Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

I. KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif, dkk, 2000)

B. ETIOLOGI
1. Akselerasi : terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala
yang diam
2. Deselerasi : terjadi jika kepala membentur obyek yang diam
3. Kompresi atau penekanan

C. KLASIFIKASI
1. Menurut mekanisme cidera
a. Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
b. Cedera kepala tembus
Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.
Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Menurut beratnya cidera
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.

1
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8 (3-8), kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat
mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
3. Menurut morfologi cidera
a. Cedera Kulit Kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit
kepala berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala juga merupakan
tempat masuknya infeksi kranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi,
kontusio, laserasi atau avulsi. Biasanya daerah luka diirigasi untuk
mengeluarkan benda asing dan meminimalkan infesi sebelum laserasi
ditutup.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan
otak. Adanya fraktuk tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak
tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuuka atau
tertutup. Bila fraktur terbuka maka durramater rusak dan fraktur
tertutup keadaan duramater tidak rusak. Adapun jenis fraktur
tengkorak adalah:
1) Fraktur kubah kranial
Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar
fraktur, dan karena alasan ini, diagnosa akurat tidak dapapt
ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X.
2) Fraktur basis cranii
Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal
pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang tengkorak,
juga sering menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau teling
dan darah terlihat dibawah konjungtiva. Suatu area eksimosis, atau
memar, mungkin terlihat diatas mastoid. Fraktur dasar tengkorak

2
dicurigai ketika CSS keluar dari telinga (otorea cairan
serebrospinal ) dan dari hidung (rinhorea serebrospinal), keluarnya
cairan serenrospinal merupakan masalah serius karena, dapat
menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme masuk
kedalam kranial melalui hidung, teling atau sinus melalui robekan
pada durmater.
c. Cedera Otak
Pertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun
adalah apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian
cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakana. Otak
tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu
yang bermakna. Sel-sel cerebral membutuhkan suplai darah terus
menerus untuk mempperoleh makan. Kerusakan otak tidak dapat pulih
dan sel-sel mati dapat si akibatkan arena darah yang mmengalir
berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan neuron tidapat
mengalami regenerasi.
Cedera otak serius dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur
tengkorak, setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan
kontusio, laserasi, dan hemoragi.
1) Kontusio
Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat, dimana otak
mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.
Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan
muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan,
denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Sering pula terjadi defekasi dan miksi tanpa disadari. Pasien
diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali kedalam
keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu sub normal dan
gambaran sama dengan syok.
2) Komosio
Komosio serebral adalah hilangnya fungsi neurologi sementara
tanpa kerusakan struktur. Komusio umumnya meliputi sebuah

3
periode tidak sadarkan diri dalma waktu yang berakhir selama
beberapa detik sampai bebrapa menit. Getaran otak sedikit saja
hanya akan menimbulkan pusing atau berkunang-kunang, atau
dapat juga kehilangan kesadaran kompleks sewaktu. Jika jaringan
otak dilobus frontal terkena, pasien dapat menimbulkan prilaku
irasional yang aneh, dimana keterlibatan temporal dapat
menimbulkan amnesia atau disorientasi. Tindakan terhadap
komusio meliputi mengobservasi pasien terhadap sakit kepala,
pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca comusio).
Pada saat pasien akan dipulangkan dari rumah sakit, keluarga
diinstruksikan untuk mengobservasi: adanya sukar bangun, sukar
bicara, kontusio, sakit kepala berat, muntah, kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.

3) Perdarahan epidural
Berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak atau diatas duramater . Terjadi
karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di
dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul
tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala
kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi
dan lebih parah dari sebelumnya. selanjutnya bisa terjadi
peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan
koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung
kepada ct scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera
mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk
mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
4) perdarahan subdural
Berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala

4
berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala
yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara
perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya
rapuh) dan pada alkoholik. Hematoma subdural pada bayi bisa
menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya
masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural
yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala intracranial biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan.

5) Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah akumulasi darah dibawah
membran araknoid tetapi diatas piamater. Ruang ini dalam keadaan
normal hanya mengandung cairan serebrospinal. Perdarahan ini
terjadi akibat pecahnya aneurisma intrakranii, hipertensi berat,
malformasi anteriovena, atau cidera kepala, penimbunan darah
diatas atau di bawah meningeal menyebabkan peningkatan tekanan
di jaringan otak dibawahnya.
6) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan dalam otak itu
sendiri. Hal ini dapat timbul oada cidera kepala tertutup yang
berat, atau yang lebih sering, cidera kepala terbuka. Hematom
intraserebral dapat timbul akibat pecahnya suatu aneurisma, atau
stroke hemoragic. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatak
tekanan intrakranial, sehingga sel-sel neuron dan vaskuler tertekan.

D. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena

5
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan
Glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan
normal cerebal blood flow (CBF) adalah 5060 ml/menit/100gr jaringan otak,
yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia. Akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri
dan arteriol otak tidak begitu besar

6
E. PATH WAY

Akselerasi, deselerasi dan kompresi Pada kepala

cedera pada kepala

reaksi inflamasi; peningkatan pelepasan mediator vasoaktiv

peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan aliran darah


Resti kekurangan
peningkatan TIK mual muntah vol cairan

serabut delta C mengirim

impuls menuju korda spinalis neuron dan kapiler otak tertekan

lewat traktus paleospinotalamikus; penekanan pusat


pernafasan

impuls menuju talamus


gangguan Gangguan pola nafas
mpuls kortek serebral perfusi Hipoksia
serebral
hiperventilasi

persepsi nyeri

penurunan impuls O2 dan glukosa ke jaringan serebral

Nyeri akut kematian neuron disfungsi otak tengah

penurunan fungsi neuron perubahan kesadaran

7
penurunan gerakan lidah obstruksi jalan nafas
Resti cedera/ injury

Bersihan jalan nafas inefektif

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada kasus komusio segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematom,
kemungkinan kesadaran segera hilang, atau bertahap
2. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal
3. Abnormalitas pupil
4. Defisit neurologis
5. Nyeri kepala
6. Mual-muntah
7. Kejang otot
8. Vertigo
9. Gangguan penglihatan dan pendengaran
10. Untuk cidera multisistem akan menimbulkan syok hipovolemik

G. KOMPLIKASI
1. Edema pulmonal
2. Bocornya LCS
3. Gangguan mobilisasi
4. Hipovolemia
5. Kejang
6. Hiperthermia
7. Infeksi

H. PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tengkorak dengan sinar-X
2. CT Scan atau MRI dapat dengan cermat menentukan lokasi dan luas
cidera
3. pemeriksaan darah lengkap (leukosit, BT, CT)

I. PENATALAKSANAAN
1. Komusi ringan biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah dan evakuasi
hematom
3. Lakukan debridement, terutama pada cidera kepala terbuka
4. Ventilasi mekanis jika perlu

8
5. Antibiotik
6. Pemberian deuretik dan antiinflamasi pada keadaan peningkatan TIK
7. Pemasangan NGT bila motilitas usus menurun pada beberapa jam pertama
8. Pemeliharaan cairan dan elektrolit
9. Pencegahan kejang
10. Bedah neuro

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Keluhan utama : Cedera kepala dengan penurunan kesadaran
3. Primery survey (airway, breathing, circulation, disability, exposure)
Dapat di temukan gangguan perfusi jaringgan, pernafasan abnormal,
aspirasi, abnormalitas pupil, penurunan kesadaran dan penurunan nilai
GCS.
4. Secondery survey (five intervention, get vital sing, history illness, head to
toot, inspeksi posterior surfave)
5. Riwayat Kesehatan

9
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit
dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung,
muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah,
paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran
nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
6. Riwayat penyakit dahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan
maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit
keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan
tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif.
Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.

7. Pemeriksaan Fisik / pengkajian persistem :


1) Breathing ( B1 )

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan


irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.

2) Blood ( B2 )

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah


bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

10
3) Brain ( B3 )

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi


adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,


konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku
dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,


kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada


mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus


vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh


kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

4) Blader ( B4 )

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,


inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

5) Bowel ( B5 )

11
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.

6) Bone ( B6 )

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,


paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

8. Pengkajian Psikologis
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk
data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat
kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi,
perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan
kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan
dengan penyakitnya. Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien
berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan
berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien
terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
9. Data spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah
hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang
dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
10. Pemeriksaan Diagnostik :Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam
menegakkan diagnosa medis adalah :
a. X-Ray tengkorak.
b. CT-Scan.
c. Angiografi

12
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penurunan fungsi
neuron, obstruksi jalan nafas.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan peningkatan TIK dan
hiperventilasi
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
4. Resiko kurangan volume cairan berhubungan gangguan kesadaran dan
disfungsi hormoal, mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, disorientasi dan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
metabolisme, pembatasan cairan dan asupan tidak adekuat

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penurunan fungsi
neuron, obstruksi jalan nafas.
Tujua : Mempertahankan jalan nafas adekuat; pola nafas dan jalan
nafas efektif
Kriteria hasil :
Tidak sesak dan tidak ada kesukaran bernafas
RR dalam batas normal (16-20x/menit)
Jalan nafas bersih
Tidak ada suara nafas tambahan
Intervensi :
a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi, dan disability.
R/untuk menentukan tindakan selanjutnya
b. Lakukan tindakan sunction
R/ Membersihkan jalan nafas
c. Lakukan tindakan nebulizer
R/ mengencerkan dan mengeluarkan sekret
d. Atur posisi untuk membuka jalan nafas; jaw trush bila ada cedera
vertebra dan servikal dan fiksasi daerah servikal
R/Membebaskan jalan nafas
e. Tinggikan posisi tempat tidur 30 derajat
R/Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.

13
f. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas dan
frekuensi pernafasan.
R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan
kerja nafas.
g. Pantau gas darah arteri
R/mengetahui tindakan selanjutnya
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan peningkatan TIK dan
hiperventilasi
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas adekuat; pola nafas dan jalan
nafas efektif
Kriteria hasil :
o Tidak sesak dan tidak ada kesukaran bernafas
o RR dalam batas normal (16-20x/menit)
o Jalan nafas bersih
o Tidak ada suara nafas tambahan
Intervensi :
a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi, dan disability.
R/untuk menentukan tindakan selanjutnya
b. Kaji adanya fraktur vertebra dan servikal
R/agar tidak terjadi cidera yang lebih parah
c. Atur posisi untuk membuka jalan nafas; jaw trush bila ada cedera
vertebra dan servikal dan fiksasi daerah servikal
R/Membebaskan jalan nafas
d. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.
R/Membebaskan jalan nafas
e. Tinggikan posisi tempat tidur 30 derajat
R/Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
f. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas dan
frekuensi pernafasan.
R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan
kerja nafas.
g. Pemberian oksigen sesuai program.
R/ Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan/mencegah
iskemia.
h. Pantau gas darah arteri
R/mengetahui tindakan selanjutnya

14
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat
Kriteria hasil :
o Tidak ada pusing hebat,
o Kesadaran tidak menurun
o Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
a. Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk
menurunkan tekanan vena jugularis.
R/Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
b. Minimalkan/hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher,
rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur
(peningkatan lendir atau suction, perkusi), tekanan pada vena leher
R/meminimalisir resiko cidera
c. Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
R/mencegah adanya valsava maneuver
d. Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic,
hindari percakapan yang emosional.
R/Mempercepat proses penyembuhan klien
e. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau
tekanan intrakranial sesuai program.
R/Mencegah terjadinya edema atau peningkatan tekanan intrakranial
f. Control Pemberian terapi cairan intravena
R/kelebihan cairan dapat meningkatkan edema cairan serebral

g. Monitor intake dan out put.


R/mengetahui berapa inake dan outputnya
h. Lakukan pemasangan NGT
R/mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi
i. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intracranial
R/agar pengetahuan orangrua bertambah
4. Resiko kurangan volume cairan berhubungan gangguan kesadaran dan
disfungsi, mual dan muntah.
Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :

15
o Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau
dehidrasi (membran mukosa lembab, integritas kulit baik)
o Nilai elektrolit dalam batas normal.
o Balance itake dan output cairan
Intervensi :
a. Kaji intake dan out put.
R/Untuk mengetahui intake dan output
b. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-
ubun atau mata cekung dan out put urine.
R/Mencegah adanya tanda-tanda dehidrasi
c. Berikan cairan intra vena sesuai program.
R/Mempercepat proses penyembuhan
d. Kolaborasi pemeriksaan urine secara teratur terhadap kandungan
aseton
R/untuk mengetahui jumlah peningkatan serum kreatinin
e. Kolaborasi pemeriksaan elektrolit darah dan urine serta osmolalitas
R/Untuk mengetahui hemoglobin darah
f. Pertahankan pencatatan terhadap berat badan terutama indikasi
terhadap diabetes insipidus
R/Untuk mengetahui pengurangan berat badan selama sakit
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, disorientasi dan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
metabolisme, pembatasan cairan dan asupan tidak adekuat
Tujuan : klien bebas dari injuri
Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda cidera
Intervensi :
a. Kaji status neurologis
R/Mengetahui status neurologis klien
b. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
R/mengetahui tingkat kesadaran klien
c. Kaji kepatenan jalan nafas, tidak ada distensi dan periksa balutan serta
gips terhadap adanya kontraksi
d. Gunakan bantalan pada pagar tempat tidur atau bungkus tangan pasien
dengan sarung tangan.
R/mencegah terjadinya infeksi
e. Hindari restrain bila memungkinkan
R/Untuk mencegah peningkatan TIK
f. Hindari pemberian opioid
R/Untuk mengontrol gelisah

16
g. Gunakan tempat tiidur lantai
R/untuk memungkinkan kebebasan pergerakan serta mencegah cidera
h. Beri bantalan pada daerah-daerah rawan dekubitus pada klien yang
mengalami penurunan kesadaran
R/Mencegah terjadinya dekubitus
i. Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protocol
R/mengetahui tanda-tanda vital klien
j. Berikan analgetik sesuai program.
R/mengurang rasa nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Hidayat. (2009). Asuhan keperawata klien dengan Cedera Kepala. (on line). alamat:
Http://Hidayat2.Wordpress.Com/2009/04/11/Askep-Cedera-Kepala/.
Diakeses pada tanggal 2 desember 2010 pukul 20.01

Zulkarnain. (2008). Asuhan keperawata klien dengan Cedera Kepala. (on line).
alamat: http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-
pada-klien-cedera.html. Diakses pada tanggal 2 desember 2010 pukul 20.01

17

Anda mungkin juga menyukai