Anda di halaman 1dari 26

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama
Stambuk
Judul Referat
Judul Lapsus

:
:
:
:

Andi Farahnisa Mappasissi


10542 0264 11
Pica Disorder
Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2015


Pembimbing

dr. Fanny Wijaya , Sp.KJ

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan referat dengan judul Pica Disorder dan laporan
kasus ini dengan judul Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1 ). Tugas ini ditulis
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas referat dan laporan kasus
ini. Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta temanteman sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih banyak kepada dr. Fanny
Wijaya, Sp.KJ, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan
tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang diharapkan
oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran
demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.
Semoga laporan kasus bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara
khusus.

Makassar, agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR
PENGESAHAN
..............................................................................................................................
1
KATA
PENGANTAR
..............................................................................................................................
2
DAFTAR
ISI
..............................................................................................................................
3
BAB
1
PENDAHULUAN
..............................................................................................................................
4
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
..............................................................................................................................
6
BAB
IV
KESIMPULAN
..............................................................................................................................
17
LAPORAN
KASUS.................................................................
..............................................................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
30

BAB I
PENDAHULUAN
Pica adalah gangguan

makan yang didefinisikan sebagai sebagai

konsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu
bulan. Menurut diagnostic and statistical manual of mental disorders edisi
keempat(DSM-IV) perilaku ini harus tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. 1
Pica terjadi diseluruh dunia . geofagia adalah bentuk yang paling umum
dari pica pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup
didaerah tropis dan bersuku-suku. Pica adalah hal lazim dibagian barat Kenya,
Afrika Selatan dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran,
Uganda, Wales, Turki dan Jamaika. Di beberapa Negara bahkan tanah dijual untuk

tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri belum ada data dan informasi yang jelas
mengenai gangguan makan jenis ini . 2
Pica jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan
dewasa. Individu yang terdiagnosis pica dilaporkan menelan berbagai macam zat
non pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil, rambut, kuku, kertas,
kayu, kapur bahkan batu bara. Bayi dan anak sering menelan cat, plester, tali dan
rambut. Anak-anak lebih cenderung suka menelan kotoran hewan, pasir serangga ,
daun, kerikil dan punting rokok Pada remaja dan orang dewasa paling sering
menelan tanah atau tanah liat pada wanita hamil muda pica terjadi selama
kehamilan pertama pada masa remake akhir atau dewasa awal. Meskipun pica
biasanya berhenti pada akhir kehamilajn, namun saja bisa saja terus berlanjut
hingga bertahun-tahun. Walaupun pica diamati paling sering terjadi pada anakanak, gangguan makan ini adalah suatu hal yang paling umum terjadi pada
individu dengan retardasi mental. Dalam beberapa masyarakat, pica adalah suatu
hal yang bersifat budaya dan tidak dianggap patologis 1, 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu
makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan,
misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan,
cat kering, dinding tembok, dan sebagainya 4

Epidemiologi
Insiden dari pica diperkirakan 10 sampai 32 persen terjadi pada anak-anak
usia antara 1 dan 6 tahun. Pada anak yang lebih dari 10 tahun laporan pica
menyatakan angka kira-kira 10 persen dari populasi . Terjadi penurunan linier
6

seiring dengan bertambahnya usia. Pica kadang-kadang meluas ke golongan


remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa yang tidak cacat mental. Pada
individu dengan keterbelakangan mental, pica dilaporkan hingga 15% individu
dengan retardasi mental berat dan paling sering terjadi pada mereka yang berusia
10-20 tahun. Pica dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin dengan angka kejadian
sama besar 2,4
Etiologi
Insiden pica yang lebih tinggi dari perkiran tampak terdapat pada kerabat
orang dengan gejala ini. Defisiensi gizi didalilkan sebagai penyebab pica, pada
keadaan tertentu, perasaan nagih kadang-kadang disebabkan oleh defisiensi
desi dan seng, yang dihilangkan dengan pemberiannya. Insiden pengabaian dan
deprivasi orang tua juga dikaitkan dengan kasus pica. 4
Gambaran klinis
Memakan yang tidak dapat dimakan secara berulang setelah usia 18 bulan
biasanya dianggap abnormal. Onset pica biasanya antara usia 12-24 bulan dan
insiden berkurang seiring usia . zat khusus yang dikonsumsi bervariasi bergantung
pada kemudahan

diperolehnya dan meningkat sesuai dengan penguasaan

lokomosi dan meningkatnya kemandirian yang dihasilkan serta berkurangnya


pengawasan orang tua. Biasanya anak yang masih kecil mengkonsumsi cat,
plester, kawat, rambut dan pakaian. Anak yang lebih tua memiliki akses pada
debu, kotoran hewan, batu dan kertas. Apabila klinisnya dapat ringan atau
mengancam nyawa, sesuai dengan bahan yang dikonsumsinya 4

Factor resiko
a. Terdapat pada golongan anak dibawah umur 3 tahun, biasanya diatas 1
tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak-anak suka
memasukkan benda-benda yang dipegangnya kedalam mulut
Penderita defisiensi gizi
Penderita retardasi mental
Ibu hamil
Orang yang dietnya rendah mineral
Orang yang memiliki gangguan kejiwaan seperti hysteria
Orang dengan cacat perkembangan atau gangguan serupa
Orang orang yang keluarga atau etnisnya memakan zat non-makanan
Orang yang diet, menjadi lapar dan mencoba meringankan kelaparan dan

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

ngidam dengan zat rendah kalori(zat non-makanan) 4,5


Penegakkan diagnosis
Presentasi klinis pica sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat
spesifik dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan atau
paparan agen infeksi , gejala dilaporkan sangat bervariasi dan berhubungan
dengan jenis toksin atau agen infeksi tertelan. Gejala-gejala pada saluran
gastrointestinal seperti sembelit, sakit perut.6
Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pica
dan

menyangkal

adanya

pica

ketika

ditanya.

Kerahasiaan

ini

sering

mengganggu diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas
komplikasi yang timbul dari berbagai bentuk pica dan keterlambatan
diagnosis yang akurat dapat menyebabkan gejala ringan sampai mengancam
nyawa.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :

F98.3 Pica masa bayi dan anak

Gejala pica adalah terus menerus memakan zat yang tidak bergizi

(tanah, serpihan cat, dsb)


Pica dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah
gangguan psikiatrik yang luas (seperti autisme) atau sebagai
perilaku psikopatologis yang tunggal; hanya dalam keadaan yang
disebut belakangan ini digunakan kode diagnosis ini Fenomena ini
paling sering terdapat pada anak retardasi mental, harus diberi
kode diagnosis F70-F79. Namun demikian, pica dapat juga terjadi
pada anak (biasanya pada usia dini) yang mempunyai intelegensia
normal.

Patologi dan pemeriksaan laboratorium


Tidak

ada

tes

laboratorium

tunggal

yang

mengonfirmasi

atau

menyingkirkan diagnosis pica, tetapi beberapa tes laboratorium berguna karena


pica sering disertai dengan indeks yang abnormal. Kadar serus besi dan seng
harus selalu diperoleh, pada banyak kasus pica, kadar ini rendah dan dapat turut
menyebabkan timbulnya pica. Pica dapat hilang ketika besi dan seng oral
diberikan. Kadar hemoglobin pasien harus diperoleh, jika kadarnya berkurang
dapat terjadi anemia. Pada anak dengan pica, kadar timah serum harus didapat jika
dokter khawatir pada anak, keracunan timah dapat terjadi akibat mengonsumsi
timah. Ketika kadar timah anak meningkat keadaan ini harus diterapi 4

Diagnosis banding
9

Diagnosis banding pica mencakup defisiensi zat besi dan seng. Pica juga
dapat terjadi bersama dengan keadaan gagal tumbuh dan beberapa gangguan jiwa
dan medis lainnya, termasuk skizofrenia, gangguan autistic, anoreksia nervosa dan
sindrom kleine Levin. Pada kekerdilan psikososial, bentuk gagal tumbuh
endokrinologis dan perilaku yang dramatic tetapi reversible, anak menunjukkan
perilaku aneh, mencakup meminum air toilet, sampah dan zat tanpa gizi lainnya.
Laporan kasus baru-baru ini menunjukkan hubungan pica dengan hipersomnolen,
intoksikasi timah dan pubertas prekoks. Pubertas prekoks menunjukkan bahwa
hipotalamus sebagai tempat untuk sedikitnya satu bagian dari disfungsi.
Intoksiukasi timah diketahui dapat disebabkan oleh pica dan beberapa kelalaian
neuropsikiatri lain dalam hal kinerja daya ingat dan kognitif. Sebagian kecil anak
dengan gangguan auristik dan skizofrenia bisa memiliki pica. Pada anak yang
menunjukkan pica dan gangguan medis lain, kedua gangguan harus diberi kode,
menurut DSM-IV-TR 6
Prognosis
Prognosis untuk pica beragam, meskipun pada anak dengan intelegensi
normal, gangguan ini paling sering bersifat pulih spontan. Pada anak, pica
biasanya pulih seiring dengan meningkatnya usia, pada perempuan hamil pica
biasanya terbatas dengan pada masa kehamilan saja. Meskipun demikian, pada
beberapa orang dewasa terutama mereka yang mengalami retardasi mental, pica
dapat berlanjut hingga bertahun-tahun. Data pemantauan lanjutan pada populasi
ini terlalu terbatas untuk memberikan suatu kesimpulan6
Terapi
10

Langkah pertama didalam terapi adalah untuk menentukan penyebabnya


jika memungkinkan. Jika pica disebabkan oleh situasi pengabaian atau
penganiayaan, tentu saja keadaan ini perlu diubah. Pajanan pada zat toksik seperti
timah harus dihilangkan. Tidak ada terapi definitive untuk pica, sebagian besar
terapi ditujukan pada edukasi dan modifikasi perilaku. Terapi menekankan
pendekatan psikososial, lingkungan, perilaku, dan pedoman keluarga. Upaya
harus dilakukan untuk mengurangi stressor psikososial yang signifikan. 6

Terapi lama
Menurut ADAManual Clinical Dietetics tahun 2000, Pica
didefinisikan

sebagai

kelainan

psikobehavioral

yang

melibatkan

keinginan-keinginan (ngidam) yang abnormal untuk memakan sesuatu


yang sebenarnya bukan merupakan makanan yang lazim dikonsumsi
seperti tanah, kapur, dan sebagainya. Pica menjadi sebuah perhatian
karena

substansi-substansi

yang

bukan

merupakan

makanan

itu

dikhawatirkan dapat menggantikan nutrisi-nutrisi dari makanan yang


sesungguhnya dan hal ini bisa menjadi berbahaya. Menurut Andrews,
1998 sebenarnya tidak ada suatu panduan yang spesifik mengenai
rencana terapi pada pica, tetapi pendekatan personal dan pemberian
edukasi serta saran-saran yang baik mengenai nutrisi yang seimbang pada
pasien pica menjadi suatu hal penting untuk upaya mengurangi
keinginan-keinginan mengkonsumsi benda-benda yang aneh sehingga
dapat tercipta keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Rose, 2000 menyatakan
bahwa penatalaksanaan pasien pica dengan cara yang sama belum tentu
mendapatkan hasil yang sama, kesadaran dari praktisi kesehatan adalah

11

hal

yang

paling

penting

dalam

manajemen

pasien

pica.

Terapi baru
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (Farmakologis).
Terapi baru yang kemungkinan bisa digunakan dan telah
direkomendasikan karena hasil yang memuaskan saat diuji coba
pada

pasien

pica

adalah

terapi

farmakologis

dengan

selective

serotonin reuptake inhibitors (SSRi) dan neuroleptic atipical lain.


Terapi baru ini bekerja dengan memblok reuptake atau reabsorpsi
serotonin oleh sel-sel saraf di otak. Beberapa jenis SSRi ini antara
lain

adalah

fluvoxamin,

zimelidin,

paroxetin,

fluoxetin,

dan

citalopram .8

b. Bupropion (Farmakologis)
"Bupropion

merupakan

golongan

obat

dari

aminoketone

norepinephrine and dopamine reuptake inhibitor yang terbukti dapat


digunakan sebagai terapi pada gangguan pica yang persisten, kronik,
dan mengalami ketergantungan nikotin yang parah (Ginsberg, 2006).
Intervensi

perilaku

mengalihkan

pada

perhatian,

pasien

seperti

pica

menyusun

dengan
ulang

tujuan

untuk

llingkungannya,

konseling, dan terapi-terapi perilaku yang lain tidak berhasil, maka


terapi farmakologis merupakan opsi selanjutnya seperti bupropion.
Pada juli 2003, bupropion dikeluarkan dengan regimen 100
mg dua kali sehari ditambah dengan lamotrigin 200 mg tiga kali

12

sehari, gabapentin 600 mg tiga kali sehari, topiramat 200 mg tiga


kali sehari, zonisamide 300 mg, loratadin 10 mg/hari, naltrexon 50
mg/hari, propanolol 60 mg dua kali sehari, paroxetin 40 mg/hari,
risperidone 3 mg dua kali sehari, multivitamin setiap hari, dan
vitamin E 800 IU dua kali sehari. Pada penelitian yang telah
dikakukan, pemberian bupropion selama 12 bulan, pasien mengalami
penurunan

episode

pica

menjadi

6.25

kali

setiap

bulan,

dan

penurunan terjadi hingga 0.9 kali episode per bulan dalam 11 bulan
pemakaian obat.9
c. Response Effort (Pendekatan perilaku)
Response effort merupakan salah satu terapi pada pica dengan
pendekatan metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah
usaha pasien untuk berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek
pica dan yang bukan objek pica. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Piazza et al (2002), penelitian ini menggunakan tiga orang yang
mengalami

gangguan

Neurobehavioral

di

kejiwaan
Kennedy

pica

Krieger

yang

datang

Institute.

ke

Pasien

klinik
pertama

memiliki riwayat memakan kunci mobil, batu, kayu, kotoran, sarung


tangan, dan baterai. Pasien kedua memiliki riwayat memakan batu,
kayu, plastic, dan kotoran. Pasien ketiga memiliki riwayat memakan
batu,

kayu,

kotoran,

pakaian,

dan

sabun

(Piazza,

2002).

"Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan


yang aman jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa

13

dimakan (seperti kunci mobil, kotoran, dll) dan benda pengganti lain
yang dapat menjadi objeknya, dari kedua benda tersebut akan
diletakkan sedemikian caranya sehingga pasien akan menggunakan
low effort atau high effort untuk menjangkau benda-benda tersebut.
Penelitian dilakukan dengan mengamati response effort pada pica
dan benda pengganti lain. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa pada usaha untuk mendapatkan benda lain itu tinggi (high
effort) sedangkan usaha untuk mendapatkan objek pica mudah (low
effort) maka pasien akan menjangkau objek pica dan memakannya.
Sehingga, jika kita menurunkan usaha untuk menjangkau bendabenda

yang

dijadikan

objek

pica

akan

menurunkan

frekuensi

kejadian pica. Pada keadaan objek pica mudah dijangkau (low effort)
misalnya benda-benda yang didapat bebas ketika sedang bermain;
dan benda yang menjadi objek pica disimpan ditempat yang sulit
untuk dijangkau maka akan menurunkan kejadian pica. Sehingga
kesimpulannya, para orang tua atau yang merawat pasien pica harus
bisa menyimpan benda-benda yang berbahaya untuk dimakan di
tempat-tempat yang aman, dan meletakkan benda-benda pengalih
perhatian di tempat-tempat yang menarik untuk pasien sehingga bisa
mengurangi frekuensi pica pada pasien. 10
d. Response Blocking
Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh
individu

yang

merawat

atau

menjaga

pasien

pica

agar

tidak

14

mengambil benda (bukan makanan) untuk dimakan. McCord dan


Grosser (2005) melakukan penelitian tentang response blocking pada
pasien pica yang dilakukan selama 10 menit selama 3 sampai dengan
5 hari setiap minggu. Pada penelitian ini, pasien ditempatkan di
ruangan tertutup yang di dalamnya terdapat kertas segi empat yang
dilekatkan ke lantai dan di atas kertas tersebut disimpan benda-benda
(bukan makanan) yang bisa dimakan oleh pasien pica. Lalu ada
seorang terapis yang ada di ujung ruangan berjarak 3.1 m dari benda
"yang ada di atas lantai. Pada percobaan pertama, terapis tidak
bereaksi

apa-apa

(tidak

mencegah/mem-block)

pasien

saat

akan

mengambil benda di atas kertas. Percobaan kedua, terapis mencegah


ketika benda sudah berjarak 0.3 m dari mulut pasien, pada percobaan
ketiga, terapis mencegah pasien mengambil benda di atas kertas
(McCord
Pada

dan

penelitian

ini

Grosser,

menunjukan

bahwa

2005).
jika

pasien

tidak

dicegah maka pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda


bukan makanan tersebut, walaupun dicegah, tetapi jika dicegah saat
makanan sudah diambil maka efeknya tidak efektif, pasien tetap
tidak mau menjatuhkan makanan tersebut. Hasil dari pencegahan ini
akan efektif jika perawat atau seseorang yang menjaga pasien
mencegah

pasien

mengambil

benda-benda

berbahaya

untuk

dimakan. Sehingga, kesimpulannya adalah pencegahan tidak efektif


jika dilakukan setelah pasien mengambil benda untuk dimakan,

15

tetapi harus dilakukan usaha untuk mencegah pasien menjangkau


benda-benda berbahaya untuk dimakan tersebut.11

KOMPLIKASI
Komplikasi dari pica antara lain: 12
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Infeksi
Obstruksi usus
Menyebabkan keracunan
Malnutrisi
Diare
Anemia
Konstipasi
Cacingan

BAB III. KESIMPULAN

16

1. Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu
makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong
makan, misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca,
kotoran hewan, cat kering, dinding tembok, dan sebagainya
2. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit
perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan
muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan.
3. Terapi yang dapat diberikan diantaranya dengan farmakologis yaitu
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion, serta non
farmakologis

dengan

respons

effort

dan

respons

blocking.

LAPORAN KASUS NON PSIKOTIK


Data Identifikasi
Nama

: Kasmawaty
17

Umur

: 4 Tahun

Alamat

: Jl. Muh. Yamin Lr 2 No 3 Makassar

Agama

: Islam

Suku

: Makassar

Status Perkawinan: Sudah Menikah


Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pegawai negeri

A. LAPORAN PSIKIATRI
1. Keluhan Utama
Cemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan dan Gejala
Pasien perempuan datang pertama kali ke poli jiwa RSKD
dengan keluhan cemas yang dialami sejak 3 tahun namun memberat 2
bulan terakhir. Pasien merasa pikiran dikepalanya menumpuk dan
membuatnya sesak. Pasien mempunyai banyak beban pikiran, yang
pertama ia sangat takut bila anaknya sakit, yang kedua suaminya
meninggalkannya sejak 8 bulan yang lalu dan ketiga uangnya dibawa
lari oleh karyawannya. 2 bulan yang lalu anak keduanya masuk rumah
sakit karena DBD, inilah yang menjadi beban pikiran yang terbesarnya
jika anaknya kembali sakit, bahkan pasien akan terjaga agar tidak ada
nyamuk yang menggigit anaknya. Pasien merasa susah tidur pada
malam hari, nafsu makan menurun, jantung berdebar-debar dan kaki
kram-kram. Pasien tidak pernah merasa putus asa , tidak ada
halusinasi. Pasien mempunyai riwayat hipertensi dan sedang
mengkonsumsi obat furosemid

18

Hendaya / disfungsi
- Hendaya social (-)
- Hendaya pekerjaan (-)
- Hendaya penggunaan waktu senggang (-)
b. Faktor Stressor Psikososial
Takut bila anaknya sakit, ditinggal oleh suami sejak 8 bulan yang
lalu, dan uangnya dibawa lari oleh karyawan
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Riwayat penyakit dahulu
- Kejang (-)
- Infeksi (-)
- Trauma Kepala (-)
- Hipertensi(+)
b. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
- Merokok (-)
- Alkohol (-)
4. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
5. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien lahir di puskesmas, cukup bulan dan berat badan lahir normal,
di tolong oleh bidan
Riwayat masa kanak awal pertengahan
-

Masa Kanak Awal (1 s/d usia 3 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan normal seperti teman sebayanya.

Masa Kanak ( 4 5 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan normal seperti teman sebayanya.

Masa Kanak Pertengahan ( 6 -11 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak sebayanya dan
mulai masuk Sekolah Dasar.

Masa Kanak Akhir (Pubertas s/d remaja)

19

Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak sebayanya,


pasien tidak mengalami kesulitan dalam bergaul dengan temantemannya.
Masa Dewasa
-

Riwayat Pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Riwayat Pekerjaan
Pegawai negeri
Riwayat Perkawinan
Sudah menikah dan memiliki 2 orang anak
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 9 dari 9 bersaudara
Lk , pr , lk , lk , pr , pr , pr , pr , pr
Riwayat kehidupan social
Pasien merupakan orang yang mudah bergaul dan baik dengan
tetangga dan teman-temannya .
Riwayat agama
Pasien rajin beribadah
Persepsi pasien tentang dirinya dan kehidupannya
Pasien merasa cemas dengan keadaan dirinya dan kesehatan
anaknya

B. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


1. Gambaran Umum
a. Penampilan
Tampak seorang perempuan dengan wajah sesuai umur, perawakan
sedang, memakai baju kantor keki, dan jilbab berwarna coklat.
b. Kesadaran
Kuantitatif
: GCS 15
Kualitatif
: Kesadaran tidak berubah
c. Perilaku dan aktifitas psikomotor
Pasien duduk tenang saat wawancara
d. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
2. Keadaan Afektif
a. Mood
: baik
b. Afek
: Hypotimia
c. Keserasian
: Apropriate
d. Empati
: Dapat dirabarasakan
3. Fungsi Intelektual (Kognitif)
20

4.

5.

6.
7.

a. Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan


: SMA, sesuai
b. Orientasi :
1) Waktu
: Baik
2) Tempat
: Baik
3) Orang
: Baik
c. Daya ingat :
1) Jangka panjang : Baik
2) Jangka sedang
: Baik
3) Jangka pendek
: Baik
4) Jangka segera
: Baik
d. Konsentrasi dan perhatian
: Baik
e. Bakat kreatif
: berdagang
f. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
Gangguan Persepsi :
a.Halusinasi
: Tidak ada
b.
Ilusi
: Tidak ada
c.Depersonalisasi
: Tidak ada
d.
Derealisasi
: Tidak ada
Pikiran
a. Arus pikiran :
1) Produktivitas
: Cukup,
2) Kontuniuitas
: relevan
3) Hendaya berbahasa
: Tidak ada
b. Isi pikiran
1) Preokupasi
: pasien selalu takut anaknya sakit
2) Gangguan isi pikiran
: Tidak ada
Pengendalian impuls
: Pasien masih dapat mengendalikan impuls
Daya Nilai dan Tilikan
a. Norma Sosial
: Baik
b. Uji daya nilai
: Baik
c. Penilaian realita
: Baik
d. Tilikan
: Derajat 6 (pasien merasa bahwa dirinya sakit dan

butuh pengobatan.
8. Taraf dapat dipercaya

: Dapat di percaya

C. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS


1. Status Internus :TD : 170/100 mmHg, Nadi : 98x/m
2. Status Neurologis
GCS (E4M6V5), pupil : bulat (isokor) ukuran 2.5 mm, reflex cahaya
langsung (+/+), tanda rangsang menings : kaku kuduk (-), kernig sign (-),
fungsi motoric dan sensorik pada ekstremitas dalam batas normal.
D. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

21

Pasien perempuan datang pertama kali dengan keluhan cemas yang


dialami sejak 3 tahun namun memberat 2 bulan terakhir setelah anaknya dirawat
di rumah sakit. Pasien merasa pikiran dikepalanya menumpuk dan membuatnya
sesak. Pasien mempunyai banyak beban pikiran, yang pertama ia sangat takut bila
anaknya sakit, yang kedua suaminya meninggalkannya sejak 8 bulan yang lalu
dan ketiga uangnya dibawa lari oleh karyawannya. Pasien merasa susah tidur pada
malam hari, sulit makan, jantung berdebar-debar dan kaki kram-kram. Pasien
tidak pernah merasa putus asa , tidak ada halusinasi. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi.
Dari pemeriksaan status mental, di dapatkan seorang perempuan dengan
wajah sesuai umur, perawakan sedang, memakai baju kantor keki, dan jilbab
berwarna coklat. Dari pemeriksaan kesadaran di dapatkan kesadaran kompos
mentis dan kesadaran tidak berubah, perilaku dan aktivitas motorik tenang,
pembicaraan spontan, jelas, intonasi sedang dan kooperatif. Mood dirasakan baik,
afek hypotimia, dan empati dapat dirabarasakan.Pengetahuan umum dan
kecardasan dalam batas normal.Daya konsentrasi baik, orientasi waktu, tempat
dan waktu baik, daya ingat baik, pikiran abstrak baik, dan kemampuan menolong
diri sendiri baik.Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi, produktivitas dan
kontinuitas cukup dan relevan serta tidak ada hendaya berbahasa serta
pengendalian impuls baik. Daya nilai norma social dan penilaian realitas baik.
Pasien sadar kalau dirinya sakit dan perlu pengobatan.
E. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL (BERDASARKAN PPDGJ III)
1. Aksis I :
a. Pasien datang dengan keluhan cemas yang dialami sejak 3 tahun yang lalu
namun memberat 2 bulan terakhir. Pasien takut jika anaknya sakit kembali
.Pasien juga sulit untuk tidur pada malam hari, jantung berdebar-debar,
tangannya sering gemetar dan nafsu makannya berkurang.
b. Pasien menunjukkan gejala non psikotik yang dapat di lihat dari tidak
adanya hendaya berat dalam menilai realita.
c. Pasien menunjukkan gejala non organic karena tidak ada hal-hal yang
mengarah ke gangguan di otak.
d. Diagnosis secara umum dari pasien ini adalah Gangguan Panik (F41)

22

e. Diagnosis akhir dari pasien ini adalah Gangguan Cemas Menyeluruh


(F41.1)
2. Aksis II :
Berdasarkan autoanamnesis tidak didapatkan kepribadian yang mengarah ke
salah satu ciri kepribadian, maka di kategorikan ciri kepribadian tidak khas.
3. Aksis III :
Hipertensi
4. Aksis IV :
Pasien merasa cemas dengan keadaan dirinya dan kesehatan anaknya
5. Aksis V :
GAF Scale adalah 80-71 dimana terdapat gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam social, pekerjaan
F. PROGNOSIS
1. Faktor pendukung :Pasien memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh
2. Faktor Penghambat : ditinggalkan oleh suami dan kekhawatiran bila anaknya
sakit
Berdasarkan jumlah factor pendukung dan factor penghambat di dapatkan
prognosis pasien mengarah ke prognosis baik.

G. RENCANA TERAPI
Psikofarmaka

: Alprazolam 0,5 mg 2x1 (1/2-1/2-1)


Kalxetin 10 mg 2x1 (1-0-1)
Amlodipin 10 mg 0-0-1

Psikoterapi
1. Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan
kenginannya sehingga pasien merasa lega.
2. Konseling
Memberikan penjelasan dan pengertian

kepada

pasien

tentang

penyakitnya, agar pasien memahami kondisi dirinya dan memahami cara


menghadapinya serta memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur.
H. FOLLOW UP
I. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis serta pemeriksaan psikiatri,
didapatkan gejala-gejala cemas berupa ketakutan bila anaknya sakit, factor

23

pemicu lainnya adalah ditinggal oleh suaminya sejak 8 bulan yang lalu dan
uangnya dibawa lari oleh karyawannya, sulit tidur pada malam hari, jantung
berdebar-debar , tangannya gemetaran, nafsu makannya menurun.Gejala-gejala
ini berlangsung hampir setiap hari dan tidak terbatas pada situasi tertentu saja.
Untuk dapat menegakkan diagnosis gangguan cemas menyeluruh pada PPDGJ III,
maka pasien harus memiliki gejala gejala berupa : penderita harus menunjukkan
gangguan cemas sebagai gejala primer yang harus berlangsung hampir setiap hari
untuk beberapa minggu hingga beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus saja.
Gejala-gejala tersebut umumnya menyangkut unsur-unsur berikut :
-

Kecemasan (kekhawatiran akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,

sulit konsentrasi dan sebagainya).


Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai, dan

lain-lain).
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebardebar, sesak napas, keluhan lambung, nyeri kepala, mulut kering dan lainlain).
Pada pasien ini ditemukan sifat dan gejala cemas yang berlangsung hampir

tiap hari sehingga di diagnosis sebagai gangguan cemas menyeluruh.Prognosis


pasien dalam hal ini dapat di katakan baik karena adanya keinginan dari dirinya
untuk sembuh
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. DSM-IV-TR: Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders, Text Revision. American Psychiatric
Press;2000:103-105.
2. Hagopian, L. P; Rooker, G. W; Rolider, N. U. Identifying Empirically
Supported Treatments for Pica in Individuals with Intellectual Disabilities.
Res Dev Disabil. Nov-Dec 2011;32(6):2114-20.

24

3. Young, S. L. Pica in Pregnancy: New Ideas About an Old ondition. Annu


Rev Nutr. Aug 21 2010;30:403-22.
4. Hassan, Rusepno., Alatas, Husein. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas
Indonesia.
5. Hope
Interprises

Inc.

Pica.

Available

from

URL:

http://www.heionline.org/docs/training/pica.pdf
6. Kaplan
7. Cunningham, Eleese dan Wendy Marcason. 2001. Question of the month:
How do I help patients with pica?. Jurnal of the Academy of
Nutrition

and

Dietettics. 101(3): 318

8. Morrow, Alina. 2010. Condition & Disease: Eating & Weight Disorder.
Online.
Diunduh

dari

http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-

diseases/pica-disorder-treatment-options.html. pada tanggal 19 agustus


2015.

9. Ginsberg, David L. 2006. Bupropion SR for Nicotine-Craving Pica in a


Developmentally Disabled Adult: Primary Psychiatry. Vol 13(12):28-30
10. Piazza, Cathleen., Henry S. Roanne., Kris M. Keeney et al. Varying
Response Effort in The Treatment of Pica Maintained by Automatic
Reinforcment: Journal Of Applied Behavior Analysis. Vol (35): 233-46
11. McCord, Brandon dan Jason W. Grosser. 2005. An Analysis Of ResponseBlocking Parameters In The Prevention Of Pica: Journal Of Applied
Behavior Analysis. Vol (38): 391-4
12. Ravinder K. Gupta, Ritu Gupta. 2005. Clinical Profile of Pica in
Childhood.

Vol.

No. 2: From Adval Pediatric Clinic, Nai Basti, Jammu and The
Department of Physiology, Government Medical College Jammu.

25

26

Anda mungkin juga menyukai