Disusun Oleh :
NOORFUADI
NIM . 010 030 184 B
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Kontusio
Laserasi
Gangguan autoregulasi
rangsangan simpatis
Stress
tahanan vaskuler
katekolamin
Sistemik & TD
O2 ggan metabolisme
tek. Pemb.darah
Pulmonal
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
Cerebral
Difusi O2 terhambat
Gg perfusi jaringan
Kejang-kejang
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
Sepsis/septik syok
Anemia
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala,
Muntah
Hemiparesa.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat
2
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Bingung
Edema pupil.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
3
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
4
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
5
Mempertahankan
tingkat
kesadaran
biasa/perbaikan,
kognisi,
dan
fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan
koma/penurunan
dalam
pemulihannya
setelah
serangan
awal,
/catat
dalam menentukan
lokasi,
cahaya
mencerminkan
fungsi
yang
Hipovolemia/hipertensi
dapat
terintegrasi
dengan
perfusi
jaringan.
Turunkan
eksternal
dan
kenyamanan,
pasien
menghindari
derajad
indikasi/yang
ditoleransi.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
sesuai indikasi.
hipoksemia,
yang
mana
dapat
Berikan
obat
indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
steroid,
analgetik,
antipiretik.
antikonvulsan, Steroid
menurunkan
inflamasi,
yang
selanjutnya
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
Catat
dapat
Rasional
menandakan
awitan
komplikasi
pernapasan.
Pernapasan
lambat,
periode
apnea
dapat
Pantau
dan
kompetensi
gag/menelan
jalan
napas
pasien
untuk
penghisapan
ekstra
Catat
keadaan
imobilisasi
dan
tidak
dapat
warna dan kekeruhan dari trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
sekret.
hipoksia
yang
menimbulkan
suara
hipoventilasi dan adanya atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak membahayakan
normal
misal:
oksigenasi
cerebral
dan/atau
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
Melihat
kembali
keadaan
ventilasi
dan
tanda-
bronkopneumoni.
Memaksimalkan
oksigen
pada
darah
arteri
dan
Walaupun
merupakan
kontraindikasi
pada
pasien
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan
antiseptik, nosokomial.
daerah
mengalami untuk
melakukan
tindakan
dengan
segera
dan
catat
demam,
menurunkan
resiko
terjadinya
pneumonia,
karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
indikasi
pembedahan
untuk
menurunkan
resiko
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC ,
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
11
: TN. S.
Umur
: 50 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia.
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: tidak bekerja
Pendidikan
: SLTA
Tgl.MRS
Tgl. Pengkajian
Diagnosa Medik
A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR
18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit,
tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 x 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan Eliminasi alvi
infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah
abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang otot integumen:
12
Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena
pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix,
tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet,
kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265
PCO2: 46,0
HCO3: 20,4
BE: -6,6
PO2: 259,4
1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV
Novalgin 3 x 1 amp IV
Afriaxon 1 x 2 gr IV
Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.
13
2. ANALISA DATA
DS: -
Data
Kemungkinan penyebab
Trauma kepala
DO:
Kesadaran me , GCS: 1
x 1,
ICH
daerah
dengan
pnemotocele.
Fr Impresi frontal
kanan dan kiri
Hematom Subarachnoid
Odema otak
temporofrontal kiri
jaringan cerebral
CT Scan :
Masalah
Gangguan
perfusi
Fraktur
temporal
TIK
O2
kiri
DS: -
TIK
DO:
Menggunakan respirator,
Mode: CR
500
Insp MV:
50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
Gangguan
pola
napas
rangsangan simpatis
RR 18 x/menit
Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
DS: -
Hipoksemia
Trauma kepala
Resiko
nutrisi
DO:
kurang
dari
GCS:
1-x-1,
terpasang
Stress
kebutuhan tubuh
Pe katekolamin
14
Mual, muntah
DS: DO:
Luka post
pada
op trepanasi
farietal
pembalut,
prosedur invasif.
Resiko
tinggi
terhadap infeksi
tertutup
tidak
tampak
pada
rahang
luka
jejas
pada
bau
dan
Klien
terpasang
Trauma kepala
DO:
Kesadaran me , GCS: 1x-14
Sindroma
defisit
perawatan diri
Hematom Subarachnoid
TIK
O2
Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
15
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
Tujuan:
Kriteria hasil:
Intervensi
Pantau
/catat
Rasional
status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
dan
bermanfaat
dalam
menentukan
lokasi,
dan
kanan,
terhadap cahaya.
cahaya
mencerminkan
fungsi
yang
cerebral.
kerusakan
Demam
pada
dapat
hipotalamus.
serebral
dapat
mengakibatkan
diabetes
insipidus.
eksternal
dan
kenyamanan,
pasien
menghindari
hipoksemia,
yang
mana
dapat
Berikan obat:
Dilantin 3 x 100
mg IV
17
DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi
Pantau frekuensi, irama, Perubahan
kedalaman
setiap
Rasional
menandakan
dapat
awitan
komplikasi
Catat otak.
ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
tube,
selang
sesering mungkin.
Siapkan ambu bag tetap Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
berada didekat pasien
Lakukan
dengan
hati-hati, meningkatkan
hipoksia
yang
menimbulkan
jangan lebih dari 10-15 vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
detik.
Catat
fisioterapi Walaupun
Napas .
merupakan
kontraindikasi
pada
pasien
Auskultasi
suara
perhatikan
oksigenasi
cerebral
dan/atau
misal:
wheezing, krekel.
ronkhi,
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
Pantau analisa gas darah, asam basa dan kebutuhan akan terapi.
tekanan oksimetri
Melihat
kembali
keadaan
ventilasi
dan
tanda-
ulang.
bronkopneumoni.
DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan
antiseptik, nosokomial.
daerah
yang
kerusakan,
mengalami untuk
melakukan
tindakan
dengan
segera
dan
catat
demam,
diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
program dokter.
19
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa
Tindakan Keperawatan
29/4/02
1
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor
reaksi cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit,
suhu: 37C.
-
Memberikan obat:
30/4/02
Memberikan obat:
karakter
warna
lendir
putih
kental.
1/5/02
Pasien Meninggal
21
EVALUASI
TGL
DIAGNOSA
29/4/2002
1. Perubahan perfusi S: jaringan
EVALUASI
serebral O:
berhubungan dengan
hemoragi/
hematoma;
edema
cerebral.
neurovaskuler
Mode: CR
: 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
A: Masalah belum teratasi
29/4/2002
3. Resiko tinggi
O:
trauma jaringan,
TTV stabil
invasif.
Perubahan
jaringan
perfusi S: serebral O:
berhubungan dengan
hemoragi/
hematoma;
cerebral.
edema
neurovaskuler
PCO2:46,0
PO2: 254,4
BE: - 6,6
S:
O:
trauma jaringan,
TTV stabil
invasif.
23