Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAAJAAN ISLAM DI INDONESIA

Kedatangan Islam di Indonesia.


Pendapat para ahli yang pernah mengemukakan masalah kedatangan Islam di
Indonesia masih berbeda-beda. Sebagian ahli berpendapat bahwa kedaatangan Islam
pertama-tama ke Indonesia sudah sejak abad pertama hijriyah atau abad ke-7 M, dan
sebagian lagi berpendapat bahwa Islam baru datang abad ke-13M, terutama di Samudra
Pasai (Djakariah, 2014: 16). Menurut Ricklefs (2008: 4) bukti yang paling dapat
dipercaya mengenai penyebaran Islam dalam suatu masyarakat lokal Indonesia adalah
berupa prasasti-prasasti Islam (kebanyakan batu-batu nisan) dan sejumlah catatan para
musafir. Hasymy (1993: 38) dalam bukunya menyatakan bahwa Islam telah berangsurangsur datang ke Indonesia sejak abad-abad pertama Hijrah atau sekitar abad ke-7 dan 8
M dan langsung dari Arab.
Menurut Ricklefs (2008: 3) secara umum, ada dua proses yang mungkin terjadi
dalam penyebaraan Islam di Indonesia. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak
degan agama Islam dan kemudian menganutnya. Proses kedua oraang-orang asing (Arab,
India, Cina dll) yang telah memeluk Islam tinggal tetap disuatu wilayah Indonesia kawin
dan berbaur dengan masyarakat local, atau mungkin kedua proses ini terjadi bersamasama.

Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra

Kerajaan Perlak
Pada akhir abad ke-12, di pantai timur Sumatera terdapat negara Islam
bernama Perak. Nama itu kemudian dijadikan Peurlelak, didirikan oleh para
pedagang asing dari Mesir, Maroko, Persi dan Gujarat yang menetap disitu sejak
abad ke -12. Pendirinya adalah orang Arab keturunan suku Quraisy. Pedagang
Arab itu kawin dengan pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan tersebut
ia mendapatkan putra bernama Sayid Abdul Aziz sekaligus Sultan pertama
Perlak dan lebih dikenal denan Sultan Alaiddin Syah. (Slamet Muljana, 2009:
130).
Dalam bukunya Hasymy (1993: 405),

dijelaskan

bahwa dengan

pengangkatan Sultan pertama itu, ibu kota kerajaan: Bandar Peurelak


dipindahkan agak ke pedalaman dan namanya diganti dengan Bandar Khalifah.

Sultan Abdul Aziz memerintah samapai tahun 864 M dan setelah


pemerintahnnya menurut Idharul haq dalam Hasymy, ada 17 orang lagi sultan
yang memerintah di Pereulak, antara lain (1) Sultan Alaidin Saiyid Maulana
Abdul Aziz Syah 840-864 M, (2) Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdurrahim
Syah 864-888 M, (3) Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abbas Syah 888-913 M, (4)
Sultan Alaidin Saiyid Maulana Ali Mughayat Syah 915-918 M, (5) Sultan
Makhdum Alaidin Malik Abdul Kadir Syah Johan 918922, (6)

Sultan

Makhdun Alidin Malik Muhammad Amin Syah Johan 922-946 M, (7) Sultan
Makhdun Alidin Abdul Malik Amin Syah Johan (8) Sultan Alaidin Saiyid
Maulana Mahmud Syah 976-988 M kedudukan Bandar Peureulak dan Sultan
Makhdum alaidin Malik Ibrahim Syah Johan 976-1012 M edudukan di Bandar
Khalifah, (10) Sultan Makahdum Alaidin Mansyur Syah Johan 1059-1078 M,
(11) Sultan Makhdun Alaidin Malik Abdullah Syah Johan 1078-1108 M, (12)
Sultan Makhdun Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan 1108-1134 M, (13) Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan 1134-1158 M, (14) Sultan
Makhdum Alaiddin Malik usman Syah Johan 1158-1170 M, (15) Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan 1170-1196 M, (16) Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil Syah Johan 1196-1225 M, (17) Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad AminSyah II Johan 1225-1263 M, (18)
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Joham 1263-1292M.
Terjadi perebutan kekuasaan antara Dinasti Sayid Azziz dan dinasti Marah
Perlak, hal ini banyak mengalami kemunduran bagi Perlak. Pada akhir abad ke13, kesultanan Perlak tidak lagi memegang peranan dalam sejarah Negaranegara di pantai timur Sumatera (Slamet Muljana, 2009: 132)

Kerajaan Samudra Pasai


Letak kerajaan Samudra

Pasai lebih kurang 15 km di sebelah timur

Lhokseumawe, Nangro Aceh, di perkirakan tumbuh 1270-1275 M atau


pertengahan abad ke-13 M (Marwati D.P dan Nugroho. N, 2009: 21-22).
Menurut Soekmono dalam Djakariah (2014: 33) Raja Samudra Pasai yang
pertama adalah Sultan Malik al Saleh yang meninggal tahun 1297. Sultan
Malik al Saleh digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad

(Sultan Malik Al Tahir) yang memerintah 1297-1326. Sultan-sultan yang


memerintah Samudra Pasai berturut-turut menurut Marwati D.P dan Nugroho
N (2009: 23) adalah Sultan Malik as-Shalih (Sultan Malik al Saleh) (wafat
696H/ 1297M), Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297-1326), Sultan
Mahmud Malik az-Zahir (lk. 1346-1383), Sultan Zain al-Abidin Malik azZahir (1383-1405), Sultanah Nahrisyah (1405-1412), wafat 27 September
1428, Abu Zaid Malik az-Zahir (1412-?), Mahmud Malik az-Zahir (15131524).
Masih menurut Marwatu D.P dan Nugroho N (2009: 22) tumbuhnya
Kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan dari letak geografisnya
yang senantiiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan internasional melalui
Selat Malaka yang usdah ada sejak abad-abad pertama Masehi. Catatan Ibnu
Battuta menyebutkan bahwa Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang
sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok, pula
bagian-bagian lain Indonesia, singgah bertemu untuk membongkar daan
memuat barang dagangannya. Ibnu Battuta singgah di Samudra Pasai pada
masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik al-Tahir (Djakariah, 2014: 33).
Hasymy (1993: 362), diceritakan oleh Tome Pires dalam makalah Uka
Tjandrasasmita, Kerajaan Samudra Pasai mempunyai banyak penduduk,
Kerajaan tersebut kaya-raya dan banyak dilakukan perdagangan. Pedagangpedagang berasal dari berbagai negeri: Rume, Turki, Arab, Persia, Gujarat, dll.
Hal ini menunjukan bagaiman Samudra Pasai dengan kemakmuranya.
`

Pada akhir abad ke 14, Samudra Pasai diliputi kekacauan

karena adanya perebutan kekuasaan, sebagaimana dapat disimpulkan dari


berita-berita Cina. Sampai pertengahan abad ke-15 Samudra Pasai masih
mengirimkan utusan ke Tiongkok (Djakariah, 2014: 34).

Kerjaan Islam di Jawa

Kerajaan Demak
Dalam buku Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 52), Demak mempunyai
letak geografis di pesisir utara dan lingkungan alamnya yang subur, dan semula
adalah sebuah kampung yang dalam babad local disebut Gelagahwangi. Tempat

itu kemudian tumbuh dan berkembang sebagai pusat kerajaan islam pertamatama di Pulau Jawa sejak akhir abad ke-15. Djakariah (2014: 47) daalam
bukunya menyebutkan bahwa Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah,
seorang bupati Majapahit yang memeluk islam dan memutuskan hubungan
dengan majapahit.
Raja Demak yang kedua dalam babad dikenal nama Pangeran Sabrang
Lor meskipun pemerintahannya sebentar. (Abdul Hadi dkk, hlm 36). Nama
Pangeran Sabrang Lor berasal dari daerah tempat tinggalnya di Seberang
Utara (De Graff & TH. Pigeaud, 2003: 44). Masih dalam buku De Graff & TH.
Pigeaud (2003: 44-48) , menurut cerita Jawa Timur dan Mataram dalam Serat
Kandha dan babad, penguasa Demak yang ketiga bernama Tranggana atau
Trenggana. Ia adalah saudara sultan sebelum dia Pangeran Sabrang Lor;
keduanya putra penguasa pertama Raden Patah. Menurut perkiraan Pires,
Trenggana lahir tahun 1483. Sultan Trenggana memerintah pada sekitar 15041546. Dalam kurun waktu itu wilayah kerajaan telah diperluas ke barat dan ke
timur, dan masjid Demak telah di bagun (atau dibangun kembali) sebagai
lambang kekuasaan Islam.
Salah satu wilayah yang berhasil dikuasi oleh sultan Trenggana ialah
Mataram di pedalaman Jawa Tengah, dan juga Singasari di Jawa bagian Selatan.
Dalam usahanya menaaklukan psauruan Sultan Trenggana gugur pada tahun
1546. Dengan wafatnya Trenggana, timbullah perebutan kekuasaan antara adik
Trenggana dan anak Trenggana hingga berakhir dengan pemindahan Keraton
Demak ke Pajang pada tahun 1568. Dengan tindakan ini maka menandakan
berakhirnya kasultanan Demak (Djakariah, 2014: 49)

Kerajaan Mataram
Menurut buku Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 55) Mataram
merupakan daerah yang subur, terletak antara Kali Opak dan Kali Praga yang
mengalir ke Samudra Hindia dan memberikan kemungkinan pertumbuhan dan
perkembangan pusat kerajaan Mataram. Di tempat inilah Ki ageng Pamanahaan
mendirikan keraton pada tahun 1578. Setelah beberapa tahun mendiami keraton,
Ki Ageng Pamanahan wafat pada 1584. Penggantinya ialah putranya

Panembahan Senopati ing Alogo yang pada masa mudanya bergelar Pangeraan
Ngabehi Lor

ing Pasar dan merupakan menantu Sultan Pajang (Sultan

Adiwijaya).
Menurut cerita leluhur dalam De Graff & TH. Pigeaud (2003: 253-254)
pada permulaan pemerintahan Senaapati, para penguasa setempat wajib
menyerahkan

upeti

di

kawasan

Kedu

dan

Bagelen

terbujuk

untuk

membangkang terhadap Raja Pajang. Senapati Mataram yang masih mudah


mengabaaikan kewajibannya terhadap Raja Pajang yang sudah tua, ia tidak
suka menghadap Raja. Setelah Raja Pajang meninggal dan Senapati berhasil
mengusir

Pangeran

Banawa

dari

Demak,

Senaapati

memakai

gelar

Panembahan.
Masih menurut buku De Graff $ TH. Pigeaud, Panembahan Senapaati
Mataram berhasil merebut kerajaan tua Jepara baru pada 1599, pada akhir
hidupnya. Pada dasawarsa terakhir abd ke 16, raja merdeka yang pertama di
Mataram berhasil menguasai daerah-daerah terpenting di Jawa Tengah, baik di
pedalaman maupun sepanjang pantai utara. Dalam buku Abdul Hadi dkk (hlm
37), Panembahan Senaapati Mataram juga memperluas kekuasaannya ke
daerah-daerah di Jawa bagian Timur dan Barat.
Masih dalam buku Abdul Hadi dkk (hlm 38-39) setelah wafat Panembahan
Senapati digantikan oleh Mas Jolang, pura dari selir yang berasal dari Pati.
Pangeran Jolang memerintah dari tahun 1601 hingga 1613, ia menyempurnakan
pembangunan Kotagede. Pangeran Jolang meninggal di tempat perburuan
(krapyak) pada tahun 1613. Penggantinya ialah cucu Panembahan Senopati
yaitu Pangeran Jatmiko atau Raden Mas Rangsang dan setelah menjadi sultan
Mataram ia dikenal dengan Sultan Agung Senopati ing Alogo.
Dalam Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 57), pada masa pemerintahan
Sultan Agung Senaapati ing Alaga beberapa daerah yang semula sudah berada
di bawah Mataram mulai melepaskan dirinya, akibatnya, Sultan Agung
melakukan penyerangan-penyerangan terhadap Surabaya, Pati, Giri, dan
Blambangan. Selain melewati pertempuran-pertempuran, dalam menaklukan

kembali daerah-daerah dan penyerangan besar-besaran mengepung Batavia


dilakukan melaluidaratan dan lautan.
Sultan Agung Mataram sakit dan wfat di keraton Kota Gede pada tahun
1645 dan kemudian dimakamkan di Imogiri. Penggantinya adalah putranya
yang bernama Amangkurat atau lebih dikenal dengan Amangkurat I. Sunan
Amangkurat I lebih dekat dengan VOC dari pada rakyatnya. Ia juga dikenal
dengan perbuatan tercela. Kedekatan Mataram dengan dengan VOC
menyebabkan makin banyaknya tindakan mencampuri politik Kerajaan
Mataram.

Banyaknya

pemberontaka

karena

ketidaksukaan

terhadap

Amangkurat I menyebabkan Amangkurat I menyingkir dan menuju Cirebon


untuk meminta bantuan VOC. Akan tetapi sesampainya di wanayasa ia jatuh
sakit dan meninggal pada 10 Juli 1677, ia masih sempat mengangkat Pangeran
Adipati Anom sebagai penggantinya dengan gelar Amangkurat II. Sejak
pemerintahan Amangkurat I maupun Amangkurat II dan seterusnya, kerajaan
Mataram Islam sampai Perang Giyanti tahun 1755 terus menerus mengalami
pengaruh politik VOC. Bahkan melalui perjanjian Giyanti itulah Kerajaan
Mataram Islam dipcah menjadi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan
Kasunanan Surakarta (Solo).

Kerajaan Cirebon
Penjelasan Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 59), Kedatangan Tome
Pires (1512-1515) sekitar tahun 1513, diberitakan di Cirebon sudah termasuk ke
daerah Jawa di bawah kekuasaan kerajaan Demaak. Pires mengatakan bahwa
Islam sudah hadir di Cirebon 40 tahun sebelum keahdiran Pires, artinya dapat
diperkirakan sekitar tahun 1470-1475 M. Dalam naskah Purwaka Tjaruban
Nagari karya Pangeran Arya Cerbon tahun 1720 M, dikatakan bahwa kehadiran
Syarif Hidayatullah di Cirebon tahun 1470 M adalah mengajarkan agama Islam
di Gunung Sembung, kemudian ia menikah dengan Pakungwati putri
uaknyadan pada tahun 1479 menggantikan mertuanya sebagai penguasa
Cirebon, lalu mendirikan kraton yang diberi nama Pakungati di sebelah timur
keraton Sultan Kasepuhan kini.

Syarif Hidayatullah dikenal juga dengan nama Sunan Gunung Jati, salah
seorang Wali Sanga dan mendapat julukan Pandita Ratu sejak ia berfungsi
sebagai wali penyebar Islam dan sebagai kepala pemerintahan. Menurut cerita
Jawa Barat dalam De Graff & TH. Pigeaud (2003: 131), pada tahun 1570 Sunan
Gunung Jati sebagai penguasa Cirebon diganti oleh seorang cicitnya, yang
hanya dikenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Tentang dia
amat sedikit yang diketahui. Raja-raja Mataram sejak semula mempunyai
hubungan yang cukup baik dengan penguasa setempat di sebelah barat Sungai
Bogowonto. Penguasa bagian barat, Raja Cirebon agaknya tidak memberikan
perlawanan dan mengakui penguasaan mataram.
Masih menurut De Graff dan TH. Pigeaud, Panembahan Ratu meninggal
pada 1650. Penggantinya seorang raja yang dikenal dengan nama Pangeran
Girilaya. Berdaarkan Marwati D.P dan Nugroho N (2009: 65) sejak tahun 1697
kekuaaan keraton Kasepuhan dan Kanoman terbagi atas Kacirebonan dan
Kaprapabonan. Karena itu, Kasultanan Cirebon sejak tahun 1681 sampai 1940
mengalami kemerosotan karena kolonialisme.

Kerajaan Islam di Maluku

Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Ternate merupakan Kerajaan Islam terbesar di Maluku. Kerajaan
Ternate berdiri kira-kira abad ke-13. Seiring dengan perkembanga perdagangan
rempah-rempah, sejak awal abad ke-14 Kerajaan Ternate mulai berkembang
maju. Raja Ternate yang sudah memeluk Islam aalah Sultan Bern Acrala. Pada
tahun sekitar 1460-1465, kerajaan Ternate sejak itu makin mengalami kemajuan
di bidang politik, lebih-lebih setelah Sultan Hairun putra Sultan Zainalabidin
menaiki takhta sekitar 1535 kerajaan Ternate berhasil mempersatukan daerahdaerah di Maluku Utara (Marwati D.P dan Nugroho N, 2009: 74)
Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah wilayah kekuasaan Ternate
meluas dan mencapai batas-batas utara sampai Mindanao, di Selatan sampai
Bima di Timur sampai Irian Barat dan di sebelah barat sampai Makasar.
Wilayah ini mencakup 72 buah pulau. Pada masa pemerintahan Sultan

Baabullah inilah Ternate menacapai pada puncaknya (Marwati D.P dan


Nugroho N, 2009: 76 )

Kerajaan Islam di Sulawesi

Kasultanan Goa-Tallo
Secara resmi keduaraja dari Goa dan Tallo memeluk agama Islam pada 22
September 1605. Sejak resmi menjadi kerajaan bercorak Islam pada tahun 1605,
Kesultanan Goa meluaskan kekuasaan politiknya agar kerajaan lain juga
memeluk Islam dan tunduk pada Kesultanan Goa-Tallo. Kerajaan-kerajaan di
sekitar Goal-Tallo dapat ditaklukan karena agama baru, yaitu Islam. Keadaan
ini membawa Kesultanan Goa-Tallo pada kekuasaan dengan cepat dan pasti dari
sebelumnya (Abdul Hadi dkk, hlm 49).
Meskipun kerajaan Goa-Tallo sudah Islam, akan tetapi raja-raja Goa masih
melukiskan hubungan baik dengan orang Portugis yang membawa agama
Kristen-Katolik. Contohnya masa Sultan Goa Muhammad Said (14 juni 163916 November 1653), bahkan masa putranya Sultan Hasanuddin (16 November
1639-29 Agustus 1669). Hubungan erat antara orang Portugis dengan Goa
disebabkan ancaman VOC Belanda yang hendaknya memnonopoli perdagangan
rempah-rempah di Maluku.
Dalam sejarah kerajaan Goa perlu dicatat sejarah perjuangan Sultan
Hasanuddin dalam mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajah
politik dan ekonomi kompeni (VOC) Belanda. Permusuhan antara kerajaan Goa
dan VOC tidak ada hentinya. Pada tahun 1634 VOC memblokade kerajaan Goa
tetapi tidak berhasil. Peristiwa peperangan dari waktu ke waktu berjalan terus
dan baru berdamai antara tahun 1637-1638, namun perjanjian damai itu tidak
kekal.
Perang antara keraajaan Goa dan VOC tidak dapat dielakan lagi menjelang
akhir tahun 1653 dan memang terjadi perang besar-besaraan lagi menjelang
akhir tahun 1653 dan memang terjadi perang besar-besaran tahun 1654-1655 di
mana-mana. Sultan Goa di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin tidak gentar
dengan pengerahan tentara dan armadanya menghadapi kekuatan VOC. Dimana

mana terjadi pertempuran hebat dan tidak kurang mereka membayar desa-desa
yang setelah berperang mereka berkecamuk diantara dua pihak.

Kerajaan Islam di Kalimantan

Kasultanan Banjar (Banjarmasin)


Kasultanan Banjar terletak di Kalimantan Selatan, yang merupakan
kelanjutan dari kerajaan yang bercorak Hindu bernama Daha yang berpusat di
Negara Dipa. Di kerajaan Daha timbul perpecahan antara Pangeran
Tumenggung (1588-1598) dan Raden Samudra. Raden Samudra dinobatkan
menjadi Raja oleh Patih Masin, Muhur, Balit, dan Kuwin. Ketika berperang
dengan Daha, Raden Samudra meminta bantuan kepda Kesultanan Demak
sehingga mendapatkan kemenangan dan kemudian Raden Samudra menjadi
pemeluk Islam dengan gelar Sultan Suryanullah. (Abdul Hadi dkk, hlm 53)
Semasa sultan Suryanullah memerintah, Kesultanan Banjar atau
Banjarmasin meluaskan kekuasannnya sampai ke Sambas, Batanglawai,
Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan. Sultan Suryanullah
digantikan oleh putranya Sultan Rahmatullah. Pengganti Sultan Rahmatullah
ialah putranya yang bergelar Sultan Hidayatullah sedangkan patihnyaialah Kiai
Anggadipa. Kemudian ia digantikan oleh Sultan Marhum Panembahan atau
dikenal dengan Sultan Mustain Billah yang pada masa pemerintahnnya pada
awal abad ke 17 ditakuti oleh kerajaan-kerajaan sekitarnya. (Marwati D.P dan
Nugroho N: 2009: 86)
Pada awal abad ke 17 itu Banjarmasin kedatangan pedgang Belanda. Sejak
pengaruh politik colonial dan monopoli perdagangan Belanda masu ke
Kalimantan Selatan, Kesultanan Banjar terus menerus berselisih baik dengan
pihak Belanda maupun dengan kasultanan Banjar sendiri. Sejak sultan Adam
wafat pada 1 november 1857 pergantian sultan dicampuri politik colonial
Belanda dan pertengtangan diantara kesultanan banjar. Lebih lebih ketika
kasultanan Banjar dihapuskan oleh belanda. (abdul Hadi dkk, hlm 54)

Kerajaan Malaka
Pendiri kerajaan Malaka adalah Parameswara, seorang pangeran
Majapahir dari Blambangan yang melarikan diri karena Blambangan diserbu oleh

Majapahit kemudian menetap di Malaka beserta para pengikutnya yang saat itu
malaka masih merupakan desa kecil. Letak Malaka yang strategis dapat dibangun
kota pelabuhan yang sangat baik. Pada abad ke-15 dan ke-16 Malaka telah
berkembang menjadi pusat perdagangan internasional (Slamet Muljana, 2009: 144)
Berdasarkan Slamet Muljana (2009: 147-151) agama Islam yang datang di
Malaka dan kemudian berkembang sampai di Kepulauan Indonesia tidaklah
langsung dari Arab dan oleh pedagang-pedagang Islam bangsa Persia dan Gujarat
dari India. Pedagang-pedagang Peersia dan Gujarat yang berhubungan langsung
dengan pedagang-pedagang arab. Bandar Malaka sebagai pusat perdagangan
sekaligus sebagai pusat penyebaran islam di Asia Tenggara. Pengembangan Islam
antar bangsa di Kota Malaka banyak terjadi melalui proses perkawinan.
Pengembangan dan penyebaran agama Islam dipercepat pula oleh politik ekspansi
Malaka.
Parameswara adalah pendiri dan pembangun Malaka. Ia adalah sultan
pertama yang menganut islam mazhab SyafiI berkat perkawinanannya denga putri
Raja Samudra Pasai. Sebagai sultan ia bergelar Sultan Megat Iskandar Syah. Ia
memerintah Kerajaan Malaka pada 1402-1424.
Sejak putranya Sultan Muhamad Syah (1424-1444), Raja-raja Malaka
mengambil gelar Sri Maharaja. Sultan ketiga, Sri Parameswara Dewa Syah, hanya
memerintah dua tahun saja antara 1446-1459 karena digulingkan dan dibunuh oleh
Raja Kassim yang kemudian naik tahta dengan gelar Sultan Muzafiar Syan (14461459). Pada masa beliau tampil tokoh bernama Tun Perak.
Kebesaran malaka yang diinginkan oleh Tun Perak tercapai pada masa
pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-1488). Pada masa ini tampil pula
tokoh bernama Laksamana Hang Tuan yang merupakan hasil didikan dari Tun
Perak. Kebesaran Malaka menjadi surut sejak masa pemerintahan Sultan Mahmud
Syah (1468-1525) yang terpaksa harus melepaskan Malaka untuk diduduki dan
dikuasai oleh Portugis sejak 1511).
Apabila dilihat, Indonesia dahalu berdiri banyak kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Hal
ini tentunya kemudian menjadi dari bagian sejarah Indonesia. Materi mengenai perkembangan

kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia masuk dalam kurikulum pembelajarana yang ada di SMP
kelas VII. Oleh karena itu, di perlukan media yang menarik guna menarik perhatian siswa dalam
menunjang pembelajaran salah satunya adalah film animasi. Materi dalam film animasi ini,
pengembangannya akan di batasi. Kerajaan yang akan masuk dalam materi film animasi ini
adalah Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Demak, Keraajaan Mataram,
Kerajaan Ternate Tidore dan Kerajaan Malaka. Kemudian juga akan menyisipkan materi tentang
masuknya Islam di Indonesia.

NB :
KERAJAAN PERLAK
KERAJAAN SAMUDRA PASAI
KERAJAAN DEMAK
KERAJAAN MATARAM
KERAJAAN CIREBON
KERAJAAN BANJARMASIN
KERAJAAN GOA TALO
KERAJAAN TERNATE TIDORE
KERAJAAN MALAKA
SINOPSIS:
Indonesia dahalu berdiri banyak kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Hal ini tentunya kemudian
menjadi dari bagian sejarah Indonesia. Materi mengenai perkembangan kerajaan-kerajaan Islam
di Indonesia masuk dalam kurikulum pembelajarana yang ada di SMP kelas VII. Oleh karena itu,
di perlukan media yang menarik guna menarik perhatian siswa dalam menunjang pembelajaran
salah satunya adalah film animasi.
Fino dan Tito duduk dibangku SMP kelas 7. Mereka berdua ingin mencari tahu tentang kerajaan
islam di indonesia dengan cara mengunjungi museum digital yang adi di Yogyakarta.
Kerajaan kerajaan yang masuk dalam film animasi ini yaitu Kerajaan Perlak, Kerajaan
Samudra Pasai, Kerajaan, Demak, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banjarmasin,

Kerajaan Ternate Tidore, Kerajaaan Malaka. Film ini menceritakan sejarah singkat kerajaankerajaan islam yang ada di Indonesia mulai dari Tata letak kerajaan, peninggalan prasasti,
Sultan / Pemimpin Kerajaan.

Anda mungkin juga menyukai