Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena banyaknya

komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat luar negeri dan adanya
ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup masyarakat luar negeri sehingga banyak
bermunculan penyakit penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes
insipidus akibat gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan
besar akan megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa datang akibat adanya gaya
hidup yang tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan produksi,
sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal yang tidak
berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus yang berlebihan
(polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Polidipsia
dan poliuria dengan urin encer, hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes
insipidus. Pasien yang memiliki diabetes insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat
menjadi sangat dehidrasi bila kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer.
Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria.
Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 30 tahun kedepan akan mengalami
kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka mengantisipasi ledakan
jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling tepat adalah melakukan
pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya hidup dengan yang lebih
baik. Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi sangat ditantang untuk
menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun yang
belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat penting yaitu harus selalu mengkaji
setiap respon klinis yang ditimbulkan oleh penderita diabetes insipidus untuk menentukan
Asuhan Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Diabetes insipidus ?
1

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Diabetus insipidus
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan Definisi dari diabetes insipidus
2. Menjelaskan etiologi dari diabetes insipidus
3. Menjelaskan patofisiologi dari diabetes insipidus
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari diabetes insipidus
5. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari diabetes insipidus
6. Menjelaskan penunjang dari diabetes insipidus
7. Menjelaskan penata laksanaan dari diabetes insipidus
8. Menjelaskan komplikasi dari diabetes insipidus.
9. Menjelaskan prognosis dari diabetes insipidus.
10. Menjelaskan asuhan keperawaatan dari pasien diabetes insipidus
1.4 Maanfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu
mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang Diabetus insipidus dan menambah wawasan
pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus Diabetus insipidus..

BAB II
TINJAUAN PUSAKA
2.1 Definisi
2

Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
Diabetus

insipidus

adalah

suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang
paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang disebabkan oleh
defisiensi arginina pada hormon AVP. Jenis kedua adalah Diabetes insipidus nefrogenis
yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjalterhadap hormon dengan sifat anti-diuretik,
seperti AVP.
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang
banyak yang disebabkan oleh dua hal : Gagalnya pengeluaran vasopressin .Gagalnya
ginjal terhadap rangsangan AVP.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini
diakibatkan

oleh

berbagai

penyebab

yang

dapat

menganggu

mekanisme

neurohypophyseal renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam


mengkoversi air .
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan efek
vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai
dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf
pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal
dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap
vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.

2.2 Etiologi
Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat lanjut) trauma kepala,
tumor otak atau operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. Kelainan ini
3

dapat pula terjadi bersama dengan infeksi system saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau
tumor (misalnya, kelainan metastatic, limfoma dari payudara dan paru).Penyebab
diabetes insipidus yang lainnya adalah kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap
ADH, bentuk nefrogenik dari diabetes insipidus yang berkaitan dengan keadaan
hipokalemia, hiperkalsemia dan penggunaan sejumlah obat (misalnya lithium,
demeclocyclin).
Diabetes insipidus disebabkan oleh :
Penyakit system saraf pusat (diabetes insipidus sentral) yang mengenai sintesis
atau sekresi vasopressinPenyakit ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) kerena lenyapnya
kemampuan ginjal untuk berespons terhadap vasopressin dalam darah dengan
menghemat air,Pada kehamilan, kemungkinan peningkatan bersihan metabolic
vasopressin.
Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa
sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah
intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:
Diabetes insipidus sentral
Herediter, familia (autosomal dominan) didapat :
a)

Idiopatik

b)

Traumatic atau pasca bedah

c)

Penyakit neoplasma : kraniofaringioma, limfoma, meningioma, karsinoma

metastatic
d)

Penyakit iskemik / hipoksik :sindrom Sheehan, aneurisma, henti kardiopulmonal,

bedah pintas aortocoronaria, syok, kematian otak.


e)

Penyakit granulomatosa : sarkoidosis, histiositosis X

f)

Infeksi : ensefalitisviral, meningitis bacterial

g)

Penyakit autoimun

Diabetes insipidus nefrogenik


Diabetes insipidus nefrogenik (DIN) adalah diabetes insipidus yang tidak responsive
terhadap ADH eksogen .
Diabetes insipidus nefrogenik dapat bersifat familia / disebabkan oleh kerusakan
ginjal akibat obat. Sindrom mirip diabetes insipidus dapat terjadi akibat kelebihan
mineralokortikoid, kehamilan, dan kausa lain. Diabetes insipidus nefrogenik sejati harus
dibedakan dari dieresis osmotic (dan karenanya, resisten-vasopresin). Pengikisan gradient
osmotic interstitial medulla, yang diperlukan untuk memekatkan urin, dapat terjadi pada
dieresis berkepanjangan oleh sebab apapun dan mungkin disalah-tafsirkan sebagai
diabetes insipidus sejati. Pada dieresis osmotic dan pengikisan medula, urin bersifat
hipertonik / isotonic. Akhirnya, polidipsia primer ekstrem (meminum air berlebihan,
sering akibat gangguan psikiatrik) menyebabkan pembentukan urin encer dalam jumlah
besar dan kadar vasopressin plasma yang rendah sehingga mirip dengan diabetes insipidus
sejati .
2.3 Patofisiologi
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus, termasuk
didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis di sela tursika,
trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus. Secara pathogenesis, diabetes insipidus
dibagi menjadi dua jenis, yaitu diabetes insipidus sentral, dan diabetes insipidus
netrogenik. Diabetes insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone
antidiuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat menyebabkan kegagalan sintesis
(penyimpanan) dan gangguan pengangkutan ADH yang disimpan untuk sewaktu-waktu
dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan (akibat kerusakan osmorreceptor yang
terdapat pada hipotalamus anterior dan disebut Kerneys osmoreceptor cell yang berada
di luar darah otak).
Diabetes insipidus Netrogenik (NDI) yaitu istilah yang dipakai pada diabetes
insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen. Penyebabnya adalah kegagalan
pembentukan dan pemeliharaan gradient osmosis dalam medulla renalis dan kegagalan
utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan
berfungsi normal. Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini dapat
dikompensasikan dengan minum banyak air. Penderita yang mengalami dehidrasi, berat
5

badan menurun, serta kulit dan membrane mukosa jadi kering. Karena meminum banyak
air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, penderita akan mengeluh perut terasa penuh
dan anoreksia. Rasa haus dan BAK akan berlangsung terus pada malam hari.
2.4 Maniefestasi klinis
Poluria : Urine yang dikeluarkan setiap hari bisa sampai atau lebih dari 20L.
urine sangat encer dengan berat jenis antara 1,001-1,005 dan 50-200 mOsmol kgBB.
1. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan
2. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia.
3. Penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan : Hiperosmolalitas dan
gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma, dan hipertermia)
4. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostis diabetes insipidus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, laboraturium
(urinalisis fisis dan kimia serat tes deprivasi air). Untuk mendiagnosis penyebab suatu
poliuria adalah akibat diabetes insipidus, bukan karena penyakit lain, caranya adalah
dengan menjawab menanyakan pertanyaan yang dapat kita ketahui dengan anamnesa
dan pemeriksaan. Pertama mengetahui jawaban dari pasien apa penyebab poliuria
apakah karena pemasukan cairan (air) yang berlebihan dan pengeluaran yang berlebihan
juga. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien banyak minum, maka wajar apabila
poliuria itu terjadi. Kedua mengetahui penyebab puliuria ini adalah faktor renal atau
tidak. Poliuria bisa terjadi pada gagal ginjal akut periode dieresis ketika penyembuhan.
Namun, apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka aka nada
riwayat oliguria (sedikir kencing). Ketiga mengetahui bahan utama pembentuk urin pada
poliuria adalah air atau mengandung zat-zat terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat
diabetes insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup kemungkinan
ditemukannya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa
yang tinggi atau abnormal maka dapat dicurigai bahwa poliuria tersebut akibat diabetes
mellitus yang merupakan salah satu pembeda diagnosis dari diabetes insipidus.
Jika dicurigai penyebab poliuria adalah diabetes insipidus, maka harus dilakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis untuk membedakan apakah jenis diabetes

insipidus yang dialami, karean penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini
berbeda. Adapun beberapa pemeriksaan pada diabetes insipidus, antara lain:
Hickey Hare atau Carter-RobbinsFluid deprivation
Apapun bentuk pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat
jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan
memberikan vasopressin sintetis, pada diabetes insipidus sentral akan terjadi penurunan
jumlah urin, dan pada diabetes insipidus nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi
dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma
kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada
keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295
mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium
urin rendah. Pemeriksaan laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia
primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan
periksa kadar osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas
akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang baik (8001200).Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang
menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna
dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
Rontgen cranium

Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi,
pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.
MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria anterior dan posterior
dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang atau isyarat terang.
2.7 Penatalaksanaan
Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan utama pada pengobatan.
Pengobatan diabetes insipidus harus sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada
diabetes insipidus komplit biasanya diperlukan terapi hormon pengganti yaitu
desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan
pilihan utama. Aktivitas antidiuretik DDAVP adalah 2000-3000 kali lebih besar daripada
aktivitas pressornya, dan 1 mikrogram menghasilkan dieresis yang berakhir dalam waktu
8-10 jam, dibandingkan dengan hanya 2-3 jam untuk AVP alami. DDAVP diberikan
melalui system pemasukan pipa hidung yang mengalirkan sejumlah tepat pada mukosa
hidung. Dosis berkisar antara 5-15 mikrogram yang diberikan sebagai dosis tunggal atau
terbagi emnjadi 2 dosis. Anak umur >2 tahun memerlukan dosis yang lebih kecil (0,15-0,5
mikrogram/kg/24 jam). Dosisnya harus secara individu dan penting disesuaikan jadwal
dosisnya sehingga memungkinkan penderita dalam keadaan poliuria ringan sebelum dosis
berikutnya diberikan. Untuk penderita yang memerlukan >10 mikrogram dosis preparat
semprot hidung juga tersedia. Preparat parenteral DDAVP (0,03-0,15 mikrogran/kg)
tersedia dan bermanfaat paska bedah transfenoidalis, bial penymbatan hidung
menghalangi peniupan hidung.
Desmopresin seperti halnya ADH menfasilitasi reabsorbsi air di tubulus
kolektivus dengan cAMP-mediated insersion. Hasinya volume urin berkurang dan berat
jenis urine meningkat. Efek samping desmopresin yaitu hiponatremia dan pada dosis
tinggi dapat menimbulkan hipertensi. Pada penderita diabetes insipidus yang koma,
sedang menjalani pembedahan, atau mendapatkan cairan intravena harus diperhatikan
pengobatannya.

DDAVP juga berpengaruh

pada reseptor

eksternal

seperti V2 yang

mengakibatkan keluarnya faktor VIII dan faktor Von Willebrand. Penderita dengan
hemophilia A ringan atau sedang atau penyakit Von Wilebrand terpilih dapat disembuhkan
secara berhasil dengan dosis DDAVP 15 kali lebih tinggi daripada dosis yang
dipergunakan untuk antidiuresis. Desmopresin semakin banyak digunakan pada
penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis yang diperlukan adalah 20-40 mikrogram,
diberikan sebagai semprot hidung sebelum tidur.
Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang
mengatur keseimbangan air, seperti:
Diuretik Tiazid Klorpropamid Klofibrat Karbamazepin, Untuk mencegah dehidrasi,
penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika merasa haus. Penderita
bayi dan anak-anak harus sering diberi minum. Terutama pada bayi.
2.8 Komplikasi
Hipertonik enselopati Gagal tumbuhkejang terlalu cepat koreksi hipernatremia,
sehingga edema serebral
2.9 Prognosis
DI nefrogenik
1. Baik apabila diagnosanya lebih awal dan tindak lanjut
2. keterbelakangan mental jika penundaan dalam diagnosis selama serangan
bayi berulang hipernatremia dan dehidrasi
3. Laporan terisolasi : gagal ginjal kronik
4. DI sentral: tergantung dari etiologi yang mendasari.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
Identitas diri Klien
Nama

:Ny.S

Tanggal MRS

: 20 maret 2013

Umur

: 40 thn

Tanggal pengkajian : 20 maret 2013

Jenis kelamin

: Perempuan

Dignosa

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Surabaya

Suku

: Indonesia

: Diabetus insipidus

Riwayat Sakit dan Kesehatan


Keluhan utama :
Sering buang air kecil.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi dan
konstipasi dan juga susah tidur sehingga pada tanggal 20 maret 2013 datang ke Rumah
Sakit.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit adanya cedera otak 3 minggu yang lalu
10

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pada kelenjar hipofisis yang
memungkinkan terjadinya penularan sebelumnya.
Pola manajemen koping stress
Klien mengatakan suka merokok jika sedang stress.
Kondisi spiritual
Klien mengatakan penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan
Pola peran hubungan
Komunikasi: Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi baik dengan keluarganya.
Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan orang lain selain
keluarganya baik.
Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat digolongkan dalam kelompok
sosial kelas bawah.
Pemeriksaan fisik (Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik
umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(breath), B2 (blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel) dan B6 (bone).
B1 (breath)
RR = 20x/mnt, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma
dan suara nafas normal.
B2 (blood)
TD = 100/80 mmHg, nadi = 84 x/mnt, suhu = 38,2 oC, suara jantung vesikuler. Perfusi
perifer baik.
B3 (brain)

11

Pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempatwaktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.
B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 10 liter ) dengan berat jenis 1.010, osmolalitas urin 50-150
mosmol/L.
B5 (bowel)
Mukosa kering, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi, dan konstipasi.
B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, dan tidak ada nyeri persendian.
3.2. Analisa Data
Tgl

Analisa Data

20-032013

DS : pasien mengatakan sering


buaang air kecil

10: 15

DO : TTV: TD = 110/70 Mmhg


N = 70x/mnt
S = 36,5 C
RR = 20 x/mnt

Etiologi

Masalah
Defisit volume cairan

Input 1200 ml
Output > 1500 ml
Frekuensi 7 x/hari
20-032013
16: 00

DS: pasien mengatakan sulit

Reabsorbsi air menuru

tidur karena harus bangun pada

malam hari untuk buang air


kecil
DO: KU = composmentis
Badan lemas dan mata cowong

Gangguan pola tidur

Produksi urin
Poliuria
Nokturia

12

3.3. Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan volume cairan yang aktif
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.

3.4.Intervensi
Tgl

Diagnosa Keperawatan

20 03

Defisit Volume cairan b/d

1. Lakukan

volume cairan yang aktif

BHSP
2. Pertahankan

2015
10 : 15

Tujuan

Intervensi

setelah

lsakukan

dfi

tindakan

keperawatan selama 1x 24
jam deficit volume cairan
teratasi dengan

Mempertahankan
urine output sesuai

output

tindakn 1.klien memahami dan


mengrti tentang prosedur
intake
yang

sehinnnga mau bekerja


sama delam perwatannya

akurat
3. Kolaborasi

dalam 2.memiliki asupan antara


pemberian cairan IV
output=infut seimbang
4. Berikan penggantian
nasogastric

Kriteria hasil:
-

dan

Rasional

sesuai 3.membantu klien dalam


output 50-100 cc/jam memenuhi
kebutuhan
5. Monitor intake dan
cairan yg di perlukan
urin output setiap 8
pasien
jam 3x / hari

dengan usia dan BB,

4.

BJ urine normal
Tekanan
darah

5.membantu

nadi

mengidintifikasi

,suhu

tubuh

dalam batas normal


Tidak ada tandatanda

dehidrasi dan kekurangan


volume cairan

dehidrasi

elastisitas
kulit

turgor
baik,

membrane

mukosa

lembab, tidak ada


rasa

haus

yang

13

berlebihan
Elektrolit,
HMT

HB

dalam

normal
PH urine

,
bats

dalam

batas normal

20 03 Gangguan pola tidur


2013
16:00

b/d 1. Lakukan tindakan BHSP


2. Fasilitas untuk

nuctoria

mempertahankan
Tujuan

setelah

di

aktivitas sebelum tidur


3.
Ciptakan
lingkungan
lakukakan
tindakan
yang nyaman.
keperwatan selama 2x 24
4. Diskusikan
dengaan
jm gangguan pola tidur
pasien dan keluarga
pasien teratasi dengan
tentang tekhnik tidur
paasien.
5. Instruksikan untuk

Kriteria Hasil

1.klien memahami dan


mengrti tentang prosedur
sehinnnga mau bekerja
sama delam perwatannya
3.mengontrol

dan

meningkatkan

istirahat

dan kenyamana
4.memabtu

perawat

dalam
menentukan
memonitor tidur pasien
6. Catat kebutuhan tidur tekhnik tidur yang cocok
dalam batas normal
pasien setiap hari dan dengan pasien
6-8 jm/hari
jam.
pola tidur , kualitas
7. Kolaborasi
pemberian 5..membantu klien untuk
dalam batas normal
beristrahat lebih efektif
obat tidur
Perasaan
fresh

sesudah tidur
Mampu

jumlah

jam

tidur

6.agar

kebutuhan tidur pasien

mengindentifikasi
hal-

hal

meningkat

yg
dalam

tidur

mengetahui

selama 1x24 jam yang


sesuai dengan kebutuhan
7.mengurangi
yang

persepsi

kerjanya

pada

system syrap pusat

3.5 Implementasi dan Evaluasi


14

Tgl

Dignosa

Implementasi

Evaluasi

keperawatan
20 03 Defisit
2013

volume

cairan b/d volume


cairan yang aktif

10:15

1. Melakukan tindakan BHSP


S : Pasien mengatakan
2. Mempertahankan intake dan
sering BAK
output yang akurat
3. Mengkolaborasikan dengan O : Sering merasa
pemberian cairan IV
haus
4. Memberikan
penggantian
nasogastric sesuai output 50- A : Masalah belum
100 cc/jam
teratasi
5. Memonitor intake dan urin
output setiap 8 jam 3x / hari
P : intervensi di
6. Mengkolaborasikan dengan
lanjutkan no ( 4,5) dan
dokter jika cairan berlebihan
lakukan
tindakan
muncul memburuk
pemberian Kateter

20 03 Gangguan pola tidur


2013

b/.d nocturia

16:
00

1. Melakukan Tindakan BHSP


2. Menfasilitasi untuk
mempertahankan
sebelum tidur
3. Menciptakan

S : Pasien mengatakan
susah tidur

aktivitas
O : Tampak lemas
lingkungan

yang nyaman.
4. Mendiskusikan

A : Maslah belum

dengaan teratasi
pasien dan keluarga tentang
P : Intervensi
tekhnik tidur paasien.

5. Menginstruksikan untuk

di

lanjutkan no (2, 5,7 )

memonitor tidur pasien


6. Mencatat kebutuhan tidur
pasien setiap hari dan jam.
7. Memgkolaborasikan
pemberian obat tidur

BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
15

Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang
banyak yang disebabkan oleh dua hal :Gagalnya pengeluaran vasopressin . Gagalnya
ginjal terhadap rangsangan AVP.menurut kelompok
Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi
akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut
dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan
ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut
dengan diabetes insipidus nefrogenik.
Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat lanjut) trauma kepala,
tumor otak atau operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat
pula terjadi bersama dengan infeksi system saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor
(misalnya, kelainan metastatic, limfoma dari payudara dan paru).
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan
mengetahui asuhan keperawatan dari gangguan pada sistem Endokrin mulai dari
pengkajian, diagnosa, intevensi / implementasi, evalusi, dll. Tentunya kita sebagai seorang
perawat harus mampu dan menguasai asuhan keperawatan pada gangguan sistem
Endokrin yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun langsung ke rumah sakit dan
berhadap langsung dengan seorang klien.

DAFTAR PUSTAKA

Howard Bauchner, R. J. (2007). Pediatrics. Cambridge: Medicine.


16

Santoso, Asman Boedi. Diabetes Insipidus Dalam: Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: FK UI.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Endokrinologi Anak. Dalam Buku Kuliah 2
Ilmu Kesehatan Anak 1985 Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; cetakan kesebelas.
Batticaca, Fransisca B.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Baradero, Mary, Mary, dan Yakobus Siswadi. 2005. Klien Gangguan Endokrin:Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Brahm U. Pendit, et al. 2005. Patifisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit/ Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson edisi ke-6. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai