58
76
CASE-BASED DISCUSSIONS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
: An. B
Umur
: 4 bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
Nama ayah
: Tn. MD
Umur
: 27 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMA
Nama ibu
: Ny. T
Umur
: 22 tahun
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
No CM
: 270738
Ruang
: ICU
Masuk RS
: 30 April 2014
: Sesak nafas
Keluhan tambahan
RR: 64x/m
T: 38,3C
SpO2 : 70-80%
N: i/t cukup
Pada hari ketiga perawatan, pasien sudah membaik dan keluhan sesak
berkurang. Batuk berdahak masih dikeluhan. O2 nasal 2l/m masih dipasang.
Keluhan demam juga sudah tidak ada. Pasien mulai menjalani fisioterapi dan
nebulisasi.
HR: 124x/m
RR: 40x/m
T: 37,2C
SpO2 : 98-100%
N: i/t cukup
Pada hari keenam perawatan, pasien sudah tidak demam dan sesak berkurang.
Pasien akhirnya dipindah dari ICU ke Ruang Parikesit RSUD Kota Semarang.
Terapi fisioterapi dan nebulisasi diteruskan.
HR: 110x/m
RR: 35x/m
T: 36,2C
N: i/t cukup
BB : 5,3 kg
Pernah / Tidak
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Penyakit
Varicella
Kejang
Typhoid
Cacingan
Alergi
DBD
Kecelakaan
Operasi
Pernah / Tidak
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Diakui
: 1 bulan
Miring
: 3 bulan
Tengkurap
: 4 bulan
Hep B
Polio
DPT
Campak
: belum pernah
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta. Ibu pasien tidak bekerja.
Menanggung 1 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Kesan: sosial ekonomi kurang
Data Keluarga
Perkawinan
Umur
Agama
Pendidikan
Ayah
1
27 tahun
Islam
SMA
terakhir
Keadaan
Sehat
Data Perumahan :
Ibu
1
22 tahun
Islam
SMA
Sehat
Kepemilikan rumah
: rumah kontrakan
Keadaan rumah
1 ruang tamu, 1 dapur. Limbah dibuang ke selokan sekitar. Sumber air minum
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
5
HR
RR
: 60 x/ menit
Suhu
: 38,3 C
SpO2
: 70-80%
Status Internus
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Tenggorok
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: datar
: bising usus ( + ) normal
: timpani (+) pada empat kuadran abdomen
: supel, turgor kembali cepat, nyeri tekan sulit
dinilai
Alat kelamin : Laki-laki, dalam batas normal
Anorektal
Ekstremitas
Akral Dingin
Akral Sianotik
Kulit
Superior
-/-/: Turgor kulit kembali cepat
Inferior
-/-/-
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan
DARAH RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
29/4/2014
11.3
34,90
13.100
139
5,3
1,33
Pulmo
: Cor = normal
Pulmo = gambaran pneumonia
Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak laki - laki, usia 4 bulan
Berat badan
: 5,3 kg
Panjang badan : 58 cm
Lingkar lengan atas : 14 cm
WHZ Score :
BB/U
PB/U
= + 0,3 Normal
BB/PB
= +1,4 baik
Pemeriksaan Skoring TB :
1. Kuman TB
:0
2. Uji tuberculin : 0
3. Status gizi
:0
4. Demam
:0
5. Batuk
:0
6. >> KGB
:0
:0
8. Foto thoraks
:1
Score
:1
B. RESUME
Riwayat Penyakit Sekarang :
Telah diperiksa anak laki-laki usia 4 bulan, berat badan 5,3 kg, tinggi badan 58
cm dengan keluhan utama sesak nafas. Sejak 2 hari yang lalu, pasien mengalami
demam terus-menerus sepanjang hari, hanya turun setelah diberi obat penurun
panas. Pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu, namun
anak sulit mengeluarkan dahak dan tampak sesak. Ibu pasien mengaku rumah
dekat pabrik sehingga asap sering masuk ke rumah. Riwayat BAB dan BAK
normal. Riwayat asma, alergi, tersedak, batuk berdarah, keringat dingin malam
hari dan kejang saat demam disangkal. Riwayat tuberkulosis ibu selama
kehamilan disangkal. Pasien dibawa berobat ke dokter keluarga dan diberikan
obat penurun panas dan obat batuk, namun keluhan belum berkurang.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam tinggi dan tampak
semakin sesak dan nafasnya menjadi sangat cepat. Pasien akhirnya dibawa ke
IGD RSUD Kota Semarang.
Setelah Masuk Rumah Sakit :
Pada saat di IGD RSUD Kota Semarang, pasien terlihat sesak dan batuk
namun dahak tidak keluar sehingga anak makin sesak. Saat itu pasien tampak
rewel dan masih aktif. Suhu masih demam tinggi, nafas sangat cepat, tidak
didapatkan akral dingin dan sianosis. Pasien diberikan obat penurun panas
lewat dubur dan dipasang selang oksigen di hidung. 30 menit kemudian,
dilakukan observasi ulang, nafas pasien makin cepat dan suhu tidak menurun
sehingga di beri injeksi farmadol. 15 menit kemudian suhu menurun dan anak
tidur. 1 jam kemudian suhu naik kembali dan retraksi makin dalam. Anak
tampak tidur, sulit dibangunkan, ketika bangun menangis lemah. Karena
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
9
SpO2 : 70-80%
N: i/t cukup
Pada hari ketiga perawatan, pasien sudah membaik dan keluhan sesak
berkurang. Batuk berdahak masih dikeluhan. O2 nasal 2l/m masih dipasang.
Keluhan demam juga sudah tidak ada. Pasien mulai menjalani fisioterapi dan
nebulisasi.
HR: 124x/m
RR: 40x/m
T: 37,2C
SpO2 : 98-100%
N: i/t cukup
Pada hari keenam perawatan, pasien sudah tidak demam dan sesak berkurang.
Pasien akhirnya dipindah dari ICU ke Ruang Parikesit RSUD Kota Semarang.
Terapi fisioterapi dan nebulisasi diteruskan.
HR: 110x/m
RR: 35x/m
T: 36,2C
N: i/t cukup
BB : 5,3 kg
Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam (+), nafas cuping hidung (+), sekret
hidung (+/+) retraksi epigastrium (+) dan rhonki basah halus (+/+). Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya anemia, leukositosis. Dari
pemeriksaan rontgen paru didapatkan adanya gambaran bronkopneumonia.
C. DIAGNOSIS BANDING
Batuk dan sesak :
- Intrapulmoner
Bronkopneumonia
Tuberkulosis paru
Asma
Bronkiolitis
- Ekstrapulmoner
Hiperpireksia
Anemia
Ambroxol 2 mg
Salbutamol 2,5 mg
metilprednisolon 2 mg
: ASI ad libs
BBI = 6 kg
Program :
1. Evaluasi keadaan umum, tanda vital, tanda distress pernapasan, sianosis dan
desaturasi.
2. Lanjutkan fisioterapi
F. KOMPLIKASI
Intrapulmoner :
- Ateletaksis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
11
: dubia ad bonam
Pemeriksaan BGA
Pemeriksaan KPSP
I. NASEHAT
-
Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit yang sedang dialami
oleh pasien dan kemungkinan berulangnya gejala serta prognosis penyakit.
Awasi keadaan umum anak, apabila ada tanda sesak, nafas menjadi cepat serta
ujung-ujung tangan dan kaki biru, segera bawa anak ke rumah sakit.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
DEFINISI
2.
EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun
(Bradley et.al., 2011)
3.
ETIOLOGI
Faktor Infeksi
a.
b.
Pada bayi :
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c.
Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d.
2.
Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b.
Bronkopneumonia lipoid :
4.
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1.
2.
Pneumonia lobaris
b.
Pneumonia interstitialis
c.
Bronkopneumonia
b.
Pneumonia bakteri
b.
Pneumonia virus
c.
Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4.
5.
5.
Pneumonia tipikal
b.
Pneumonia atipikal
Pneumonia akut
b.
Pneumonia persisten
PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu
hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi
Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui
inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas
bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru
yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai
dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
16
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3.
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
6.
MANIFESTASI KLINIK
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3.
4.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
7.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
8.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
9.
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1.
Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2.
Panas badan
3.
4.
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
10. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).
11. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam,
yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1.
Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah 60 torr.
Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2.
3.
ampicillin + aminoglikosid
b.
c.
amoksisillin + aminoglikosid
b.
golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e.
makrolid (eritromisin)
b.
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72
jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
DAFTAR PUSTAKA