PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya
menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam. Tanah Indonesia yang subur dan
iklimnya yang tropis menjadikan berbagai macam tanaman dapat tumbuh dengan
subur, diantaranya buah-buahan, rempah-rempah, dan sayur-sayuran cabai. Cabai
merupakan suatu komoditas sayuran yang tidak dapat ditinggalkan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi dan
memiliki beberapa manfaat kesehatan. Salah satunya berfungsi dalam mengendalikan
kanker karena mengandung lasparaginase dan capcaicin. Selain itu kandungan
vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap
orang, namun harus dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung
(Prajnanta, 2007). Selain sebagai bumbu masak, buah cabai juga digunakan sebagai
bahan campuran industri makanan maupun untuk keperluan yang lain seperti untuk
bahan ramuan obat tradisional. Konon buah cabai dapat bermanfaat untuk membantu
kerja pencernaan dalam tubuh manusia (Setiadi, 2006). Cabai atau lombok termasuk
dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah
ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak
mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung kapsidiol, yang
menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan bila digunakan untuk rempahrempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai
untuk kebutuhan sehari-hari (Prajnanta, 2007).
Di indonesia, cabai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas di
bidang pertanian. Umumnya tanaman cabai yang ditanam di Indonesia adalah jenis
cabai rawit dan cabai besar. Setelah kami melakukan survei di daerah ambulu, petani
cabai disana rata-rata menanam cabai keriting, dengan jarak tanam 50-60 cm.
Kebutuhan benih cabai 4000-4500 benih dengan sawah 1400 ha.
1