjadi pusat
perdagangan internasional (Slamet Muljana, 2009: 144)
Berdasarkan Slamet Muljana (2009: 147-151) agama Islam yang datang
di Malaka dan kemudian berkembang sampai di Kepulauan Indonesia
tidaklah langsung dari Arab dan oleh pedagang-pedagang Islam bangsa
Persia dan Gujarat dari India. Pedagang-pedagang Peersia dan Gujarat
yang berhubungan langsung dengan pedagang-pedagang arab. Bandar
Malaka sebagai pusat perdagangan sekaligus sebagai pusat penyebaran
islam di Asia Tenggara. Pengembangan Islam antar bangsa di Kota

Malaka banyak terjadi melalui proses perkawinan. Pengembangan dan


penyebaran agama Islam dipercepat pula oleh politik ekspansi Malaka.
Parameswara adalah pendiri dan pembangun Malaka. Ia adalah sultan
pertama yang menganut islam mazhab SyafiI berkat perkawinanannya
denga putri Raja Samudra Pasai. Sebagai sultan ia bergelar Sultan Megat
Iskandar Syah. Ia memerintah Kerajaan Malaka pada 1402-1424.
Sejak putranya Sultan Muhamad Syah (1424-1444), Raja-raja
Malaka mengambil gelar Sri Maharaja. Sultan ketiga, Sri Parameswara
Dewa Syah, hanya memerintah dua tahun saja antara 1446-1459 karena
digulingkan dan dibunuh oleh Raja Kassim yang kemudian naik tahta
dengan gelar Sultan Muzafiar Syan (1446-1459). Pada masa beliau
tampil tokoh bernama Tun Perak.
Kebesaran malaka yang diinginkan oleh Tun Perak tercapai pada
masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-1488). Pada masa
ini tampil pula tokoh bernama Laksamana Hang Tuan yang merupakan
hasil didikan dari Tun Perak. Kebesaran Malaka menjadi surut sejak masa
pemerintahan Sultan Mahmud Syah (1468-1525) yang terpaksa harus
melepaskan Malaka untuk diduduki dan dikuasai oleh Portugis sejak
1511).

Anda mungkin juga menyukai