Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah penyebab kematian yang utama. Pola penyebab kematian
di rumah sakit yang utama dari data Departemen Kesehatan Republik
Indonesia yang menyebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian di RS. Stroke merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker secara global.
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan
stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Angka kejadian stroke memang meningkat seiring bertambahnya usia.
Setiap penambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, risiko stroke meningkat
dua kali lipat. Selain itu, sekitar 5% orang Indonesia yang berusia diatas 65
tahun pernah mengalami setidaknya satu kali stroke. Untuk usia lebih dari 5
tahun, penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan
maupun di perdesaan (Riskesdas, 2007). Prevalensi nasional stroke adalah
0,8% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).
Koma merupakan permasalahan medis yang terus menjadi perhatian bagi
banyak kalangan, baik dari jaman para klinisi Yunani kuno sampai masa
sekarang. Gangguan kesadaran sebagai bagian yang lebih luas dari koma
telah menjadi pusat penelitian dari banyak ilmuwan, namun hingga kini masih
banyak aspek dari koma dan gangguan kesadaran yang masih menjadi
misteri. Meskipun demikian banyak kemajuan yang telah mampu dicapai oleh
dunia medis dalam penelusuran sebab, diagnosis dan tatalaksana dari koma.
Koma dan gangguan penurunan kesadaran merupakan gambaran dari
adanya gangguan atau kerusakan fungsi otak yang menyeluruh. Penanganan

medis dan intervensi di dalam koma dan gangguan penurunan kesadaran


harus dilakukan secara tepat dan sesegera mungkin untuk meminimalisir
kerusakan dan memperbesar kemungkinan pemulihan pasien. Kedua hal
tersebut di atas perlu dilakukan oleh karenanya otak manusia mempunyai
cadangan fungsi yang terbatas, sehingga apabila penanganan tidak dilakukan
segera tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengembalikan atau
mencegah kerusakan fungsi lebih lanjut.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
stroke dan koma khususnya pernanganan dan memberikan pertolongan
1.2.2

pada pasien gawat darurat


Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan
stroke dan koma
2. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien
dengan stroke dan koma
3. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan
stroke dan koma
4. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawata pada klien
dengan stroke dan koma
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah
dilakukan pada klien dengan stroke dan koma

BAB II
PEMBAHASAN
Stoke Hemoragik dan Non Hemoragik
2.1 Definisi Stroke

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan


oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular
Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak
(GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai
serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas,
invaliditas).
2.2 Anatomi Pembuluh Darah Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial
(Gambar 2.1.).
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri
karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi (Gambar 2.2).
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsifungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak
kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ (gambar 2.3.).

Gambar 2.1. Sel Glia Pada Otak

Gambar 2.2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak


Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.
2.3 Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit


meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.
(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolusembolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
6

a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.


b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Faktor Resiko Tambahan
1. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya
arteriosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah.
2. Kegemukan atau obesitas
3. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan kekentalan darah.
4. Riwayat keluarga dengan stroke
5. Lanjut usia
6. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia
dapat menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/
kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
7. Kadar asam urat darah tinggi
8. Penyakit paru- paru menahun.
2.4 Stroke Non Hemoragik
2.4.1 Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik dan proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinik:
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih
dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan
neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan Kausal:
a. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada


pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada
pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis
yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat.
Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah
ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
2.4.2

oksigen dan nutrisi ke otak.


Gejala Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejalagejala tersebut adalah:
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
a. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
a. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
b. Gangguan mental.
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e. Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
a. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
b. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

c. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).


4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b. Meningkatnya refleks tendon.
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo).
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
f. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria).
g. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
h. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
i. Gangguan pendengaran.
j. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
5. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparesis kontra lateral.
c. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
6. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
a. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap
baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak
memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
b. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan
membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia
adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
9

membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut


Global alexia.
c. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
d. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
e. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak
boleh melihat jarinya).
f. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang.
g. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan
bicara.
h. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatanmassa di otak.
i. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
2.4.3

sejumlah kemampuan.
Diagnosis Stroke Non Hemoragik
Diagnosis didasarkan atas hasil:
1. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko
stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko
seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
10

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat


membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral
(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan
tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali
dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik
perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan
subarakhnoid (PSA).
3. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti:
pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit),
hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia
darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).
2.5 Stroke Hemoragik
2.5.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke
hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia,
leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular.
2. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal.
Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%),
pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS
(20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

11

3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat
robeknya vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan
vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter
2.5.2

atau karena robeknya araknoidea.


Gejala Stroke Hemoragik
1. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah:
nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga
subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala
penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari, waktu
beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun
dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam,
23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
2. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat,
nyeri di leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada
pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku
kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan
selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada
fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam
setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena
pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah,
glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
3. Gejala Perdarahan Subdural
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri
kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi,
tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala
ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah

2.5.3

terjadinya trauma kepala.


Diagnosis Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan
dengan Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG),

12

Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan


Angiografi cerebral.
2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis.
Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CTAngiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography
(DSA).
3. Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto
tengkorak anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu,
dapat juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG. Oleh karena tidak
seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain,
misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala
klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)
Tanda Gejala
1. TIA Sebelum serangan

Skor
1

2. Permulaan serangan
Sangat mendadak (1-2 menit)
Mendadak (beberapa menit-1

6,5

jam)
Pelan-pelan (beberapa jam)
3. Waktu serangan
Waktu kerja (aktivitas)
Waktu istirahat/duduk/tidur
Waktu bangun tidur

6,5
1
6,5
1
1
10

4. Sakit kepala waktu serangan


Sangat hebat
7,5
Hebat
1
Ringan
Tak ada

13

5. Muntah
Langsung habis serangan

10

Mendadak (beberapa menit-

7,5

jam)
Pelan-pelan (1 hari atau

1
0

lebih)
Tak ada
10
6. Kesadaran
Hilang waktu serangan

10

(langsung)
Hilang mendadak (beberapa
menit-jam)
Guy's Hospital Score (1985)
Gejala/Tanda Klinis dan Skor
1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
Mengantuk + 7.3
Tak dapat dibangunkan + 14.6
2. Babinski bilateral + 7.1
3. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: +
21.9
4. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah
diastolik x 0.17)
5. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
6. Gagal jantung - 4.3
7. Kardiomiopati - 4.3
8. Fibrilasi atrial - 4.3
9. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3
10. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
11. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
12. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
13. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1
Pembacaan:
Skor :
< + 25: Infark (stroke non hemoragik)
> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)
+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1
< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%
14

Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik


(infark) 76-82%.
Ketetapan keseluruhan: 76-82%.
Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)
Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) +
(0.33x tekanan
darah diastolik) (0.99 x atheromal) 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x
tekanan darah
diastolik) (3 x atheroma) 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam:
tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma:

15

tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1


(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.

2.6 Epidemiologi Stroke


2.6.1 Distribusi Frekuensi Stroke
1. Menurut Orang
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 19972001, terdapat 264 orang penderita stroke iskemik pada usia 18-45
tahun, yang disebabkan oleh kelebihan lemak, merokok, hipertensi
dan riwayat stroke. Berdasarkan data penderita stroke yang
dirawat oleh Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke
Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi pada tahun 2002, terdapat 501
pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia 3050 tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan
usia 71-90 tahun sebesar 22,95%. Hasil penelitian Syarif. R di
Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun 1999-2003
menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan
suku penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar bersuku
Jawa sebanyak 120 orang (54,5%) dan yang terendah suku
Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan status perkawinan
penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawin
sebanyak 217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin
sebanyak 3 orang (1,4%).
2. Menurut Tempat

16

Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta


penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru
terjadi pertahun. Angka kematian penderita stroke di Amerika
adalah 50-100/100.000 penderita pertahun. Di China (2005),
terdapat 1,5 juta penderita stroke dan 1 juta penderita stroke
meninggal dunia dengan CFR 66,66%. Di India, angka prevalensi
stroke sebesar 8,6 per 100.000 populasi pertahun. Di Indonesia
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan
stroke, 125.000 orang meninggal dunia dengan CFR 25% dan
yang mengalami caca ringan atau berat dengan proporsi 75%
(375.000 orang).
3. Menurut Waktu
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7
juta jiwa di seluruh dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi
6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada
tahun 2030.Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun 2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah
penderita stroke tahun 2000 sebanyak 641 orang, tahun 2001
sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan tahun
2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan
penderita stroke yang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada
tahun1997 terdapat penderita stroke sebanyak 255 orang, tahun
1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393 orang dan
2.6.2

tahun 2000 sebanyak 459 orang.


Determinan Stroke
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke
sebesar 11-20%. Dari semua stroke, orang yang berusia lebih
dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%,
sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun,
dan 4% terjadi pada orang berusia <45 tahun.12 Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan
17

dengan desain case control, umur berpengaruh terhadap


terjadinya stroke dimana pada kelompok umur 45 tahun risiko
terkena stroke dengan OR: 9,451 kali dibandingkan kelompok
umur < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata lakilaki banyak
menderita stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke
1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.
c. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada
orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan
dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita
stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan
yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang
berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar
58,7%.
d. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh
darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia
kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena
stroke.Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun
1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko
terkena stroke sebesar 29,3%.
2. Faktor risiko yang dapat dirubah:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4
sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke
makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang
terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus

18

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun


tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang
lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik
Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus
mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya
risiko terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39
kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes
mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena
memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan
dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di
samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup
jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling
sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup
mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien
ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam
lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena
stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar
15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes
dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan
kemungkinan terkena serangan stroke.

19

f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density
Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh
darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
g. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi
aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes
melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat
merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua ini
mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan
meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial
dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke.
Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis
suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari
infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di

20

samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi


metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil
pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang
menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50%
pengguna narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.
2.7 Pencegahan Stroke
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya
yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
2.7.1 Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan
primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi
tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik
2.7.2

dan billboard.
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
1. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
2. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
3. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan

penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.


4. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang
2.7.3 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita
stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang
dilakukan adalah:
1. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama
dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral
diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung

21

(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi


koagulopati yang lain.
2. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat
antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
3. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok,
berhenti
4. mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang
2.7.4

gerak.
Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan
mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam
bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan
oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi
wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta
keluarga.
1. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua
adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang
air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan

22

minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang


lain.
2. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab
itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
3. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan
aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan
informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan
bantuan sosial.

Koma
2.8 Pengertian Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan
unarousable unresponsiveness, yaitu keadaan dimana dengan semua
rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan.
Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik
yang paling sering ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit,
melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor
serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja
dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk
memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam
penangan koma.
2.9 Patofisiologi koma

23

Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan derajat kesadaran. Jumblah


(kuantitas) input/rangsangan menentukan derajat kesadaran, sedangkan
kualitas kesadaran ditentukan oleh cara pengolahan input yang menghasilkan
output SSP. Pada topik koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat dari
kesadaran.
Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan
dibagi dua, spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merujuk kepada
perjalanan impuls aferen yang khas dimana menghasilkan suatu kesadaran
yang khas pula. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat
dinamakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu
titik di daerah korteks primer (penghantarannya berlangsung dari titik ke
titik), yang berarti bahwa suatu titik pada kulit yang dirangsang mengirimkan
impuls yang akan diterima oleh sekelompok neuron dititik tertentu daerah
reseptif somatosensorik primer. Setibanya impuls aferen di tingkat korteks
terwujudlah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik,
yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan, penghiduan
atau suatu pendengaran tertentu. Input yang bersifat non-spesifik adalah
sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen
non-spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai diffuse ascending reticular
system) yang terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia retikularis
medulla spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke
thalamus (inti intralaminar). Inti intralaminar yang menerima impuls nonspesifik tersebut akan menggalakkan dan memancarkan impuls yang
diterimanya menuju/merangsang/menggiatkan seluruh korteks secara difuse
dan bilateral sehingga timbul kesadaran/kewaspadaan. Karena itu, neuronneuron inti intralaminar disebut neuron penggalak kewaspadaan,
sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut
neuron pengemban kewaspadaan .
Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat
yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron
pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal
bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak
berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma

24

diensefalik). Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarkan


susunan anatomi, koma dibagi menjadi 2 yaitu koma kortikal bihemisferik dan
koma diensefalik.
1. Koma kortikal bihemisferik
Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara
struktur, metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain.
Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua, untuk metabolismenya
neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku
seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa
digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron
karena terhalang oleh blood brain barrier. Angka pemakaian
glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian
O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit. Glukosa yang digunakan
oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai untuk sintesis
lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun
infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi. Hasil akhir dari
proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi
mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di
dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka
infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada
perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.
Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma
Metabolik. Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain:
a. Hipoventilasi
b. Anoksia iskemik.
c. Anoksia anemik.
d. Hipoksia atau iskemia difus akut.
e. Gangguan metabolisme karbohidrat.
f. Gangguan keseimbangan asam basa.
g. Uremia.
h. Koma hepatik
i. Defisiensi vitamin B.
2. Koma diensefalik.
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation
retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak
kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2

25

bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi


infratentorial.
Lesi supratentorial.
Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak
hemisferium kea rah foramen magnum, yang merupakan satu-satunya
jalan keluaruntuk suatu proses desak didalam ruang tertutup seperti
tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon)
mengalami distorsi dan penekanan. Saraf-saraf otak mengalami
penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia retikularis mengalami
gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang
disertai gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf
otak okulomotorius dan trokhlearismerupakan cirri bagi proses desak
ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior serebri.
Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara lain: tumor
serebri, abses dan hematoma intrakranial.
Lesi infratentorial.
Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa
kranii posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum
yang mendesak system retikularis. Kedua, proses didalam batang
otak yang secara langsung mendesak dan merusak system retikularis
batang otak.
2.10 Etiologi
Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan keledai
menjadi kalimat SEMENITE. Selain itu ada juga beberapa buku yang
menggunakan jembatan keledai yang berbeda tetapi memiliki pengertian yang
sama. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan manakah yang
termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik.
S ; Sirkulasi gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)
E ; Ensefalitis akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
M ; Metabolik akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu
kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
E ; Elektrolit gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).
N ; Neoplasma tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan
penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema,
bradikardi, muntah).
I ; Intoksikasi keracunan.
26

T ; Trauma kecelakaan.
E ; Epilepsi.
2.11 Penatalaksanaan & Prognosis
Penatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut
prinsip 5 B :
1. Breathing
Jalan napas harus bebas dari obstruksi.
Posisi penderita miring agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila
muntah tidak terjadi aspirasi. Bila pernapasan berhenti segera
lakukan resusitasi.
2. Blood
Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf
pusat. Komposisi kimiawi darah dipertahankan semaksimal
mungkin, karena perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu
perfusi dan metabolisme otak.
3. Brain
Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita
kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau
karbamezepin 3 dd 200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu
difenilhidantoin diberikan intravena secara perlahan.
4. Bladder
Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi.
Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun
infeksi.
5. Bowel
Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang
memperburuk edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila
terdapat kesukaran menelan dipasang sonde hidung. Perhatikan
defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.
Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan
berdasarkan urutan SEMENITE
1. Sirkulasi
Perdarahan subaranoidal : Asam traneksamat 4 dd 1 gr iv perlahanlahan selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk

27

mencegah kemungkinan rebleeding. Nimodipin (ca blocker) untuk


mencegah vasospasme. Setelah 3 minggu sebaiknya dilakukan
arteriografi untuk mencari penyebab perdarahan, dan bila mungkin
diperbaiki dengan jalan operasi.
Perdarahan intraserebral: Pengobatan sama seperti diatas.
Pembedahan hanya dilakukan bila perdarahan terjadi di lokasi
tertentu, misalnya serebelum.
Infark otak : keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis
maupun emboli. Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3
kelompok :
1) Pengobatan terhadap edema otak, mis. Dengan mannitol
2) Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, mis. Dengan
citicholine / codergocrine mesylate /piracetam
3) Pemberian obat antiagregasi trombosit dan antikoagulan.
Penatalaksanaan secara lebih detil mengenai gangguan sirkulasi
dapat dibaca pada tulisan-tulisan lain mengenai CVA.
1. Ensefalomeningitis.
Meningitis purulenta : antibiotic
Meningitis tuberkulosa : dipakai kombinasi INH, rifampisin,
kanamisin, dan pirazinamide.
2. Metabolisme.
Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya.
Penatalaksanaannya terletak di bagian penyakit dalam.
3. Elektrolit dan endokrin.
Bagian penyakit dalam. Kalium selain menyebabkan gangguan saraf
juga dapat menyebabkan gangguan jantung.
4. Neoplasm.
Dilakukan oleh ahli bedah saraf.
5. Intoksikasi
penderita koma karena intoksikasi diberikan activator metabolic dan
diuresis paksa untuk mengeluarkan penyabab intoksikasi. Bila
memungkinkan berikan antidotnya.
6. Epilepsi
Secara umum, pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 x
bangkitan dalam setahun. Tegakkan diagnosis, jelaskan kepada
keluarga penderita seputar tujuan pengobatan dan efek samping.

28

Sesuaikan jenis obat dengan jenis serangan epilepsy yang di jumpai,


sebaiknya MONOTERAPI.
Mulailah dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap sampai
tercapai dosis efektif.
Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara
bertahap dan naikkan obat kedua bertahap.
Jika serangan tetap tidak terkontrol meskipun sudah mendapat
monoterapi / terapi optimal, sebaiknya rujuk ke spesialis saraf.
Pada status epileptikus :
1) Bayi dan anak ; dosis 15-20 mg / kgBB i.v
pemberian secara perlahan-lahan kurang dari 1-3 mg / kgBB /
menit.
2) Dewasa : dosis 10-15 mg / kgBB perlahan-lahan < 50 mg / menit
disusul dengan dosis rumatan 3-4 x 100 mg / hari,oral / i.v
Prognosis
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala seperti di bawah ini lebih dari
3 hari:
1. Adanya gangguan fungsi batang otak, seperti dolls eye phenomenon
negative, refleks kornea negative, refleks muntah negative.
2. Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya.
3. GCS yang rendah (1-1-1).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah penyebab kematian yang utama.Pola penyebab kematian di
rumah sakit yang utama dari data Departemen Kesehatan Republik Indonesia
yang menyebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai

29

penyebab kematian di RS.Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga


setelah penyakit jantung dan kanker secara global.
Stroke dibagi menjadi 2, stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Stroke non hemoragik di klasifikasikan menjadi 2 berdasarkan manifestasi
klinik yaitu serangan iskemik sepintas/transient ischemic attack, defisit
neurologik iskemik sepintas/reversable ischemic neurological deficit (RIND),
stroke progresif (progressive stroke/stroke in evaluation, stroke komplet
(completed stroke/permanent stroke). Berdasarkan kausal yaitu stroke
trombotik, stroke emboli/non trombotik. Stroke hemoragik di klasifikasikan
menjadi 2 yaitu perdarahan intraserebral (PIS), perdarahan subarakhnoidal
(PSA), perdarahan subdural.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan
unarousable unresponsiveness, yaitu keadaan dimana dengan semua
rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. Kesadaran dibagi dua yaitu
kualitas dan derajat kesadaran. Jumblah (kuantitas) input/rangsangan
menentukan derajat kesadaran, sedangkan kualitas kesadaran ditentukan oleh
cara pengolahan input yang menghasilkan output SSP. Pada topik koma kita
lebih menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran. Koma dibagi menjadi 2
yaitu koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik.
3.2 Saran
Untuk tenaga kesehatan untuk memperhatikan keadaan pasien, keluarga
pasien dan untuk seluruh masyarakat memperhatikan kesehatan diri sendiri.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan.

DAFTAR PUSTAKA
Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah
Mada University Press.
Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik
dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit
Dian Rakyat.

30

Dr.Stevent Sumantri (2009). Pendekatan Diagnostik dan Tatalaksana Penurunan


Kesadaran.Makalah
http://www.smallcrab.com/kesehatan/944-mengenal-koma di akses pada tanggal
26 April 2016 jam 16.00

31

Anda mungkin juga menyukai