PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah penyebab kematian yang utama. Pola penyebab kematian
di rumah sakit yang utama dari data Departemen Kesehatan Republik
Indonesia yang menyebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian di RS. Stroke merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker secara global.
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan
stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Angka kejadian stroke memang meningkat seiring bertambahnya usia.
Setiap penambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, risiko stroke meningkat
dua kali lipat. Selain itu, sekitar 5% orang Indonesia yang berusia diatas 65
tahun pernah mengalami setidaknya satu kali stroke. Untuk usia lebih dari 5
tahun, penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan
maupun di perdesaan (Riskesdas, 2007). Prevalensi nasional stroke adalah
0,8% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).
Koma merupakan permasalahan medis yang terus menjadi perhatian bagi
banyak kalangan, baik dari jaman para klinisi Yunani kuno sampai masa
sekarang. Gangguan kesadaran sebagai bagian yang lebih luas dari koma
telah menjadi pusat penelitian dari banyak ilmuwan, namun hingga kini masih
banyak aspek dari koma dan gangguan kesadaran yang masih menjadi
misteri. Meskipun demikian banyak kemajuan yang telah mampu dicapai oleh
dunia medis dalam penelusuran sebab, diagnosis dan tatalaksana dari koma.
Koma dan gangguan penurunan kesadaran merupakan gambaran dari
adanya gangguan atau kerusakan fungsi otak yang menyeluruh. Penanganan
BAB II
PEMBAHASAN
Stoke Hemoragik dan Non Hemoragik
2.1 Definisi Stroke
sejumlah kemampuan.
Diagnosis Stroke Non Hemoragik
Diagnosis didasarkan atas hasil:
1. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko
stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko
seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
10
11
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat
robeknya vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan
vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter
2.5.2
2.5.3
12
Skor
1
2. Permulaan serangan
Sangat mendadak (1-2 menit)
Mendadak (beberapa menit-1
6,5
jam)
Pelan-pelan (beberapa jam)
3. Waktu serangan
Waktu kerja (aktivitas)
Waktu istirahat/duduk/tidur
Waktu bangun tidur
6,5
1
6,5
1
1
10
13
5. Muntah
Langsung habis serangan
10
7,5
jam)
Pelan-pelan (1 hari atau
1
0
lebih)
Tak ada
10
6. Kesadaran
Hilang waktu serangan
10
(langsung)
Hilang mendadak (beberapa
menit-jam)
Guy's Hospital Score (1985)
Gejala/Tanda Klinis dan Skor
1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
Mengantuk + 7.3
Tak dapat dibangunkan + 14.6
2. Babinski bilateral + 7.1
3. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: +
21.9
4. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah
diastolik x 0.17)
5. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
6. Gagal jantung - 4.3
7. Kardiomiopati - 4.3
8. Fibrilasi atrial - 4.3
9. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3
10. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
11. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
12. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
13. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1
Pembacaan:
Skor :
< + 25: Infark (stroke non hemoragik)
> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)
+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1
< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%
14
15
16
18
19
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density
Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh
darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
g. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi
aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes
melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat
merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua ini
mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan
meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial
dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke.
Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis
suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari
infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di
20
dan billboard.
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
1. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
2. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
3. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan
21
gerak.
Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan
mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam
bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan
oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi
wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta
keluarga.
1. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua
adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang
air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
22
Koma
2.8 Pengertian Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan
unarousable unresponsiveness, yaitu keadaan dimana dengan semua
rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan.
Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik
yang paling sering ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit,
melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor
serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja
dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk
memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam
penangan koma.
2.9 Patofisiologi koma
23
24
25
T ; Trauma kecelakaan.
E ; Epilepsi.
2.11 Penatalaksanaan & Prognosis
Penatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut
prinsip 5 B :
1. Breathing
Jalan napas harus bebas dari obstruksi.
Posisi penderita miring agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila
muntah tidak terjadi aspirasi. Bila pernapasan berhenti segera
lakukan resusitasi.
2. Blood
Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf
pusat. Komposisi kimiawi darah dipertahankan semaksimal
mungkin, karena perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu
perfusi dan metabolisme otak.
3. Brain
Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita
kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau
karbamezepin 3 dd 200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu
difenilhidantoin diberikan intravena secara perlahan.
4. Bladder
Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi.
Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun
infeksi.
5. Bowel
Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang
memperburuk edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila
terdapat kesukaran menelan dipasang sonde hidung. Perhatikan
defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.
Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan
berdasarkan urutan SEMENITE
1. Sirkulasi
Perdarahan subaranoidal : Asam traneksamat 4 dd 1 gr iv perlahanlahan selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk
27
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah penyebab kematian yang utama.Pola penyebab kematian di
rumah sakit yang utama dari data Departemen Kesehatan Republik Indonesia
yang menyebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai
29
DAFTAR PUSTAKA
Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah
Mada University Press.
Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik
dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit
Dian Rakyat.
30
31