Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PRESENTASI KASUS

BLOK EARLY CLINICAL COMMUNITY EXPOSURE III


Sepsis Neonatorum

Tutor :
dr. Aunun Rofiq, Sp.An

Kelompok G1
Previasari Zahra P.

G1A011068

M. Haris Yoga I.

G1A011069

Rizka Khairiza

G1A011070

Bayu Aji Pamungkas

G1A011071

JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PURWOKERTO
2014

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepsis neonatorum merupakan istilah untuk menggambarkan respon
sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir. Perjalanan penyakit sepsis
neonatorum dapat berlangsung cepat sehinga sering tidak terpantau, tanpa
pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 48 jam (Surasmi
et al, 2003). Insidens sepsis neonatorum beragam menurut definisinya, dari 14/1000 kelahiran hidup di negara maju dengan fluktuasi yang besar sepanjang
waktu dan tempat geografis (Behrman et al, 2000). Angka kejadian sepsis
neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian utama
pada neonatus. Hal ini disebabkan karena neonatus rentan tehadap infeksi.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan
fagositosis dan leukosit imunitas masih rendah. Penyebab sepsis neonatorum
adalah bakteri gram positif dan gram negatif, virus infeksi, dapat masuk secara
hematogen atau infeksi ascenden (Manuaba et al, 2009).
Angka sepsis neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan
berat badan lahir rendah dan bila ada faktor risiko ibu atau tanda tanda
korioamnionitis, seperti ketuban pecah lama (>18 jam), demam intrapartum ibu
(>37,5), leukositosis ibu (>18.000), pelunakan uterus dan takikardia janin
(>180 kali/menit) (Behrman et al, 2000).

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Sepsis neonatorum adalah suatu bentuk penyakit yang digambarkan
dengan adanya infeksi bakteri secara sistemik pada bulan pertama kehidupan
dengan ditandai dengan hasil kultur yang positif (Bobak, 2005).
B. Etiologi dan Predisposisi
Sepsis neonatorum umumnya disebabkan oleh infeksi bakterial. Bakteri
yang tercata paling sering menyebabkan infeksi hinggasepsis diantarranya
adalah, Streptococcus Grup B, E. Coli, Staphylococcus koagulase-negatif, H.
Influenza, dan L. Monocytogenes.
C. Faktor Risiko
1. Early onset(SAPPG, 2014):
a. Kolonisasi Streptococcus Grup B pada jalan lahir
b. Ketuban pecah dini
c. Ketuban pecah terlambat
d. Kelahiran preterm
e. Infeksi traktus urinarius maternal
f. Korioamnionitis
Faktor lain yang menjadi predisposisi kejadian sepsis neonatorum onset awal
antara lain (CEC, 2013):
a. Skor APGAR bayi rendah (<6) sampai dengan 5 menit pasca kelahiran
b. Demam >38C pada ibu
c. Manajemen prenatal yang kurang baik
d. Nutrisi maternal yang kurang baik
e. Status sosial ekonomi rendah
f. Riwayat aboruts rekuren
g. BBLR
h. Partus sulit
i. Asfiksia neonatorum
j. Aspirasi mekonium
k. Anomali kongenital bayi
2. Late onset
Sepsis neonatorum onset lambat biasanya terjadi pada bayi yang
terinfeksi Staphylococcus koagulase-negatif, S. Aureus, Klebshiela,
Pseudomonas, Enterobacter, Candida, Serratia, dan bakteri anaerob. Faktor
resiko yang mendukung antara lain (SAPPG, 2014):
a. Kelahiran preterm
b. Penggunaan kateter vena sentral lebih dari 10 hari
c. Penggunaan kanula nasal atau CPAP
d. Konsumsi obat-obatan proto pump inhibitor (PPI) atau H2-receptor
blocker

e. Patologi saluran cerna maternal


D. Epidemiologi
Penderita yang berisiko tinggi untk mendapat sepsis adalah neonatus <28
tahun, bayi < 3 bulan, bayi 3-36 tahun, hipereksia >41, demam dengan petekie
dan penderita gangguan imun. Penderita rawat inap yang sebelumnya memiliki
kemampuan imun yang baik dapat mengalami sepsis-bakteremia yang didapat
dari masyarakat karena perluasan infeksi jaringan lokal misalnya infeksiinfeksi. Cara lain, kolonisasi dan invasi mukosa lokal oleh patogen virulen
tertentu (N. Meningitidis, S. Pneumoniae, H. Influenza tipe B) pada hospes
yang sebelumnya normal dapat menimbulkan bakteremia primer dan sepsis.
Penderita dengan gangguan imun, mempunyai peningkatan risiko untuk
mendapat sepsis nosokomial yang serius. Pada penderita yang rawat inap di
rumah sakit berkembang sepsis karena S. Aureus atau S. Epidermidis dari
infeksi kateter atau luka bedah, sedangkan sepsis serius karena gram-negatif
(E. Coli, Pseudomonas, Acinebacter, Klebsiella, Serrratia) merupakan ciri khas
penderita neutropenia yang imunnya terganggu atau penderita sakit akut yang
sedang mendapatkan perawatan intensif. Sepsis polimikroba juga terjadi pada
penderita berisiko tinggi dan disertai dengan kateterisasi vena sentral, penyakit
gastrointestinal, neutropenia, dan keganasan. Penyebab bakteremia atau sepsis
tambahan yang kurang lazim adalah basilus anaerob, Tersinia pestis (pes),
Salmonella.
E. Patogenesis dan Patofisiologi
Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion.
Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui
berbagai jalan yaitu(Depkes, 2007):
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau
Listeria dll.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor a/antisepsis misalnya
saat pengambilan

contoh

darah

janin,

bahan

villi

khorion

atau

amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan


akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi
kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk
ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui
saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman
pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah
lebih dari 18-24 jam.

Gambar 1. Penjalaran infeksi pada neonatus di dalam kandungan


Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik
karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi
yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus,
bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat
inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll. Bila paparan kuman
pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan

terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari


tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula
bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan
penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu,
pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan
pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit (Depkes,
2007).
Respons inflamasi
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan
pejamu. Meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular
dan

selular

yang memicu respon sepsis berbeda tergantung dari

mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak


bergantung pada organisme penyebab.Respon sepsis terhadap bakteri
Gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), yaitu
endotoksin dari dinding

sel bakteri.

Lipopolisakarida merupakan

komponen penting pada membran luar bakteri Gram negatif dan memiliki
peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat
protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB).
Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor
pada membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Tolllike receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga
terjadi aktivasi makrofag (Depkes, 2007).
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua
mekanisme, yakni (1) dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja
sebagai superantigen dan (2) dengan melepaskan fragmen dinding sel
yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar
sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat
banyak. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan eksotoksin dapat
menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik melalui
mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif. Kedua kelompok
organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan

mediator inflamasi sepsis (Gambar 2). Mediator inflamasi primer


dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini
akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen (Depkes, 2007).

Gambar 2 Patofisiologi kaskade sepsis


Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas
selular yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui

sistem imunitas humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan


jalur komplemen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan
patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit dan
makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem
imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi
menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1
mensekresikan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF),
interferon (IFN- ), interleukin 1- (IL-1), IL-2, IL-6 dan IL-12 serta
menjadi. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -10,
dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur
melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi
terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman
penyebab. Namun demikian, pembentukan sitokin proinflamasi yang
berlebihan dapat membahayakan

dan

dapat

menyebabkan

syok,

kegagalan multi organ serta kematian. Sebaliknya, sitokin anti inflamasi


berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan
mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan
dengan baik.36 Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi
organ secara langsung atau secara tidak langsung melalui mediator
sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor
(PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi
makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi
leukosit

serta

pembentukan

mikrotrombi

sehingga

menyebabkan

kerusakan organ (Depkes, 2007).


Aktivasi
trombin

endotel

akan

meningkatkan

jumlah

reseptor

pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat

yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga berkaitan dengan
gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor
pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik.
Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada
otot polos pembuluh darah (Depkes, 2007).

Aktivasi inflamasi dan koagulasi


Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator
inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan (TF). Ekspresi TF secara
langsung akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui
lengkung umpan balik secara tidak langsung juga akan mengaktifkan jalur
instrinsik. Kaitan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik adalah melalui faktor
VIIa dan faktor IXa. Hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut saling
berkaitan dan sama; protrombin diubah menjadi trombin dan fibrinogen
diubah menjadi fibrin (Gambar 3). Kolagen dan kalikrein juga
mengaktivasi jalur intrinsik (Depkes, 2007).Trombin
pengaruh

yang

mempertahankan

beragam

terhadap

keseimbangan

antara

inflamasi
koagulasi

mempunyai
dan membantu

dan

fibrinolisis.

Trombin memiliki efek proinflamasi pada sel endotel, makrofag dan


monosit untuk menyebabkan pelepasan TF, faktor pengaktivasi trombosit
dan TNF-. Selain itu, trombin merangsang chemoattractant bagi neutrofil
dan monosit untuk memfasilitasi kemotaksis serta merangsang degranulasi
sel mast yang melepaskan bioamin untuk meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler. Pada sepsis, aktivasi
kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur ekstrinsik yang terjadi
akibat ekspresi TF yang meningkat akibat rangsangan dari mediator
inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan jalur
intrinsik melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah
pembentukan fibrin (Depkes, 2007).

Gambar 3. Kaskade koagulasi. Disalin dengan izin dari Eli lIly dan Company
Gangguan fibrinolisis
Fibrinolisis adalah respon homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem
koagulasi. Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah baru), rekanalisasi pembuluh darah, dan penyembuhan luka.
Aktivator fibrinolisis [tissue-type plasminogen activator (t-PA) dan urokinasetype

plasminogen activator

(u-PA)]

akan dilepaskan dari endotel

untuk

merubah plasminogen menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk, akan terjadi

proteolisis fibrin. Tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah yaitu


plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan trombin-activatable fibrinolysis
inhibitor (TAFI). Aktivator dan inhibitor diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan (Depkes, 2007).
Sepsis mengganggu respons fibrinolisis normal dan menyebabkan
tubuh tidak mampu menghancurkan mikrotrombi. TNF- menyebabkan supresi
fibrinolisis akibat tingginya kadar PAI-1 dan menghambat penghancuran
fibrin.33,35,39,40

Hasil pemecahan fibrin dikenal sebagai fibrin degradation

product (FDP) yang mencakup D-dimer, dan sering diperiksa pada tes koagulasi
klinis. Mediator proinflamasi (TNF- dan IL-6) bekerja secara sinergis
meningkatkan kadar fibrin, sehingga menyebabkan trombosis pada pembuluh
darah kecil hingga sedang dan selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ.
Secara klinis, disfungsi organ dapat bermanifestasi sebagai gangguan napas,
hipotensi, gagal ginjal dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan kematian
(Depkes, 2007).
Pada sepsis, saat aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan
tertekan. Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen
khususnya t-PA dan u-PA dari tempat penyimpanannya dalam endotel.
Namun, aktivasi plasminogen ini dihambat oleh peningkatan PAI-1 sehingga
pembersihan fibrin menjadi tidak adekuat, dan mengakibatkan pembentukan
trombus dalam mikrovaskular.

Gambar 4. Supresi Fibrinolisis


Disseminated

intravascular

coagulation

(DIC)

atau

Pembekuan

intravaskular menyeluruh (PIM) merupakan komplikasi tersering pada sepsis.


Konsumsi faktor pembekuan dan trombosit akan menginduksi komplikasi
perdarahan berat. PIM secara bersamaan akan menyebabkan trombosis
mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang tinggi
dihubungkan dengan prognosis buruk (Depkes, 2007).
Efek

kumulatif

kaskade

sepsis

menyebabkan

ketidakseimbangan

mekanisme inflamasi dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap


anti inflamasi dan koagulasi
memudahkan

yang

lebih

dominan

terhadap

fibrinolisis,

terjadinya trombosis mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia dan

kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat menyebabkan kegagalan


multi organ, dan berakhir dengan kematian.41 Patofisiologi sepsis terdiri dari
aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan
mengganggu
antikoagulasi.

homeostasis
Dapat

dilihat

antara
pada

Hal

ini

mekanisme prokoagulasi

dan

Gambar

fibrinolisis.
5

di

bawah

ini

yangmemperlihatkan hilangnya homeostasis akibat mekanisme ini (Depkes,


2007).
Gambar 5. Mekanisme proagulasi dan antikoagulasi

F. Penegakan Diagnosis
Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu
variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel
inflamasi. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus (Surasmi,2003)
1. Variabel Klinis
a. Suhu tubuh tidak stabil
b. Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit
c. Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen
d. Letargi
e. Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L )
f. Intoleransi minum
2. Variabel Hemodinamik
a. TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari )
b. TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
3. Variabel Perfusi Jaringan
a. Pengisian kembali kapiler > 3 detik

b. Asam laktat plasma > 3 mmol/L


4. Variabel Inflamasi
a. Leukositosis ( > 34000x109/L )
b. Leukopenia ( < 5000 x 109/L )
c. Neutrofil muda > 10%
d. Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2
e. Trombositopenia <100000 x 109/L
f. C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal
G. Tata Laksana
Jika bayi diduga megalami sepsis neonatal, tindakan resusutasi harus
segera dilakukan sebab bayi (neonatus) relatif lebih imunosupresan
dibandingan anak-anak. Manajemen ABC harus segera dikerjakan, meliputi
oksigenasi adekuat, resusitasi jantung paru, pemasangan kateter intravena, dan
pemberian nutrisi intravena. Monitoring tanda vital, hematokrit, plateletm dan
koagulasi penting untuk dikerjakan. Bayi dengan instabilitas suhu tubuh
membutuhkan

akses

termoregulator/inkubator

segera

(SAPPG,

2014).Pemilihan antibiotik berdasarkan tabel berikut:


Regimen

Antibiotik

Empirik Regimen

Intravena /IV
Usia <7 hari

Antibiotik
Usia 7 hari

Intramuskular

IM
Sepsis/

Gentamycin

Gentamycin

Gentamycin

curiga sepsis, 5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

sumber

setiap 24 jam

setiap 24 jam

setiap 24 jam

Ampicilin

Ampicilin

Ampicilin

infeksi belum
diketahui
secara pasti

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis


setiap 8 jam

setiap 6 jam

setiap 8 jam

(usia <7 hari)


+

; setiap 6 jam
(usia 7-28 hari)

Cefotaxim

Cefotaxim

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis +
setiap 12 jam

setiap 8 jam
Cefotaxim

50mg/kgBB/dosis
setiap

12

jam

(usia <7 hari)


Acyclovir

Acyclovir

20mg/kgBB/dosis 20mg/kgBB/dosis
setiap 8 jam

setiap 8 jam

; setiap 8 jam
(usia 7-28 hari

*Acyclovir tidak
dapat

diberikan

secara IM
Sepsis tanpa Gentamycin

Gentamycin

Gentamycin

fokus

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

setiap 24 jam

setiap 24 jam

setiap 24 jam

Ampicilin

Ampicilin

Ampicilin

jelas

yang 5mg/kgBB/dosis,

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis


setiap 8 jam

setiap 6 jam

setiap 8 jam
(usia <7 hari)

; setiap 6 jam
(usia 7-28 hari)
Sepis

ec Ampicilin

meningitis/

Ampicilin

Ampicilin

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis

enncephalitis

setiap 8 jam

setiap 6 jam

setiap 8 jam
(usia <7 hari)

; setiap 6 jam
(usia 7-28 hari)

Cefotaxim

Cefotaxim

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis +
setiap 12 jam

setiap 8 jam
Cefotaxim

50mg/kgBB/dosis
setiap

12

jam

(usia <7 hari)


Acyclovir

Acyclovir

20mg/kgBB/dosis 20mg/kgBB/dosis
setiap 8 jam

setiap 8 jam

; setiap 8 jam
(usia 7-28 hari

*Acyclovir tidak
dapat diberikan
Sepsis

ec Gentamycin

pneumoniae

Gentamycin

Gentamycin

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

setiap 24 jam

setiap 24 jam

setiap 24 jam

Benzylpenicillin

Benzylpenicillin

Benzylpenicillin

6mg/kgBB/dosis

6mg/kgBB/dosis

6mg/kgBB/dosis

setiap 12 jam;

setiap 6 jam;

setiap

12

jam

(usia <7 hari);


*tambahkan

*tambahkan

azithromycin

azithromycin

Setiap 6 jam (usia


> 7hari)

10mg/kgBB/dosis 10mg/kgBB/dosis
setiap 24 jam jika setiap 24 jam jika
curiga

infeksi curiga

Chlamydia
Sepsis

ec Gentamycin

infeksi

Chlamydia

*azithromycin
tidak

dapat

diberikan

Gentamycin

Gentamycin

UTI

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

(maternal)

setiap 24 jam

setiap 24 jam

setiap 24 jam

Ampicilin

Ampicilin

Ampicilin

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis


setiap 8 jam

setiap 6 jam

setiap 8 jam
(usia <7 hari)
; setiap 6 jam
(usia 7-28 hari)

Infeksi Intra Gentamycin

Gentamycin

Gentamycin

Abdominal

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

5mg/kgBB/dosis,

(maternal)

setiap 24 jam

setiap 24 jam

setiap 24 jam

Ampicilin

Ampicilin

Ampicilin

50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis 50mg/kgBB/dosis


setiap 8 jam

setiap 8 jam

setiap 8 jam
(usia <7 hari)

; setiap 6 jam
(usia 7-28 hari)

Metronidazole

Metronidazole

15mg/kgBB

15mg/kgBB

loading dose;

+
Clindamycin

Lanjutkan

5mg/kgBBdosis

7,5mg/kgB/dosis

seltiap

setiap

(usia <7); setiap 6

12

jam

(diberikan 12 jam
pasca

jam

jam (usia >7)

loading

dose)
Sumber: Wade, Benjamin (2011); Clinical Excellence Commission of
Children s Hospital Westmead (2013).
*pada sepsis berat akibat pneumonia, meningitis, kejang, hepatitis, ulserasi
kulit, dapat menggunakan Acyclovir atau Vancomycin
**pasien dengan gagal ginjal makan dosis dan interval terapi antibiotik
perlu disesuaikan, terutama Vancoycin, Gentamycin, dan Penicillin

III.

KESIMPULAN

1. Sepsis neonatorum adalah suatu bentuk penyakit yang digambarkan dengan


adanya infeksi bakteri secara sistemik pada bulan pertama kehidupan dengan
ditandai dengan hasil kultur yang positif.
2. Sepsis neonatorum disebabkan oleh infeksi bakterial antara lain Streptococcus
Grup B, E. Coli, Staphylococcus koagulase-negatif, H. Influenza, dan L.
Monocytogenes.
3. Tata laksana dilakukan resusitasi ABC seperti oksigenasi adekuat, resusitasi
jantung paru, pemasangan kateter intravena, dan pemberian nutrisi intravena
kemudian diberikan antibiotik sesuai gram.

IV.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E., Robert, K., Ann, M.A. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : EGC.
Bobak. 2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC.
Clinical Excellence Commiccion, 2013. Sepsis Neonatal FIRST DOSE:
Empirical Intravenous Antibiotic Guideline. Version 1.
Depkes. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Manuaba, I.A.C., Ida, B.G.F.M., Ida, B.G..M. 2009. Buku Ajar Patologi
Obstetri. Jakarta : EGC.
South Australian Perinatal Practice Guidelines, 2014. Policy: Clinical
Guideline. SA Maternal & Neonatal Clinical Network.
Surasmi, A., Siti, H., Heni, N.K. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai