Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat
sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi
Indonesia Sehat 2010, maka salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka
mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat
turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada
bayi baru lahir adalah atresia esophagus dan ensefalopati bilirubin (lebih dikenal
sebagai kernikterus).
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya

esofagus

bagian

proksimal

dengan

esofagus

bagian

distal.Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan


kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan
insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi
atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di
dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi
tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan,
makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi
dari lambung.
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada
neonatus.Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding
orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus
lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <2500
gram atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama
kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi
baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu
pertama kehidupannya.Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadarbilirubin

tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki
penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir
minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki
penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus nonfisiologis).
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan dari
ronggamulut ke lambung.Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastium
posterior mulai dibelakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri.Fungsi
utama esofagus adalahmenyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke
lambung. Di dalam esofagus makananturun oleh peristaltik primer dan gaya berat
terutama untuk makanan padat dan setengahpadat, serta peristaltik ringan. Penting
sekali

pada

pendidikan

dokter

untuk

mengenali

kelainan-kelainan

esophagusdiantaranya adalah atresia esofagus.Pada kebanyakan kasus, kelainan


ini disertai denganterbentuknya hubungan antara esofagus dengan trakea yang
disebut

fistula trakeoesophageal(Tracheoesophageal Fistula/TEF). Bayi dengan

atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai denganjumlah
saliva

yang

sangat

banyak

dan

membutuhkan

suction

berulangkali.

Angkakeselamatan pada bayi dengan atresia esofagus berhubungan langsung


terutama dengan beratbadan lahir, kelainan jantung, dan faktor resiko yang
menyertai.Atresia Esofagus.
Atresia esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea.Pada
penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimana bagian proksimal dan distal
esophagus tidak berhubungan.Pada bagian esophagus mengalami dilatasi yang
kemudian berakhir berakhir kantung dengan dinding maskuler yang mengalami
hipertofi yang khas yang memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal sagmen
2-4.Bagian distal esophagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan
diameter yang kecil dan dinding maskuler dan tipis. Bagian ini meluas sampi
bagian atas diagfragma 1,2,3,4,5,6 sekitar 50 % bayi dengan atresia esophagus
juga mengalami beberapa anomali terkait. Malformasi, kardiofaskuler, malformasi
rangka termaksud hemivertebra dan perkembanga abnormal radius serta

malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi, semua kelainan ini disebut
sindrome vecteral.

1.2 Rumusan masalah


1.

Apa yang dimaksud dengan atresia esofagus?

2.

Apa saja yang menyebabkan atresia esofagus?

3.

Bagaimana Asuhan keperawatan atresia esofagus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia
esofagus?
1.3.2 Tujuan khusus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui definisi dari atresia esofagus.


Mengetahui etiologi dari atresia esofagus.
Mengetahui klasifikasi dari atresia esofagus.
Memahami manifestasi klinis dari atresia esofagus.
Mengetahui patofisiologi dari atresia esofagus.
Mengetahui komplikasi dari atresia esofagus.
Mengetahui pemeriksaan penunjang dari atresia

esofagus.
8.
9.
10.

Mengetahui penatalaksanaan atresia esofagus.


Mengetahui pathway dari atresia esofagus.
Mengetahui cara memberikan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan gangguan atresia esofagus.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini
bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang atresia esofagus
dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana
pemberian asuhan keperawatan pada pasienatresia esofagus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus


yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen
berkurang tidak memadai yang mencegah perjalanan makanan / sekresi dari faring
ke perut.
Atresia berarti tidak ada jalan atau buntu.Atresia esophagus adalah suatu
keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu) pada esofagus.Pada sebagian
besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada -1/3 kasus
lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina
(disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang mengakibatkan
gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan
trakea (Whaley & Wong, 2010).Terlihat keadaan pada bagian proksimal dan distal
esophagus tidak berhubungan.
Atresia esofagus adalah malformasi yang disebabkan kegagalan esofagus
untuk mengadakan pasase yang kontinu dimana esophagus mungkin saja atau
mungkin

juga

tidak

membentuk

sambungan

dengan

trakea

(fistula

trakeoesopagus).
Atresia Esofagus merupakan kelompok kelainan kongenital terdiri dari
gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan
trakhea.

2.2.

Etiologi
1. Secara umum :
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio (peristiwa
fertilisasi sampai terbentuknya janin) terutama pada bayi yang lahir

prematur, dan ada beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan


kelainan konginital atresia esophagus diantaranya :
a. Faktor obat
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali
domine.
b. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen.
c. Faktor gizi
Kurangnya cukup gizi pada ibu pada saat pembentukan janin
2. Secara khusus :
Secara epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6
minggu akibat : Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan
memisahkan dari masingmasing menjadi esophagus dan trachea.
Perkembangan sel endotel yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak
sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus.
2.3.

Klasifikasi
1. Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat
menutup secara baik, sehingga menyebabkan regurgitasi, terutama kalau
bayi dibaringkan. Pertolongan : member makanan dalam posisi tegak,
yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah kelainan yang terjadi
pada bagian bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung yang
tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila
dibaringkan.
2. Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak
membuka secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia.
Disebut pula spasmus cardio-oesophagus. Sebabnya : karena terdapat
cartilage trachea yang tumbuh ektopik dalam esophagus bagian bawah,
berbentuk tulang rawan yang ditemukan secara mikroskopik dalam
lapisan otot.
3. Classification System Gross

Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal


adalah tipe yang paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia
esophagus menggunakan system klasiifikasi gross of bostom yang sudah
popular digunakan system ini berisi antara lain:
a. Tipe A
: Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni
(10%)
b. Tipe B
c. Tipe C
d. Tipe D
e. Tipe E
f. Tipe F

2.4.

: Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)


: Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
: Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
: TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)
: Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala atresia esofagus yang mungkin timbul :


1. Batuk ketika makan atau minum
2. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidak
mampuan untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang
buruk)
3. Gelembung berbusa putih di mulut bayi
4. Memiliki kesulitan bernapas
5. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena
kekurangan oksigen (sianosis)
6. Meneteskan air liur
7. Muntah-muntah
8. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis
didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion
hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak
10 cm, maka di duga atresia esofagus.
9. Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh
keluar, di curigai terdapat atresia esofagus
10. Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas
6

11. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam
paru, oleh karena itu bayi sering sianosis
Terdapat beberapa tanda dan gejala atau manifestasi klinik pada atresia
esofagus (Hochenberry, 2002) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.5.

Salivasi dan drooling berlebihan


Tiga tanda utama trakeoesofageal fistula: batuk, tersedak, sianosis
Apnea
Meningkatnya distress pernafasan setelah feeding
Distensi abdomen
Kebiruan pada kulit (sianosis) ketika diberi makan
Batuk, gagging, tersedak ketika diberi makan
Sulit untuk diberi makan
Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini
dapat terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan
kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion,
sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau
liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung.Udara
dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau
menerima ventilasi.Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang
seringkali mematikan.Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus
menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek
atau anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah
manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa.Perubahan

ini

menyebabkan

kelemahan

sekunder

ada

struktur

anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan


gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret
sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang.Trakea juga

dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi
refluks gastroesofagus; yang daat menjurus kegagalan nafas; hipoksia, bahkan
apnea.

2.6 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada
atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.Berbagai
tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.Komplikasi ini terlihat
saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam
lambung naik atau refluk ke esophagus.Kondisi ini dapat diperbaiki
dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan (post op)
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang
diperbaiki.Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya
makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang
yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik

1. CT SCAN
CT tidak khas dipakai pada evaluasi dari EA dan / atau TEF akan
tetapi, CT menggambarkan 3 - dimensiorial (3D) dari kerongkongan
dalam hubungan dengan struktur berdekatan. Gambaran di sekitar axis
dapat sulit interpretasikan fistula dapat hanya gambaran parsial atau tidak
sama sekali. CT sagital dapat dipergunakan pada bayi baru lahir dengan
diagnose EA dan TEF. Cara ini memperboleh visualisasi dari seluruh
panjang dari esofagus, lengkap dengan atresia dan fistula. CT tiga dimensi
dengan endoscopy menghasilkan hasil yang serupa, sebagai tambahan
memudahkan pemahaman dari hubungan anatomi yang kompleks.
Gambaran CT juga dapat mengidentifikasi lokasi dari alur aortic, setelah
koreksi dengan pembedahan dari EA dan / atau TEF, CT helic ultrafast
dapat digunakan untuk menentukan tracheomalacia. Sebagai tambahan,
trakea abnormal dalam bentuk, ukuran, lebar dinding posterior abnormal,
udara berlimpah-limpah dan air pada esofagus dapat direkam dengan CT
sesudah operasi.
2. MRI
Postnatally, MRI tidak mempunyai peran rutin pada gambaran dari
EA dan TEF

akan tetapi, MRI memberikan kemampuan untuk

menggambarkan seluruh panjang dari esofagus pada kedua potongan


sagittal dan coronal, dan MRI mempunyai resolusi kontras yang lebih
unggul dari CT. MRI dapat digunakan prenatal untuk mendiagnose bentuk
cacat kongenital. Tidak sama dengan ultrasonography, prenatal MRI
menggambarkan visualisasi dari lesi keseluruhan dan hubungan anatomi.
Pada janin MRI mempunyai bukti akurat untuk mendirikan atau
mengesampingkan satu diagnosa kelahiran dari EA dengan risiko tinggi
yang ditemukan pada ultrasonographic akan tetapi, pada janin MRI
mungkin sulit pada kasus polyhydramnion karena kualitas gambar kurang.
3. Ultrasound
Walaupun ultrasonography tidak berperan rutin pada evaluasi
postnatal dari EA dan / atau TEF, prenatal sonography adalah satu alat
pemeriksaan berkala untuk EA dan / atau TEF.

Penemuan

ultrasonographic dapat tidak terlihat atau terlihat lambung kecil dengan

gelembung

(stomach

bubble)

di

kombinasi

dengan

maternal

polyhydramnios adalah petanda dari EA dan / atau TEF. Keakuratan


diagnostik dapat ditingkatkan jika satu area anechoic hadir di tengahtengah leher hal-hal janin; tanda ini membedakan EA dari penyakit susah
menelan. Penampakan dari membesarnya esofagus pada blind ending
esofagus pada sonogram adalah sugestif dari EA. Tanda kantong ini telah
dikonfirmasikan dengan visualisasi langsung setelah 26 kehamilan
minggu, tapi serangan ini disarankan pada awal minggu ke-22.
Postnatally, endoscopic ultrasonography menghasilkan 5 gambaran
berlapis dari dinding esophageal yang telah dipergunakan dalam
cancer;.Sebagai tambahan, lengkungan aortic mungkin dilihat dengan
sonographically untuk merencanakan perbaikan EA dan / atau TEF.
2.8 Penatalaksanaan
1. Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi
untuk bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
b. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine
dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45.
d. NGT dimasukkan secara oral dann dilakukan suction rutin.
e. Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan pehatin
khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator
mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan
ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung
melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat
diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai
kepintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan
rendah. Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan
atresia esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui
apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan
penanganan segera.
2. Tidakan Selama Operasi
Pada umumnya operrasi perbaikan atresia esophagus tidak
dianggap sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi

10

premature dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan


ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan
menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan.
Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan
rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum
yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan. Pada keadaan diatas,
maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi
terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi
sampai masalah ganggua respiratorik pada bayi benr-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan
fistula dari memperbaiki esophagus. Pada prnsipnya tindakan operasi
dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari
atresia esophagus mencakup.
a. Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses
vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang
cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung.
b. Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi

dan

mengetahui lokasi fistula.


c. Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada Hfistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula
tanpa memperbaiiki esophagus. Esophagus
d. Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara
diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua
ujung proximal dan distal dan esofagus.
e. Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak
antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut
dengan primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2
ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary
repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction
rutin dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung
esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila
jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba

11

dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus


disambung dengan menggunakan sebagai kolon.
3. Tindakan Setelah Operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus
dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar
tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis
agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan
NGT untuk pemberian makanan

2.9 WOC
Factor Resiko:

Kegagalan pada masa embrio

1. Factor obat
:
thalidomine
2. Factor radiasi
3. Factor gizi buruk

Deferensiensi usus yang tidak


sempurna

Memisahkan dari masingmasing menjadi esofagus


Perkembangan selendotel yang
lengkap

Perlengkapan dinding lateral


usus depan yang tidak
sempurna
Fistula trachea esofagus
12

ATRESIA ESOFAGUS
B1

B4

B5

1. Atresia esophagus
1. Atresia
tanpa fistula
esophagus
2. Atresia
dengan TEF
Esofagusdengan TEF
proximal dan
proximal
distal
3. Atresia esophagus
2. Atresia
dengan TEF distal
esophagus
4. Atresia esophagus
Makanan
masuk
kesaluran
dengan
TEF
dengan TEF proximal
ASI, PASI ataupun
pernafasan
(trachea)
proximal
& distal
susu soya tidak dapat
proximal
Aspirasi
masuk kesaluran
pencernaan dengan
Batuk,cyanosis
Gangguan
Intakelancar
cairan
Fungsi
tubuhMuntah
menurun
Pernafasan

MK :
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
napas

MK : Resiko
kekurangan volume
cairan

1. Atresia esophagus
tanpa fistula
2. Atresia
Esofagusdengan
TEF proximal
3. Atresia esophagus
dengan TEF
Distal
4. Atresia esophagus
ASI, PASI ataupun
dengan TEF
susu soya tidak dapat
proximal & distal
masuk kesaluran
pencernaan dengan
Reabsorsi
sari-sari
lancar
makanan (nutrien)
Muntah
Pemenuhan nutrisi
tidak adekuat
MK :

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

B6
1. Atresia esophagus
tanpa fistula
2. Atresia
Esofagusdengan
TEF proximal
3. Atresia esophagus
dengan TEF distal
4. Atresia esophagus
dengan TEF
proximal & distal
Kelainan congenital
pencernaan
Proses pencernaan
terganggu
Reabsorsi sari-sari
makanan (nutrien)
Senyawa kimia (calcium,
asam fosfat, magnesium,
dll untuk pertumbuhan
tulang
Pertumbuhan Tulang
terganggu
Pergerakan tulang dan
otot
MK : Keterlambatan

pertumbuhan dan
perkembangan

13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Tanggal MRS
Tanggal Pengkajian
Jam Pengkajian
Hari Rawat

: 05-11-2015
: 05-11-2015
: 13.00
: Kamis

1 Identitas Klien
1. Nama Klien
Umur
Jenis Kelamin
Suku/bangsa
Agama
Berat Bdan
2. Nama Ayah
Nama Ibu
Pekerjaan Ayah
Pekerjaan Ibu
Agama
Pendidikan
Alamat

Jam Masuk
No. RM
Diagnosa
Masuk

: 12.00
: 12345678
: Atresia esofagus

: An. A
: Hari
: Laki- Laki
: Sasak / Indonesia
: Islam
: 3600 kg
: Tn. D (40th)
: Ny. A (35th)
: Swasta
: IRT
: Islam
: SMA/ SMP
: Surabaya

2 Riwayat Kesehatan
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
1. Keluhan Utama : Ny.A mengatakan By.A muntah setelah 10 menit
diberi ASI lewat sonde.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :.Ny.A usia 35 tahun datang ke rumah
sakit pada tangggal 05-11-2015 membawa anaknya keluhan muntah,
keluar cairan warna hijau ibu pasien mengatakan bahwa saat di Ibu
mengatakan dalam kehamilannya, ibu memeriksakan kehamilannya
> dari 6X. Saat kehamilan ibu S sering mengkonsumsi vitamin, obat
tambah darah dan obat penurun tekanan darah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :

14

Pasien mengatakan anggota keluarga tidak pernah mengalami


penyakit yang serupa.
3.1.1

3.1.2

Observasi
TD :
N : 130x/menit
RR : 40
S : 370C
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : Ada pernafasan cuping hidung, terpasang O2 nasal 2
liter/menit, terdapat sedikit perdarahan di hidung sebelah
kiri yang terpasang selang O2.
B2 (Blood)

: Tidak ada gangguan

B3 (Brain )

: Tidak ada gangguan

B4 (Bladder) : jumlah eliminasu urin kurang lebih 10 cc warna kuning


jernih, BAB sehari 3-5X, konsentrasi cair ada sedikit
ampas dengan jumlah 1 sendok makan.
B5 (Bowel)

: Bentuk cembung, teraba keras, LP: 35cm, bising usus


normal 6-10X/menit, tidak teraba pembesaran hati dan
limpa, perkusi bunyi terdapat adanya meteorismus,
terpasang infus di tali pusat.

B6(Bone)

3.1.3

: Tidak ada gangguan

Pemeriksaan laboratorium:
Hb

: 11,8 gr % normal: 12-15

Ht

: 36,6 % normal: 40-54

MCH

: 35,2 normal: 27-32

MCV

: 109,8 normal 76-96

Leucosit

: 3.600 I/U normal 4-11 ribu

Trombosit

: 103.000 I/U normal 150-400 ribu

Glukosa sewaktu

: 210 mg/dl
15

Natrium

: 130 mmol/I normal: 136-145

Kalium

: 37 mmol/I normal: 3,5-5,1

Chlorida

: 114 mmol/I normal: 98-107

Kalsium

: 2,02 normal 2,12-2,52

3.2 Analisa Data


Nama Klien

: An. A

Umur

Ruang Rawat

: Shofa

Diagnosa Medik

: ATRESIA ESFAGUS

No
1.

Tanggal/
Waktu
5

Data

Etiologi

Data Subjektif:

November
2015
Jam 13.00

ASI masuk ke

Keperawatan
Ketidakefektif

saluran pernafasan

an bersihan

Data Objektif:
- Klien

jalan napas
tersedak-

sedak

Aspirasi

saat

pemberian
makanan

Masalah

Batuk & cyanosis


untuk

16

bayi (ASI) masuk


Gangguan fungsi
pernafasan
2

Data Subjektif:

ASI, PASI ataupun

Ketidakseimba

November

Klien mengalami

susu soya tidak dapat

ngan nutrisi

2015

muntah setiap ada

masuk ke saluran

kurang dari

pencernaan dengan

kebutuhan

lancar

tubuh

Jam 13.00

makanan ASI, PASI


ataupun susu soya yang
masuk
Data objektif:

muntah

Klien menolak
pemberian ASI, PASI
ataupun
setelah
muntah

susu

soya

Proses pencernaan
terganggu

mengalami
Reabsorbsi sari-sari
makananan

Pemenuhan nutrisi
tidak adekuat

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakseimbangan nutirisi kurang dari kebutuhan tubuh

17

3.4 Intervensi
N

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

keperawatan

Hasil

1.

Ketidakefektifan

NOC:

Bersihan jalan

Setelah dilakukan tindakan Airway suction

napas

keperawatan selama 1 x 24

Definisi :

jam diharapkan tidak

ketidakmampuan

terjadi Ketidakefektifan

untuk

Bersihan jalan napas

membersikan

, dengan kriteria hasil :

sekresi saluran

NIC :

Mendemonstrasikan

pernapasan untuk

batuk efektif dan

mempertahankan

suara nafas yang

kebersihan jalan

bersih, tidak ada

napas.

sianosis dan dispnea


( mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
-

Intervensi

pursed lips)
Menunjukkan jalan
napas yang paten

1. Pastikan kebutuhan
oral/tracheal
suctioning.
2. Auskultasi suara
napas sebelum dan
sesudah suctioning.
3. Informasikan
kepada klien dan
keluarga tentang
suctioning.
4. Minta klien nafas
dalam sebelum
suction di lakukan.
5. Berikan O2 dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suction nasotrakeal
6. Gunakan alat yang
steril setiap
18

( klien tidak merasa


tercekik, irama
napas, frekuensi
pernapasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
-

napas abnormal)
Mampu
mengidentifikasi
dan mencegah
faktor yang dapat

melakukan
tindakan.
7. Anjurkan klien
untuk istirahat dan
napas dalam
setelah kateter
8. Monitor status
oksigen klien
9. Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suction
10. Hentikan suction

menghambat jalan

dan berikan

napas.

oksigen apabila
klien menunjukkan
bradikardi,peningk
atan saturasi
O2,dll.
Airway Management
11. Buka jalan nafas,
gunakan teknik
chin lift atau jiwa
thurst bila perlu
12. Posisikan klien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
13. Identifikasi klien
perlunya adanya
pemasanga alat
jalan napas buatan
14. Pasang mayo bila
perlu
15. Lakukan fisiotrapi
dada jika perlu

19

16. Keluarkan sekret


dengan batuk atau
suction
17. Auskultasi suara
napas, catat adanya
suara tambahan
18. Lakukan suction
pada mayo
19. Berikan
brokodilator bila
perlu
20. Berikan pelembab
udara kassa basa
NaCL lembab
21. Atur intake cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
22. Monitor respirasi
dan status O2.

2.

Ketidakseimbang

NOC:

NIC:

an nutirisi kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management


dari

kebutuhan keperawatan selama 1 x 24

tubuh

jam

diharapkan

tidak

Definisi : Asupan terjadi Ketidakseimbangan


nutrisi

tidak nutirisi

cukup

untuk kebutuhan tubuh

memenuhi
kebutuhan

kurang

dari

dengan kriteria hasil :


-

metabolik

Adanya peningkatan
berat badan sesuai

dengan tujuan
Berat badan ideal

1. Kaji adanya alergi


makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dari
jumlah yang
dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien
untuk

20

sesuai tinggi badan


Mampu
mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi
Menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dari

penelan
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

meningkatkan
intake fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan vitamin
c
5. Berikan subtansi
gula
6. Yakinkan diet yang
di makan
mengandung tinggi
serat agar tidak
konstipasi
7. Berikan makanan
yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan
oleh ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat makanan
harian
9. Monitor jumlah
nutrisidan
kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentangkebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring

21

12. BB pasien dalam


batas normal
13. Monitor adanya
penurunan berat
Badan
14. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang bisa
dilakukan
15. Monitor interaksi
anak atau orang tua
selama makan
16. Monitor
lingkungan selama
makan
17. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
18. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
19. Monitor tugor kulit
20. Monitor
kekeringan, rambut
kusam,dan mudah
patah
21. Monitor mual dan
muntah
22. Monitor kadar
albumin,total
protein,dan kadar
ht
23. Monitor
pertumbuhan dan

22

perkembangan
24. Monitor ingan
pucat,kemerahan
,kekeringan
jaringan
konjungtiva
25. Monitor kalori dan
intake nutrisi
26. Cacat adanya
edema,hiperemik
hipertonik papila
lidah cavitas oral
27. Catat jika lidah
berwarna magenta
scarlet

3.5 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/
Dx
Implementasi
Waktu
1. 5 November
1. memastikan kebutuhan
2015
13.00

oral/tracheal suctioning.
2. mengauskultasi suara
napas sebelum dan sesudah
suctioning.
3. menginformasikan kepada
klien dan keluarga tentang
suctioning.
4. Meminta klien nafas dalam
sebelum suction di
lakukan.
5. memberikan O2 dengan

Evaluasi
S:
O: - klien tampak tidak
tersedak-sedak saat
pemberian ASI
-

klien tampak bernafas

dengan mudah
Suara irama napas
klien mulai norma

A:Masalah teratasi sebagian


P:Intervensi dilanjutkan.

menggunakan nasal untuk


memfasilitasi suction

23

nasotrakeal
6. menggunakan alat yang
steril setiap melakukan
tindakan.
7. memonitor status oksigen
klien
8. mengajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan
suction
9. meghentikan suction dan
berikan oksigen apabila
klien menunjukkan
bradikardi,peningkatan
saturasi O2,dll.
10. memposisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi
11. mengidentifikasi klien
perlunya adanya
pemasanga alat jalan napas
buatan
12. mengauskultasi suara
napas, catat adanya suara
tambahan
13. memberikan pelembab
udara kassa basa NaCL
lembab
14. mengatur intake cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
15. memonitor respirasi dan
status O2.

2.

5 November

1. mengkaji adanya alergi

S:

24

2015
13.00

makanan
2. mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dari jumlah
yang dibutuhkan pasien
3. menganjurkan pasien
untuk meningkatkan intake

O : - klien tidak mengalami


muntah lagi setelah
pemberian nutrisi.
-

BB meningkat

A : masalah teratasi
P : intervesi di pertahankan.

fe.
4. meyakinkan diet yang di
makan mengandung tinggi
serat agar tidak konstipasi.
5. memberikan makanan
yang terpilih (sudah
dikonsultasikan oleh ahli
gizi)
6. mengajarkan pasien
bagaimana membuat
makanan harian.
7. memonitor jumlah
nutrisidan kandungan
kalori.
8. memberikan informasi
tentangkebutuhan nutrisi
9. mengkaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
10. BB pasien dalam batas
normal.
11. memonitor adanya
penurunan berat Badan
12. memoonitor mual dan
muntah
13. memonitor kadar
albumin,total protein,dan
kadar ht
14. memonitor pertumbuhan
dan perkembangan
25

26

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya

lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada -1/3 kasus lainnya esophagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus dengan fistula).
Klasifikasi atresia esophagus antara lain : Atresia Esofagus dengan fistula
trakheooesophageal distal, Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula, Fistula
trakheo esofagus tanpa atresia, Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus
proksimal, Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal.
Pengobatan pada atresia esophagus bisa dilakukan dengan cara keperawatan dan
secara medik.
Pada pasien neonatus dengan atresia esophagus masalah keperawatan
utama yang muncul ialah nutrisi kurang dari kebutuhan dikarenakan kelainan
kongenital di area esophagus yang menyebabkan asupan makanan terganggu yang
berujung pada terganggunya proses tumbuh kembang bayi tersebut, apalagi BBL
tersebut <3000 gram dengan atau tanpa kelahiran cukup bulan. Masalah
keperawatan yang lain yaitu dapat mengakibatkan dampak hospitalisasi pada
pasien ataupun keluarga. Gangguan tali kasih antara keluarga dan bayinya dapat
timbul bila bayi-bayi dirawat inap.Respons kehilangan dapat timbul pada orang
tua, saudara sekandung, maupun anak/bayi yang sakit. Hal yang sama juga terjadi
bila bayi meninggal. Reaksi ini dapat diobservasi dari perubahan fisiologis dan
psikologis yang dialami pasien ataupun keluarga. Kemampuan orangtua dan
saudara sekandung untuk mengatasi proses ini dipengaruhi oleh kepribadian, latar
belakang sosial budaya serta system pendukung. Perawat dapat mendukung
keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan yan difokuskan pada bantuan
terhadap pasien dan keluarga dalam menghadapi proses secara optimal akibat
dampak hospitalisasi.

27

4.2.

Saran
Setelah

membaca

makalah

ini,

diharapkan

mahasiswa

dapat

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia esofagusdengan


tepat sehingga dapat mencegah terjadinya kegawatdaruratan dan komplikasi yang
tidak diinginkan. Kepada klien agar lebih mengetahui tentang atresia esophagus
baik pengertian maupun gejalanya, sehingga apabila dijumpai tanda gejala
kelainan kongenital tersebut maka klien memahami dan mengerti tindakan apa
saja yang diberikan oleh tim kesehatan. Kepada tenaga kesehatan terutama
perawat agar dapat memberi penanganan segara bila menemui kasus atresia
esophagus, sehingga tidak terjadi komplikasi yang berlanjut.Kepada pembaca agar
memahami apa itu atresia esophagus dan pencegahan yang dapat dilakukan,
sehingga pembaca dapat menerapkan prinsip preventif sebelum kuratif

28

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. Perawatan anak sakit.Buku kedokteran. EGC,1997. Jakarta
Sylvia A price, Lorraine m Wilson.Patofisiologi. Buku kedokteran, EGC, 1997,
Jakarta
Ronna L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran,
EGC.2003.Jakarta.
.Robbins dan kumar.Patologi .Fakultas kedoteran. Universitas
Edisi

,EGC,

Aerlangga,

1995,

Jakarta

Ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran. EGC.1995. Jakata


Blair G. Esophageal Atresia With Or Without Trakheoesophageal Fistula.
http://www.emedicine.com
Kronemer

K.Esophageal Atresia/Tracheoesophageal Fistula.

http://www.emedicine.com
Spitz L. Esophageal Atresia And Tracheoesophageal Malformation in
Pediatric Surgery. USA, Elsevier Saunders. 2005; 352-370
Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Fistel dan Atresia.Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi ke-2. Jakarta, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, 2004; 502-3.
Hassan Rusepno, Alatas Husein. Atresia Esofagus. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta.

Infomedika

Jakarta,

1998;

199-201.

Esophageal

Atresia.http://www.encyclopediasurgery.com
Spitz,L .Oesophageal atresia. Orphanet Journal of Rare
Diseases.Department of Paediatric Surgery, Institute of Child Health,
University College, London, UK. 2007, 2:24
Sadler,T. Sistem Pencernaan. Embriologi Kedokteran Langman. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Bab 11 hal 243-248.2000
Dwayne

c.

Clark,

Esophageal

Atresia

and

Tracheoesophageal

Fistula.JournalsAmerican Family PhysicianVol. 59/No. 4 (February 15, 1999).


Kabesh.A,MD. Esophageal Atresia and Tracheoesophageal Fistulae.The Fetus and
Newborn.Department of Pediatric Surgery.Ain Sharn University.
Wimdejong, R.sjamsuhidajat-edt.Esofagus dan Diafragma.Buku Ajar Ilmu
Bedah-edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997
www.dr.H.K.Suheimi.com

29

Anda mungkin juga menyukai