Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Latar Belakang Teori

Johnson pertama kali menyampaikan pandangan tentang model konseptualnya di

Universitas Vanderbilt pada tahun 1968. Modelnya merupakan yang pertama menyediakan

panduan baik sebagai petunjuk untuk memahami dan bertindak. Kedua ide tersebut (pertama

pemahaman dilihat sebagai sebuah proses, dimana sistem holistik perilaku dimediasi oleh

kerangka kerja yang kompleks dan kedua sebagai proses yang aktif dari stimulus dan respon)

memberikan dasar bagi pencetus teori lain untuk menyusun dan mengembangkan model

konseptual untuk praktek keperawatan. Pada tahun 1980 ia memperkenalkan Behavioral

System Model for Nursing.

Dorothy E. Johnson dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1919 di Savannah, Georgia. Ia

memperoleh gelar A.A. dari Armstrong Junior College di Savannah, Georgia pada tahun

1938; gelar B.S.N. dari Universitas Vanderblit di Nashville, Tennese pada tahun 1942; dan

gelar M.P.H dari Universita Havard di Boston pada tahun 1948. Selama karirnya akademik

Dorothy Johnson menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan praktek keperawatan,

pendidikan keperawatan, dan ilmu keperawatan. Sebagian besar pengalaman profesionalnya

melibatkan pengajaran, meskipun ia adalah staff perawat di Dewan Kesehatan Catham

Savannnah dari tahun 1943-1944. Ia telah menjadi instruktur dan asisten profesor dalam

perawat kesehatan anak (pediatric nursing) di Vanderbilt University School of Nursing. Dari

tahun 1949 sampai pensiunnya pada tahun 1978 dan pindah ke Florida, Johnson menjadi

asisten profesor bidang pediatric nursing dan asisten profesor ilmu keperawatan dan profesor

ilmu keperawatan di Universitas California Los Angeles.


4
Pada tahun 1955 dan 1956 Johnson menjadi penasehat pediatric nursing
yang ditugaskan di Sekolah Kesehatan Kristen bidang keperawatan di Vellore, India Selatan.

Disamping itu dari tahun 1965 sampai tahun 1967 ia mengepalai Komite Asosiasi Perawat

yang mengembangkan pernyataan posisi atas spesifikasi-spesifikasi untuk spesialis klinik.

Publikasi Johnson termasuk 4 buku, lebih dari 30 artikel berkala dan sejumlah laporan,

proceeding dan monograph. Salah satu dari sekian banyak penghargaan yang ia terima yang

paling dibanggakan adalah Faculty Award tahun 1975 dari mahasiswa-mahasiswa sarjana,

Lulu Hassenplug Distinguished Achievement Award dari Asosiasi Perawat California tahun

1977 dan Vanderbilt University Schol of Nursing Award for Excellence in Nursing tahun

1981. Ia senang bahwa model sistem perilakunya ternyata berguna dalam perkembangan

lebih jauh basis teoritis untuk keperawatan, tetapi dapat dikatakan bahwa sumber kepuasan

terbesar berasal dari kelanjutan karir produktif dari siswa-siswanya. Dorothy E. Johnson, RN,

MPH, FAAN meninggal pada bulan Februari 1999.

Johnson mengatakan bahwa teorinya berkembang dari ide-ide filosofis, teori dan

penelitian, latar belakang klinis yang ia punya dan bertahun-tahun pemikiran, diskusi, serta

berbagai tulisannya selama bertahun-tahun (Johnson, 1968). Dia mengutip sejumlah sumber

untuk teorinya. Teori dari Florence Nightingale bahwa perhatian keperawatan berfokus pada

orang dan bukan penyakit. Menurut keyakinan Nightingale tujuan keperawatan adalah

membantu individu-individu untuk mencegah atau mengobati penyakit atau cidera. Ilmu dan

seni merawat harus berfokus pada pasien sebagai individu dan bukan pada entitas penyakit

yang spesifik. Johnson memanfaatkan hasil kerja ilmu perilaku dalam psikologi, sosiologi

dan etnologi untuk membangun teorinya, ia menyandarkan sepenuhnya pada teori sistem dan

menggunakan berbagai konsep dan definisi teori sistem oleh Buckley, 1968; Chin, 1961;

Parsons & Shils, 1951; Rapoport, 1968; dan Von Bertalanffy, 1968. Sistem dinyatakan terdiri

dari bagian yang berkaitan untuk melakukan fungsi bersama-sama guna membentuk

keseluruhan. Dalam tulisannya, Johnson mengkonseptualkan manusia sebagai sistem


perilaku dimana hasil fungsi adalah observasi perilaku. Johnson juga mencatat bahwa

sejumlah subsistem dalam teorinya mempunyai dasar-dasar biologi. Analogi teori sistem

perilaku adalah teori sistem biologi, yang menyatakan bahwa manusia merupakan sistem

biologi yang terdiri dari bagian biologi dan penyakit adalah hasil gangguan sistem biologi.

Latar belakangnya sebagai perawat pediatric tampak jelas berpengaruh dalam

pengembangan modelnya. Johnson juga mengutip berbagai literatur tentang perkembangan

untuk mendukung validitas model sistem perilakunya (Ainsworth, 1964; Crandal, 1963;

Gerwirtz, 1972; Kagan, 1964; dan Sears, Maccoby, & Levin, 1954). Johnson menulis bahwa

keperawatan menyediakan kontribusi fungsi perilaku efektif pada pasien sebelum, selama dan

sesudah penyakit. la memakai konsep dari disiplin ilmu lain seperti sosialisasi, motivasi,

stimulasi kepekaan, adaptasi dan modifikasi perilaku untuk mengembangkan teorinya.

Sebagian konsep-konsep Johnson yang telah diidentifikasi dan didefinisi dalam

teorinya didukung literatur dari beberapa pakar. Leitch dan Escolona menyimpulkan

bahwa tekanan menyebabkan perubahan perilaku dan manifestasinya pada tiap individu

bergantung pada faktor eksternal dan internal. Johnson memakai teori Selye, Grinker,

Simmons dan Wolf untuk mendukung ide bahwa pola-pola spesifik perilaku merupakan

reaksi atas stressor baik dari sumber biologis, psikologis dan sosiologis (Marriner, 2001).

Dalam Conceptual Models of Nursing Practice, Johnson menjelaskan tujuh

subsistem yang memuat sistem perilaku karyanya. Guna mendukung subsistem keterikatan

(attachment-affiliative), ia menggunakan teori Ainsworth dan Robson. Heathers, Gerwitz,

dan Rosenthal telah menguraikan dan menjelaskan perilaku ketergantungan (dependency),

subsistem lain yang didefinisikan Johnson. Respon subsistem Ingesti (ingestion) dan

eleminasi (elimination) seperti yang dijelaskan oleh Walike, Mead dan Sears juga merupakan

bagian sistem perilaku Johnson. Hasil karya Kagan dan Resnik digunakan untuk mendukung

subsistem seksual (sexsual). Subsistem agresif (aggressive) yang fungsinya melindungi dan
memelihara didukung oleh Lorenz dan Feshbach. Menurut Atkinson, Feather dan Crandell

menyatakan ketrampilan-ketrampilan fisik, kreatif, mekanis dan sosial ditunjukkan oleh

prestasi perilaku, diman hal- hak tersebut merupakan bagian dari subsistem pencapaian

tujuan (achievment) yang diidentifikasi oleh Johnson (Marriner, 2001).

2.2 Definisi dan Konsep Mayor

1. Perilaku (Behavior). Johnson mendefinisikan perilaku sama seperti yang dinyatakan

oleh para ahli perilaku dan biologi yaitu output dari struktur dan berbagai proses

intraorganismik yang keduanya dikoordinasi dan diartikulasi serta bersifat responsif

terhadap berbagai perubahan dalam stimulasi sensori. Johnson fokus pada perilaku

yang dipengaruhi oleh kehadiran aktual dan tak langsung mahluk sosial lain yang

telah ditunjukkan mempunyai signifikansi adaptif utama.

2. Sistem (System). Dengan memakai definisi sistem oleh Rapoport tahun 1968,

Johnson menyatakan, "A system is a whole that functions as a whole by virtue of the

interdependence of its part." (Sistem merupakan keseluruhan yang berfungsi

berdasarkan atas ketergantungan antar bagian-bagiannya). Johnson menerima

pernyataan Chin bahwa terdapat organisasi, interaksi, interdependen dan integrasi

bagian dan berbagai elemen dalam sistem. Manusia berusaha menjaga keseimbanga

dalam bagian-bagian ini melalui pengaturan dan adaptasi terhadap kekuatan/tekanan

yang mempengaruhi mereka.

3. Sistem Perilaku (Behavior System). Sistem perilaku mencakup pola, perulangan dan

berbagai cara bersikap dengan maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk

unit fungsional yang terorganisasi dan terintegrasi, yang menentukan dan membatasi

interaksi antara seseorang dengan lingkungannya serta menciptakan hubungan

seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi dengan lingkungannya. Biasanya sikap
dapat digambarkan dan dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku berusaha untuk

mencapai stabilitas dan keseimbangan suatu fungsi dengan pengaturan dan adaptasi

yang efektif dan efisien.

4. Subsistem. Sistem perilaku memiliki banyak tugas untuk dikerjakan, sehingga

bagian-bagian dari sistem berubah menjadi subsistem-subsistem dengan tugas

tertentu. Suatu subsistem merupakan sistem kecil dengan tujuan khusus dan berfungsi

dengan baik sepanjang hubungannya dengan subsistem lain atau lingkungan tidak

diganggu. Tujuh subsistem yang diidentifikasi oleh Johnson bersifat terbuka,

terhubung dan saling berkaitan. Aktifitas subsistem-subsistem ini berubah secara

kontinyu dipengaruhi oleh motivasi, pengalaman dan proses belajar. Tujuh elemen

yang diidentifikasi oleh Johnson :

a. Subsistem Keterikatan (Attachemen-affiliatve).

Subsistem Attachemen-affiliative mungkin merupakan yang paling kritis, karena

subsistem ini membentuk landasan untuk semua organisasi sosial. Pada tingkatan

umum, hal ini memberikan kelangsungan (survival) dan keamanan (security).

Tujuan dari subsistem ini adalah untuk berhubungan atau terikat dengan orang

lain, mencapai intimasi dan inklusi. Fungsinya untuk menciptakan kejasama dan

hubungan interdependent dengan sistem sosial, mngembangkan dan menggunakan

kemampuan interpersonal untuk mencapai kedekatan dan inklusi, tempat berbagi,

agar terhubung dengan orang lain, menggunakan rasa percaya diri dalam arti yang

positif. Sebagai konsekuensinya adalah adanya inklusi sosial, kedekatan

(intimacy) dan susunan serta pemeliharaan ikatan sosial yang kuat.

b. Subsistem Ketergantungan (Dependency).

Dalam hal paling luas, subsistem dependency membantu mengembangkan

perilaku yang memerlukan respon pengasuhan atau perilaku untuk mencari


perawatan. Tujuan subsistem ini adalah untuk mempertahankan fokus perhatian,

persetujuan, asuhan, dan bantuan fisik, menjaga keseimbangan sumber daya

lingkungan yang dibutuhkan untuk proses pengasuhan dan menumbuhkan rasa

percaya. Fungsinya meningkatkan keyakinan diri, meningkatkan kewaspadaan

terhadap diri sendiri, mengkondisikan diri untuk perduli pada kebutuhan fisik

pribadi, menurunkan derajat ketergantungan (dari ketergantungan pada orang lain

menjadi ketergantungan pada diri sendiri), menumbuhkan kesadaran diri untuk

menerima keadaan bahwa dalam situsi tertentu kita memerlukan bantuan atau

tergantung pada orang lain, memfokuskan keinginan dan kebutuhan diri atau

orang lain dalam hubungan sosial, psikologikal dan kultural. Konsekuwensinya

adalah bantuan persetujuan, perhatian, pengenalan serta bantuan fisik. Derajat

interdependensi tertentu penting untuk kelangsungan kelompok sosial.

c. Subsistem Eleminasi (Eleminative)

Subsistem biologis eliminasi berkaitan dengan kapan, bagaimana dan dengan

kondisi apa kita membuang sampah tubuh serta mengekspresikan perasaan.

Mengatur pembuangan sampah tubuh dengan cara yang dapat diterima secara

sosial dan kultural. Respon-respon ini dikaitkan dengan sosial dan psikologis

seperti halnya pertimbangan biologis. Tujuan dari subsistem ini adalah untuk

membuang sampah biologis, mengeksternalisasi lingkungan biologi internal.

Fungsinya untuk mengenali dan menginterpretasikan input dari sistem biologis

melalui ekskresi sampah tubuh, untuk menjaga homeostasis fisik melalui ekskresi,

untuk mengatur pergantian kapasitas biologis yang berkaitan dengan ekskresi

sampah tubuh serta mengontrol ekskresi sampah tubuh, mengurangi perasaan

tegang pada diri sendiri, mengekspresikan perasaan-ide-emosi baik secara verbal

maupun non verbal.


d. Subsistem Ingesti (Ingestion)

Mengakomodasi diet dengan cara yang dapat diterima secara sosial dan kultural.

Tujuan subsistem ini adalah mengambil sumber daya yang dibutuhkan dari

lingkungan untuk menjaga integritas atau untuk mencapai kesenangan,

internalisasi lingkungan eksternal. Fungsinya untuk menjaga kelangsungan hidup

melalui intake nutrisi, merubah pola diet yang tidak efektif, mengurangi nyeri atau

mengurangi stres psikophysiological, memperoleh pengetahuan dan informasi

yang berguna bagi diri sendiri, mendapat kepuasan fisik dan psikis baik dari

substansi yang berkaitan dengan nutrisi maupun nonnutrisi.

e. Subsistem Seksual (Sexsual).

Tujuan subsistem ini adalah untuk memberi dan mendapatkan kepuasan sera

perhatian, pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan seks, memperhatikan dan

diperhatikan orang lain. Fungsinya untuk membangun konsep diri atau identitas

diri berdasarkan jenis kelamin, memproyeksikan image sebagai makhluk seksual,

mengenali dan menginterpretasikan input sistem biologis yang berkaitan dengan

kepuasan seksual, menjaga kwalitas hubungan yang melibatkan kepuasan seksual.

Subsistem seksual Memiliki fungsi garda yakni hasil (procreation) dan kepuasan

(gratification). Sistem respon ini dimulai dengan perkembangan identitas jenis

kelamin dan termasuk (dalam cakupan yang luas) perilaku-perilaku berdasar

prinsip jenis kelamin.

f. Subsistem Agresif dan Protektif (Aggressive and Protective).

Fungsi sistem agresif adalah perlindungan (protektif) terhadap ancaman aktual

ataupun potensial baik dalam bentuk obyek, orang atau ide serta pencapaian

terhadap perlindungan dan keunggulan diri sendiri. Fungsinya mengenal ancaman

(yang berasal dari sistem kesehatan, lingkungan, maupun sistem biologi) baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain, memobilisasi sumber daya untuk

merespon atau menanggapi ancaman, menggunakan mekanisme feedback untuk

menghadapi input (biologi, lingkungan dan kesehatan) yang mengancam,

melindungi tujuan yang sudah tercapai, melindungi keyakinan, melindungi

identitas atau konsep diri.

g. Subsistem Pencapaian (Achievement).

Tujuan Subsistem achievement adalah berusaha memanipulasi lingkungan.

Fungsinya menyusun tujuan yang sesuai, mengarahkan perilaku untuk mencapai

tujuan yang diinginkan, menerima penghargaan dari orang lain, membedakan

tujuan jangka menengah dan jangka panjang, menginterpretasikan feedback untuk

mengevaluasi pencapaian tujuan. Konsekwensinya dengan adanya subsistm ini

maka timbul perilaku mengontrol atau menguasai aspek pribadi atau lingkungan

pada beberapa standar kesempurnaan. Cakupan perilaku prestasi termasuk

kemampuan intelektual, fisikis, kreatif, mekanis, dan sosial (Basavanthappa,

2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001)

Johnson kemudian mengidentifikasi konsep-konsep lain yang menggambarkan lebih

jauh tentang teori manusia sebagai sistem perilaku. Equilibrium didefinisikan sebagai

kondisi akhir yang stabil tetapi kurang kekal, dimana di dalamnya individu berada dalam

keselarasan dengan dirinya dan dengan lingkungannya. Homeostasis adalah proses menjaga

stabilitas dalam sistem perilaku. Stabilitas adalah pemeliharaan suatu level atau daerah

perilaku tertentu yang dapat diterima. Ketidakstabilan (instability) terjadi saat sistem

mengalami overcompensate berkaitan dengan stress (tekanan). Ketika output energi

tambahan digunakan untuk merespon terhadap tekanan, sumber energi yang dibutuhkan

untuk menjaga stabilitas dikosongkan. Stressor adalah stimulan eksternal dan internal yang
menghasilkan tegangan (tension) dan menyebabkan ketidakstabilan. Tension adalah kondisi

dalam keadaan tegang atau rileks yang disebabkan karena disequilibrium dan merupakan

sumber potensial perubahan (Marriner, 2001).

2.3 Penjelasan Model Konsep


(Tomey & Alligood, 2006)

Model konsep dan teori keperawatan Johnson melakukan pendekatan pada sistem

perilaku: individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai

keseimbangan dan stabilitas (baik di lingkungan internal maupun di lingkungan eksternal),

memiliki keinginan mengatur dan menyesuaikan diri terhadap pengaruh dari lingkungan . Di

dalam sistem ini terdapat berbagai komponen subsistem yang membentuk keseluruhan

sistem, subsistem yang membentuk sistem perilaku menurut Johnson yaitu:

1. Gabungan (Attachemen-affiliatve), merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahan

dalam mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaian dalam kehidupan

sosial, keamanan, dan kelangsungan hidup.

2. Ketergantungan (Dependency), merupakan bagian yang membentuk sistem perilaku

dalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan.

3. Ingestif (Ingestion), yaitu memanfaatkan setiap sumber daya dari lingkungan untuk

menjaga integritas kehidupan atau untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu; untuk

internalisasi lingkungan eksternal, mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secara

sosial dan kultural.

4. Eliminasi (Elemination), merupakan bentuk pengeluaran segala sesuatu dari sampah atau

barang yang tidak berguna secara biologis serta mengekspresikan perasaan.

5. Seksual (Sexsual), digunakan dalam pemenuhan kebutuhan saling mencintai dan dicintai.
6. Agresif (Aggressive), merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungan

dari berbagai ancaman yang ada di lingkungan.

7. Achievement (Achievement), merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui keterampilan

yang kreatif (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001)

Subsistem di atas akan membentuk sebuah sistem perilaku individu, sehingga Johnson

memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi permasalahan klien harus dapat

berfungsi sebagai pengatur keseimbangan sistem perilaku tersebut. Klien dalam hal ini adalah

manusia yang mendapat bantuan perawatan dengan keadaan terancam atau potensial oleh

kesakitan atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan yang

ingin dicapai adalah mereka yang mampu berperilaku untuk memelihara keseimbangan atau

stabilitas dengan lingkungan. Menurut Johnason perawat mengkaji kebutuhan klien

berdasarkan kategori subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif

didalam lingkungannya, akan tetapi ketika stress menganggu adptasi normal perilaku klien

menjadi tidak dapat diduga dan tidak jelas. Perawat mengidentifikasi ketidakmampuan

beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam

memenuhi kebutuhan tersebut (Potter & Perry, 2005).

Teori sistem perilaku Johnson mengupas dua komponen utama: pasien dan perawatan.

Pasien merupakan sistem perilaku dengan tujuh subsistem yang saling berkaitan. Setiap

subsistem dapat digambarkan dan dianalisa dalam hal-hal persyaratan-persyaratan struktur

dan fungsi. Empat elemen struktural yang telah diidentifikasi termasuk : (1) dorongan

(drive) atau tujuan (goal); (2) set, kecenderungan betindak (predisposition); (3) pilihan

(choice), alternatif untuk bertindak; (4) perilaku (action/behavior). Setiap subsistem agar

dapat mencapai keadaan optimal memerlukan adanya perlindungan (protection), pengasuhan

(nurturance), dan stimuli (stimulation). Ketiga hal ini disebut sebagai persyaratan fungsionl

(functional requirement). Sistem dan subsistem cenderung memelihara diri sendiri (Self-
Maintaining) dan mengekalkan diri sendiri (Self Perpetuating) selama kondisi eksternal dan

internal sesuai dan dapat diprediksi. Jika kondisi-kondisi dan sumber daya penting terhadap

kebutuhan fungsi mereka tidak cocok atau interrelationship antar subsistem tidak harmonis,

akan menghasilkan perilaku disfungsional. Respon-respon subsistem dibangun melalui

motivasi, pengalaman, dan proses belajar serta dipengaruhi oleh faktor-lakior biologis,

psikologis dan sosial. Sistem perilaku berusaha untuk mencapai keseimbangan dengan

adaptasi terhadap stimulan lingkungan dan internal. Kondisi ketidakstabilan dalam sistem

perilaku menghasilkan kebutuhan terhadap intervensi perawatan. Identifikasi sumber masalah

dalam sistem mengarahkan tindakan perawatan yang cocok yang menghasilkan pemeliharaan

atau pemulihan keseimbangan sistem perilaku. Perawatan dilihat sebagai kekuatan regulator

eksternal yang bertindak unfuk memulihkan keseimbangan sistem perilaku.

2.4 Asumsi Mayor

1. Manusia

Johnson dalam teorinya memandang klien sebagai sistem perilaku. Sistem

perilaku yang teratur, berulang, sistematis, dan terorganisir dengan subsistem biologis

dan perilaku saling berhubungan dan saling tergantung. Klien dipandang sebagai

kumpulan subsistem perilaku yang saling berhubungan membentuk sistem

perilaku. Sistem dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks, tindakan atau

respon yang terbuka terhadap berbagai rangsangan yang ada di lingkungan sekitarnya

yang bertujuan dan fungsional (Auger, 1976). Cara berperilaku ini merupakan unit

fungsional terorganisir dan terpadu yang menentukan dan membatasi interaksi antara

orang dan lingkungan, dan menetapkan hubungan orang tersebut ke dalam objek,

peristiwa, dan situasi di lingkungan. Johnson (1980) menganggap perilaku bisa diatur,

punya tujuan dan diprediksi, perilaku bisa berfungsi secara efisien dan efektif
sepanjang waktu, dan cukup stabil serta berulang sehingga lebih terbuka untuk

dideskripsikan dan dieksplorasi. Manusia adalah sistem dari bagian-bagian

interdependent yang membutuhkan beberapa aturan dan pengaturan untuk menjaga

keseimbangan. Usaha-usaha manusia untuk membangun kembali keseimbangan

membutuhkan pengeluaran energi yang luar biasa, yang menyisakan sedikit energi

untuk membantu proses-proses biologis dan penyembuhan.

Bagian-bagian dari sistem perilaku disebut subsistem. Masing-masing subsistem

melaksanakan tugas khusus atau fungsi yang dibutuhkan untuk menjaga integritas

keseluruhan sistem perilaku dan mengelola hubungannya dengan

lingkungan. Masing-masing subsistem memiliki seperangkat respon perilaku yang

dikembangkan dan dimodifikasi melalui motivasi, pengalaman, dan proses belajar.

Johnson mengidentifikasi tujuh subsistem. Johnson mencatat bahwa tiap

subsistem ini ditemukan di berbagai budaya dan di berbagai skala filogenetik. Ia juga

mencatat pentingnya berbagai faktor sosial dan budaya yang terlibat dalam

pengembangan subsistem. Johnson tidak menganggap bahwa tujuh subsistem yang

telah dirumuskannya sebagai suatu patokan yang lengkap, karena melalui berbagai

penelitian kemungkinan akan bisa teridentifiasi subsistem yang baru (Johnson, 1980).

Setiap subsistem memiliki fungsi untuk memenuhi tujuan konseptual. Perilaku

fungsional merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi tujuan

tersebut. Perilaku ini bervariasi pada setiap individu tergantung pada usia seseorang,

jenis kelamin, motif, nilai-nilai budaya, norma sosial, dan konsep diri. Setiap

subsistem terdiri dari setidaknya empat komponen struktural yang berinteraksi dengan

pola tertentu. Komponen yang dimaksud adalah tujuan (goal), set (set), pilihan

(choice), dan tindakan (action).


Tujuan (goal) dari subsistem didefinisikan sebagai hasil yang diinginkan atau

konsekuensi dari perilaku. Dasar dari tujuan (goal) adalah dorongan (drive) yang

keberadaannya dapat didukung oleh penelitian ilmiah. Secara umum, dorongan

(drive) setiap subsistem adalah sama bagi semua orang, tetapi ada variasi antara tiap

individu dan antara individu dari waktu ke waktu) baik dari segi kekuatan dorongan,

bentuk dorongan, nilai yang melekat pada tujuan yang ingin dicapai. Dengan adanya

dorongan (drive) sebagai pendorong perilaku, tujuan dapat diidentifikasikan dan

berlaku secara universal. Set perilaku adalah kecenderungan untuk bertindak dengan

cara tertentu dalam situasi tertentu. Set perilaku merupakan pola perilaku yang relatif

stabil dan suatu pola kebiasaan yang timbul sebagai respon terhadap stimulius dan

dorongan tertentu. Perilaku merupakan hasil belajar dan dipengaruhi oleh

pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Set tediri atas dua komponen yaitu

ketekunan/kegigihan (perseveration) dan persiapan (preparation). Set

ketekunan/kegigihan (perseveration) mengacu pada kecenderungan yang konsisten

untuk bereaksi terhadap rangsangan tertentu dengan pola perilaku yang sama. Set

persiapan (preparation) tergantung pada fungsi set ketekunan/kegigihan

(perseveration). Fungsi set persiapan adalah menentukan prioritas untuk mengikuti

atau tidak berbagai rangsangan yang muncul.

Komponen ke tiga dan keempat dari subsistem adalah pilihan (choice) dan

tindakan (action/behavior). Pilihan (choice) mengacu pada daftar perilaku alternatif

untuk mencapai tujuan dan hasil terbaik yang diinginkan individu. Semakin banyak

atau luas alternatif perilaku yang dimiliki individu dalam situasi tertentu maka

semakin mudah individu tersebut untuk beradaptasi. Komponen struktural keempat

setiap subsistem adalah tindakan (action) individu yang bisa diamati. Diutamakan
pada efisiensi dan efektivitas perilaku dalam mencapai tujuan. Tindakan (action)

adalah tiap respon terhadap rangsangan yang bisa diamati.

Model Johnson mengatakan bahwa perilaku yang akan dipertahankan, harus

dilindungi (protection), diasuh (nurturance), dan distimuli (stimulation). Perilaku

yang dipertahankan membutuhkan perlindungan dari stimulus yang berbahaya bagi

kelangsungan sistem perilaku; pembinaan akan memberikan masukan yang adequat

untuk mempertahankan perilaku, dan stimulasi akan memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan yang berkelanjutan atas perilaku dan kemampuan melawan

stagnasi. Kekurangan dari salah satu atau semua hal tersebut akan mengancam sistem

perilaku secara keseluruhan atau fungsi efektif dari subsistem tertentu yang terlibat

langsung.

Secara ringkas, sistem perilaku adalah serangkaian ciri-ciri utama dan tindakan

yang bisa diamati dari seseorang yang menjelaskan interaksinya dengan

lingkungan. Ini adalah integrasi sistem respon yang adaptif berkaitan dengan berbagai

stimulus dan mengkomunikasikan status proses internal dengan lingkungan

sekitarnya. Oleh karena itu, meskipun masing-masing subsistem memiliki fungsi

khusus, sistem secara keseluruhan bergantung pada kinerja terpadu dari berbagai

subsistem yang menyusunnya.

2. Lingkungan

Dalam teorinya, Johnson menyebut adanya lingkungan internal dan

eksternal. Dia juga menyebutkan adanya interaksi antara individu dengan lingkungan,

objek, peristiwa, dan situasi di lingkungan. Dia mencatat bahwa ada kekuatan di

lingkungan yang mempengaruhi seseorang sehingga orang yang bersangkutan

meyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Dengan demikian, lingkungan terdiri

dari semua elemen yang bukan merupakan bagian dari individu sistem perilaku tetapi
mempengaruhi sistem dan bisa berfungsi sebagai sumber imperatif sustenal. Beberapa

elemen dapat dimanipulasi oleh perawat untuk mencapai kesehatan (sistem

keseimbangan atau stabilitas perilaku) pasien. Johnson tidak memberikan definisi lain

dari lingkungan, ia juga tidak mengidentifikasikan apa yang disebut lingkungan

internal dan lingkungan eksternal. Tetapi banyak yang dapat disimpulkan dari tulisan-

tulisannya, dan teori sistem juga menyediakan informasi tambahan ke dalam

komponen lingkungan model. Jonhson juga tidak mendefinisikan "lingkungan

internal" secara khusus dan tidak pula tercantum pada tulisan-tulisannya. Akan tetapi

ia memberikan informasi rinci tentang struktur internal dan bagaimana fungsinya. Dia

juga menulis bahwa penyakit atau perubahan lingkungan internal atau eksternal secara

tiba-tiba merupakan penyebab tersering atas kerusakan yang terjadi pada sistem

(Johnson, 1980).

3. Kesehatan

Johnson melihat kesehatan sebagai fungsi yang efektif dan efisien dari sistem,

serta sebagai keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku yang dipengaruhi oleh

faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial.

Keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku ditunjukkan oleh perilaku yang bisa

diamati yaitu bertujuan (purposeful), tertib (orderly), dan bisa diprediksi

(predictable). Perilaku dipertahankan jika terbukti efektif dan efisien dalam

mengelola hubungan individu dengan lingkungannya. Perilaku berubah ketika

efektivitas dan efisiensinya tidak lagi jelas, atau ketika tingkat fungsional yang lebih

optimal dirasakan. Individu dikatakan mencapai perilaku fungsional yang efektif dan

efisien jika perilaku mereka sesuai dengan tuntutan sosial, ketika mereka mampu

memodifikasi perilaku sehingga mendukung kepentingan biologis, ketika mereka

mampu mendapatkan manfaat sepenuhnya dari pengetahuan dan keterampilan tenaga


kesehatan selama ia sakit, dan ketika perilaku mereka tidak menyebabkan trauma

yang tidak perlu sebagai akibat dari penyakit (Johnson 1980). Ketidakseimbangan dan

ketidakstabilan sistem perilaku sebagai malfungsi dari sistem perilaku tidak dijelaskan

secara eksplisit, tetapi dapat disimpulkan dari pernyataan berikut:

Subsistem dan sistem secara keseluruhan cenderung mempertahankan diri (self-maintaining) dan

mengkekalkan diri (self perpetuating) selama kondisi lingkungan internal dan eksternal dari

sistem tetap teratur dan dapat diprediksi, kondisi dan sumber daya yang diperlukan untuk

kebutuhan fungsional mereka terpenuhi, dan hubungan timbal balik antara subsistem

harmonis. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, malfungsi perilaku yaitu tidak teratur (disorganized),

tidak menentu (erratic), dan disfungsional akan terjadi. Penyakit atau perubahan lingkungan

internal atau eksternal yang terjadi secara tiba-tiba merupakan penyebab tersering dari malfungsi

tersebut. (Johnson 1980).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan dan

ketidakstabilan sistem perilaku disamakan dengan penyakit. Namun, seperti Meleis

(1991) telah menunjukkan, kita harus mempertimbangkan penyakit yang mungkin

terpisah dari fungsi sistem perilaku. Johnson juga menyebut tentang kesehatan fisik

dan sosial, tetapi tidak secara khusus mendefinisikan kedua macam kesehatan

tersebut. Sama seperti kesimpulan tentang penyakit maka dapat disimpulkan bahwa

kesehatan adalah keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku serta perilaku yang

berfungsi secara efektif dan efisien.

4. Keperawatan dan Tindakan Keperawatan

Keperawatan dipandang sebagai layanan yang bersifat komplementer terhadap

terapi medis dan profesi kesehatan lainnya, tetapi memiliki kontribusi tersendiri bagi

kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Seni dan ilmu dalam memberikan bantuan

eksternal baik sebelum dan selama gangguan keseimbangan sistem. Johnson (1980)

menyatakan beda keperawatan dan kedokteran adalah bahwa keperawatan melihat

pasien sebagai sistem perilaku, dan kedokteran melihat pasien sebagai sistem
biologi. Dalam pandangan Johnson tujuan spesifik dari tindakan keperawatan adalah

untuk memulihkan, mempertahankan, atau mencapai keseimbangan dan stabilitas

sistem perilaku individu di tingkat tertinggi (Johnson, 1980). Tujuan ini dapat

diperluas untuk membantu individu mencapai tingkat keseimbangan dan fungsional

yang optimal jika memungkinkan dan dikehendaki (Parke, 2001).

Tujuan dari tindakan perawat adalah untuk mempertahankan atau

mengembalikan keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku individu, atau untuk

membantu individu mencapai tingkat keseimbangan dan fungsional yang lebih

optimal. Johnson tidak menentukan langkah-langkah dari proses keperawatan, tetapi

dengan jelas mengidentifikasi peran perawat sebagai kekuatan pengaturan dari

eksternal. Dia juga mengidentifikasi pertanyaan yang harus ditanyakan ketika

menganalisis fungsi sistem, dan memberikan klasifikasi diagnostik untuk

menggambarkan gangguan dan pedoman untuk intervensi.

Johnson (1980) mengharapkan perawat untuk melakukan penilaian dasar

terhadap keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku berdasarkan pengetahuan dan

sistem nilai eksplisit. Satu hal penting yang dinyatakan oleh Johnson tentang sistem

nilai adalah bahwa mengingat bahwa individu telah dilengkapi dengan pemahaman

yang memadai tentang potensi dan sarana untuk memperoleh tingkat fungsional

perilaku yang lebih optimal daripada pada saat ini, keputusan akhir terhadap level

fungsional yang diharapkan merupakan hak individu (Johnson, 1980). Sumber

kesulitan timbul dari stress struktural dan fungsional. Masalah struktural dan

fungsional berkembang ketika sistem tidak mampu memenuhi kebutuhan

fungsionalnya sendiri. Ketidakmampuan untuk memenuhi persyaratan fungsional

akan menimbulkan gangguan struktural. Selain itu, stres fungsional dapat ditemukan

sebagai akibat dari kerusakan struktural atau dari konsekuensi disfungsional perilaku.
Masalah lain berkembang ketika kontrol sistem dan mekanisme regulasi gagal untuk

berkembang atau menjadi rusak Parker, 2001).

Model Johnson ini mengklasifikasikan empat diagnostik untuk menggambarkan

gangguan ini. Gangguan dalam setiap subsistem diklasifikasikan sebagai Insufisiensi

(Ketidakcukupan), terjadi saat subsistem tidak berfungsi atau tidak berkembang

sesuai kapasitas maksimal karena tidak memadainya persyaratan fungsionl (functional

requirement: perlindungan-asuhan-stimulus), atau sebagai Disceprancy

(Ketidaksesuaian), terjadi ketika perilaku tidak sesuai dengan konsep

tujuan. Gangguan yang ditemukan pada lebih dari satu subsistem diklasifikasikan

sebagai Incompatibility(Ketidakcocokan), disebut demikian ketika terjadi konflik

dari dua atau lebih subsistem perilaku dalam situasi yang sama sehingga merugikan

individu, atau sebagai Dominance (Dominasi), terjadi saat salah satu subsistem

perilaku digunakan lebih dominan dari yang lain, sehingga merugikan subsistem

lainnya. Area ini juga di yakini oleh Johnson sebagai sesuatu yang akan terus

berkembang (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker

2001)

Elemen penting berikutnya adalah intervensi keperawatan yang digunakan untuk

merespon ketidakseimbangan sistem perilaku. Langkah pertama adalah menemukan

sumber kesulitan atau asal masalah. Ada sedikitnya tiga jenis intervensi keperawatan

yang dapat digunakan untuk membawa perubahan. Pertama Perawat mencoba untuk

memperbaiki unit struktural yang rusak dengan mengubah set dan choice

individu. Kedua untuk sementara perawat menerapkan tindakan pengaturan dan

kontrol. Perawat bertindak di luar lingkungan pasien untuk menyediakan kondisi,

sumber daya, dan kontrol yang diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan

sistem perilaku. Perawat juga bertindak di dalam dan terhadap lingkungan eksternal
dan interaksi internal subsistem untuk membuat perubahan dan memulihkan

stabilitas. Yang ketiga, dan yang paling umum, modalitas pengobatan yaitu

menyediakan atau membantu klien menemukan persyaratan fungsional

(perlindungan-asuhan-stimulus) untuk dirinya sendiri. Perawat dapat memberikan

asuhan/nurturance (sumber daya dan kondisi yang diperlukan untuk kelangsungan

hidup dan pertumbuhan, melatih klien untuk mengatasi rangsangan baru, mendorong

perilaku efektif), stimulasi/stimulation (pemberian stimulus yang menumbuhkan

perilaku baru atau peningkatan perilaku, motivasi untuk perilaku tertentu,

dan memberikan peluang untuk perilaku yang sesuai), dan perlindungan/protection

(melindungi dari stimuli berbahaya, membela dari ancaman yang tidak perlu,

menghadapi ancaman atas nama individu). Perawat dan klien menegosiasikan rencana

perawatan.

Dengan mengamati hal spesifik dalam prakteknya. Literatur keperawatan, dan

penelitian Johnson telah menggunakan bentuk logika penalaran logika induktif (inductive

reasoning) untuk mengembangkan teorinya. la menyatakan bahwa inti yang umum

terdapat dalam perawatan. dimana para praktisi menggunakan dalam banyak setting dengan

beragam populasi. Johnson memanfaatkan observasi perilakunya selama bertahun-tahun

untuk memformulasikan teori umum tentang manusia sebagai sistem perilaku.

2.5 Penerimaan Oleh Keperawatan

Hal mendasar bagi setiap disiplin profesional adalah pengembangan dari inti

pengetahuan (body of knowledge) yang dimiliki secara ilmiah untuk memandu praktiknya.

Model Sistem Perilaku Johnson merupakan sarana untuk mengidentifikasi, dan

mengklasifikasi fenomena penting dalam keperawatan. Model ini telah digunakan oleh

perawat sejak awal 1970-an dan telah menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan
media bagi pertumbuhan teoritis; menyediakan organisasi dan landasan bagi perawat untuk

memikirkan, observasi, dan interpretasi dari apa yang diamati, memberikan struktur yang

sistematis dan rasional untuk kegiatan, memberikan arahan untuk mencari pertanyaan-

pertanyaan penelitian yang relevan, memberikan solusi untuk masalah perawatan pasien, dan,

akhirnya, memberikan kriteria untuk menentukan apakah masalah telah terpecahkan.

1. Penelitian

Stevenson dan Woods (1986) menyatakan: ilmu keperawatan merupakan

domain pengetahuan yang bersangkutan dengan adaptasi individu dan kelompok

untuk masalah kesehatan aktual atau potensial, lingkungan yang mempengaruhi

kesehatan manusia dan intervensi dengan tujuan mempromosikan kesehatan dan

mempengaruhi konsekuensi penyakit. Pernyataan ini memfokuskan upaya dalam

ilmu keperawatan pada perluasan pengetahuan tentang masalah kesehatan klien dan

terapi keperawatan. Perawat peneliti telah menunjukkan kegunaan model

keperawatan Johnson dalam praktek klinis dengan berbagai cara. Sebagian besar

penelitian memfokuskan pada fungsi klien dalam hal memelihara atau memulihkan

keseimbangan sistem perilaku, pemahaman sistem dan atau subsistem dengan

berfokus pada ilmu-ilmu dasar, atau berfokus pada perawat sebagai agen dari

tindakan yang menggunakan teori perilaku Johnson untuk mengumpulkan data

diagnostik atau memberikan perawatan yang mempengaruhi keseimbangan sistem

perilaku.

Dr. Anayis Derdiarian dalam program penelitiannya melibatkan baik klien dan

perawat sebagai agen dari tindakan. Penelitian awal dirancang untuk mengukur dan

menggambarkan perubahan perilaku yang dirasakan pasien kanker, menggunakan

perspektif model perilaku Johnson (Derdiarian, 1983; Derdiarian & Forsythe,

1983). Penelitian ini didasarkan pada premis Johnson bahwa penyakit adalah
stimulus berbahaya yang mempengaruhi keseimbangan sistem perilaku. Hasil yang

ditunjukkan oleh instrumen memiliki validitas isi, konsistensi internal dan

reliabilitas yang kuat. Studi lanjutan (Derdiarian, 1988) menjelaskan pengaruh

variabel usia, tempat, dan stadium kanker pada "set" perilaku dari subsistem model

perilaku Johnson. Penelitian ini juga semakin menguatkan validitas instrument yang

digunakan yaitu model perilaku Johnson. Dalam beberapa artikelnya Derdiarian

(1991) menunjukkan hubungan yang jelas antara teori keperawatan Johnson dan

praktek keperawatan. Didasarkan pada teori perilaku Johnson Derdiarian

mengembangkan Derdiarian Behavorial System Model.

Holady (1974) meneliti pola normal dan atipikal perilaku anak-anak dengan

penyakit kronis dan perilaku orang tua mereka, serta keterkaitan antara anak-anak

dan lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan penyebab

ketidakstabilan dalam dan di antara subsistem (misalnya, kerusakan di mekanisme

regulasi atau pengendalian internal), dan untuk mengidentifikasi sumber masalah

dalam menyeimbangkan sistem perilaku. Pada tahun yang sama Holaday

membandingkan perilaku prestasi anak sakit kronis dan sehat. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa anak-anak sakit kronis berbeda dalam kecenderungan

attributional bila dibandingkan dengan anak-anak yang sehat, dan bahwa pola

respon berbeda dalam kelompok sakit kronis bila dibandingkan dengan dimensi

tertentu (misalnya, jenis kelamin, usia saat diagnosis). Seri berikutnya studi

menggunakan konsep "set perilaku" dan meneliti bagaimana ibu dan bayi mereka

yang sakit kronis berinteraksi (Holaday, 1981, 1982, 1987).

Penelitian terbaru (Holaday, Turner-Henson, & Swan, 1997) melihat model

perilaku Johnson secara holistic dimana diasumsikan bahwa semua proses-bagian

biologis, fisik, psikologis, dan sociocultural saling berhubungan.. Hasil penelitian


menunjukkan bahwa dampak dari kurangnya kebutuhan fungsional pada perilaku

anak dapat diketahui, identifikasi ketidakseimbangan sistem perilaku dapat

dilakukan dan jenis dan bentuk intervensi keperawatan spesifik untuk mengatasi hal

tersebut.

Wilke, Lovejoy, Dodd, dan Tesler (1988) teori Johnson digunakan untuk

memeriksa perilaku pengontrolan nyeri pada pasien kanker. Temuan mereka

mendukung asumsi bahwa perilaku subsistem agresif / pelindung dikembangkan

dan dimodifikasi dari waktu ke waktu. Lovejoy (1983) menemukan bahwa persepsi

anak-anak leukemia dipengaruhi oleh gangguan perilaku pada keluarga.

Lewis dan Randell (1990) teori sistem perilaku Jhonson digunakan untuk

mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang paling umum terjadi pada pasien

geopsychiatric yang dirawat di rumah sakit. Mereka menemukan bahwa 30% terkait

dengan subsistem pencapaian (achievement). Mereka juga menemukan bahwa

model sistem perilaku Johnson ini lebih spesifik daripada diagnosis

NANDA. Poster, Dee, dan Randell (1997) menemukan bahwa model sistem

perilaku Jhonson merupakan kerangka kerja yang efektif untuk digunakan

mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada pasien. Semua studi ini telah

menunjukkan bahwa model sistem perilaku Jhonson memperkaya body of

knowledge dari keperawatan.

2. Pendidikan

Model Johnson digunakan sebagai dasar untuk pendidikan sarjana di UCLA

School of Nursing. Kurikulum dikembangkan oleh fakultas, namun tidak ada materi

yang dipublikasikan tersedia yang menjelaskan proses ini. Universitas Hawai,

Alaska, dan Colorado juga menggunakan Model Johnson sebagai dasar untuk

kurikulum sarjana mereka.


Loveland-Cherry dan Wilkerson (1983) menganalisa dan menyimpulkan bahwa

model Johnson dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum. Fokus utama

dari program ini adalah mempelajari manusia sebagai sistem perilaku. Sebagai

tambahan untuk memahami teori sistem-sistem, siswa juga memerlukan

pengetahuan dalam bidang biologi dan perhatian pada bidang psikologi dan

sosiologi.

3. Praktik dan Administrasi Keperawatan

Johnson telah mempengaruhi praktek keperawatan karena ia memungkinkan

perawat untuk membuat pernyataan tentang hubungan antara input dan hasil

perawatan kesehatan bagi klien. Model ini berguna dalam praktek karena

mengidentifikasi suatu produk akhir (menyeimbangkan sistem perilaku), yang

merupakan tujuan keperawatan. Model ini menyediakan sarana

untuk mengidentifikasi sumber masalah dalam sistem. Salah satu contoh terbaik dari

penggunaan model dalam praktik yang telah di University of California, Los

Angeles, Rumah Sakit Neuropsikiatrik (UCLA-NPI). Auger dan Dee (1983)

merancang suatu sistem klasifikasi pasien menggunakan model Johnson

tersebut. Penggunaan model memiliki dampak besar pada semua tahapan proses

keperawatan, termasuk proses pengkajian yang lebih sistematis, identifikasi

kekuatan pasien sebagai area masalah, dan kriteria hasil untuk mengevaluasi

kualitas asuhan keperawatan (Dee & Auger , 1983). Karya-karya awal Dee dan

Auger mengakibatkan perbaikan lebih lanjut dalam sistem klasifikasi

pasien. Perilaku indeks untuk setiap subsistem telah lebih lanjut dioperasionalkan

dalam hal perilaku kritis adaptif dan maladaptif. Data perilaku dikumpulkan untuk

menentukan efektivitas setiap subsistem (Desember & Randell, 1989; UCE,

1990). Berdasarkan data perilaku, setiap subsistem diberi skor kategori perilaku
berkisar antara 1 sampai 4 (1 = efektif; 2 = tidak konsisten efektif; 3 = tidak efektif,

dan 4 = sangat tidak efektif). Selain itu, data yang dikumpulkan untuk menentukan

sejauh mana lingkungan internal dan eksternal melindungi, memelihara, dan / atau

merangsang subsistem perilaku. Proses diagnostik didasarkan pada tingkat

efektivitas atau pada efektivitas setiap subsistem perilaku. Skor kategori

keseluruhan perilaku ditentukan untuk sistem keseluruhan perilaku berkisar antara 1

sampai 4 (1 = kesehatan, 2 = potensial untuk deviasi kesehatan; 3 = penyakit; dan 4

= penyakit kritis). Pembentukan dan penetapan prioritas tujuan dilakukan antara

pasien / keluarga dan perawat (Dee & Randell, 1989). Intervensi Keperawatan

disusun berdasarkan frekuensi, intensitas, dan sifat kontrak keperawatan. Prediksi

hasil dan tujuan jangka pendek digunakan untuk menentukan apakah peningkatan

efektivitas perilaku telah tercapai. Nilai tersebut memberikan dasar untuk

mengalokasikan sumber daya. Sumber daya dialokasikan berdasarkan tingkat

intervensi keperawatan, dan kebutuhan sumber daya dihitung berdasarkan jumlah

pasien berdasarkan tingkat intervensi keperawatan dan jam asuhan keperawatan

yang terkait dengan masing-masing tingkat (Dee & Randell, 1989) . Pengembangan

sistem ini telah memberikan petunjuk pada administrasi keperawatan dengan cara

mengidentifikasi tingkat staf yang diperlukan (berapa jumlah registered nurse dan

berapa jumlah perawat vokasional), tagihan pasien untuk layanan asuhan

keperawatan yang sebenarnya, dan mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

mutlak diperlukan pada saat terjadi pembatasan anggaran. Penelitian terbaru telah

menunjukkan pentingnya database catatan medis berbasis model-keperawatan

(Poster, Dee, & Randell, 1997) dan efektivitas penggunaan model untuk

mengidentifikasi karakteristik dari sebuah rumah sakit besar dalam kaitannya

dengan keperawatan, tingkat fungsional pasien dalam proses penerimaan pasien


baru serta discharge planning, serta lama dirawat (Dee, Van Servellen, & Brecht,

1998). Karya Vivien Dee dan rekan-rekannya telah menunjukkan validitas dan

kegunaan dari model sistem perilaku Johnson sebagai dasar untuk praktek klinis

keperawatan dalam setting pelayanan kesehatan. Dari hasil kerja mereka, jelas

bahwa model sistem perilaku Johnson membentuk kerangka kerja yang sistematis

untuk pengkajian pasien dan intervensi keperawatan, memberikan kerangka acuan

umum untuk semua praktisi dalam pengaturan klinis, memberikan kerangka kerja

pada staf tentang perawatan pada klien , dan meningkatkan kontinyuitas layanan

keperawatan.

2.6 Kelemahan Teori

1. Teori Johnson relatif sederhana dalam hubungan beberapa konsep. Manusia

digambarkan sebagai sistem perilaku yang terdiri dari tujuh subsistem. Perawat

merupakan kekuatan pengaturan eksternal. Akan tetapi teori tersebut berpotensi

menjadi komplek karena sejumlah kemungkinan inter relasi antar sistem perilaku dan

diantra sistem perilaku dan subsistem-subsistemnya. Meski demikian pada titik ini

hanya sedikit diantara hubungan potensial tersebut yang tergali.

2. Teori Jhonson relatif tak terbatas saat diterapkan pada individu yang sakit. Tetapi ia

belum banyak dipakai pada individu atau kelompok yang kondisinya baik. Johnson

menganggap manusia sebagai sistem perilaku tersusun atas tujuh subsistem,

kumpulan sistem-sistem perilaku interaktif. Peranan perawat dalam kondisi tidak-

berpenyakit tidak didefinisikan dengan jelas.

3. Kesesuain empiris sulit dicapai ketika suatu teori mengandung konsep terlalu abstrak

dan hanya memiliki potensi keumuman. Kesesuaian empiris dapat diperbaiki jika ia

mengnalakan sub konsep yang terdefinisi dengan baik dan memiliki indikator-
indikator realitas. Unit-unit dan hubungan unit-unit dalam teori Johnson secara

konsiten didefinisikan dan digunakan, akan tetapi teori ini hanya memiliki tingkat

kesesuaian empiris moderat karena konsep-konsepnya yang terlalu abstrak sehingga

perlu didefinisikan lebih baik.

4. Dalam teorinya Johnson menyebut tentang lingkungan eksternal dan internal akan

tetapi ia belum menjelaskan dengan jelas definisi dari kedua komponen tersebut.

5. Informasi tentang peranan klien hanya tersedia sedikit, sehingga sulit untuk menilai

apakah hubungan antara sistem perilaku dan perawatan bersifat interaktif atau reaktif.

6. Penggunaan istilah-istilah dalam tulisan Johnson yang berkaitan dengan teorinya

seperti balance, stabillity dan equilibrium; adjustmen dan adaptation; disturbances,

disequilibrium dan behavioral disorder digunakan berganti-ganti, yang mengaburkan

arti masing-masing.

7. Johnson juga tidak menyebutkan dengan jelas kriteria hasil yang diharapkan jika salah

satu subsistem diintervensi.

8. Adanya suatu ekspektasi bahwa tindakan keperawatan tertentu akan menciptakan

hasil (homeostasis) yang sama untuk penerapan pada kultur yang berbeda.

9. Model Keperawatan Johnson berfokus pada perilaku sehingga perawat akan kesulitan

menerapkan teori ini pada klien dengan gangguan fisik.

10. Model ini terlalu bersifat individual sehingga jika diterapkan untuk memberi asuhan

pada kelompok perawat akan mengalami kesulitan untuk mengimplementasikannya.

Teori ini orientasi utamanya adalah pasien sehingga keluarga dianggap sebagai

lingkungan. Teori ini kurang fleksibel.

Anda mungkin juga menyukai