Anda di halaman 1dari 33

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama
Stambuk
Judul Referat

: Putri Amalia Alyani Suhri


: 10542 0319 11
: Peritonitis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Radiologi Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Februari 2016


Pembimbing

dr. Ramlah Massing, Sp.Rad

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan referat dengan judul Peritonitis Tugas ini ditulis
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas referat dan laporan kasus
ini. Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta temanteman sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih banyak kepada dr. Ramlah
massing, Sp.Rad , selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan
tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.
Semoga Referat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
PENDAHULUAN ...................................................................................................4
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

ANATOMI & FISIOLOGI.................................................................................6


DEFINISI...........................................................................................................8
KLASIFIKASI...................................................................................................8
ETIOLOGI.........................................................................................................9
PATOGENESIS..................................................................................................9
DIAGNOSIS......................................................................................................10
DIAGNOSA BANDING ...................................................................................21
PENATALAKSANAN.......................................................................................26
PROGNOSIS......................................................................................................27
KAJIAN ISLAM ...............................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................30

PENDAHULUAN
(Putri amalia alyani suhri, Ramlah massing)
Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga
abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun

generalisata, infeksius ataupun steril (kimia dan mekanik). Peradangan peritoneum dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. 1
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecilkecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya
benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya
peritonitis. 2
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, infeksi
tuba fallopi, rupture kista ovarium, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna,
komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. 1,3
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 3

A. Anatomi dan fisiologi


Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecilkecilan. Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum
terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal
dan peritoneum viseral yang menyelaputi semua organ yang berada di dalam rongga itu. Ruang
yang bisa lerdapat di antara dua lapis ini disebut rongga peritoneum atau cavum peritoneum.
Normalnya terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang memelihara permukaan
4

peritoneum tetap licin. Pada orang laki-laki peritoneum berupa kantong tertutup; pada orang
perempuan saluran telur (tuba Fallopi) membuka masuk ke dalam rongga peritoneum. 4
Gambar 1 : anatomi peritoneum (5)

Gambar 2 : anatomi peritoneum (6)


Lapisan peritonium dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Lapisan yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
2. Lapisan yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.1
Pada beberapa tempat peritoneum visceral dan mesenterium dorsal mendekati peritoneum
dorsal dan terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak
mempunyai alat-alat penggantung, dan akhirnya berada disebelah dorsal peritoneum sehingga

disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di


dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietal, dengan demikian:
1.
2.
3.
4.

Duodenum terletak retroperitoneal


Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;
Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut

mesocolon transversum;
5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum;
caecum terletak intraperitoneal;
6. Processus vermiformis terletak

intraperitoneal

dengan

alat

penggantung

mesenterium.7
Dengan demikian, Sebuah organ dikatakan intraperitoneal kalau hampir seluruh organ
tersebut diliputi oleh peritoneum visceral. Gaster, jejunum, ileum, dan lien merupakan contoh
organ-organ intraperitoneal. Organ-organ retroperitoneal terletak dibelakang peritoneum dan
hanya sebagian diliputi oleh peritoneum visceral. Pankreas, ginjal, rectum, colon asendens, dan
colon desendent merupakan contoh organ retroperitoneal.5,7
gambar 3 : Anatomi peritoneum (8)

Peritoneum parietal disarafi oleh saraf aferen somatik dan visceral yang cukup sensitif
terutama pada peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada bagian pelvis agak kurang
sensitif. Peritoneum visceral disarafi oleh cabang aferen sistem otonom yang kurang sensitif.
Saraf ini terutama memberikan respon terhadap tarikan dan distensi, tetapi kurang respon
terhadap tekanan dan tidak dapat menyalurkan rasa nyeri dan temperature.4
Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas organ intraperitoneum.
Menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan yang
halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan.4
B. Definisi
Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput
peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen. 1,9 Peritonitis dapat bersifat lokal
maupun generalisata, infeksius ataupun steril (kimia dan mekanik). Rangsangan patologis pada
peritoneum yang disebabkan mikroba mengakibatkan peritonitis infeksi. Rangsangan payologis
yang di sebabkan jejas kimia atau mekanik mengakibatkan peritonitis steril.1
C. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, peritonitis dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu infeksi
atau steril. Rangsangan patologis pada peritoneum yang disebabkan mikroba mengakibatkan
peritonitis infeksi. Rangsangan patologis yang di sebabkan jejas kimia atau mekanik
mengakibatkan peritonitis steril. Peritonitis infeksi lebih umum didapatkan dalam praktek seharihari bila dibandingkan dengan peritonitis steril. 1,3
D.
E. Klasifikasi
Berdasarkan sumber dan terjadinya kontaminasi mikrobial, peritonitis diklasifikasikan
menjadi: primer, sekunder, dan tersier, peritonitis kimia, dan abses peritonitis. 1,2,9
1. Peritonitis primer sering disebabkan oleh persebaran kuman secara hematogen, biasanya
diakibatkan kondisi immunocompromized (AIDS, Kanker, Kelainan Imunologis yang
lain). Ditemukan pada penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom nefrotik,
metastasis keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis. Kejadian peritonitis primer
kurang dari 5% kasus bedah.
7

2. Peritonitis sekunder sering disebabkan oleh proses patologis yang berkaitan dengan organ
dalam (visceral). Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling umum,
lebih dari 90% kasus bedah. Contoh peritonitis sekunder adalah peritonitis yang
disebabkan oleh perforasi organ dalam dan trauma. Perforasi lambung karena
penggunaan ibuprofen dan NSAID yang lain termasuk dalam perforasi sekunder.
3. Peritonitis tersier adalah peritonitis yang tidak secara langsung berkaitan dengan proses
patologis organ dalam. Kejadian peritonitis tersier kurang dari 1% kasus bedah. Contoh
peritonitis tersier adalah pasien peritonitis primer atau sekunder post-operative yang
sudah dirawat beberapa hari dan tidak menunjukkan tanda-tanda resolusi klinis (proses
pengurangan gejala dan penyembuhan). Biasanya pada peritonitis tersier, terapi antibiotik
dan operasi sudah tidak memberikan respon. Angka resistensi antibiotik sangat tinggi
pada peritonitis tersier.
4. Peritonitis kimia disebabkan oleh bahan iritan seperti empedu, darah, barium atau
substansi lain atau inflamasi transmural organ visceral tanpa inokulasi bakteri dari rongga
peritoneum.
5. Peritoneal abscess menjelaskan pembentukan koleksi cairan yang terinfeksi dikemas oleh
eksudat fibrin , omentum , dan / atau organ visceral yang berdekatan . Mayoritas abses
terjadi setelah SP . pembentukan abses mungkin komplikasi operasi .
F. Patogenesis
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus. 3
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
8

organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. 9
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah. 9
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi. 9
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang
dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. 3
G. Diagnosis
1) Pemeriksaan klinis
a. Anamnesis
Dari anamnesis, dapat di temukan beberapa gejala sebagai berikut :

Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang hamper selalu ada pada
peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan
pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian
abdomen. 1,9

Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terusmenerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul
dengan berbagai gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana
terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran
dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika
intensitasnya bertambah meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri
menandakan penyebaran dari peritonitis.9

Anoreksia, mual, muntah dan demam


Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat
diikuti dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan
terasa seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul.
Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40OC.9

b. Pemeriksaan fisis

Tanda Vital
Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau
komplikasi yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic
dapat dilihat dari frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal
sebagai mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan
normal. Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan tekanan nadi
yang menyempit dapat menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal
seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap
harus dilakukan dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk
mencegah keadaan yang lebih buruk.7,9

Inspeksi
Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah
adanya distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi
abdomen tidak menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika
penderita diperiksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3
hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat

10

penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen


terjadi akibat ileus paralitik.9

Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian.
Suara usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti
obstruksi intestinal sampai hamper tidak terdengar suara bising usus pada
peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara borborygmi dan peristaltic
yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara perut yang
tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut,
penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami
strangulasi.9

Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman
pemeriksa. Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya
perforasi intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam cavum
peritoneum yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi.
Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis. 9
Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ
berongga, udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah
diafragma, sehingga akan ditemukan pekak hepar yang menghilang.9

Palpasi
Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen
pada kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan
palpasi daerah yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada
daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini terutama dilakukan pada
anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang nyeri
membuat semua pemeriksaan tidak berguna. Kelompok orang dengan
kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering
melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai
adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan
11

yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari
satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan
biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter. Orang yang
cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di
kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan
perhatiannya. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh
suatu proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis
dengan perforasi local, atau dapat menjadi menyebar seperti pada
pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah
tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.9
Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut
melakukan spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan.
Pada peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.7,9
2) Pemeriksaan radiologi
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi.
1) Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Ditambah dengan foto thoraks duduk atau setengah duduk.10
Interpretasi dari gambaran radiologi yaitu berdasarkan cairan dan kadar gas pada
usus dan pola mukosanya. Tanda utamanya yaitu :
1) Retensi dari gas dan fluid level di usus kecil dan usus besar.
2) Tanda-tanda inhibisi, penurunan pergerakan usus.
3) Perubahan pola mukosa, edema usus.
4) Perkaburan dari flank stripe, retroperitoneal fat
12

5) Pertanda retiuklasi pada lemak subkutan


6) Terbatasnya pergerakan diafragma
7) Perubahan sekunder pada paru dan pleura.11
Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau
karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :
1) Posisi supinasi, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2) Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3) Posisi LLD, didapatkan free air intra peritoneal pada daerah perut yang
paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara
bebas subdiafragma.7,8

Gambar 4 : Posisi erect. Udara bebas di subdiafragma pada foto radiologi (12)

13

Gambar 5 : Posisi lateral decubitus. Terdapat


udara bebas antara dinding abdomen dan liver
(panah putih). Dan juga cairan bebas pada
peritoneum (panah hitam) (12)

Gambar 6 : Riglers sign, foto radiologi abdomen yang terlihat ketika terdapat
udara pada dua sisi dari usus.(13)
Gambar 7 : foot ball sign. Berbentuk oval, biasanya pada bayi(13)

14

Gambar 8 : Falciform ligament sign. Radiografi abdominal posisi supine pada pasien
menunjukkan adanya udara di ruang subphrenic bilateral dan kepadatan linear pada bagian
ventral.(13)
15

Gambar 9 : triangle sign. Udara bebas yang terperangkap di antara 3 loop usus.(13)

Gambar 10 : Doges cap sign. Udara bebas di Morrisons pouch (13)


Gambar 11 : USG pada pneumoperitoneum (13)

16

Gambar 12 : CT scan pneumoperitoneum. Rupture organ berongga. (13)

17

Gambar 13 : Peritonitis tuberculosa (14)


Pada CT scan diatas merupakan gambaran tuberculosis peritonitis dimana terdapat
produksi asites yang sangat banyak, biasanya disertai abnormalitas ileum terminal dan
limfadenopati. Pembesaran nodus lilmfe dengan densitas rendah pada bagian pusatnya
akibat nekrosis kaseosa. Pada TB, peritoneum biasanya sangat tebal.14,15

Gambar 14 : Wet peritonitis MRI. (A) menunjukkan assites berat dengan multiple septa. (B)
menunjukkan penebalan peritoneal yang difus, halus dan teratur. (16)

18

Gambar 15 : (A) kelenjar getah bening yang membesar dengan nekrosis sentral.
(B) kalsifikasi limfonodus berat dapat ditemukan. (16)

19

Gambar 16 : USG Meconium Peritonitis (17)


Pada kasus diatas merupakan kasus peritonitis meconium. Pada gambaran USG
dapat ditemukan garis echogenic yang sangat tinggi atau focus gumpalan yang
menunjukkan adanya suatu kalsifikasi, dapat juga memberikan gambaran snowstorm
appearance. Terdapat faetal asites dan/atau polyhidramnion, dapat ditemukan anomali
seperti dilated fetal bowel dan/atau meconium pseudocyst, dilatasi abdomen juga dapat
ditemukan akibat dari ileus.17
8) Pemeriksaan lain untuk memastikan diagnosis
Pemeriksaan penunjang lain misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses.
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan
hematokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung
leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan dan
faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu
menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat abdomen.3
20

H. Diagnosa banding
1. Appendicitis
Pada appendicitis akut biasanya tidak diperlukan pemeriksaan radiologic lagi
mengingat gejala yang spesifik. Gejala appendicitis kronik merupakan sakit perut
kronik berulang di sekitar pusat, disertai panas ringan dan kadang-kadang muntah.10
Gambaran radiologic foto polos abdomen dapat berupa bayangan apendikolit.
Dengan enema barium non filling appendix, appendix tampak tidak bergerak,
pengisian appendik tidak rata atau tertekuk dan adanya retensi barium setelah 24-48
jam. Pemeriksaan USG menunjukkan adanya edema appendiks. 10
Gambar 17 : Apendikolit dengan appendicitis (18)

Gambar 18 : Appendikolit dengan appendicitis (18)

21

Gambar 19 : Appendisitis akut. Sebagian distal appendix mengalami dilatasi.


Batas debris cairan dapat terlihat. (19)
2. Kolesistitis
Perkiraan kira-kira 15-25% dari pasien dengan batu kandung empedu akan
menghasilkan kolesisitits akuta, sebaliknya hampir semua pasien dengan kolesistitis
akut akan mempunyai batu kandung empedu.10

22

Pada gambaran USG kandung empedu dapat memperlihatkan edema dan


penebalan dinding kandung empedu, tetapi ini dapat normal yang kemudian akan
dilakukan pemeriksaan cholescintigrafi.10

Gambar 20 : Kolesistitis akut. Terdapat batu empedu pada 95% kasus.(20)

Gambar 21 : kolesistitis akut. Penebalan dinding, billiary sludge, edema disekitar


GB pada foto bagian kanan (21)
23

Gambar 22 : kolesistitis akut. Penebalan dinding GB, berbagai macam kalkuli kecil,
dalam GB (20)
3. Pankreatitis
Pankreatitis akut merupakan suatu keadaan inflamasi pancreas memiliki banyak
etiologi, namun mayoritas disebabkan oleh batu empedu dan penyalahgunaan
alkohol. 22
Pada sinar-X dada polos sering menunjukkan efusi pleura (kandungan amylase
yang tinggi); hal ini lebih umum terjadi pada sisi kiri. Suatu film abdomen dapat
menunjukkan batu empedu, tidak adanya gas pada abdomen (abdomen tanpa gas),
atau ileus. Suatu sentinel loop of bowel dapat terlihat pada region peripankreas.
Distensi usus mengaburkan detail pada pemeriksaan ultrasonografi walaupun hal-hal
berikut dapat terlihat : pancreas yang membesar dengan dilatasi ductus pancreas; batu
empedu; pembentukan pseudokista; abses; dilatasi duktus bilier komunis. USG tidak
cukup. CT dapat melukiskan pancreas yang oedem dan membesar dengan akurat dan
berbagai komplikasinya seperti nekrosis, perdarahan dan pengumpulan cairan.22
Gambar 23 : Sentinel loop sign (23)

24

Gambar 24 : USG Acute pancreatitis (24)

Gambar 25 : Acute pancreatitis. Necrotic pancreas. (25)

25

I. Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakantindakan menghilangkan nyeri. 1,3,9
Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting.Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan.Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk
menilai keadekuatan resusitasi. 9
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah
hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai
menjadi penyebab.Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah.
Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi. 9
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan
masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.Jika peritonitis terlokalisasi,
26

insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal.Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. 9
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain.2
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi
yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak
dapat direseksi. 2
J. Prognosis
Prognosis penyakit ini baik pada peritonitis local dan ringan sedangkan prognosisnya
buruk (mematikan) pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh organism virulen. 3
K. Kajian islam
Kesehatan adalah investasi terbesar. Kesehatan adalah harta yang tak ternilai. Hidup
Sehat adalah keinginan, harapan setiap individu, kesehatan yang prima bukanlah hadiah bukan
pula warisan akan tetapi hidup sehat membutuhkan usaha dan perjuangan. Karena manusia
ingin hidup sehat banyak teori yang diciptakan, untuk kembali ke alam atau back to nature.
Ada yang membuat teori puasa sampai 24 jam, ada juga ahli kesehatan yang mengajarkan
gerakan-gerakan tubuh agar tetap fit.26
Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia'' demikian sabda Nabi
Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai
dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya
27

dengan menegakkan agama Islam.27 Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah


perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah berfirman:
yaa ayyuhaa alnnaasu qad jaa-atkum mawizhatun min rabbikum wasyifaaun limaa fii
alshshuduuri wahudan warahmatun lilmu/miniina
''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan
rahmat bagi orang-orangnya yang beriman'' (QS Yunus : 57).
Rasulullah bersabda perut adalah Rumah Penyakit kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa jika perut sehat, sehatlah semua.Jika perut sakit, sakitlah semuanya. Pola makan yang
salah dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Berbagai penyakit akan
dengan mudah menyerang tubuh. Penyakit yang ditimbulkan akibat pola makan yang salah
misalnya obesitas, kencing manis, hiperteensi, asam urat dan komplikasinya. Sedangkan
penyakit saluran cerna terjadi di esophagus dan lambung (tukak lambung dan gastritis). 28
Tukak lambung tersebut berpotensi untuk menjadi perforasi hingga peritonitis.
Rasulullah SAW. Bersabda, Orang mukmin makan dalam satu usus, sedangkan orang
kafir makan dalam tujuh usus.
Oleh karenanya, makanlah yang halal, yang alami, (Makanan Hidup) bukan makanan
sampah, konsumsi sayur-sayuran dan buah, ini harus dominan daripada hewan (daging),
karena tubuh akan cepat aus dan kalah. Beberapa anjuran yang penting diantaranya :
1. Konsumsilah air putih.
2. Hindari makanan buatan,kemasan, minuman yg mengandung gula Bahan
tambahan, pengawet dan senyawa kimia lainnya.
3. Makanan yg mengandung kalsium dan kalium alami (avokad,air kelapa muda, air
zam-zam dan biji-bijian yang utuh.
4. Malam hari minumlah madu, hindari makanan gorengan.26

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Daley. J. B. 2015. Peritonitis And Abdominal Sepsis. University
Of Tennessee Health Science Center College Of Medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#showall
2. Schrock.

T.

R.

2000. Peritonitis

Dan

Massa

Abdominal Dalam Ilmu Bedah, Ed.7. Jakarta : Egc.


3. Wilson.

L.

M.,

Kecil Dalam Patofisiologi

Lester.
Konsep

.B.

Klinis

1995. Usus
Proses-Proses

Penyakit, Ed.4. Alih Bahasa Dr. Peter Anugrah, Jakarta : Egc.


4. Pearce, Evelyn. C.

2006.

Anatomi

Dan

Fisiologi

Untuk

Paramedis. Jakarta : Pt.Gramedia Pustaka Utama.

29

5. The

peritoneum.

http://teachmeanatomy.info/abdomen/areas/peritoneum/
6. Levy, Angela D.

2009. Peritoneum and mesentery, Part I

anatomy. Department Of Radiologic Pathology, Armed Forces


Institute Of Pathology, Washington Dc Associate.
http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a252c5303035/peritoneum-and-mesentery-part-ianatomy.html
7. Mansjoer , Arif, Dkk. 2000. Bedah Digestif. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fkui.
8. R

Mike.

2012.

Rad

potioning

test

3.

https://www.studyblue.com/notes/note/n/rad-positoning-test3/deck/3947471
9. Schwartz. S. J., Shires. S. T. S., Spencer. F.C. 2000.
Peritonitis Dan Abces Intraabdomen Dalam Intisari PrinsipPrinsip Ilmu Bedah, Ed.6. Jakarta : Egc.
10. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. 1999. Abdomen Akut,
Dalam Radiologi Diagnostik, P 256-257, Jakarta : Gaya Baru.
11. Dahl, Friman. J. 1960. Roentgen Examination Acute Abdominal
Diseases. Usa : Charles C Thomas.
12. Introduction to abdominal radiography pneumoperitoneum.
http://www.swansea-radiology.co.uk/tm_abdominal_radiograph_pneumoperitoneum.html
13. Jones J, Weekrakody Y. Pneumoperitoneum.
http://radiopaedia.org/articles/pneumoperitoneum
14. Levy, Angela. 2009. Peritoneum And Mesentery, Part II,
Pathology. Department Of Radiologic Pathology, Armed Forces
Institute Of Pathology, Washington Dc Associate.
http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a6c7bba1ef26/peritoneum-and-mesentery-part-iipathology.html
15. Danhert, Wolfgang.1993. Radiology Review Manual. Usa :
Williams & Wiskins.

30

16. Rocha D E L. 2015. Abdominal tuberculosis : a radiological


review with emphasis on computed tomography an magnetic
resonance imaging findings.
17. Gaillard,
Frank.

Meconium

Peritonitis.

http://radiopaedia.org/articles/meconium-peritonitis
18. Appendicolith with Appendicitis.
http://learningradiology.com/archives2013/COW%20557Appendicolith/appylithcorrect.html
19. Acute

Appendicitis.

http://radiopaedia.org/cases/acute-

appendicitis-8
20. Cholecystitis.
http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/radio/curriculum/sur
gery/cholecystitis_list2.htm
21. Cholecystitis. http://radiopaedia.org/articles/cholecystitis
22. Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes Radiologi, Edisi Kedua.
Jakarta : Erlangga.
23. Abdominal

ray

findings

in

Acute

Pancreatitis.

http://acuteabd.weebly.com/acute-pancreatitis-xray.html
24. Shreshta

K.

2015.

Acute

pancreatitis.

http://epomedicine.com/clinical-cases/acute-pancreatitis-casediscussion/
25. Romero-Urquhar Glenda L. 2015. Acute pancreatitis imaging.
http://emedicine.medscape.com/article/371613-overview
26. Kenre, Ishak. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dalam
Prespektif Islam.
27. Suwardi, Muhammad. 2009. Al-Quran The Amazing Secret.
Jakarta : Ufuk Press
28. Djamal, Rasmal. 2013. Hadis Tentang Kesehatan Dalam Islam.
http://www.teknoislam.com/2013/10/hadist-tentang-kesehatandalam-islam.html

31

BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
JUNI 2016

PERITONITIS

Pembimbing :
dr. Ramlah Massing, Sp.Rad

Oleh :
Putri Amalia Alyani Suhri, S.Ked
10542 0319 11

STASE RADIOLOGI
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI
32

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

33

Anda mungkin juga menyukai