Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang banyak obat-obatan yang dibuat secara sintetik, tetapi
tak boleh kita abaikan arti tumbuhan sebagai penghasil bahan yang
berkhasiat obat. Kalau kita meninjau banyaknya tumbuhan yang dipakai
dalam obat tradisional oleh mereka yang tak mengenal ilmu pengobatan
modern, maka rasanya tinggal dilakukannya suatu penyelidikan ilmiah,
untuk memperoleh kepastian bahwa penduduk yang mempergunakan
macam-macam bahan tumbuhan itu memang beralasan, meskipun
pemakaian dari bahan-bahan tersebut tidak memakai dasar-dasar ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan (Gembong, 1994).
Alasan pemakaian obat tradisional saat ini disebabkan semakin
tingginya harga obat buatan pabrik yang tidak diimbangi dengan
kemampuan

daya

beli

masyarakat.

Namun

kenyataannya

ada

kecenderungan bahwa masyarakat modern sekarang mulai tertarik pada


obat-obatan tradisional, selain aman digunakan, khasiat beberapa jenis
obat tradisional tidak kalah dibandingkan dengan obat-obatan modern.
Salah satu tumbuhan yang memiliki manfaat sebagai pengobatan
yaitu daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness). Daun
sambiloto mempunyai banyak khasiat salah satunya ialah sebagai
pengobatan penyakit akibat infeksi bakteri. Daun sambiloto (Andrographis

paniculata (Burm.f.) Ness) memiliki kandungan senyawa tanin, flavonoid


dan saponin.
Semua bagian tanaman sambiloto, seperti daun, batang, bunga,
dan akar, terasa sangat pahit jika dimakan atau direbus untuk diminum,
disebabkan oleh adanya senyawa andrographolid. Selain itu sambiloto
juga mengandung unsur-unsur mineral (Prapanza, 2003).
Penelitian sebelumnya bahwa ekstrak etanol daun sambiloto
secara in vitro memiliki efek antimikroba terhadap Salmonella typhi.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun sambiloto maka semakin
rendah tingkat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Kadar Hambat
Minimal (KHM) ekstrak etanol daun sambiloto terhadap Salmonella typhi
berada pada konsentrasi 25%. Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak etanol
daun sambiloto terhadap Salmonella typhi berada pada konsentrasi 35%
(Murwani, 2012).
Hal inilah yang melatarbelakangi untuk dilakukannya penelitian
tentang aktivitas antimikroba daun sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Ness) terhadap beberapa bakteri uji secara KLT-bioautografi
sehingga pemanfaatannya dimasyarakat lebih dipertanggungjawabkan.

B. Rumusan Masalah
1.

Apakah ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata


(Burm.f.) Ness) asal kota Maros memiliki aktivitas antibakteri terhadap
beberapa bakteri uji ?

2.

Golongan komponen kimia apakah dari ekstrak etanol daun sambiloto


(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) yang dapat memberikan
aktivitas antibakteri ?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian
1) Untuk melakukan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol
daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) asal kota
Maros terhadap beberapa bakteri uji.
2) Untuk menentukan komponen kimia yang dapat memberikan
aktivitas

antibakteri

dari

ekstrak

etanol

daun

sambiloto

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness).


2. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas antibakteri daun sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Ness ) asal kota Maros secara KLT Bioautografi.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menentukan
golongan komponen kimia aktif dari ekstrak daun sambiloto

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) dengan menggunakan


metode KLT-Bioautografi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai rujukan untuk penelitian
lanjutan tentang aktivitas antibakteri daun sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Ness).
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang khasiat daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Ness) sebagai antibakteri.
E. Kerangka Pikir
Manfaat untuk
Pengobatan
penyakit
menurunkan
demam,menekan
pertumbuhan sel
kanker, melindungi
hati.

Kandungan kimia
saponin, flavanoid,
dan tanin.

Daun Sambiloto
(Andrographis
paniculata (Burm.f.)
Ness)

Identifikasi golongan
kimia aktif

Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri


secara KLT - Bioautografi

Ekstrak etanol
daun Sambiloto
(Andrographis
paniculata
(Burm.f.) Ness)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Umum Antimikroba
Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia. Dalam pembicaraan disini, yang dimaksudkan
dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang masuk kelompok parasit
(Ganiswarna, 2007).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat

pertumbuhan

mikroba,

dikenal

sebagai

aktivitas

bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai


bakterisid.

Kadar

minimal

yang

diperlukan

untuk

menghambat

pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal


sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM).
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik
menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM
(Ganiswarna, 2007).
Dalam

pengobatan

suatu

infeksi

dengan

menggunakan

antimikroba terhadap organisme (manusia, tumbuhan, hewan), maka akan


dihadapkan atas tiga faktor, yait/u (Djide, 2003) :
1. Faktor mikroorganisme sebagai agen patogen.
2. Faktor hospes atau inang yaitu manusia yang diinfeksi oleh
mikroorganisme.

3. Faktor antimikrobanya.
Efektivitas antimikroba pada pengobatan infeksi dalam klinis
tergantung pada kemampuan obat untuk membatasi atau mengurangi
mikroorganisme pada tempat infeksi. Pada kebanyakan infeksi
mekanisme pertahanan lokal dan sistemik memainkan peranan penting
dalam menurunkan efek patogenitas suatu mikroorganisme. Obat-obat
yang bersifat bakteriostatik terutama menghambat replikasi dari
mikroorganisme,

sedangkan

obat-obat

bakterisid

menyebabkan

kematian suatu mikroorganisme. Derajat strain suatu mikroorganisme


secara in vitro dapat dipengaruhi terutama oleh obat antimikroba yang
dipelajari di laboratorium untuk mengetahui Kadar Hambatan Minimum
(KHM) atau Minimal Inhibitor Concentration (MIC) yaitu konsentrasi
antimikroba terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme (Djide, 2003).
Penggunaan antimikroba yang tepat meliputi pertimbangan
kepekaan obat terhadap mikroorganisme patogen dan beberapa faktor
lain, termasuk kemungkinan efek yang merugikan, antara lain toksisitas
secara

langsung,

reaksi

alergi,

gangguan

pada

flora

normal

mikroorganisme. Pada keadaan tertentu dibutuhkan pertimbanganpertimbangan dalam penggunaannya untuk profilaktis (Djide, 2003).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok, yaitu (Ganiswarna, 2007) :

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba


Mikroba

membutuhkan

asam

folat

untuk

kelangsungan

hidupnya, dimana bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat


dari asam para amino benzoat (PABA). Apabila suatu zat antimikroba
menang bersaing dengan asam para amino benzoat (PABA) untuk
diikutsertakan dalam pembentukan asam folat maka terbentuklah
analog asam folat yang non fungsional. Akibatnya kehidupan mikroba
akan terganggu. Contohnya sulfonamide, trimethoprim, asam paminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel
Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Struktur dinding sel
dapat dirusak dengan cara menghambat reaksi pembentukannya atau
mengubahnya setelah dinding sel tersebut selesai dibentuk.
Antimikroba ini dapat menghambat sintesis atau menghambat
aktivitas

enzim

seperti

enzim

transpeptidase

sehingga

dapat

menimbulkan kerusakan dinding sel yang berakibat sel mengalami


lisis. Contohnya basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, dan
vankomisin.
3. Penghambatan terhadap fungsi membran sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di
dalam sel dan mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain.
Membran sel memelihara integritas komponen-komponen seluler.

Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya


pertumbuahan sel atau matinya sel, akibatnya mikroba akan mati.
Antimikroba ini bekerja langsung pada membran sitoplasma
yang mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan keluarnya
senyawa-senyawa intraseluler mikroorganisme atau bakteri. Dalam hal
ini antimikroba dapat berinteraksi dengan sterol pada membran
sitoplasma sel bakteri Gram negatif. Contohnya amfoterisin B, nistatin,
polimiksin, dan kolistin.
4. Penghambatan terhadap sintesis protein
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensisntesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom bantuan m-RNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari dua sub unit yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S.
Untuk fungsi pada sintesis protein komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai m-RNA menjadi ribosom 70S.
Antimikroba

ini

mempengaruhi

fungsi

ribosom

pada

mikroorganisme yang menyebabkan terhambatnya sintesis protein


dengan cara :
a. Zat antimikroba berikatan dengan ribosom 30S yang dapat
menyebabkan akumulasi sintesis protein awal yang kompleks,
sehingga

salah

dalam

menerjemahkan

tanda

m-RNA

dan

menghasilkan polipeptida yang abnormal. Contohnya streptomisin


dan tetrasiklin.

b. Zat antimikroba berikatan dengan ribosom 50S yang dapat


menghambat ikatan asam amino baru pada rantai peptide yang
memanjang. Contohnya aminoglikosida, kloramfenikol, eritromisin,
dan linkomisin.
5. Penghambtan terhadap sintesis asam nukleat
DNA dan RNA memegang peranan penting dalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel. Dalam hal ini mempengaruhi
metabolisme asam nukleat, seperti berikatan dengan enzim DNA
dependen RNA-polymerase bakteri, dan memblokir heliks DNA.
B. Uraian Tumbuhan
1. Klasifikasi Tumbuhan
Regnum

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Class

: Dicotuledoneae

Sub class

: Asteridae

Ordo

: Personales

Famili

: Acanthaceae

Genus

: Andrographis

Spesies

: Andrographis paniculata Nees (Prapanza, 2003)

10

2. Nama Daerah
Di beberapa daerah, sambiloto dikenal dengan berbagai nama.
Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan
bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, sambilata, takilo, paitan dan
sambiloto. Di Jawa Barat disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat.
Di Bali lebih dikenal dengan samiroto. Masyarakat Sumatera dan
sebagian besar masyarakat Melayu menyebutnya dengan pepaitan
atau ampadu (Prapanza, 2003).
3. Deskripsi Tumbuhan
Sambiloto

adalah

sejenis

tanaman

herba

dari

famili

Acanthaceae, yang berasal dari India dan Sri Lanka. Sambiloto juga
dapat dijumpai di daerah lainnya, seperti Indonesia, Malaysia,
Thailand,

serta

beberapa

tempat

di

benua

Amerika.

Genus

Andrographis memiliki 28 spesies herba, namun hanya sedikit yang


berkhasiat medis, salah satunya adalah ssmbiloto (Wijayanti, 2012).
Di ukur dari pangkal batang hingga ujung tajuk, tinggi sambiloto
bervariasi antara 30-100 cm. Tinggi dan rendahnya tanaman sangat
tergantung dari cara penanaman, tempat penanaman, media tanam
dan cara perawatan. Tanaman yang rasanya sangat pahit ini memiliki
banyak cabang. Bunganya berwarna putih keunguan. Daunnya kecilkecil, berbentuk lanset (pedang), ujung runcing, tepi rata, tangkai
pendek, dan letaknya saling berhadapan. Permukaan atas daun

11

berwarna hijau tua dan permukaan bawahnya berwarna hijau muda.


(Prapanza, 2003).
4. Kandungan Kimia
Semua bagian tanaman sambiloto seperti daun, batang, bunga
dan akar, terasa sangat pahit jika dimakan atau direbus untuk
diminum. Daun sambiloto terutama mengandung flavanoid, saponin,
serta tanin (Muhlisah, 2007).
5. Manfaat
Manfaat sambiloto yaitu untuk menurunkan panas (antipiretik),
menghilangkan panas dalam, penawar racun, menghilangkan sakit
(analgetik), antiradang (antiinflamasi), dan menghilangkan bengkak.
Tumbuhan obat ini dapat merusak sel trophocyt dan trophoblast,
berperan pada kondensasi sitoplasma dari sel tumor, piknosis,
menghancurkan inti sel, efektif untuk infeksi, dan merangsang
fagositosis (Wijayakusuma, 2004).
C. Uraian Bakteri Uji
1. Bacillus subtilis
a. Klasifikasi
Divisi

: Firmicutes

Kelas

: Bacilli

Bangsa

: Bacillales

Suku

: Bacillaceae

Famili

: Basillaceae

12

Marga

: Bacillus

Jenis

: Bacillus subtilis (Holt, 2000)

b. Sifat dan Morfologi


Termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang besar
yang menyerupai rantai. Basil ini membentuk spora dan bersifat
aerob. Sel-sel khas berukuran 1 x 34 m, mempunyai ujung yang
berbentuk empat persegi dan tersusun dalam rantai yang
panjang. Spora terletak pada tengah basil yang tidak bergerak.
Bakteri ini dapat menimbulkan meningitis, infeksi pada mata dan
bisul.
2. Escherichia coli
a. Klasifikasi
Divisi : Procaryotae
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa

: Enterobacteriales

Suku : Enterobacteriaceae
Marga

: Escherichia

Jenis : Escherichia coli (Holt, 2000)


b. Sifat dan Morfologi
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif berbentuk
batang pendek dan lurus dengan ukuran 0,4-0,7 m dan kadangkadang lebih pendek membentuk rantai. Bergerak dengan flagel
peritik atau tidak bergerak. Mudah tumbuh pada pembenihan

13

sederhana, tidak mempunyai spora dan kapsul. Umumnya


memfermentasikan laktosa membentuk asam dan gas, ada pula
yang tidak memfermentasikan glukosa dan maltosa. Dapat
ditemukan dalam usus mamalia, tumbuh optimal pada suhu 37 oC.
3. Pseudomonas aeroginosa
a. Klasifikasi
Divisi

: Proteobacteria

Kelas

: Gammaproteobacteria

Bangsa

: Pseudomonales

Suku

: Pseudomonaceae

Marga

: Pseudomonas

Jenis

: Pseudomonas aeruginosa (Holt, 2000)

b. Sifat dan Morfologi


Pseudomonas aeruginosa merupakan batang Gram negative
diameter 0,5-0,8 m, katalase positif yang motil dan banyak
dijumpai (biasanya di air dan tanah). Memiliki bau mirip anggur
yang khas dan menghasilkan pigmen yaitu piosianin. Dapat tumbuh
pada suhu 37oC, tidak tahan terhadap keadaan kering. Oleh karena
itu, mudah dibunuh dengan proses pemanasan dan pengeringan.
4. Staphylococcus aureus
a. Klasifikasi
Divisi

: Firmicutes

Kelas

: Bacilli

14

Bangsa

: Bacillales

Suku

: Staphylococcaceae

Marga

: Staphylococcus

Jenis

: Staphylococcus aureus (Holt, 2000)

b. Sifat dan Morfologi


Staphylococcus

aureus

adalah

bakteri

Gram

positif,

berbentuk kokus (diameter 1 mikron), bersifat katalase positif, tidak


bergerak bergerombol seperti buah anggur atau tidak tersebar dan
anaerob fakultatif. Bakteri ini termasuk mesofil dengan suhu
pertumbuhan berkisar antara 37-48oC, dan suhu optimum 35-40oC.
Nilai pH optimum adalah 6-7, pH minimum 4 dan pH maksimum
9,3-10. Bakteri ini memproduksi enterotoksin, serta toleran terhadap
garam dan aktivitas air rendah. Habitat bakteri ini adalah di kulit dan
alat pernapasan dan umumnya ditemukan pada 20-50% manusia
sehat.
5. Salmonella typhi
a. Klasifikasi
Domain

: Bacteria

Phylum

: Proteobacteria

Class

: Gamma proteobacteria

Ordo

: Enterobacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Salmonella

15

Spesis

: Salmonella thypi (Garrity, 2004 ; Entjang,


2003)

b. Sifat dan Morfologi


Batang, biasanya motil dengan flagelum peritrikus, catalase
positif. Kebanyakan galur akan tumbuh pada medium sintesis tanpa
faktor tumbuh khusus, dan dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon. Fakultatif anaerob.
6. Shigella dysenteriae
a. Klasifikasi
Domain

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Class

: Gammaproteobacteria

Ordo

: Enterobacteriaceae

Genus

: Shigella

Spesies

: Shigella dysentriae (Holt, 2000)

b. Sifat dan Morfologi


Batang nonmotil, Gram negatif. Tidak berkapsul, tumbuh
baik pada media nutrient dan tidak memerlukan faktor tumbuh
khusus. Tidak dapat menggunakan sitrat atau malonat sebagai
sumber karbon satu-satunya. Pertumbuhan dihambat oleh KCN.
Tidak

menghasilkan

H2S

Glukosa

dan

karbohidrat

lain

difermentasi dengan produksi asam, tetapi tanpa gas (Garrity,


2004).

16

7. Streptococcus mutans
a. Klasifikasi
Domain

: Bacteria

Phylum

: Firmicutes

Class

: Bacilli

Ordo

: Lactobacillales

Famili

: Streptococcaceae

Genus

: Streptococcus

Spesies

: Streptococcus mutans (Garrity, 2004; Entjang, 2003)

b. Sifat dan Morfologi


Streptococcus mutans bentuk bulat, termasuk bakteri
Gram positif dan biasanya tidak berpigmen. Berdiameter 0,5-1,5
m, koloni bulat cembeng dengan permukaan licin atau sedikit
kasar dan tepi seluruhnya atau sebagian tidak beraturan. Koloni
buram berwarna biru terang, bersifat fakultatif aerob, dapat tumbuh
pada suhu 45oC dan suhu optimumnya. Dinding sel terdiri dari
empat komponen antigenik yaitu peptidoglikan, polisakarida,
protein, dan asam lipokoat.
8. Vibrio sp
a. Klasifikasi
Domain

: Bacteria

Phylum

: Protobacteria

Class

: Gammaproteobacteria

17

Ordo

: Vibrionales

Family

: Vibrionaceae

Genus

: Vibrio

Spesies

: Vibrio sp (Garrity, 2004 ; Entjang, 2003)

b. Sifat dan Morfologi


Vibrio sp adalah bakteri Gram negative berbentuk batang
pendek, tidak membentuk spora, sumbunya melengkung atau
lurus 0,5 m, terdapat tunggal atau kadang-kadang bersatu dalam
bentuk S atau spiral. Motil dengan satu flagellum polar atau pada
beberapa spesies dengan dua atau lebih flagellum dalam satu
berkas polar. Mempunyai sferoplas, biasanya dibentuk dalam
keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan, tidak tahan
asam, dan tidak membentuk kapsul. Tumbuhan baik dan cepat
pada medium nutrient baku. Metabolisme dengan respirasi dan
fermentatif. Suhu optimum berkisar dari 18oC sampai 37oC.
D. Metode Sterilisasi
1. Sterilisasi secara Fisik
a. Pemanasan Basah
1. Autoklaf
Alat ini serupa tangkai minyak yang dapat diisi dengan uap air.
Autoklaf memiliki suatu ruangan yang mampu menahan tekanan
diatas 1 atm. Biasanya autoklaf sudah diatur sedemikian rupa,
sehingga pada suhu tersebut, tekanan yang ada 1 atmosfer per

18

1 cm2. Perhitungan waktu 15 atau 20 menit dimulai semenjak


thermometer pada autoklaf menunjukkan 121oC.
2. Tyndallisasi
Proses sterilisasi dengan cara menggunakan pemanasan
selama 30 menit dengan suhu 100oC dan dilakukan setiap hari
berturut-turut selama tiga hari.
3. Pasteurisasi
Proses pemanasan selama 30 menit pada suhu rendah yaitu
63-70oC dan dilakukan setiap hari selama tiga hari berturutturut.
b. Pemanasan Kering
1. Oven
Steriliasi ini dengan menggunakan udara panas. Alat-alat yang
disterilkan ditempatkan dalam oven dimana suhunya dapat
mencapai 160-180oC. Oleh karena daya penetrasi panas kering
tidak sebaiknya panas basah, maka waktu yang diperlukan
pada sterilisasi cara ini lebih lama yakni selama 1-2 jam.
2. Pembakaran
Pembakaran merupakan cara steriliasi yang 100% efektif, tetapi
cara ini terbatas penggunaannya.
c. Penyinaran dengan sinar gelombang pendek.
Mikroorganisme di udara dapat dibunuh dengan penyiaran
memakai sinar ultra violet. Panjang gelombang yang dapat

19

membunuh mikroorganisme adalah diantara 220-290 nm; radiasi


yang paling efektif adalah 253,7 nm (Djide, 2004).
2. Sterilisasi secara Kimia
Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap
seperti halnya alkohol. Umumnya isopropyl alkohol 70-90% adalah
yang termurah namun merupakan antiseptik yang sangat efektif dan
efisien (Djide, 2004).
3. Sterilisasi secara Mekanik
Untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi ataupun
tekanan tinggi akan mengalami perubahan ataupun penguraian,
sterilisasinya harus dilakukan secara mekanik. Misalnya dengan
saringan (Djide, 2004).
E. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut
dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat dan lain-lain
(Depkes RI, 2000).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman
adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut
organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan

20

proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara


konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Ditjen POM, 1986).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut (Harborne, 1987).
Berdasarkan pada parameter standar ekstrak Indonesia (Depkes
RI, 2000), terdapat beberapa cara ekstraksi yaitu :
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut
Cara dingin
a. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian
simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian
sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan ke dalam bejana tertutup
sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke
dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup
dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1
mL/menit, sehingga simplisia tetap terendam.
b. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian
simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian
ditambahkan cairan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5

21

hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu
disaring dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari.
Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan
ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya,
setelah lima hari lalu endapan dipisahkan.
Cara panas
a. Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara
berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap
penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi
oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif
dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai pipa sifon,
maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses
sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam
simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat
pada tabung sifon.
b. Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan
cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat
pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari
akan menguap, uap tersebut akan dikondensasi dengan pendingin
tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut,

22

demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kalidan setiap


kali ekstraksi selama 4 jam.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98 C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30C) dan
temperatur sampai titik didih air.
Ekstrak dibagi menjadi tiga macam yaitu (Ditjen POM, 1979) :
a. Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan
alam masih mengandung larutan penyari.
b. Ekstrak kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi
konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.
c. Ekstrak kering : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai
konsistensi padat (berwujud kering).

23

F. Metode Pemisahan
Kromatografi adalah suatu tehnik pemisahan, yang pertama kali
dipakai untuk memisahkan zat warna tanaman. Meskipun demikian
pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir
kebanyakan

pemisahan-pemisahan

secara

kromatografi

sekarang

diperuntukkan untuk senyawa-senyawa tak berwarna, termasuk gas


(Sastroamidjojo, 1985).
Pemisahan

secara

kromatografi

dilakukan

dengan

memperhitungkan beberapa sifat fisika dari zat yang menyusun suatu


campuran atau molekul.
Sifat-sifat fisika yang terlibat adalah (Gritter, 1991) :
1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan
2. Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorbs, penyerapan).
3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah keadaan uap.
Manfaat dilakukan kromatografi pada hakikatnya adalah dengan
tujuan untuk mengetahui senyawa apa yang ada (kualitatif), beberapa
kadarnya (kuantitatif) dan bagaimana memperoleh komponen yang murni
(preparatif) (Gritter, 1991).
Keuntungan-keuntungan dari tehnik kromatografi antara lain
merupakan metode pemisahan yang cepat dan mudah dan menggunakan
peralatan yang murah dan sederhana (kecuali untuk kromatografi gas)

24

hingga campuran yang kompleks dapat dipisahkan, hanya membutuhkan


campuran cuplikan yang sangat sedikit, dan pekerjaan dapat diulang
(Sastroamidjojo, 1985).
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.
Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan
ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambaan kapiler
(pengembangan) (Stahl, 1985).
Cara pemisahan dengan absorbs pada lapisan tipis absorben
yang

sekarang

dengan

kromatografi

lapis

tipis

(Thin

Layer

Chromatography atau TLC) kini dapat digunakan untuk memisahkan


berbagai senyawa seperti ion-ion organik, kompleks senyawa-senyawa
organik dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik sintetik (Adnan,
1997).
Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih
sering sistem mencoba-coba saja karena waktu yang diperlukan sebentar.
Pemilihan sistem pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk
memisahkan sampel yang bersifat nonpolar digunakan sistem pelarut non
polar. Cuplikan untuk kromatografi ditotolkan sekitar 5-100 g setiap
bercak. Penotolan dapat dilakukan dengan memakai pipa kapiler halus

25

yang dibuat dari pipa kaca sedemikian rupa. Proses pengembangan akan
lebih baik bila ruangan pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap
sistem pelarut, yang dilakukan dengan cara meletakkan kertas filter pada
dinding ruangan dengan dasar kertas tersebut tercelup pada sistem
pelarutnya (Adnan, 1997; Gritter, 1991).
Visualisasi dimaksudkan untuk melihat komponen penyusun yang
sudah terpisah setelah proses pengembangan. Proses visualisasi dapat
bersifat dekstruktif dan non desstruktif. Visualisasi destruktif digunakan
untuk KLT kualitatif dan kuantitatif sedangkan non destruktif untuk KLT
preparative, kualitatif dan beberapa KLT kuantitatif. Cara-cara visualisasi
antara lain dengan menggunakan iodin, sinar ultraviolet, asam sulfat
pekat, dan perekais semprot lainnya (Adnan, 1997; Gritter, 1991).
Kelebihan dari kromatografi lapis tipis ialah keserbagunaan,
kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh
kenyataan bahwa disamping selulosa, sejumlah penjerap yang berbedabeda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain dan
digunakan untuk kromatografi. Kecepatan KLT yang lebih besar
disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada pelat
dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa labil. Pada
beberapa pemisahan biasanya akan menguntungkan bila sifat penjerap
diubah dengan menambahkan garam anorganik (misalnya perak nitrat
untuk KLT pemerakan) dan hal ini paling baik dikerjakan ketika pelat
sedang disaput (Harborne, 1987).

26

KLT-Bioautografi
Bioautografi

adalah

suatu

metode

pendeteksian

untuk

menentukan suatu senyawa antimikroba yang belum terindentifikasi


dengan cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu
kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Pada bioautografi ini didasarkan atas efek biologi berupa
antibakteri, antiprotozoal, antitumor dan lain-lain dari substansi yang diteliti
(Djide, 2004).
Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik
difusi agar, dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT
ke medium agar yang teah diinokulasikan dengan merata pada bakteri uji
yang peka. Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat
zone hambatan di sekeliling dari spot pada KLT yang tela ditempelkan
pada medium agar. Zone hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa
aktif yang terdapat di dalam bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan
mikroorganisme uji (Djide, 2004).
Bioautografi dapat dipertimbangkan karena paling efisien untuk
mendeteksi komponen antimikroba, sebab dapat melokalisir aktivitas
meskipun dalam senyawa aktif tersebut terdapat dalam bentuk senyawa
kompleks dan dapat pula diisoasi langsung dari komponen yang aktif
(Djide, 2004).

27

Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu :


1. Bioautografi langsung
Prinsip kerja dari metode ini adalah suspensi mikrorganisme uji
yang peka dalam medium cair disemprotkan pada permukaan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang telah dihilangkan sisa-sisa eluen
yang menempel pada lempeng kromatogram. Setelah itu dilakukan
inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
2. Bioautografi kontak
Metode ini didasarkan atas difusi dari senyawa yang telah
dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas.
Lempeng kromatografi tersebut ditempatkan di atas permukaan
medium

Nutrient

Agar

yang

telah

diinokulasian

dengan

mikroorganisme yang sensitive terhadap senyawa antimikroba yang


dianalasis. Setelah 15-30 menit, lempeng kromatografi tersebut
diangkat dari permukaan medium. Senyawa antimikroba yang telah
berdifusi dari lempeng kromatogram ke dalam mdia agar akan
menghambat pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi pada waktu dan
suhu

tepat

sampai

noda

yang

menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme uji tampak pada permukaan membentuk zone yang


jernih.
3. Bioautografi pencelupan
Metode ini dilakukan dengan cara lempeng kromatografi yang
telah dielusi, diletakkan dalam cawan petri, sehingga permukaannya

28

tertutup oleh medium agar yang berfungsi sebagai based layer.


Setelah medium agar memadat, selanjutnya dituangi medium yang
telah disuspensikan dengan kultur mikroba yang berfungsi sebagai
seed layer. Kemudian diinkubasikan pada suhu dan waktu yang
sesuai.

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Rencana penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014
sampai dengan selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
B. Populasi dan Sampel
Sampel yang digunakan adalah daun Sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Ness) yang diperoleh langsung dari Kota Maros
Provinsi Sulawesi Selatan.
C. Metode Kerja
Jenis penelitian yang digunakan yaitu secara Eksperimental
Laboratorium.
D. Bahan dan Alat
1. Bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol, agar, aquadest,
biakan murni (Bacillus subtilis, Candida albicans, Escherichia coli,
Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi,
Shigella dysentriae, Streptococcus mutans, Vibrio Sp), dietil eter,
DMSO (Dimetil Sulfoksida), etanol, larutan NaCl fisiologis 0,9%,
medium Glukosa Nutrient Agar (GNA), dan sampel daun Sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness).

30

2. Alat yang digunakan


Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, bejana
maserasi, cawan petri, chamber (camag), corong pisah 500 ml,
erlenmeyer (lwaki Pyrex), gelas kimia 250 ml (lwaki Pyrex), gelas ukur
100 ml (lwaki Pyrex), inkubator (Memmert), Laminar Air Flow (LAF),
lampu UV 254 nm dan 366 nm, lempeng TLC 60 F254 (E.Merck),
mikropipet (Huawei), autoklaf (Smic model YX-280 B), oven (Fisher),
spektrofotometer UV (Genesis), timbangan analitik (AND), dan
timbangan kasar.
E. Prosedur Kerja
1. Penyiapan alat dan bahan
Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian
yang akan dilaksanakan.
2. Pengambilan dan Pengolahan sampel
a. Pengambilan Sampel
Sampel daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Ness) diambil dengan memetik daun, dipetik pada saat fotosintesis
maksimum terjadi yaitu antara pukul 08.00 11.00. Diperoleh dari
Kota Maros.
b. Pengolahan Sampel
Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)
yang telah diambil kemudian dipotong-potong kecil, selanjutnya

31

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa paparan sinar


matahari langsung.
c. Ekstraksi Sampel
Simplisia daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Ness) ditimbang 200 gram kemudian dimasukkan dalam wadah
maserasi. Cairan pengekstraksi yang sesuai, dimasukkan kedalam
wadah maserasi hingga seluruh simplisia terendam, lalu ditutup
rapat. Wadah maserasi disimpan pada tempat yang terlindungi dari
cahaya matahari langsung selama 5 hari sambil diaduk secara
periodik. Campuran kemudian disaring dan ampasnya direndam
lagi

dengan

cairan

penyari

yang

baru.

Proses

penyarian

selanjutnya dilakukan sebanyak 4 kali dengan etanol 96% setiap


kali sebanyak 1 L. Ekstrak cair dikumpulkan kemudian dipekatkan
hingga diperoleh ekstrak yang kental.
3. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang diperlukan dicuci dengan air suling, wadah
dengan mulut lebar dibersihkan dengan direndam dengan larutan
deterjen panas selama 15-30 menit diikuti dengan pembilasan
pertama-tama dengan HCl 0,1% dan terakhir dengan air suling. Alatalat dikeringkan dengan posisi terbalik diudara terbuka setelah kering
kemudian dibungkus dengan kertas perkamen. Tabung reaksi dan
Erlenmeyer terlebih dahulu disumbat dengan kapas bersih. Alat-alat
dari gelas disterilkan di oven pada suhu 180 oC selama 2 jam. Alat-alat

32

suntik dan alat-alat plastik lainnya (tidak tahan terhadap pemanasan


tinggi) disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Jarum ose disterilkan dengan pemanasan
langsung hingga memijar selama 30 detik.
4. Penyiapan Mikroba Uji
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bakteri
yaitu Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas aeroginosa,
Staphylococcus aureus, Salmonella typhosa, Shigella dyseteriae,
Streptococcus mutans, Vibrio sp dan jamur yaitu Candida albicans.
Stok bakteri dan jamur yang berasal dari stok kultur koleksi
Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMI diremajakan dalam medium
Glukosa Nutrien Agar (GNA) miring diinkubasi selama 24 jam untuk
bakteri pada suhu 37oC dan 72 jam untuk jamur pada suhu 27oC.
Setelah itu dapat digunakan sebagai mikroba uji.
5. Pembuatan Suspensi Mikroba Uji
Mikroba uji hasil peremajaan, disuspensikan dengan larutan
NaCl fisiologis steril lalu diukur transmitannya 25% untuk bakteri dan
75% untuk jamur menggunakan spektrofotometer UV-Visibel.
6. Skrining Antimikroba
Pada tahap skrining aktivitas, sebanyak 10 mg ekstrak sampel
dilarutkan dalam 200 l DMSO (200 l = 0,2 ml) dengan menggunakan
mikropipet, kemudian dicampurkan dengan 9,8 ml GNA yang telah
dicairkan dengan konsentrasi 1 mg/ml media hingga volume akhir 10

33

ml. Campuran tersebut dituang kedalam cawan petri dan digoyanggoyangkan agar rata dan dibiarkan memadat. Biakan mikroba uji yang
telah diencerkan diratakan dengan menggunakan metode drygalsky
(metode surface plate), kemudian cawan petri diinkubasi pada suhu
37oC selama 24 jam untuk bakteri dan suhu kamar selama 72 jam
untuk jamur (Hertiani, 2003).
7. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)
yang menunjukkan aktivitas yang paling tinggi ditotolkan pada lempeng
KLT ukuran 7x1 cm menggunakan pipa kapiler. Lalu dikembangkan
dengan menggunakan larutan pengembang yang sesuai di dalam
chamber. Lempeng dikeluarkan dari chamber dan diangin-anginkan
hingga cairan pengembangnya menguap. Kemudian kromatogram
yang dihasilkan diamati nodanya di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm, diberi tanda yang menghasilkan
flouresensi dan dihitung nilai Rf-nya.
8. Pengujian Secara KLT-Bioautografi
Hasil identifikasi KLT dengan larutan pengembang yang sesuai
dilanjutkan dengan cara media GNA steril sebanyak 10 ml dituang
kedalam cawan petri steril, lempeng KLT yang telah dielusi dengan
eluen yang cocok diletakkan diatas permukaan medium agar yang
telah diinokulasi dengan mikroba uji dan dibiarkan selama 60 menit
setelah itu lempeng tersebut diangkat dan dikeluarkan. Selanjutnya

34

media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk bakteri dan
pada suhu 27oC selama 72 jam untuk jamur.
9. Identifikasi Komponen Kimia
Kromatogram

disemprot

dengan

menggunakan

pereaksi

semprot sebagai berikut :


1. Alkaloid
a. Dragendorf HCl
Setelah lempeng disemprot dikeringkan diudara, akan tampak
bercak berwarna jingga sampai coklat.
b. Bauchardat
Setelah lempeng disemprot kemudian dikeringkan diudara
sehingga menghasilkan tampak bercak berwarna coklat.
2. Fenol
Besi (III) klorida
Lempeng

disemprot

dengan

FeCl3

sampai

tampak

bercak

berwarna biru, biru kehitaman, hijau atau biru hijau.


3. Flavonoid
Aluminium klorida
Setelah disemprot tampak bercak berpendar dalam sinar UV
366 nm.

35

4. Tanin
Besi (III) Klorida
Setelah

lempeng

disemprot

dengan

pereaksi

FeCl3

dan

dikeringkkan diudara, tampak bercak berwarna hijau.


5. Saponin
Vanillin-asam sulfat
Larutan ekstrak ditotolkan pada lempeng KLT dan dielusi dengan
eluen yang sesuai. Kemudian diamati bercak pada lampu UV 254
dan 366 dan disemprot dengan vanillin.saponin jika dideteksi
dengan pereaksi semprot vanillin-asam sulfat akan memberikan
warna biru sampai biru violet terkadang berupa bercak, merah,
kuning, biru tua, ungu, hijau atau berupa kuning kecoklatan
(Harborne, 1987).

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Hasil ekstraksi daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Ness)
Dari hasil ekstraksi sebanyak 210 gram daun Sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) dengan metode maserasi
menggunakan etanol 96% diperoleh 17,19 gram ekstrak etanol kental.
terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil ekstraksi daun Sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Ness)
Sampel

Bobot (gram)

Daun sambiloto

210 gram

Ekstrak etanol

17,19 gram

2. Pengujian skrining antibakteri


Hasil uji skrining daun sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f.)

Ness)

Pseudomonas

terhadap
aeroginosa,

Bacillus

subtilis,

Staphylococcus

Escherichia
aureus,

coli,

Shigella

dysentriae, Streptococcus mutans, Salmonella typhi, Vibrio cholerae.


diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Ness) dapat menghambat bakteri Escherichia coli,

37

Staphylococcus aureus, dan Shigella dysentriae. Hasilnya terlihat


pada tabel 2 gambar 4.
Tabel 2. Hasil skrining antibakteri ekstrak etanol daun sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) terhadap beberapa bakteri uji
No
1.

Sampel
Ekstrak etanol

Bakteri uji
BS

SD

PA SA
-

ST

SM

VC

EC

Keterangan :
SM
EC
PA
BS
ST
SA
VC
SD
+
-

= Streptococcus mutans
= Escherichia coli
= Pseudomonas aeruginosa
= Bacillus subtilis
= Salmonella typhi
= Staphylococcus aureus
= Vibrio cholera
= Shigella dysentriae
= Menghambat bakteri
= Tidak menghambat

3. Pemisahan senyawa secara KLT


Pemisahan senyawa dari ekstrak etanol daun Sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) secara Kromatografi Lapis
Tipis menggunakan eluen n- heksan : etil asetat (4 : 1) pada Ultra violet
254 nm diperoleh 6 bercak, pada penampak bercak lampu UV 366 nm
memperlihatkan 6 bercak. Hasilnya terlihat pada tabel 3 gambar 5.

38

Tabel 3. Hasil pemisahan senyawa ekstrak etanol daun sambiloto


(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) secara Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)

Penampak bercak pada


Bercak

UV 254

UV 366

Rf

Warna

Rf

Warna

1.

0.10

Coklat

0.10

Coklat

2.

0.23

Kuning

0.23

Merah muda

3.

0.32

Kuning

0.32

Merah muda

4.

0.41

Kuning

0.41

Merah muda

5.

0.50

Kuning

0.50

Merah muda

6.

0.63

Kuning

0.63

Merah muda

4. Hasil pengujian aktivitas antibakteri secara KLT- bioautografi


Pada pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol

daun

sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) secara KLTBioautografi didapatkan hasil ialah terdapat 1

bercak yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, 1 bercak yang


dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, dan 1
bercak yang dapat menghambat pertumbuhan Shigella dysentriae.
Hasilnya terlihat pada tabel 4 gambar 6, 7 dan 8.

39

Tabel 4 .Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol


sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) secara
KLT-Bioautografi
Warna pada penampak
bercak
UV 254 nm
UV 366 nm

No

Bercak

Rf

Bakteri Uji

1.

0.32

Kuning

Merah muda

EC

2.

0.23

Kuning

Merah muda

SA

3.

0.10

Coklat

Coklat

SD

Keterangan :
EC
SA
SD

= Escherichia coli
= Staphylococcus aureus
= Shigella dysentriae

5. Identifikasi komponen aktif


Hasil identifikasi dari kompenen kimia aktif ekstrak etanol daun
sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) dengan beberapa
pereaksi penampak bercak yaitu aluminium klorida, besi klorida,
dragendorf HCl, diperoleh bahwa komponen kimia pada noda yang
dapat menghambat bakteri uji memberikan hasil positif terhadap
penampak bercak golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan tanin.
Hasil identifikasi komponen kimia aktif terlihat pada tabel 5 gambar 9.

40

Tabel 5. Hasil identifikasi komponen kimia aktif dari kromatogram


ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Ness) menggunakan pereaksi penampak bercak.
No Komponen Kimia
1

Alkaloid
a.Dragendorf-HCl
Flavonoid
a. Aluminium
klorida
Tanin
a. FeCl3

Warna Pada
Penampak Bercak

Rf

Keterangan

Merah muda

0.10

(+) alkaloid

Berpendar

0.32

(+) Flavonoid

Bercak hijau

0.23

(+) Tanin

41

B. Pembahasan
Tanaman sambiloto sudah sejak lama digunakan sebagai tanaman
obat tradisional oleh masyarakat pedesaan. Umumnya, masyarakat
menggunakan daun sambiloto untuk menurunkan panas (antipiretik),
menghilangkan panas dalam, penawar racun, menghilangkan sakit
(analgetik), dan menghilangkan bengkak. Beberapa senyawa kimia yang
terkandung dalam daun sambiloto diantaranya seperti alkaloid, flavonoid,
tanin, dan andrographolid yang merupakan senyawa yang berkhasiat
sebagai antimikroba.
Sampel daun sambiloto yang digunakan berasal dari kota Maros.
Kemudian di timbang sampel segar sebanyak 210, dikeringkan dan
diekstraksi dengan metode maserasi. Ekstrak etanol daun Sambiloto
diperoleh

sebanyak

17,19

gram.

Ekstraksi

dilakukan

dengan

menggunakan pelarut etanol 96%. Metode maserasi dipilih karena untuk


menjaga agar senyawa kimia dalam sampel yang tidak tahan akan
pemanasan tidak rusak oleh pemanasan, selain itu metode ini mudah,
praktis, dan ekonomis. Penggunaan etanol 96% karena etanol adalah
cairan penyari yang bersifat semipolar, dimana etanol dapat menarik
senyawa-senyawa kimia yang memiliki kepolaran yang tinggi dan
kepolaran yang rendah pada sampel.
Skrining antibakteri dilakukan dengan menggunakan
Bacillus

subtilis,

Staphylococcus

Escherichia
aureus,

coli,

Salmonella

Pseudomonas
typhi,

Shigella

bakteri

aeroginosa,
dysentriae,

42

Streptococcus mutans, Vibrio Sp. Dasar pemilihan bakteri uji ini karena
sudah mewakili kelompok bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
Perbedaan komposisi membran sel yang menyebabkan kedua bakteri ini
memberikan respon yang berbeda terhadap antibakteri tertentu.
Hasil skrining aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol
daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness), pada kosentrasi
1mg/ml

masing-masing

dapat

menghambat

pertumbuhan

bakteri

Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Shigella dysentriae.


Pengujian dilanjutkan dengan pemisahan ekstrak etanol daun
sambiloto

(Andrographis

paniculata

(Burm.f.)

Ness)

secara

KLT

menggunakan campuran eluen n-heksan : etil asetat (4:1) dan diperoleh


hasil yaitu pada UV 254 nm diperoleh 6 bercak dan pada UV

366

diperoleh 6 bercak dan diperoleh nilai Rf 0.32, 0.23, dan 0.10 yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba uji Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Shigella dysentriae. Hal ini ditandai dengan adanya zona
bening pada permukaan medium.
Hasil identifikasi komponen kimia, diperoleh hasil bahwa daun
sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) positif mengandung
komponen kimia golongan alkaloid, flavonoid, tanin. Dan komponen kimia
aktif yang memberikan aktivitas antimikroba yaitu komponen kimia
golongan alkaloid dengan menggunakan pereaksi dragendrorf-HCl,
golongan tanin dengan pereaksi FeCl3 dan golongan flavonoid dengan
menggunakan pereaksi AlCl3.

43

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah


dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Ness) secara KLT-Bioautografi dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan bakteri Shigella
dysentriae.
2. Komponen

kimia

aktif

yang

memberikan

aktivitas

antibakteri

adalah flavonoid, tanin dan alkaloid pada nilai Rf 0.32, 0.23 dan 0.10.
B. Saran
Perlu dilakukan pengujian lanjutan daun sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Ness) pada
bentuk sedian tertentu.

hewan coba, dan diformulasi dalam

44

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1997.Tehnik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.


(EdisiPertama). Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta:Depkes RI.
Ditjen POM., 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djide, N., Sartini, dan Kadir, S., 2003.Mikrobiologi Farmasi Dasar.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Djide, M.N., 2004. Analisis MIkrobiologi Farmasi. Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi FMIPA. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Entjang, I., 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. PT. Citra Aditya Bakti :
Bandung.
Ganiswarna, S.G., 2007. Farmakologi dan Terapi. (Edisi V). Jakarta :
Badan Farmakologi FakultasKedokteran UI.
Garrity, G.M., Bell, J.A., dan Lilburn, T.G., 2004. Taxonomic Outline of The
Prokaryotes Bergeys Manual of Systematic Bacteriologi, (Second
Edition). Springer, New York Berlin : Hendelberg, United States of
America.
Gritter, R.J., 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan Padmawinata,
(Edisi III). Bandung : ITB.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern
Menganalisis
Tumbuhan,
diterjemahkan
oleh
Kosasih
Padmaewinata dan Iwang Soediro. (Edisi II). Bandung : Penerbit
ITB.
Hertiani, T., Palupi, S.I., Sanifertani., dan Nurwindasari, D.H., 2003. Uji
Invitro Antimikroba Terhadap Staphylococcus aureus, Shygella
dysentriae, dan Candida albicands Dari Beberapa Tanaman Obat
Tradisional Untuk Penyakit Infeksi. Jurnal Farmasi Indonesia
Pharmacon. 4 (2).89-95.

45

Holt, J.G., 2000. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology, 10 th


Edition, The William & Wilkins Company, Baltimore, Mryland
United states of America.
Muhlisah, F., 2007. Tanaman Obat Keluarga. Bogor: Penebar Swadaya.
Murwani, S., Dian N., 2012. Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Daun
Sambiloto
(Andrographis
paniculata)
Terhadap
Bakteri
Salmonella typhi Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran UBM :
Malang.
Prapanza, 2006. Khasiat dan Manfaat Sambiloto. Agromedia Pustaka:
Jakarta.
Sastroamidjojo, H., 1985. Kromatografi Liberty. Yogyakarta.
Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Penerbit ITB : Bandung.
Tjitrosoepomo, G., 1994. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.
Wijayakusuma, H., 2004. Bebas Diabetes Melitus. Jakarta: Puspa Swara.
Wijayanti, 2012. Ramuan Tradisional Lengkap untuk Berbagai Penyakit.
Yogyakarta: Aulia Publishing.

46

LAMPIRAN

Simplisia
Sukun(Andrographis
(Artocarpus altilis)
Simplisia
daun daun
Sambiloto
paniculata
(Burm.f.) Ness)
Maserasi dengan etanol 96%

Ekstrak etanol

Residu

Diuapkan
Ekstrak etanol kental

Uji Skrining Aktivitas


Antibakteri

Ekstrak aktif

Uji KLT Bioautografi

Identifikasi golongan
Komponen Kimia

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1 : Skema kerja aktivitas antibakteri ekstrak daun sambiloto


(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)

47

LAMPIRAN

Gambar 2 : Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)

Gambar 3 : Simplisia Daun Sambiloto (Andrographis paniculata


(Burm.f.) Ness)

48

Gambar 4. Foto hasil pengujian skrining ekstrak etanol daun


Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)
pada beberapa bakteri uji
Keterangan :
SA
SM
ST
EC
PA
BS
VC

= Staphylococcus aureus
= Streptococcus mutans
= Salmonella typhi
= Escherichia coli
= Pseudomonas aeruginosa
= Bacillus subtilis
= Vibrio cholerae

49

0.63
0.41

0.50
0.32

0.23
0.10

Gambar 5. Foto profil kromatogram ekstrak etanol daun Sambiloto


(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)
Keterangan :
A
: Kromatogram yang nampak UV 366 nm
B
: Kromatogram yang nampak UV 254 nm
Eluen : n-heksan : etil asetat (4:1)

50

0.32

Gambar 6. Foto hasil pengujian KLT- Bioautografi ekstrak etanol


daun sambiloto (Androraphis paniculata (Burm.f.)
Ness) terhadap bakteri Escherichia coli
Keterangan :
A
B
C
Eluen

: Cawan petri berisi bakteri Escherichia coli


: Kromatogram yang nampak UV 366 nm
: Kromatogram yang nampak UV 254 nm
: n-heksan : etil asetat (4 : 1)

51

0.23

Gambar 7. Foto hasil pengujian KLT- Bioautografi ekstrak etanol


daun sambiloto (Androraphis paniculata (Burm.f.) Ness)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Keterangan :
A
B
C
Eluen

: Cawan petri berisi bakteri Staphylococcus aures


: Kromatogram yang nampak UV 366 nm
: Kromatogram yang nampak UV 254 nm
: n-heksan : etil asetat (4 : 1)

52

0.10

Gambar 8. Foto hasil pengujian KLT- Bioautografi ekstrak etanol


daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Ness) terhadap bakteri Shigella dysentria
Keterangan :
A
B
C
Eluen

: Cawan petri berisi bakteri Shigella dysentriae


: Kromatogram yang nampak UV 366 nm
: Kromatogram yang nampak UV 254 nm
: n-heksan : etil asetat (4 : 1)

53

0.32
0.23
0.10

Gambar

10.

Foto
hasil
identifikasi
komponen
kimia
dari kromatogram ekstrak etanol daun sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness)
Keterangan :
A
B
C

: Kromatogram dengan penampak bercak


Dragendorf-HCl
: Kromatogram dengan penampak bercak FeCl3
: Kromatogram dengan penampak bercak AlCl3

Anda mungkin juga menyukai