Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum ( Usus Buntu) dan lumen
appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks mengandung banyak
folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada iliaca kanan di belakang
caecum ( Henderson ; 1992).
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel, tempat
parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma, pembentukan
pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus ileum dan kelaina yang
lain. Khusus untuk appendiks terdapat cara prevensi yang hanya mengurangi
morbilitas dan mortalitas sebelum menjadi perforasi atau gangren (FKUA ; 1989)
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan cara
operasi (pembedahan ).

Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan cara

appendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan

membuang

appendiks ( Puruhito ; 1993).


Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan tindakan
pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya infeksi (Ingnatavicus; 1991).
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi hal
tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama perawatan yang mencakup
empat aspek diantaranya : promotif yaitu memberikan penyuluhan tentang
menjaga kesehatan diri dan menjaga kebersihan diri serta lingkungannya.
Upaya kuratif yaitu memberikan perawatan luka operasi secara aseptik
untuk mencegah terjadinya infeksi dan mengadakan kaloborasi dengan profesi
lain secara mandiri.
penyuluhan

kepada

Upaya rehabilitatif yaitu memberikan pengetahuan atau


penderita

dan

keluarganya

mengenai

pentingnya

mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi kalori dan tinggi protein guna
mempercepat proses penyembuhan penyakitnya serta perawatan dirumah setelah
penderita pulang.

1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis ?
2. Apa definisi dari Apendisitis ?
3. Bagaimana etiologi Apendisitis ?
4. Apa saja klasifikasi dari Apendisitis ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Apendisitis ?
6. Bagaimana patofisiologi Apendisitis ?
7. Apa komplikasi Apendisitis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan Apendisitis ?
9. Bagaimana cara memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan Apendisitis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
1.3.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sistem pencernaan II.


Tujuan Khusus
Mengetahui anatomi dan fisiologi Apendisitis.
Mengetahui definisi dari Apendisitis.
Mengetahui etiologi dari Apendisitis.
Mengetahui klasifikasi dari Apendisitis.
Memahami manifestasi klinis dari Apendisitis.
Mengetahui patofisiologi dari Apendisitis.
Mengetahui komplikasi dari Apendisitis.
Mengetahui penatalaksanaandari Apendisitis.
Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan dari
Apendisitis.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa
membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang gangguan sistem
pencernaan Apendisitis dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang
bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien Apendisitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm


(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel,
2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum
viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Gambaran apendiks diperlihatkan gambar 2.1.

Gambar 2.1. Apendiks


(Indonesian Children, 2009)
2.2 Definisi Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik
periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil
dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah
katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik ( Mc Burney ).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi
terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi
banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh
peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007
dalam Docstoc, 2010).
2.3 Etiologi Apendisitis
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak
adanya fekalit dalam lumen appendiks.

Adanya benda asing seperti cacing,

stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya


keganasan (karsinoma karsinoid) seperti berikut :
1. Ulserasi pada mukosa
2. Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing
5. Tumor
6. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi
nanah,kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa
lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena
omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding
apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga
pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi
lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya
hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

2.4 Klasifikasi Apendisitis


2.4.1 Apendisitis Akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut


pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah
pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2.4.2

Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya

aliran

trombosis.Keadaan

vena
ini

pada

dinding

memperberat

appendiks

iskemia

dan menimbulkan

dan

edema

pada

apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding


appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin.Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler
dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

2.4.3

Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua

syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik

apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah


apendektomi.
Kriteria

mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh

dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 persen.
2.4.4

Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.

2.5 Manifestasi Klinis Apendisitis


Nyeri kuadran bawah kanan terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Keluhan apendiks biasanya
bermula dari nyeri didaerah umbilicus atau periumbilicus yang berhubung dengan
muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,
tetapi kadang- kadang terjadi diare, mual dan muntah. (sjamsuhidajat R, dan Jong
Win de, 2004)
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah semakin
progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditujunkan satu titik
dengan nyeri maksimal. Perkusi jaringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga

muncul. Bila tanda rovsing, psoas dan obturator positif, akan semakin
meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.
2.6 Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri
abdomen atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi
dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi
pus. (Corwin, Elizabeth J, 2000).
Massa/Tinja/Benda Asing

Obstruksi lumen apendiks

Peradangan

Sekresi mukus tidak dapat keluar


Pembengkakan jaringan limfoid

Peregangan apendiks

Tekanan intra-luminal
Suplai darah terganggu

Hipoksia jaringan

Nyeri
Apendisitis dapat mulai dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam wakru 24-48 janm pertama. Usaha dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus, yang secara salah dikenal dengan
infliltrare apendiks. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh

dan masa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan bisa sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan pelengketan berulang diperut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai eksarsebasi akut.
Apendisitis kemungkinan juga dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal
(Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian (Craig, 2011).

Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan


komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992).
2.8 Penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang Apendisitis
Pembedahan diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan.
Pemberian antibiotic, pemberian therapy cairan intra vena untuk mengganti cairan
yang hilang. Pemberian analgetik dapat diberikan setelah diagnose ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendektomi dapat
dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau
dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Penatalaksanaan Apendisitis menurut Mansjoer
2.8.1 Sebelum operasi
1.
2.
3.
4.

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi


Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara

intravena.
5. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2.8.2 Operasi
1. Apendiktomi.
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

10

3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin


mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
2.8.3 Pasca operasi
1. Observasi TTV.
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
5. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 230 menit.
8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih
aktif yang ditandai dengan :
1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih
jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaikbaiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan
pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda
ditandai dengan :

11

1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu


tubuh tidak tinggi lagi.
2. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
3. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks
telah

terbentuk

lebih

dari

satu

minggu

sejak

serangan

sakit

perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses


dengan atau tanpa peritonitis umum.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
(kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)
didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa
membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit
lainnya di daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007).
2.9 Web Of Caution
Invasi &
multiplikasi
APPENDICITIS

Hiperter
mi
Peradangan pd
Jar.

Operasi

Febris
Kerusakan control
suhu terhadap
inflamasi
Sekresi mucus
berlebih pd lumen
apendik

Luka insisi

Ansietas

Kerusakan
jaringan

Pintu masuk
Kuman

Apendic
teregang

12

Ujung Saraf
terputus

Resiko infeksi

Pelepasan
Prostaglandin

Kerusakan
integritas Jar.

Stimulasi
dihantarkan

Spasme Dinding
apendik

Nyeri

Spinal Cord
Cortex Cerebri

Anastesi

Hipoxia jar.
Appendik

Nyeri di
persepsikan

Ulcerasi

Resiko
ketidakefektifan
perfusi

Reflek batuk

Peristaltik Usus

Perforasi

Akumulasi
sekret
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
nafas

Depresi sitem
respirasi

Distensi
abdomen

Gangguan Rasa
Nyaman

Tekanan intraluminal
lebih dari vena

Anorexia
Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Mual & Muntah


Resiko
kekurangan
volume cairan

2.10 Teori Asuhan Keperawatan


2.10.1 Pengkajian
Anamnesa

Dari data demografi kita akan mengetahui mengenai Nama, Umur : sering
terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status
perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat,
Nomor register.
Wawancara dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah

13

mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium


dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus,
dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang. Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat,
Kebiasaan eliminasi.

2.10.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik klien apendisitis akan menemukan:
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi :Takipnoe,
pernapasan dangkal.
: Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
: Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.Data
psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : Tidak ada gangguan
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney.Berat badan sebagai indikator
untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise.
B2 (Blood)
B3 (Brain)

Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi


diare.
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
2.10.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat di berikan pada klien apendisitis:
1. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan
2.
3.
4.
5.
6.

cairan udara di sekum atau ileum).


Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
Pada enema barium apendiks tidak terisi.
Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

2.10.4 Diagnosa Keperawatan

14

1. Nyeri akut b.d inflamasi dan infeksi


2. Hipertermia b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif, mekanisme kerja
peristaltic usus menurun
4. Kerusakan integritas jaringan
5. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh

2.10.5 Analisa Data


Data Subjectif
1. Rasa sakit di epigastrium atau
daerah periumbilikus kemudian
menjalar ke bagian perut bawa
2. Rasa sakit hilang timbul
3. Mual, muntah
4. Diare atau konstipasi
5. Tungkai kanan tidak dapat
diluruskan
7. Rewel dan menangis
8. Lemah dan lesu
9. Suhu tubuh meningkat

Data Objectif
1. Nyeri tekan titik MC.Burne
2. Bising usus meningkat, perut
kembung
3. Suhu meningkat, nadi cepat
4. Hasil leukosit meningkat 10.000
12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah
terjadi perforasi

15

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Tanggal MRS

:12.9.2015

Jam Masuk

: 14.00

Tanggal Pengkajian

:12.9.2015

No. RM

: 131141

Jam Pengkajian
Hari Rawat

:16.00
:Sabtu

Diagnosa Masuk : Appendisitis


Ruang
: Mawar

3.1.1

Identitas Klien
Nama Klien

: Ny. M

Umur

: 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Suku/bangsa

: Jawa/Indonesia

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Mahasiswi

Alamat

: Surabaya

Penanggung Jawab: Tn. R ( kakak Klien )


3.1.2

Riwayat Kesehatan

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:


1. Keluhan Utama

16

Nyeri Pada Perut kanan bawah.


2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M usia 22 tahun datang ke rumah sakit pada tangggal 12.9.2015 dengan
keluhan perut bagian kanan bawahnya terasa nyeri sejak 6 hari yang lalu,
pernah di beri obat pencahar namun tetap sama, klien juga mengatakan tidak
enak badan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarga tidak pernah mengalami seperti ini
sebelumnya.
3.1.3

Observasi
TD : 110/80 mmHg
N : 82 x /menit
RR : 22 x /menit
S : 38,20 C

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


1. B1 (Breathing): Pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal..
2. B2 (Blood): Tekanan Darah 110/80 mmHg. S : 38,20 C
3. B3 (Brain): Klien terlihat cemas, ada perasaan takut, tampak gelisah, dan
ekspresi wajah kesakitan.
4. B4 (Bladder): Urin Berwarna kuning 1500cc.
5. B5 (Bowel):Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik
Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian
obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awal dan
kadang-kadang terjadi diare.
Provokatif : nyeri ditimbulkan dari peradangan pada appendisitis
Qualitas : nyeri seperti tertusuk-tusuk
Regio : kuadaran IV, pada titik Mc Burney
Skala : 5
Time : hilang timbul
6. B6(Bone): Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
3.1.5

Pemeriksaan Penunjang

Hasil uji laboratorium menunjukan:


Hb
:10,3 gr % ( 11,4 15,1 )
Leuko :14,8 x 10.9 / l ( 4,3 11,3 )

17

Trombo:258 x 10.9 /l ( 150 350 )


PCV :0,33 ( 0,38 0,42 )
USG :Abses apendiks ( + ) positif
3.2 Analisa Data

No
1.

Nama Klien

: Ny. M

Umur

:22 Tahun

Ruang Rawat

: Mawar

Diagnosa Medik

: Appendisitis

Tanggal/
Waktu
12 Sep

Data

Etiologi

Data Subjektif:

2015

Pasien mengeluh nyeri

16.00

pada perut kanan bawah


Data Objektif:
- KU : Baik, Composmentis
TD : 110/80 mmHg
N : 82 x /menit
RR : 22 x /menit
S : 38,20 C
-Saat bergerak tangan kiri
menahan perut,
mengernyitkan dahi

Invasi &
Multiplikasi
Appendisitis
Kerusakan
Jaringan
Ujung Saraf
Terputus
Pelepasan
prostaglandin

dan menggigit bibir.


P : nyeri ditimbulkan dari
peradangan pada
appendisitis
Q : nyeri seperti tertusuktusuk
R : kuadaran IV, pada titik
Mc Burney

Spasme dinding
apendik
Stimulasi
dihantarkan ke
spinal Cord
Dipersepsikan
Cortex cerebri

S:5

NYERI

T : hilang timbul
- LAB :
Hb : 10,3 gr % ( 11,4

18

Masalah
Keperawatan
Nyeri Akut

2.

12 Sep

15,1 )
Leuko :14,8 x 10.9 / l
( 4,3 11,3 )
Trombo:258 x 10.9 /l
( 150 350 )
PCV :0,33 ( 0,38
0,42 )
USG : Abses apendiks
( + ) positif
Data Subjektif:

2015

Pasien mengatakan tidak

16.00

enak badan sejak 6 hari

Peradangan pd
jaringan

yang lalu.
Data Objektif:
-

Hipertermi
Invasi &
Multiplikasi

KU: Baik,

Kerusakan
control suhu
terhadap
inflamasi

Composmentis
TD : 110/80 mmHg
N : 82 x /menit
RR : 22 x /menit
S : 38,20 C
- LAB :
Hb : 10,3 gr % ( 11,4
15,1 )
Leuko :14,8 x 10.9 / l
( 4,3 11,3 )
Trombo:258 x 10.9 /l
( 150 350 )
PCV :0,33 ( 0,38
0,42 )
- USG : Abses apendiks

Febris
Hipertermi

( + ) positif

1.
2.

3.3 Diagnosa Keperawatan


Nyeri Akut berhubungan

Dengan

Faktor

Cidera

(mis.,Biologi,zat

kimia,fisik,psikologis).
Hipertermi berhungan dengan peningkatan laju metabolisme
3.4 Intervensi
N

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

keperawatan

Hasil

19

Intervensi

1.

Nyeri Akut
berhubungan
Dengan Faktor
Cidera
(mis.,Biologi,zat
kimia,fisik,psikologi
s).
Definisi:
Pengalaman sensori
dan emosional yan
tidak menyenangkan

NOC:
-

NIC:
Pain level
Pain control
Comfort level

Pain Management
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

komprehensif, durasi,
frekuensi, kualitas dan

selama 1 x 24 jam

factor prespitasi.
2. Observasi reaksi

diharapkan Nyeri
Berkurang, dengan

nonverbal

kriteria hasil:

ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol 3. Gunakan komunikasi
nyeri(tahu

terapeutik untuk

kerusakan jaringan

penyebab

mengetahui

yang aktual atau

nyeri,mampu

pengalaman nyeri

potensial atau

menggunakan

digambarkan dalam

terhnik

hal kerusakan

nonfarmakologi

sedemikian rupa :

untuk mengurangi

awitan yang tiba-tiba

nyeri, mencari

yang muncul akibat

atau lambat dari


intensitas ringan

nyeri berkurang

akhir yang dapat

dengan

diprediksi dan
berlangsung <6 bulan

mempengaruhi
pengalaman nyeri
pasien.
5. Beritahu pasien dan

bantuan).
2. Melaporkan bahwa

hingga berat dengan


diantisipasi atau

pasien.
4. Kaji kultur yang

keluarga untuk mencari


dan menemukan
dukungan
6. Pilih dan lakukan

menggunakan

penanganan nyeri

managemen nyeri.
3. Mampu mengenali

(farmakologi, non
farmakologi dan inter

nyeri (skala,

personal)
7. Kaji tipe dan sumber

intensitas,
frekuensi, dan tanda
nyeri).
4. Menyatakan Rasa
nyaman setelah

nyeri untuk
menentukan intervensi
8. Ajarkan pasien teknik
nonfarmakologi
9. Evaluasi keefektifan

nyeri berkurang
Indikator skala:

control nyeri

20

5 : Sangat adekuat

10. Tingkatkan istirahat


11. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
12. Monitor penerimaan
pasien tentang
managemen nyeri.
Analgesic
Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat..
2. Cek istruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi..
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
satu.
5. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan nalgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian

2.

Hipertermi
berhungan dengan

secara IV, IM..


NIC:

NOC:
Setelah dilakukan

Fever Treatment

tindakan keperawatan

21

peningkatan laju

selama 1 x 24 jam

1. Monitor suhu sesering

metabolisme.

diharapkanSuhu tubuh

mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan

Definisi :

kembali normal,

Peningkatan suhu

dengan
kriteria hasil:

tubuh diatas kisaran

1. Suhu tubuh dalam

normal.

suhu kulit
4. Monitor TD, N, Dan

RR
rentang normal
5. Monitor penurunan
2. Nadi dan RR dalam
tingkat kesadaran
rentang normal
6. Monitor intake dan
3. Tidak ada
output
perubahan warna
7. Berikan anti piretik
8. Berikan pengobatan
kulit dan tidak
untuk mengatasi
pusing.
demam
9. Kolaborasi pemberian
cairan intravena.
10. Kompres pasien pada
bagian lipatan paha
dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi
udara
Temperature
Regulation
1. Monitor suhu tiap 2
jam
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, N, Dan
RR
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor tanda tanda
hipertermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi

22

Vital sing Monitor


1. Monitor TD, N, Dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
TD
3. Monitor warna dan
suhu kulit

3.5 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/
Dx
Implementasi
Waktu
1.
12 Sep
1. Lakukan pengkajian

Evaluasi
S:Pasien mengatakan Nyeri

2015

nyeri secara

Berkurang

17.00

komprehensif, durasi,

O:KU baik

frekuensi, kualitas dan

P : nyeri ditimbulkan dari

factor prespitasi.
2. Observasi reaksi

peradangan pada appendisitis


Q : nyeri seperti tertusuk-

nonverbal

tusuk

ketidaknyamanan.
3. Gunakan komunikasi

R : kuadaran IV, pada titik


Mc Burney

terapeutik untuk
mengetahui pengalaman

S : menjadi 2 dari 5
T : hilang timbul

nyeri pasien.
4. Pilih dan lakukan

TD : 110/90 mmHg
N : 80 x /menit
RR : 18 x /menit
S : 36,50 C

penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5. Kaji tipe dan sumber

A:Masalah teratasi.
P:Intervensi dipertahankan.

nyeri untuk menentukan


intervensi
6. Ajarkan pasien teknik
nonfarmakologi
7. Evaluasi keefektifan

23

control nyeri
8. Tingkatkan istirahat
9. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
10. Monitor penerimaan
pasien tentang
managemen nyeri.
11. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat..
12. Cek istruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi..
13. Cek riwayat alergi.
14. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih
dari satu.
15. Tentukan pilihan
analgesic tergantung tipe
dan beratnya nyeri
16. Tentukan nalgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
17. Pilih rute pemberian
1.

12 Sep

secara IV, IM..


1. Monitor suhu sesering

2015
17.00

2.
3.
4.
5.

S:Pasien mengatakan sudah

mungkin
badan sudah lebih enak.
Monitor IWL
O:KU Baik
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor TD, N, Dan RR
Tidak ditemukan sianosis,
Monitor penurunan tingkat
dan perubahan turgor kulit.

24

kesadaran
6. Monitor intake dan output
7. Berikan anti piretik
8. Berikan pengobatan untuk
mengatasi demam
9. Kolaborasi pemberian cairan

TD : 110/90 mmHg
N : 80 x /menit
RR : 18 x /menit
S : 36,50 C
A:Masalah teratasi.
P:Intervensi dipertahankan.

intravena.
10. Kompres pasien pada bagian
lipatan paha dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
13. Catat adanya fluktuasi TD.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:
1. Nyeri Akut berhubungan Dengan Faktor Cidera (mis.,Biologi,zat
kimia,fisik,psikologis).
2. Hipertermi berhungan dengan peningkatan laju metabolisme
4.2 Saran

25

Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing


untuk melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak
benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi
prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang
timbul pada sistem pencernaan adalah Apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA
Baratajaya, Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1990
Dona P. Ignatavicus, Medical surgical Nursing A Nursing Aproach , edisi I; 1991.
Wilkinson,Judith M.2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta
:Penerbit EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Digestive Surgency, Surabaya.
Lismidar, Proses keperawatan FKUI; 1990.
Marlyn E. Doenges, Nursing care Plans, F. A. Davis Company, Philadelphia;
1989.
M.A. Henderson, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Penerbit Yayasan essentia media,
1989.

26

Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran


edisi II Media Aeskulis, FKUI ; 1982.
Puruhito Dr, Soetanto Wibowo Dr, Soetomo Basuki Dr, Pedoman Tehnik Operasi
OPTEK UNAIR Press; 1993.
Soeparman Sarwono, Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI;
1990.
Win Dejong, R, Syamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC; 1997.
Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC,
Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai