PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum ( Usus Buntu) dan lumen
appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks mengandung banyak
folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada iliaca kanan di belakang
caecum ( Henderson ; 1992).
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel, tempat
parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma, pembentukan
pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus ileum dan kelaina yang
lain. Khusus untuk appendiks terdapat cara prevensi yang hanya mengurangi
morbilitas dan mortalitas sebelum menjadi perforasi atau gangren (FKUA ; 1989)
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan cara
operasi (pembedahan ).
membuang
kepada
dan
keluarganya
mengenai
pentingnya
mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi kalori dan tinggi protein guna
mempercepat proses penyembuhan penyakitnya serta perawatan dirumah setelah
penderita pulang.
1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis ?
2. Apa definisi dari Apendisitis ?
3. Bagaimana etiologi Apendisitis ?
4. Apa saja klasifikasi dari Apendisitis ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Apendisitis ?
6. Bagaimana patofisiologi Apendisitis ?
7. Apa komplikasi Apendisitis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan Apendisitis ?
9. Bagaimana cara memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan Apendisitis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
1.3.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa
membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang gangguan sistem
pencernaan Apendisitis dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang
bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien Apendisitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi Apendiks
terbendungnya
aliran
trombosis.Keadaan
vena
ini
pada
dinding
memperberat
appendiks
iskemia
dan menimbulkan
dan
edema
pada
2.4.3
Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 persen.
2.4.4
Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
muncul. Bila tanda rovsing, psoas dan obturator positif, akan semakin
meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.
2.6 Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri
abdomen atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi
dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi
pus. (Corwin, Elizabeth J, 2000).
Massa/Tinja/Benda Asing
Peradangan
Peregangan apendiks
Tekanan intra-luminal
Suplai darah terganggu
Hipoksia jaringan
Nyeri
Apendisitis dapat mulai dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam wakru 24-48 janm pertama. Usaha dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus, yang secara salah dikenal dengan
infliltrare apendiks. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan masa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan bisa sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan pelengketan berulang diperut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai eksarsebasi akut.
Apendisitis kemungkinan juga dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal
(Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian (Craig, 2011).
intravena.
5. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2.8.2 Operasi
1. Apendiktomi.
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
10
11
terbentuk
lebih
dari
satu
minggu
sejak
serangan
sakit
Hiperter
mi
Peradangan pd
Jar.
Operasi
Febris
Kerusakan control
suhu terhadap
inflamasi
Sekresi mucus
berlebih pd lumen
apendik
Luka insisi
Ansietas
Kerusakan
jaringan
Pintu masuk
Kuman
Apendic
teregang
12
Ujung Saraf
terputus
Resiko infeksi
Pelepasan
Prostaglandin
Kerusakan
integritas Jar.
Stimulasi
dihantarkan
Spasme Dinding
apendik
Nyeri
Spinal Cord
Cortex Cerebri
Anastesi
Hipoxia jar.
Appendik
Nyeri di
persepsikan
Ulcerasi
Resiko
ketidakefektifan
perfusi
Reflek batuk
Peristaltik Usus
Perforasi
Akumulasi
sekret
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
nafas
Depresi sitem
respirasi
Distensi
abdomen
Gangguan Rasa
Nyaman
Tekanan intraluminal
lebih dari vena
Anorexia
Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Dari data demografi kita akan mengetahui mengenai Nama, Umur : sering
terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status
perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat,
Nomor register.
Wawancara dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
13
14
Data Objectif
1. Nyeri tekan titik MC.Burne
2. Bising usus meningkat, perut
kembung
3. Suhu meningkat, nadi cepat
4. Hasil leukosit meningkat 10.000
12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah
terjadi perforasi
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Tanggal MRS
:12.9.2015
Jam Masuk
: 14.00
Tanggal Pengkajian
:12.9.2015
No. RM
: 131141
Jam Pengkajian
Hari Rawat
:16.00
:Sabtu
3.1.1
Identitas Klien
Nama Klien
: Ny. M
Umur
: 22 tahun
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Mahasiswi
Alamat
: Surabaya
Riwayat Kesehatan
16
Observasi
TD : 110/80 mmHg
N : 82 x /menit
RR : 22 x /menit
S : 38,20 C
Pemeriksaan Penunjang
17
No
1.
Nama Klien
: Ny. M
Umur
:22 Tahun
Ruang Rawat
: Mawar
Diagnosa Medik
: Appendisitis
Tanggal/
Waktu
12 Sep
Data
Etiologi
Data Subjektif:
2015
16.00
Invasi &
Multiplikasi
Appendisitis
Kerusakan
Jaringan
Ujung Saraf
Terputus
Pelepasan
prostaglandin
Spasme dinding
apendik
Stimulasi
dihantarkan ke
spinal Cord
Dipersepsikan
Cortex cerebri
S:5
NYERI
T : hilang timbul
- LAB :
Hb : 10,3 gr % ( 11,4
18
Masalah
Keperawatan
Nyeri Akut
2.
12 Sep
15,1 )
Leuko :14,8 x 10.9 / l
( 4,3 11,3 )
Trombo:258 x 10.9 /l
( 150 350 )
PCV :0,33 ( 0,38
0,42 )
USG : Abses apendiks
( + ) positif
Data Subjektif:
2015
16.00
Peradangan pd
jaringan
yang lalu.
Data Objektif:
-
Hipertermi
Invasi &
Multiplikasi
KU: Baik,
Kerusakan
control suhu
terhadap
inflamasi
Composmentis
TD : 110/80 mmHg
N : 82 x /menit
RR : 22 x /menit
S : 38,20 C
- LAB :
Hb : 10,3 gr % ( 11,4
15,1 )
Leuko :14,8 x 10.9 / l
( 4,3 11,3 )
Trombo:258 x 10.9 /l
( 150 350 )
PCV :0,33 ( 0,38
0,42 )
- USG : Abses apendiks
Febris
Hipertermi
( + ) positif
1.
2.
Dengan
Faktor
Cidera
(mis.,Biologi,zat
kimia,fisik,psikologis).
Hipertermi berhungan dengan peningkatan laju metabolisme
3.4 Intervensi
N
Diagnosa
keperawatan
Hasil
19
Intervensi
1.
Nyeri Akut
berhubungan
Dengan Faktor
Cidera
(mis.,Biologi,zat
kimia,fisik,psikologi
s).
Definisi:
Pengalaman sensori
dan emosional yan
tidak menyenangkan
NOC:
-
NIC:
Pain level
Pain control
Comfort level
Pain Management
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
komprehensif, durasi,
frekuensi, kualitas dan
selama 1 x 24 jam
factor prespitasi.
2. Observasi reaksi
diharapkan Nyeri
Berkurang, dengan
nonverbal
kriteria hasil:
ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol 3. Gunakan komunikasi
nyeri(tahu
terapeutik untuk
kerusakan jaringan
penyebab
mengetahui
nyeri,mampu
pengalaman nyeri
potensial atau
menggunakan
digambarkan dalam
terhnik
hal kerusakan
nonfarmakologi
sedemikian rupa :
untuk mengurangi
nyeri, mencari
nyeri berkurang
dengan
diprediksi dan
berlangsung <6 bulan
mempengaruhi
pengalaman nyeri
pasien.
5. Beritahu pasien dan
bantuan).
2. Melaporkan bahwa
pasien.
4. Kaji kultur yang
menggunakan
penanganan nyeri
managemen nyeri.
3. Mampu mengenali
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
nyeri (skala,
personal)
7. Kaji tipe dan sumber
intensitas,
frekuensi, dan tanda
nyeri).
4. Menyatakan Rasa
nyaman setelah
nyeri untuk
menentukan intervensi
8. Ajarkan pasien teknik
nonfarmakologi
9. Evaluasi keefektifan
nyeri berkurang
Indikator skala:
control nyeri
20
5 : Sangat adekuat
2.
Hipertermi
berhungan dengan
NOC:
Setelah dilakukan
Fever Treatment
tindakan keperawatan
21
peningkatan laju
selama 1 x 24 jam
metabolisme.
diharapkanSuhu tubuh
mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan
Definisi :
kembali normal,
Peningkatan suhu
dengan
kriteria hasil:
normal.
suhu kulit
4. Monitor TD, N, Dan
RR
rentang normal
5. Monitor penurunan
2. Nadi dan RR dalam
tingkat kesadaran
rentang normal
6. Monitor intake dan
3. Tidak ada
output
perubahan warna
7. Berikan anti piretik
8. Berikan pengobatan
kulit dan tidak
untuk mengatasi
pusing.
demam
9. Kolaborasi pemberian
cairan intravena.
10. Kompres pasien pada
bagian lipatan paha
dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi
udara
Temperature
Regulation
1. Monitor suhu tiap 2
jam
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, N, Dan
RR
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor tanda tanda
hipertermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
22
Evaluasi
S:Pasien mengatakan Nyeri
2015
nyeri secara
Berkurang
17.00
komprehensif, durasi,
O:KU baik
factor prespitasi.
2. Observasi reaksi
nonverbal
tusuk
ketidaknyamanan.
3. Gunakan komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui pengalaman
S : menjadi 2 dari 5
T : hilang timbul
nyeri pasien.
4. Pilih dan lakukan
TD : 110/90 mmHg
N : 80 x /menit
RR : 18 x /menit
S : 36,50 C
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5. Kaji tipe dan sumber
A:Masalah teratasi.
P:Intervensi dipertahankan.
23
control nyeri
8. Tingkatkan istirahat
9. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
10. Monitor penerimaan
pasien tentang
managemen nyeri.
11. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat..
12. Cek istruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi..
13. Cek riwayat alergi.
14. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih
dari satu.
15. Tentukan pilihan
analgesic tergantung tipe
dan beratnya nyeri
16. Tentukan nalgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
17. Pilih rute pemberian
1.
12 Sep
2015
17.00
2.
3.
4.
5.
mungkin
badan sudah lebih enak.
Monitor IWL
O:KU Baik
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor TD, N, Dan RR
Tidak ditemukan sianosis,
Monitor penurunan tingkat
dan perubahan turgor kulit.
24
kesadaran
6. Monitor intake dan output
7. Berikan anti piretik
8. Berikan pengobatan untuk
mengatasi demam
9. Kolaborasi pemberian cairan
TD : 110/90 mmHg
N : 80 x /menit
RR : 18 x /menit
S : 36,50 C
A:Masalah teratasi.
P:Intervensi dipertahankan.
intravena.
10. Kompres pasien pada bagian
lipatan paha dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
13. Catat adanya fluktuasi TD.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:
1. Nyeri Akut berhubungan Dengan Faktor Cidera (mis.,Biologi,zat
kimia,fisik,psikologis).
2. Hipertermi berhungan dengan peningkatan laju metabolisme
4.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Baratajaya, Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1990
Dona P. Ignatavicus, Medical surgical Nursing A Nursing Aproach , edisi I; 1991.
Wilkinson,Judith M.2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta
:Penerbit EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Digestive Surgency, Surabaya.
Lismidar, Proses keperawatan FKUI; 1990.
Marlyn E. Doenges, Nursing care Plans, F. A. Davis Company, Philadelphia;
1989.
M.A. Henderson, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Penerbit Yayasan essentia media,
1989.
26
27