Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Disusun oleh :
Kelompok 1 (AJ-2)
1. Abdul Munif

131511123002

2. Mukhamad Nursalim
3. Ardilah Dwiagus Safitri

131511123010
131511123020

4. Dona Muji Fitriana

131511123034

5. Ria Kusuma Dewi

131511123052

6. Kumala Sari Makatita

131511123054

7. Maulia Ika Widyana

131511123056

8. Hidayat Arifin

131511123072

9. Fitri Wahyuni

131511123076

Program Studi Pendidikan Ners


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................2
1.1 Latar Belang..................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI.............................................................................4
2.1 Anatomi Sistem Perkemihan.........................................................4
2.2 Infeksi Saluran Kemih...................................................................8
2.3 Infeksi Saluran Kemih Atas...........................................................9
2.4 Infeksi Saluran Kemih Bawah.......................................................17
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Kemih Atas..........28
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Kemih Bawah......35
BAB 3 TINJAUAN KASUS...........................................................................41
3.1 Pengkajian.....................................................................................41
3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................44
3.3 Analisa Data..................................................................................45
3.4 Intervensi Keperawatan.................................................................46
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................40
4.1 Kesimpulan....................................................................................50
4.2 Saran..............................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................51
LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
paling banyak terjadi dan menjadi urutan kedua paling sering setelah infeksi
saluran nafas. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu jenis infeksi
nosokomial yang angka kejadiannya paling tinggi di Indonesia yaitu sekitar
39-60% menurut hasil penelitian yang dilakukan di dua kota besar di
Indonesia (Kasmad, 2007). Infeksi saluran kemih merupakan infeksi dengan
keterlibatan bakteri tersering di komunitas dan hampir 10% orang pernah
terkena ISK selama hidupnya. Sekitar 150 juta penduduk di seluruh dunia tiap
tahunnya terdiagnosis menderita saluran kemih (Rajabnia, 2012).
Infeksi ini dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur
pada anak, remaja, dewasa ataupun umur lanjut. Akan tetapi, perempuan lebih
rentan terkena infeksi saluran kemih daripada pria (Tjay & Rahardja, 2007).
Purnomo (2009) menyebutkan bahwa pada masa neonatus, infeksi saluran
kemih lebih banyak terjadi pada bayi laki (2,7%) yang tidak menjalani
sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia,
insiden infeksi saluran kemih terbalik yaitu pada masa sekolah, infeksi saluran
kemih pada anak perempuan lebih banyak (3%) daripada anak laki-laki
(1,1%). Insiden infeksi saluran kemih ini pada remaja perempuan meningkat
3,3 sampai 5,8%. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 2535% dari semua pria dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya.
Berdasarkan jumlah insidensi dari infeksi saluran kemih, hal ini perlu
mendapat perhatian khusus dari kalangan praktisi medis karena bila kasus
infeksi saluran kemih tidak dilakukan manajemen terapi yang baik dan benar
akan dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan, mulai dari febris
generalisata hingga gagal ginjal akut atau pun gagal ginjal kronik, serta akan
adanya resistensi antibiotik pada terapi infeksi saluran kemih (Sukandar,
2006). Oleh karena itu, penjabaran mengenai infeksi saluran kemih perlu
dilakukan untuk mengetahui pengelolaan infeksi saluran kemih yang baik dan
benar.
1.2 Rumusan Masalah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apa pengertian dari infeksi saluran kemih?


Apa penyebab dari infeksi saluran kemih?
Bagaimana patofisiologi dari infeksi saluran kemih?
Bagaimana manifestasi klinis dari infeksi saluran kemih?
Apa saja pemeriksaan dignostik dari infeksi saluran kemih?
Bagaimana penatalaksanaan dari infeksi saluran kemih?
Apa saja komplikasi dari infeksi saluran kemih?
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi saluran
kemih?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
pada klien dengan infeksi saluran perkemihan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari infeksi saluran kemih.
b. Mengetahui klasifikasi dari infeksi saluran kemih
c. Mengetahui penyebab dari infeksi saluran kemih.
d. Mengetahui patofisiologi dari infeksi saluran kemih.
e. Mengetahui manifestasi klinik dari infeksi saluran kemih.
f. Mengetahui pemeriksaan diagnosa dari infeksi saluran kemih.
g. Mengetahui penatalaksanaan dari infeksi saluran kemih.
h. Mengetahui komplikasi dari infeksi saluran kemih.
i. Mengetahui asuhan keperawatan dari infeksi saluran kemih.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

2.1.1

Anatomi Sistem Perkemihan

1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang
peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar, dan psoas
mayor. Ginjal dibungkus dan dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh lapisan lemak yang tebal, di belakang peritonium, atau di luar
rongga peritonium. Kelenjar adrenal terletak diatas kutub masingmasing ginjal. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang,
mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis
ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati
yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Panjang
ginjal pada orang dewasa sekitar 12-13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
Lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebal 2,5 cm (1 inci), dan berat sekitar 150
gram. Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta
tepi lateral ginjal berbentuk cembung seddangkan tepi medialnya
berbentuk cekung karena adanya hilus. (Sylvia, A price. 2006).
Setiap ginjal diselubungi oleh kapsul tipis dari jaringan fibrus
dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat
struktur ginjal berwarna ungu tua yang terdiri atas korteks di
sebelah luar dan medula di sebelah dalam. Bagian medula tersusun
atas 15-16 massa piramid yang disebut piramid ginjal. Puncaknya
mengarah ke hilum dan berakhir di kalises (kaliks). Kalises
menghubungkannya dengan pelvis ginjal.
2. Ureter
Ureter
merupakan
saluran
retroperitoneum

yang

menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Pada awalnya,


ureter berjalan melalui fasia gerota dan kemudian menyilang
muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka komunis. Ureter berjalan
sepanjang sisi posterior pelvis, di bawah vas deferen, dan memasuki
basis vesika pada trigonum. Pasokan darah ureter berasal dari
pembuluh darah renalis, gonad, aorta, iliaka komunis, dan iliaka
interna. Susunan saraf otonom pada dinding ureter memberikan

aktivitas peristaltik, di mana kontraksi berirama berasal dari pemacu


proksimal yang mengendalikan transpor halus dan efisien bagi urine
dari pelvis renalis ke kandung kemih.
3. Kandung kemih (Urinary Bladder)
Kandung kemih (vesika urinaria-VU) berfungsi sebagai
penampung urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi.
Kandung kemih terletak di dalam panggul besar, di depan isi
lainnya, dan di belakang simpisis pubis. Pada bayi letaknya lebih
tinggi. Bagian terbawah adalah basis sedangkan bagian atas adalah
fundus. Puncaknya mengarah ke depan bawah dan ada di belakang
simpisis. Dinding kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah
luar, lapisan berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa dari
epitelium transisional. Tiga saluran bersambung dengan kandung
kemih. Dua ureter bermuara secara oblik di sebelah basis, letak
oblik menghindarkan urine mengalir kembali ke dalam ureter.Uretra
keluar dari kandung kemih sebelah depan. Daerah segitiga antara
dua lubang ureter dan uretra disebut segitiga kandung kemih
(trigonum vesika urinarius). Pada wanita, kandung kemih terletak di
antara dimpisis pubis, utrus, dan vagina. Dari uterus, kandung
kemih di pisahkan oleh lipatan peritoneu ruang uterovesikal atau
ruang douglas.
4. Uretra
Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kemih ke lubang luar, dilapisi oleh membran mukosa yang
bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih.
Meatus urinarius terdiri atas serabut otot melingkar, membentuk
sfingter uretra. Panjang uretra pada wanita sekitar 2,5-3,5 cm
sedangkan pada pria 17-22,5 cm (Nursalam, 2009).

Ginjal adalah organ yang memproduksi dan mengeluarkan urine


dari dalam tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama
untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan
internal). Beberapa fungsi ginjal adalah sebagai berikut :
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion.
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.
d. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme.
e. Fungsi hormonal dan metabolisme.
f. Pengaturan tekanan darah.
g. Pengeluaran zat beracun.

2.1.2 Fisiologi Dasar Ginjal


Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi ECF dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume
cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan
sekresi tubulus. (Sylvia, A price. 2006).
1. Ultrafiltrasi Glomerulus
Pembentukan urine dimulai dengan proses filtrasi glomerulus
plasma. Aliran darah ginjal (RBF) setara dengan sekitar 25% curah
jantung atau 1.200 ml/menit. Bila hematokrit normal dianggap 45%,
maka aliran plasma ginjal (RPF) sama dengan 660 ml/menit (0,55 x
1.200 = 660). Sekitar 1/5 dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan
melalui glomerulus ke kapsul bowman. Ini dikenal dengan istilah
laju filtrasi glomerulus (GFR). Proses filtrasi pada glomerulus
dinamakan ultrafiltrasi glomerulus, karena filtrat primer merupakan
komposisi sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sylvia, A
price. 2006).
Glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman
untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal
akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada
glomerulus dan sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal.

Urine yang berasal dari darah dibawa oleh arteri renalis masuk
ke dalam ginjal. Langkah pertama proses pembentukan urine adalah
ultrafiltrasi darah/ plasma dalam kapiler glomerulus berupa air dan
kristaloid, selanjutnya di dalam tubuli ginjal disempurnakan dengan
proses reabsorpsi zat-zat yang esensial dari cairan filtrasi untuk
dikembalikan

ke

dalam

darah,

selanjutnya

proses

sekresi

dikeluarkan melalui urine.


Proses ini terjadi pada glomerulus karena permukaan aferen
lebih besar dari permukaan eferen sehingga terjadi penyerapan
darah setiap menit 1200ml darah yang terdiri atas 450 ml sel darah
dan 660 ml plasma, masuk ke dalam kapiler glomerulus. Untuk
proses filtrasi diperlukan tekanan filtrasi untuk mendapatkan hasil
akhir (Syaifuddin. 2011).

2. Transpor urine pada perkemihan


Urine mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis,
meregangkannya

dan

meningkatkan

aktivitasnya,

kemudian

mencetuskan kontraksi peristaltik menyebar ke pelvis renalis lalu


turun sepanjang ureter. Dengan demikian, mendorong urine dari
pelvis renalis ke arah kandung kemih.
Dinding ureter terdiri atas otot polos dan dipersarafi oleh saraf
simpatis. Kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh
perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan
simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor
di daerah trigonum kandung kemih sepanjang beberapa sentimeter
menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor
pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter sehingga
mencegah aliran balik urine dari kandung kemih sewaktu terjadi
kompresi kandung kemih.
Setiap gelombang peristaltik yang terjadi sepanjang ureter akan
meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang

menembus dinding kandung kemih akan membuka dan memberikan


kesempatan urine mengalir ke dalam kandung kemih.
2.2 Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah berkembangbiaknya mikroorganisme
di dalam saluran kemih, yang ada dalam keadaan normal tidak mengandung
bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Tempat yang paling sering mengalami
ISK adalah kandung kemih (sistitis), uretra (urethritis), dan ginjal
(pielonefritis). (Toto Suharyanto, 2009). Infeksi saluran kemih terbagi menjadi
2 area yaitu atas dan bawah. ISK bagian atas yaitu infeksi pada ginjal
(pieloneefritis) dan ISK bagian bawah meliputi infeksi pada kandung kemih
(sistitis) dan infeksi pada ureter (urethritis).
2.3 Infeksi Saluran Kemih Bagian Atas
2.3.1 Definisi
Infeksi saluran kemih atas mengenai ginjal dan ureter, dan
melibatkan jaringan medular ginjal dalam dan dapat merusak ginjal
secara permanen. Infeksi saluran kemih bagian atas yang paling sering
terjadi adalah pielonefritis. Pielonefritis adalah infeksi pada saluran
kemih bagian atas yang disebabkan oleh bakteri (Saputra, t.thn.).
Pielonefritis selanjutnya dibagi menjadi dua jenis yaitu pielonefritis
akut dan kronis. Dari sumber lain menyebutkan bahwa Pielonefritis
adalah infeksi parenkim ginjal dan biasanya merupakan lanjutan dari
sistitis akut (penyebaran asenden) (Nuri,2014).
2.3.2

Etiologi

1. Uropatogen yang terdiri dari:


a. Basil gram negatif. Seperti Escherichis coli dan Kebsiella, pada
>95% kasus.
b. Organisme gram positif seperti Enterokokus
c. Staphylococcus aureus. Jika bakteri ini ada dalam urine,
mengindikasikan asalnya dari hematogen.
2. Infeksi saluran kemih sebelumnya.
Infeksi dapat didahului dengan adanya keadaan statis urin akibat
adanya batu saluran kemihrefluks vesikoureter dan penurunan

imunitas pada proses penuaan, serta peningkatan kadar glukosa


pada

pasie

diabetes

melitus

dimana

akan

menyebabkan

pertumbuhan bakteri lebih besar.


2.1.1 Klasifikasi
1. Pelonefritis Akut
a. Definisi
Pielonefritis akut adalah peradangan pada pielum dengan
manifestasi pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat
menyebabkan kerusakan pad jaringan ginjal, gagal ginjal,
pembentukan abses, sepsis atau kegagalan multiorgan (Muttaqin
& Sari, 2011).
Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Sukandar, 2014).
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang
terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman
yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bawah
yang naik ke ginjal melalui ureter (Purnomo, 2003).
b. Patofisiologi
Pielonefritis akut dapat terjadi melalui bebapa mekanisme.
Mekanisme pertama berawal dari bagian atas yaitu ginjal dan
ureter itu sendiri. Adanya obstruksi batu, dilatasi pelvis dan
ureter serta berbagai faktor yang menyebabkan statis urine. Urin
yang tertahan lama dapat memicu terjadinya infeksi, karena urin
dapat menjadi mediator penyebaran bakteri secara asenden.
Mekenisme kedua diawali dari adanya infeksi pada organ lain
yang menyebabkan bakteri masuk ke dalam darah kemudian
bersirkulasi kedalam sistem peredaran darah. Urin yang berada
didalam darah dapat mencapai ginjal, jika sistem wash out pada
sistem perkemihan tidak berjalan dengan baik maka bakteri
yang berasal dari saluran kemih bawah maupun dari hrmatogen
dapat menetap pada ginjal dan menyebabkan infeksi.
Infeksi bakteri pada saluran kemih menyebabkan pelepasan
sitokin proinflamasi seperti Interleukin-6 dan Interleukin-8 ke

aliran darah sehingga menyebabkan respon pejamu pada pasien


dengan pielonefritis. Normalnya Interleukin-6 urin tidak
ditemukan pada urin orang sehat. Peningkatan Interleukin-6
serum kebanyakan ditemukan pada pasien dengan demam oleh
karena pielonefritis.
Pada pielonefritis, infeksi bakteri telah mencapai ginjal yang
menyebabkan respon lokal pejamu, meningkatkan respon
sitokin Interleukin-6 lainnya yang diperantarai mediator pejamu.
Interleukin-6 muncul di urin dalam 6 jam setelah terjadinya
proses infeksi dengan tingkat sensitifitas 88% sampai pada 24
jam pertama kemudian menurun setelah 6 jam terapi serta
meningkat lebih lama pada pasien bakterinemia.
Respon sitokin saluran kemih diawali ketika bakteri
mencapai permukaan mukosa. Penempelan pada sel epitel
mengaktifkan rangkaian pertama sitokin termasuk diantaranya
adalah IL-6, IL-1, IL-8 dan kemokin lainnya. Besar dan
pelepasan sitokin dipengaruhi oleh virulensi dari infeksi kuman,
termasuk fimbrae. Aktivasi sel epitelial diikuti oleh munculnya
neutrofil dan sel inflamasi lainnya di daerah lokal dan beberapa
saat kemudian diikuti oleh respon sitokin. Inflamasi lokal
menyebabkan

gejala

lokal

yang

berhubungan

dengan

pielonefritis. Peningkatan suhu dan respon fase akut bila bakteri,


komponen bakteri, atau mediator pejamu, keluar dari saluran
kemih dan mencapai hepar, hipotalamus atau daerah sistemik
lain dimana muncul respon pejamu. Secara ringkas dapat dilihat
pada gambar 1. yang menerangkan patofisiologi pielonefritis
yang disebabkan oleh Escherichia coli sebagai berikut ini

10

Gambar 1. Patofisiologi pielonefritis yang disebabkan oleh Escherichia coli


Bakteri Escherichia coli menempel pada reseptor pada
permukaan sel dengan menggunakan vili atau P fimbrae, setelah
menempel bakteri akan masuk kedalam sel dimana akan terjadi
proses

replikasi.

Penempelan

atau

invasi

kemudian

mengaktifkan proses apoptosis didalam sel yang akan


mengakibatkan eksfoliasi dan pelepasan sel rusak dari pejamu.
Interaksi antara Escherichia coli dan pejamu akan menginduksi
sitokin inflamasi yang akan mengakibatkan masuknya leukosit
polimorfonuklear kedalam sel. Sistem reseptor Interleukin-6
memiliki konfigurasi yang tidak biasa. Terdiri dari dua rantai
polipeptida. Reseptor terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk

11

transmembran dan bentuk terlarut. Bentuk transmembran


memiliki daerah intrasitoplasmik yang pendek dan stimulasinya
oleh molekul IL-6, pemicunya berhubungan dengan gp-130.
Reseptor terlarut dapat membentuk komplek stimulasi dengan
IL-6 dan dapat berhubungan dengan gp-130 dan memicu
peristiwa seluler yang disebut trans-signaling, gp-130 memiliki
domain transmembran dan berperan menghantarkan sinyal ke
membrane.
Pada proses terjadinya pielonefritis, Interleukin-6 akan
muncul dalam urin. Respon mediator pejamu terhadap
pielonefritis terdapat perbedaan besaran dan tingkatan respon
penderita dengan pielonefritis dan bakteriuria asimptomatik
dengan perbedaan gejala klinis.
Pielonefritis akan mengaktifkan respon lokal dan sistemik.
Serum IL-6, urin lebih tinggi pada pasien dengan demam
pielonefritis dibandingkan dengan bakteriuria asimptomatik.
Interleukin-6 merupakan mediator awal proses inflamasi.
Interleukin-6 merupakan pirogen endogen yang mengaktivasi
fase akut, terutama CRP dan faktor maturasi untuk limfosit
mukosa. Interleukin-6 disintesis oleh bermacam-macam sel
termasuk makrofag, fibroblast, sel endotelial dan sel epitel
tubulus renalis.
Pemeriksaan awal konsentrasi IL-6 pada urin dapat berguna
sebagai petanda diagnostik perubahan pielonefritis pada
neonatus untuk mencegah timbulnya parut ginjal. 25 6
Konsentrasi interleukin-6 pada urin meningkat pada menit awal
kerusakan

mukosa.

Setelah

beberapa

jam,

leukosit

polimorfonuklear muncul dan diekskresikan pada urin.23


Berdasarkan hasil penelitian di California tahun 2001, respon
IL-6 stabil tetapi segera menurun setelah pemberian antibiotik,

12

hal ini menunjukkan adanya kerusakan ginjal pada saat awal


terjadinya pielonefritis (IDAI, 2011)
c. Tanda dan Gejala
1) Pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
2) Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi,
menggigil, nausea,
3) Nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya
kelemahan fisik.
4) Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya nyeri.
5) Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam
beberapa hari.
6) Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau
hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya
peningkatan sel darah putih.
7) Dapat disertai dengan mual muntah.
8) Terdapat penurunan faal ginjal
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan profil darah
Terdapat leukositosis disertai dengn peningkatan laju endap
darah.
2) Pemeriksaan urinalisis
Terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria.
3) Pemeriksaan faal ginjal
Terdapat penurunan faal ginjal
4) Pemeriksaan foto polos abdomen
Bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radioopak dari batu saluran kemih.
5) Pemeriksaan PIV
6) Terdapat bayangan ginjal

membesar

dan

terdapat

keterlambatan pada fase nefrogram.


2. Pielonefritis Kronis
a. Definisi
Pielonefrtis kronik merupakan keadaan inflamasi yang
persisten pada ginjal dan dapat menyebabkan pembentukan
parut dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis
(Kowalak,et.al.2011).
Pielonefritis kronik (PNK) mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.

13

Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikeureter dengan atau


tanpa bacteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan
ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefrtisi kronikyang
spesifik (Setiati,et.al. 2014).
b. Etiologi
Etiologi pada pasien pielonefritis Kronis bisa bakteri,
metastase kanker, atau urogenus. Paling sering ditemukan pada
pasien yang memiliki factor predisposisi untuk pielonefritis akut
yang rekuren, seperti pasien yang mengalami obstruksi urinarius
atau refluks vesikoureter. (Kowalak,et.al.2011)

c. Menifestasi klinis
Menurut kowalak,et.al (2011), tanda dan gejala yang biasa
timbul pada pyelonephritis kronik adalah :
1) Demam yang tidak diketahui sebabnya atau mengompol
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

pada masa kanak kanak.


Nyeri pada pinggang
Anemia
Berat jenis urine yang rendah
Proteinuria
Leukosit dalam urine
Khususnya pada stadium lanjut, hipertensi
Uremia jarang terjadi karena pyelonephritis kronis kecuali

bila terdapat kelainan struktur didalam system ekskresi.


9) Bacteriuria dapat bersifat intermiten.
d. Patofisiologi
Pada infeksi salurna kemih apapun, factor resiko utama
adalah refluks vesiko ureter yang disebabkan oleh abnormalitas
masuknya ureter kedalam kandung kemih. Selama berkemih,
kontraksi dinding kandung kemih normalnya menutup orifisium
ureter dan sudut ureter pada dinding kandung kemih membentuk
katup yang mencegah refluks. Jika ureter tidak melintasi dinding
kandung kemih secara diagonal dan orifisium membesar, maka
berkemih menyebabkan refluks naik ke pelvis ginjal melalui
ureter, pada pelvis ginjal, dapat terjadi refluks intrarenal ke

14

medulla. Refluks ini biasanya menghilang saat dewasa, namun


sebagian besar kerusakan terjadi sebelum usia 5 tahun

dan

nefropathy refluks dapat mencapai 10-15% gagal ginjal stadium


akhir. Kerusakan ginjal tersebut dinamakan pielonefritis kronik
dan didiagnosis secara radiologis dengan clubbing kalises ginjal
dan jaringan parut pada kroteks (Ocallaghan.2007).
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan kulture urine
Leukosit dapat diperiksa dengan dipstick maupun secara
mikroskopik. Urine dikatakan memngandung leukosit atau
pyuria jika secara mikroskopik didapatkan >10 leukosit per
mm3 atau terdapat > 5 leukosit perapangan padndang besar.
Pemeriksaan culture urine dimaksudkan untuk
menentukan keberadaan kuman, jenis kuman, dan sekaligus
menentukan jenis antibiotika yang cocok untuk membunuh
kuman itu.
Dikatakan bakteruria jika didapatkan >105 cfu (colony
forming unit) per ml pada pengambilan contoh urine porsi
tengah. Sementara pada pengambilan contoh urine pada saat
aspirasi suprapubic dikatakan bacteriuria bermakna jika
didapatkan >103 cfu / ml. (Purnomo. 2003)
2) Urografi Ekstetori
Pelvis renal dapat tampak mengecil serta mendatar dan
hasil biopsy. (Kowalak,et.al.2011)
3) Radiologis
Dilakukan clubbing kalises ginjal dan jaringan parut
pada korteks,, (Kowalak,et.al.2011)
4) Micturating Cystourethrogram
Refluks vesikoureter didiagnosis dengan (kontras yang
ditempatkan dikandung kemih melalui kateter supra pubik
atau uretra dan gambar diambil saat berkemih untuk melihat
apakah kontras naik ke ureter. (Ocallaghan.2007)
2.1.2 Managemen ISK Atas

15

1. Pada umumnya infeksi saluran kemih bagian atas baik yang


bersifat akut maupun kronik memerlukan rawat inap untuk
memelihra status hidrasi dan pemberian terapi antibiotik. Adapun
indikasi rawat inap pada pasien dengan pielonefritis adalah
sebagau berikut:
a. Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi
terhadap antibiotik oral
b. Pasien sakit berat
c. Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami
kegagalan.
d. Diperlukan

investigasi

lanjutan

(ISK

kambuh,

gejala

neurologik, hematuria persisten, mikroorganisme jarang).


e. Terdapat faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
f. Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus usia lanjut.
2. Pemberian anibiotik
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu
dari tiga alternatif antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72
jam sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya:
a. Fluonokuinolon
b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida
2.1.3 Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Syok septic
Insufisiensi renal yang kronik
Pielonefrtisi kronik (pielonefritis akut) (kowalak,et al.2011)
Abses perinefrik
Pembentukan parut
Gagal ginjal
Batu ginjal
Srikut ureter

2.4 Infeksi Saluran Kemih Bagian Bawah


Infeksi Saluran Kemih bagian bawah merupakan infeksi yang menyerang
bagian bawah salurah kemih yang terdiri dari kandung kemih dan uretra. ISK
bagian bawah meliputi infeksi pada kandung kemih (sistitis) dan infeksi pada
ureter (urethritis).
2.4.1 Sistitis
1. Definisi

16

Sistitis insterstisial adalah suatu sindrom klinik peradangan


kandung kemih yang ditandai dengan frekuensi BAK sering dan
malam hari, urgensi, dan nyeri panggul (Muttaqin & Sari, 2011).
Sistitis adalah inflamasi akut pada muosa buli-buli yang sering
disebabkan oleh infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab
infeksi ini terutama adalah E coli, Enterococci, Proteus, dan
Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra
(Purnomo, 2003).
Sistitis adalah inflamasi atau infeksi pada kandung kemih. Sistitis
lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria. Sistitis juga
merupakan inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan
oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran
balik

urine

dari

uretra

ke

dalam

kandung

kemih(refluks

uretrovesikal), kontaminasi fekal tau penggunaan kateter atau


sistoskop (Baradeo & et all, 2009).
Jadi sistitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi
inflamasi sel-sel urotelium melapisi kandung kemih yang disebabkan
oleh berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam kandung kemih.
2. Etiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011), etiologi sistitis interstisial
belum diketahui dan kemungkinan multifaktorial. Beberapa faktor
yang memungkinkan adalah sebagai berikut:
a. Peran patogenik dari sel mast di dalam lapisan mukosa kandung
kemih.
b. Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen
kandung kemih sehingga peningkatan permeabilitas jaringan
submukosa yang mendasari untuk zat beracun dalam urine.
c. Infeksi dengan agen (misalnya: virus lambat atau bakteri).
d. Produksi toksin dalam urine.
e. Reaksi hipersensitivitas neurogenik atau peradangan diperantarai
secara lokal pada kandung kemih.
f. Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional
pengeluaran urine.
g. Gangguan autoimun.
3. Manifestasi Klinis

17

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi


kemerahan (eritema), edema, dan hipersensitif sehingga buli-buli
terisi urine, akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan
isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli
akan menyebabkan rasa nyeri/sakit di daerah suprapubik dan eritema
mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria.
Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis
jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan
kondisi umum yang menurun. Jika disertai demam dan nyeri
pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran ke saluran kemih bagian
atas. Pemeriksaan urine didapatkan urine berwarna keruh, berbau
dan pada urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur
urine sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi
(Purnomo, 2003).
4. Patofisiologi
Patofisiologi sistitis interstisial masih kurang dipahami. Berbagai
etiologi telah diajukan, tidak ada yang cukup menjelaskan secara
baik

bagaimana

proses

tersebut

dapat

dijelaskan.

Hal

ini

menunjukkan bahwa sistitis interstisial merupakan sejumlah kondisi


yang belum terdefinisi dari berbagai patologi yang berbeda, akhirnya
hadir sebagai sindrom klinis frekuensi BAK, urgensi, dan nyeri
panggul.
Secara klinis sistitis interstisial dibagi menjadi dua sub-kelompok
yang berbeda berdasarkan temuan pada saat pelaksanaan sistoskopi
dan overdistension kandung kemih. Kategori ini adalah jenis ulseratif
(klasik) dan nonulseratif.
Pada kondisi ulseratif, pemeriksaan sitoskopi didapatkan adanya
jaringan kemerahan pada permukaan epitel kandung kemih dengan
satu atau lebih ulseratif. Kondisi ini adalah ciri khas sistitis
interstisial klasik.
Ulkus ini mungkin hanya terlihat setelah overdistension karena
jaringan parut mukosa pecah selama prosedur. Overdistension dalam

18

jenis hasil sistitis interstisial di celah dan retak yang berdarah di


epitel kandung kemih.
Biopsi temuan menunjukkan bahwa lesi ulseratif dapat
transmural, terkait dengan perubahan dengan inflamasi yang ditandai
dengan jaringan granulasi, infiltrasi sel mast, dan dalam beberapa
kasus dapat berupa fibrosis. Bentuk klasik interstisial sistitis dapat
dikaitkan dengan kapasitas kandung kemih semakin kecil dari waktu
ke waktu.
Namun, setelah overdistension, pada pemeriksaan sistoskopik,
didapatkan tanda glomerulation berupa lesi kecil di kubah dan di
dinding lateral kandung kemih, serta iritasi mukosa kecil dan
perdarahan sub mukosa. Temuan biopsi kandung kemih pada pasien
ini lebih sederhana dibandingkan dengan yang ditemukan pada
pasien dengan sistitis interstisial klasik.
5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
a. Kultur urine: Mengidentifikasi organisme penyebab
b. Urine analisis/urinalisa: Memperlihatkan bakteriuria, sel darah
putih, dan endapan sel darah merah dengan keterlibatan ginjal
c. Darah lengkap
d. Sistoskopi, adalah tindakan untuk melihat atau meneropong ke
dalam kandung kemih atau saluran kencing (uretra).
e. Sinar-X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi
anomali struktur nyata.
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Antibiotic oral (trimetoprim, siprofloksasin, nitrofurantoin,
sefradin).
2) Jika terdapat

respon

yang

buruk

terhadap

terapi

pertimbangkan suatu infeksi yang tidak biasa: tuberculosis


(piuria

steril),

kandiduria,

skistosomiasis,

Chlamydia

trauchomatis, Neisseria gennorrhoae.


3) Infeksi berulang kemungkinan harus kelainan meningkatkan
yang mendasari kecurigaan yang terhadap memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.

19

Pengobatan yang ideal adalah preparat antibakteri yang


secara efektif membunuh bakteri dari saluran perkemihan dengan
efek minimal pada flora fekal dan vaginal. Sulfisoksazol
(Gastrisin), trimetoprimsulfatmetoksasol (TMP/SMZ. Bactrim
atau Septra), nitrofurantoin (Macrodantin). Infeksi saluran kemih
bawah yang tak terkomplikasi pada wanita: termasuk pemberian
dosis tunggal, regimen obat singkat (3-4 hari), atau selama 7
sampai 10 hari.
b. Non Farmakologi
1) Anjurkan klien meningkatkan intake cairan 2-3 Liter setiap
hari bila tidak ada kontraindikasi.
2) Klien diminta untuk menghindari makanan yang bersifat
iritatif pada bladder, misalnya makanan yang pedas, teh,
coklat, alkohol, caffeine.
3) Anjurkan klien mengosongkan kandung kemih segera setelah
2.4.2

merasa ingin BAK, misalnya setiap 2-3 jam sekali


Urethritis
1. Definisi
Urethritis adalah peradangan atau inflamasi (pembengkakan dan
iritasi) pada uretra (Augenbraun, 2014).
Urethritis adalah kondisi dimana uretra atau tube saluran yang
membawa urin dari baldder ke luar tubuh menjadi inflasi dan iritasi
(OConnell, 2016)
Uretritis adalah suatu inflamasi uretra atau suatu infeksi yang
menyebar naik yang digolongkan sebagai infeksi gonoreal dan
nongonoreal. Namun demikian keduakondisi tersebut dapat terjadi
pada satu pasien (Nursalam, 2008).
2. Etiologi
Penyebab urethritis menurut OConnell (2016) dan Augenbraun
(2014), adalah:
a. Bakteri
1) E. coli (infeksi saluran kemih)
2) Chlamydia trachomatis, Nesseria gonorrheae, Mwcoplasma
genitalium (Sexual Transmitted Infections (STIs)).

20

b. Virus

(Human papilloma virus, Herpes

simplex virus,

Cytomegalovirus)
c. Factor penyebab lain
1) Injury
2) Sensitifitas terhadap bahan kimia (spermicides, jelly
kontraseptif, krim, dan sabun)
3) Obstruksi saluran kemih
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut OConnell (2016 dan Augenbraun
(2014), antara lain:
a. Pada laki-laki
1) Terdapat darah pada urine atau semen
2) Nyeri seperti terbakar saat berkemih
3) Demam (jarang)
4) Perubahan frekuensi berkemih
5) Gatal, bengkak pada penis
6) Nyeri saat intercourse atau ejakulasi
7) Terdapat kemerahan
b. Pada wanita
1) Nyeri abdominal
2) Nyeri seperti terbakar saat berkemih
3) Demam dan menggigil
4) Perubahan frekuensi berkemih
5) Nyeri pelfik
6) Nyeri saat berhubungan seksual
7) Terdapat kemerahan
4. Patofisiologi
Secara umum bakteri yang menyebabkan urethritis menempel
pada mukosa dan dinding sel manusia yang dapat menyebakan
infeksi. Sebagai contoh gonococci menggunaan protein dan
lipooligosaccharide (LOS) untuk dapat menempal pada sel host.
Berbagai antigen datang dengan cepat, membuat ikatan di sel-sel
yang berbeda dan organ yang berbeda dan menghindari dari respon
imun. Gonococci juga dapat mentransfer blok DNA antara strain,
mengubah fungsi mereka, struktur, dan antigenisitas. efek toksik
langsung dari endotoksin dan sitokin dari respon host menyebabkan
kerusakan jaringan pada infeksi gonokokal. C trachomatis secara

21

istimewa menginfeksi permukaan mukosa dan sel-sel epitel. Karena


C trachomatis tidak dapat mensintesis ATP, itu adalah patogen
intraselular obligat. Infeksi menyebabkan reaksi inflamasi akut
dengan infiltrasi limfositik mukosa dan submukosa. respon antibodi
lokal dapat ditekan oleh estradiol. penyakit yang lebih berat hasil
terutama dari respon immunopathological. Misalnya, komplikasi
seperti salpingitis, uretritis kronis non-gonokokal (NGU), dan
arthritis reaktif yang dianggap karena produksi antibodi terhadap
protein heat-shock (hsp60) yang lintas bereaksi dengan homolog
manusia. Uretritis, jika tidak diobati, juga dapat mengakibatkan
epididimitis,

orchitis,

prostatitis,

proctitis,

servisitis,

iritis,

pneumonia, striktur uretra, kehamilan ektopik, kemandulan.


5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut American Health Sexual (2015), antara lain:
a. Non-Gonococcal Urethritis (NGU)
NGU merupakan infeksi dari uretra yang disebabkan oleh
pathogen (germs) selain dari gonorrhea. Beberapa pathogen yang
dapat menyebabkan NGU adalah:
1) Chlamydia trachomatis
2) Ureaplasma urealyticum
3) Trichomonas vaginalis (rare)
4) Herpes simplex virus (rare)
5) Adenovirus
6) Haemophilus vaginalis
7) Mycoplasm genitalium
NGU lebih sering disebabkan oleh Chamydia yang dapat
menginfeksi pada laki laki dan perempuan. Kebanyakan
pathogen penyebab NGU dapat menular selama berhubungan
seksual (vaginal, anal, atau oral) dengan kontak membrane
mucus dengan penderita NGU.
Tanda gejala dari NGU adalah
1) Pada laki laki:
a) Gangguan pengeluaran urine dari penis
b) Nyeri seperti terbakar saat BAK
c) Gatal dan iritasi

22

d) Terdapat noda pada pakaian dalam


2) Pada Perempuan:
a) NGU pada perempuan dapat menyebabkan penyakit lain
seperti vaginitis atau mucopurulent cervicitis (MPC).
b) Gangguan pengeluaran urine dari vagina
c) Nyeri seperti terbakar saat BAK
d) Nyeri abdominal. Perdarahan abnormal pada vagina dapat
diindikasikan perkembangan infeksi sampai ke Pelvic
Inflamatory Disesase (PID).
b. Gonococcal Urethritis
GU merupakan infeksi pada uretra yang sebabkan oleh N.
gonorrhoeae yang menyebabkan keluarnya pus saat berkemih.
Masa inkubasi bakteri ini sekitar 2-10 hari setelah masuk ke
dalam tubuh melalui hubungan seksual. Pada wanita, bakteri N.
gonorrhoeae menginfeksi saluran kemih, serviks, Rahim, tuba
fallopian. Pada pria menginfeksi saluran kencing, epididymis,
kelenjar cowpers, rectum, dan mulut.
Tanda gejala dari GU:
1) Keluarnya nanah dari alat kelamin
2) Nanah berwarna putih kekuning-kuningan atau kehijauan
3) Nyeri saat berkemih
4) Pembengkakan kelenjar pada selangkang
Infeksi yang menyebar ke proksimal uretra menyebabkan
peningkatan frekuensi kencing. Gonokokus dapat menebus
mukosa uretra yang utuh, mengakibatkan terjadi infeksi
submukosa yang meluas ke korpus spongiosum. Infeksi yang
menyebabkan kerusakan kelenjar peri uretra akan menyebabkan
terjadinya fibrosis yang dalam beberapa tahun kemudian
mengakibatkan striktura uretra.
6. Komplikasi
a. Komplikasi pada laki laki
1) Cystitis
2) Epididymitis
3) Orchitis (infeksi pada testis)

23

4) Prostatitis
b. Komplikasi pada wanita
1) Cystitis
2) Cervicitis
3) PID (Pelvic Inflammatory Disease) infeksi pada dinding
uterus, tuba falopi, atau ovarium
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur urine: Mengidentifikasi organisme penyebab
b. Urine analisis/urinalisa: Memperlihatkan bakteriuria, sel darah
putih, dan endapan sel darah merah dengan keterlibatan ginjal
c. Darah lengkap
d. Sinar-X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi
anomali struktur nyata.
e. Pielogram intravena (IVP): Mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada mikroorganisme penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah bakteri, maka diberikan antibiotik.
Jika penyebabnya adalah virus herpes simpleks, maka diberikan obat
anti-virus (misalnya asiklovir).
Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan
untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk
wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

Antibiotika yang direkomendasikan untuk N. gonnorrheae


a.
b.
c.
d.

Cefixime 400 mg oral


Ceftriaxone 250 mg IM
Ciprofloxacine 500 mg oral
Ofloxacin 400 mg oral
Keempat antibiotika diatas diberikan dalam dosis tunggal. Infeksi

gonorrheae sering diikuti dengan infeksi chlamydia. Oleh karena itu


perlu ditambahkan antibiotika anti-chlamydial seperti :
a. Azithromycin, 1 gr oral (dosis tunggal)

24

b. Doxycycline 100 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari


c. Erythromycine 500 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari
d. Ofloxacin 200 mg oral 2 kali sehati slama 7 hari
9. Pencegahan
Beberapa bakteri yang menyebabkan urethritis dapat menular ke
orang lain dengan kontak seksual. Oleh karena itu tindakan
pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Menghindari hubungan seksual dengan multiple partners
b. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual
c. Melakukan pemeriksaan secara berkala
d. Saling melidungi. Jika kamu memderita STI (Sexual Transmited
Infection), beritahu ke pasangan sexual jika berpotensi tertular.
Selain dari tindakan pencegahan penularan melalui sexual, ada
beberapa cara yaitu dengan memberikan penkes kesehatan
saluran kemih. Hal ini dapat menurunkan resiko dari urethritis.
Minum air yang banyak dan pastikan segera berkemih setelah
melakukan hubungan seksual. Hidari makanan yang asam dan
terpapar dengan spermisida
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Kemih Bagian Atas
2.5.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Infeksi saluran kemih secara umum baik ISK bagian atas maupun
bawah dapat terjadi pada semua umur baik anak, remaja, dewasa
maupun lansia. Akan tetapi lebih sering terjadi pada wanita akibat
ukuran uretra wanita yang lebih pendek dibanding uretra laki-laki.
Sedangkan ISK pada laki-laki sering terjadi pada pria yang
tidak/belum dilakukan sirkumsisi.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada pielonefritis akut keluhan yang sering dirasakan klien
yaitu nyeri pinggang pada daerah costovetebrae angle (CVA)
disertai demam tinggi. Sedangkan pada pielonefritis kronis,
selain nyeri pinggang dan demam juga disertai mual muntah
akibat pembesaran ginjal yang mendesak nervus vagus pada
lambung.

25

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada pielonefritis akut keluhan yang muncul biasanya demam
ringan disertai nyeri pinggang pada area CVA yang ringan hingga
sedang. Sementara pada pielonefritis kronis bisa terjadi demam
tinggi dengan tingkat nyeri pinggang yang hebat akibat distensi
maupun kerusakan parenkim ginjal yang parah.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Infeksi saluran kemih bagian atas sering kali merupakan
kelanjutan dari ISK bagian bawah, sehingga perlu dikaji apakah
klien pernah menderita penyakit yang sama di masa lalu.
Keluhan seperti nyeri saat kencing, riwayat pemakaian inwelling
catheter, riwayat sakit kencing batu, riwayat

kencing tidak

tuntas, riwayat penyakit prostat ( BPH ) juga merupakan faktor


pencetus terjadinya ISK bagian atas.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Infeksi saluran kemih baik atas maupun bawah dapat
ditularkan melalui hubungan seksual, sehingga perlu dikaji
adanya keluarga ( suami/istri ) yang menderita penyakit yang
sama dengan klien.
e. Riwayat Pola Berkemih
Adanya riwayat sering menahan kencing, kurang menjaga
kebersihan area genetalia, cara membersihkan perineum yang
kurang tepat serta pemakaian cairan antiseptik pada genetalia
yang terlalu sering dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Secara umum klien tampak esu dan lemah.
b. Tanda-tanda vital
Pada pielonefritis kronis dapat terjadi peningkatan tekanan darah
akibat kerusakan ginjal. Suhu tubuh meningkat > 380C,
takikardia.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Wajah tampak pucat, konjungtiva mata anemis menunjukkan
adanya kerusakan ginjal kronis yang tidak bisa memproduksi
hormon eritropoetin. Selain itu perdarahan yang banyak melalui

26

urine juga dapat mengakibatkan klien mengalami anemia. Pada


leher biasanya tidak ditemukan adanya kelainan.
d. Pemeriksaan Thorak
Thorak secara umum tidak didapatkan adanya kelainan.
e. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
Pada pielonefritis kronis tampak pembengkakan abdomen
pada area costoverbrea angle akibat adanya inflamasi ginjal
yang kronis.
2) Auskultasi
Terdengar suara bruit ginjal yang menunjukkan adanya
gangguan pada arteri renalis
3) Perkusi
Secara perkusi akan didapatkan penambahan area yang
redup, yang menunjukkan adanya pembesaran ukuran ginjal.
Nyeri ketok pada area CVA (Costovertbrea angel)
4) Palpasi
Didapatkan nyeri tekan pada palpasi ginjal menunjukkan
adanya peradangan /infeksi.
f. Pemeriksaan Genetalia/Perineal
Genitalia yang kotor merupakan faktor pencetus terjadinya ISK
bagian bawah yang bisa mengakibatkan dampak lebih lanjut pada
ISK bagian atas melalui proses asending/refluk vesikoureter.
2.5.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan cidera agen biologis.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
4.
5.
6.
7.
8.

dengan intake yang tidak adekuat.


Nausea berhubungan dengan peningkatan sekresi asam lambung.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Risiko perfusi ginjal tidak efektif berhubungan dengan penurunan
suplay darah ke ginjal

27

2.5.3
No.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri
akut
berhubungan dengan
agen cidera biologis
di tandai dengan :
DS:

Lapor
an secara verbal
klien mengatakan
nyeri
pada
pinggang.
DO:
Posisi
untuk
menahan nyeri
Tingkah
laku
berhati-hati
Gangguan
tidur
(mata
sayu,
tampak capek, sulit
atau
gerakan
kacau,
menyeringai)
Fokus menyempit
(penurunan
persepsi
waktu,
kerusakan proses
berpikir,
penurunan
interaksi dengan
orang
dan
lingkungan)
Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)

NOC

NIC

ain control,

omfort level

ain Level,
C

Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama . klien tidak
mengalami
nyeri,
dengan kriteria hasil:

M
ampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)

M
elaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri

M
ampu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)

M
enyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang

T
anda vital dalam
rentang normal

Paint Management
1) Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor
presipitasi
2) Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3) Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
4) Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
5) Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
6) Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dalam,
relaksasi,
distraksi,
kompres
hangat/ dingin
7) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
8) Tingkatkan istirahat
9) Berikan
informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama
nyeri
akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10) Monitor
vital
sign
sebelum dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
11)

28

2.

3.

Hipertermia
berhubungan dengan
proses
penyakit,
ditandai dengan :
DS :
Klien melaporkan
badannya
panas
dan menggigil
DO :
Kulit teraba hangat
Lesu
Suhu > 380C
Menggigil
Hasil laboratorium
leukosit meningkat
Leukosituria
Nyeri ketok CVA

Thermoregulation

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
berhubungan dengan
intake yang tidak
adekuat,
ditandai
dengan :
DS :
Kien melaporkan
penurunan nafsu
makan
Klien mengatakan
badan terasa lemah
dan lesu

Nutritional Status

Kriteria hasil :
S : 36.5 37,5
Klien melaporkan panas
menurun
Kulit teraba hangat

Kriteria hasil :
Klien
melaporkan
peningkatan
nafsu
makan
Berat
badan
klien
meningkat
Bising
usus
5-30
x/menit
Intake nutrisi sesuai
dengan kebutuhan
Membran
mukosa
lembab

Fever treatment
1) Monitor
temperature
klien.
2) Monitor
temperature
lingkungan.
3) Pantau
hidrasi
dan
kecukupan cairan
4) Anjurkan klien untuk
meningkatkan
minum
per oral, sedikitnya 3
liter sehari.
5) Berikan kompres hangat
kepada klien pada aksila,
kening, tengkuk dan lipat
paha.
6) Lepaskan pakaian yang
berlebihan dan gunakan
pakaian yang menyerap
keringat.
7) Kolaborasi
dengan
dokter
pemberian
antipiretik.
8) Kolaborasi
dengan
dokter untuk pemberian
antibiotika yang sesuai.
Nutritional Therapy
1) Monitor
asupan
makanan.
2) Ukur berat badan klien
setiap hari.
3) Auskultasi bising usus
4) Dukung keluarga untuk
memberikan
makanan
kesukaan klien
5) Anjurkan klien makan
sedikit-sedikit
namun
sering.
6) Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan
tidak
selama jam makan
7) Berikan klien makan
porsi besar saat nafsu
makan tinggi.
8) Hindari makanan yang
sangat panas dan sangat
dingin

29

DO :
Berat badan 20% atau
lebih
dibawah
berat
badan ideal
Bising usus hipoaktif
Intake nutrisi kurang dari
rekomendasi kebutuhan
harian
Rambut rontok berlebih
Albumin, globulin, limfosit
menurun
4. Intoleransi aktivitas Energy conservation
berhubungan dengan Activity tolerance
kelemahan
fisik, Self care : ADLs
ditandai dengan :
DS :
Dengan kriteria hasil :
Klien mengatakan Menoleransi
aktifitas
badan terasa lemas
yang dibuktikan oleh
DO :
toleransi
aktivitas
Klien
tampak
tanpa disertai dengan
lemah dan lesu
peningkatan tekanan
ADL
dibantu
darah, nadi dan RR.
keluarga
Mampu
melakukan
Bed rest di tempat
aktivitas sehari-hari
secara mandiri.
tidur
Kekuatan
otot TTV rentang normal
menurun

5.

Kurang pengetahuan
Knowledge
:
berhubungan dengan
Disease Process
kurangnya informasi,
ditandai dengan :
Kriteria hasil :
DS :
Klien familier
Klien mengatakan
dengan nama
tidak mengetahui
penyakit.
tentang penyakit
Klien mampu

Terapi aktivitas
1) Kaji
kemampuan
aktivitas klien.
2) Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas sesuai toleransi.
3) Bantu
untuk
mendapatkan
alat
bantuan aktivitas.
4) Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri.
5) Bantu pasien untuk
membuat
jadwal
aktivitas.
6) Pantau lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau
nyeri selama bergerak
dan aktifitas
7) Ajarkan
pengaturan
aktifitas dan buatkan
jadwal untuk istirahat.
8) Kolaborasi
dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam
merencanakan
program terapi.
Teaching : disease Process
1) Monitor
tingkat
pengetahuan
pasien
tentang proses penyakit.
2) Jelaskan
patofisiologi
penyakit yang dialami
oleh klien.
3) Gambarkan tanda dan

30

yang di derita.
DO :
Klien tidak dapat
menjawab
pertanyaan tentang
penyakitnya
Klien
tidak
mengerti tentang
cara
menjaga
kebersihan
genetalia
Klien
tidak
mengerti tentang
cara cebok yang
benar

menjelaskan
proses
penyakit,
penyebab,
faktor resiko,
efek penyakit,
tanda
dan
gejala,
cara
untuk
meminimalkan
perburukan
penyakit,
komplikasi,
tanda
dan
gejala
komplikasi,
serta
pencegahan
komplikasi.
Klien mampu
mempraktekka
n cara menjaga
kebersihan
area genetalia
dengan benar.

4)
5)
6)

7)

gejala yang biasa muncul


pada penyakit, dengan
cara yang tepat.
Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat.
Sediakan
informasi
tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
Diskusikan
perubahan
gaya
hidup
yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi atau proses
pengontrolan penyakit.
Instruksikan
pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Kemih Bagian Bawah


2.6.1
Pengkajian
1. Anamnesa
1) Identitas
Biodata klien yang perlu dikaji lebih lanjut adalah: usia
klien, uretritis dan sistitis dapat mengenai baik laki-laki maupun
perempuan dari semua umur baik pada anak-anak, remaja,
dewasa maupun pada umur lanjut. Uretritis lebih sering dialami
oleh pria yang sering melakukan aktivitas seksual tanpa
memperhatikan kesehatan. Sedangkan sistitis lebih sering dialami
oleh wanita dikarenakan saluran kencing wanita lebih pendek.
2) Keluhan utama
Keluhan yang sering dirasakan oleh klien dengan urotritis
adalah disuria pada awal miksi yang disertai dengan adanya
nanah (jika pada uretritis gonorhea), mukosa memerah dan

31

edema, terdapat cairan eksudat yang purulent, ada ulserasi pada


urethra, adanya rasa gatal yang menggelitik, kesulitan untuk
memulai miksi, dan nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sedangkan hal yang sering dikeluhkan oleh klien dengan sistitis
adalah disuria terutama pada akhir miksi, peningkatan frekuensi
berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel-sel darah putih
dalam urin, nyeri punggung bawah atau suprapubic, demam yang
disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan atau gangguan
yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang
dirasakan saat ini. Bagaimana frekuensi miksinya, apakah
terdapat poliuri, oliguri, miksi keluar sedikit-sedikit tapi sering,
urgency, nocturi, tempo berhentinya arus urin selama miksi, klien
mengeluh mengalami keraguan / kesukaran sewaktu melalui
miksi, urine keluar secara menetes, incontinentia urine. Adakah
kelainan waktu miksi seperti disuria, ada rasa panas saat
berkemih, hematuri.

Apakah rasa sakit terdapat pada

daerah setempat atau secara umum : apakah penyakit timbul


setalah adanya penyakit yang lain, bagaimana keadaan urinenya
(volume, warna, bau, berat jenis, jumlah urine selama 24 jam),
adakah secret atau darah yang keluar, adakah hambatan seksual,
bagaimana riwayat haid (menarche, abortus, pemakaian alat
kontrsepsi ), rasa nyeri ( lokasi, identitas, saat timbulnya nyeri ),
riwayat persalinan dan perdarahan jika pada wanita.
4) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami
uretritis ataupun sistitis sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan
eliminasi

klien,

apakah

pernah

terjadi

trauma/cedera

genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih


sebelumnya dan apakah pernah dirawat dirumah sakit.

32

5) Riwayat penyakit keluarga


Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan atau bukan
bawaan.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang
digunakan gangguan dalam beribadat karena klien lemah.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: didapatkan klien tampak lemah dan tanda-tanda
vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya infeksi saluran
kemih (uretritis maupun sistitis).
a. B1 (Breath)
Biasanya pada B1 jarang ditemukan gangguan akibat adanya
uretritis ataupun sistitis.
b. B2 (blood)
Apakah terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien
bingung dan gelisah. Biasanya terjadi Frekuensi nadi klien
meningkat menjadi 105x/menit.
c. B3 (brain)
Klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh. Namun
tetap diperhatikan adanya tanda tanda pasca trauma atau cedera
pada SSP.
d. B4 (bladder)
1) Sistitis
a) Inspeksi :
(1) Periksa warna, bau urin dan adanya sel-sel darah putih
pada urin
(2) Adanya nyeri saat berkemih terutama pada akhir
miksi, peningkatan frekuensi berkemih, perasaan
ingin berkemih, dan adanya demam disertai darah
dalam urin pada sistitis yang sudah parah.
b) Palpasi : Nyeri punggung bawah atau pada daerah
suprapubic
2) Uretritis
a) Inspeksi :

33

(1) Daerah perineal : Kemerahan, lecet namun tidak


ditemukan adanya pembengkakan.
(2) Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme
(bakteri), dan adanya cairan purulent.
(3) Adanya pembesaran daerah supra pubik, lesi pada
meatus uretra, kesulitan untuk memulai miksi dan
nyeri saat berkemih terutama pada awal miksi.
b) Palpasi :
(1) Ditemukan adanya nanah ketika penis dipalpasi
(2) Nyeri pada abdomen bagian bawah
e. B5 (bowel)
Pemeriksaan auskultasi bising usus klien adakah peningkatan
atau penurunan, serta palpasi abdomen klien adanya nyeri tekan
abdomen. Pada perkusi abdomen ditemukan ketidaknormalan
atau tidak.
f. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. Biasanya
terdapat kemerahan pada kulit daerah perianal.
2.6.2
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b.d proses infeksi
2. Gangguan eliminasi urin b.d infeksi saluran kemih
3. Nyeri akut b.d cedera biologis atau peradangan
2.6.3
No.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan

1. Hipertermia
proses infeksi

NOC

b.d Tujuan: Klien mengalami


penurunan suhu tubuh.
Kriteria hasil:
Thermoregulation
a. Laju respirasi (5)
b. Kenyamanan suhu (5)
Keterangan :
Skor 1: gangguan berat
Skor 2: gangguan di

NIC
Hyperthermia Treatment
1) Monitor TTV.
2) Sediakan cairan
rehidrasi oral.
3) Pasang IV line.
4) Berikan obat antipiretik
jika dibutuhkan.
5) Monitor status mental
(konfusi, ansietas,

34

c.
d.
e.
f.
g.
h.

bawah standart
Skor 3: gangguan ginjal, 6)
ketidakseimbangan
sedang
7)
Skor 4: gangguan ringan
Skor 5: tidak ada
Peningkatan suhu kulit
(5)
Hipertermia (5)
8)
Perubahan warna kulit
(5)
Dehidrasi (5)
kejang (5)
9)
menggigil (5)
Keterangan:
Skor 1: berat
Skor 2: di bawah
standart
Skor 3: sedang
Skor 4: ringan
Skor 5: tidak ada

agitasi, pingsan, koma).


Monitor suhu tubuh
dengan alat yang sesuai.
Dapatkan hasil:
laboratorium untuk
serum elektrolit,
urinalisis, dan darah
lengkap.
Monitor komplikasi
(ketidakseimbangan
asam basa, edema paru,
edema serebral).
Instruksikan pasien
untuk mengenali
lebihawal gangguan
tanda dan gejala yang
berhubungan dengan
penyakit

2. Gangguan
eliminasi urin b.d
infeksi
saluran
kemih

Tujuan: klien tidak


Urinary Elimination
mengalami gangguan
Management
eliminasi urin.
1) Monitor eliminasi urin
Kriteria hasil:
meliputi frekuensi,
Urinary Elimination
konsistensi, bau, volume
a. Kepatenan eliminasi
dan warna.
urin (5)
2) Monitor adanya tandab. Bau urin (5)
tanda retensi urin
c. Jumlah urin (5)
3) Identifikasi faktor yang
d. Warna urin (5)
nantinya dapat
e. Intake cairan (5)
menyebabkan terjadinya
f. Pengosongan kandung
inkontinensia
sepenuhnya (5)
4) Jelaskan kepada klien
g. Dorongan untuk
mengenai tanda dan
berkemih(5)
gejala dari infeksi
Keterangan:
saluran kemih
Skor 1: gangguan berat 5) Catat terakhir klien
Skor 2: gangguan di
berkemih
bawah standart
6) Instruksikan kepada
Skor 3: gangguan jika
klien/keluarga untuk
sedang
mencatat pengeluaran
Skor 4: gangguan ringan
urin.
Skor 5: tidak ada
7) Jelaskan kepada
gangguan (dalam batas
mengenai klien

35

normal)
pengambilan spesimen
h. Disuria (5)
urin yang harus
i.Nyeri saat berkemih (5)
dilakukan untuk
j.Rasa terbakar saat
mengidentifikasi adanya
berkemih (5)
infeksi saluran kemih
k. Nocturia (5)
dan minta persetujuan
Keterangan:
untuk dilakukannya
Skor 1: ada berat
pengambilan spesimen
Skor 2: ada agak berat
urin
Skor 3: ada tapi sedang 8) Instruksikan kepada
Skor 4: ada tapi ringan
klien untuk segera
Skor 5: tidak ada
merespon merasa ingin
berkemih
9) Anjurkan kepada klien
untuk minum sebanyak
8 liter selama makan,
diantara makan, dan saat
sore hari
3. Nyeri akut b.d agen Tujuan : klien mengalami
cedera biologis atau penurunan intensitas,
peradangan
skala nyeri atau bahkan
hilang.
Kriteria hasil:
Pain Level
a. Pelaporan nyeri (5)
b. Ekspresi wajah
mengenai nyeri (5)
c. Agitasi (5)
d. Iritabilitas (5)
e. Meringis (5)
f. Menangis (5)
g. Fokus sempit (5)
h. Kehilangan nafsu
makan (5)
Keterangan:
Skor 1: berat
Skor 2: di bawah
standart
Skor 3: sedang
Skor 4: ringan
Skor 5; tidak ada

Pain Management
1) Kaji nyeri secara
menyeluruh termasuk
lokasi, jam durasi,
frekuensi, kualitas,
karakteristik, dan factor
pencetus.
2) Observasi tanda
nonverbal seperti
ketidaknyamanan
3) Gunakan komunikasi
terapeutik untuk
menyampaikan
penerimaan respon
pasien terhadap nyeri
4) Periksa pengetahuan
pasien dan kepercayaan
terhadap nyeri
5) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
6) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
(hipnotis, relaksasi,
terapi music, distraksi,
masase)
7) Berikan terapi
farmakologis untuk

36

meringankan nyeri
8) Sediakan analgesic
untuk meringankan
nyeri
9) Verifikasi level
ketidaknyamanan pasien

BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
DX. MEDIS ISK BAWAH
3.1 Pengkajian
3.1.1
Identitas klien
1. Nama
2. Umur
3. Alamat
4. Status
5. Agama

: Tn R
: 32 tahun
: Jl. Bandung IV Kota B
: Menikah
: Islam

37

6. Suku
: Jawa
7. Pendidikan
: SMU
8. Pekerjaan
: Karyawan Perusahaan Batu Bara I
9. No. Reg
: 22.52.xx
10. Tanggal MRS
: 16 5 2016 jam 08.00
11. Tanggal Pengkajian
: 16 5 2016 jam 08.00
12. Dx. Medis
: Infeksi saluran kemih bawah
3.1.2
Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri ketika berkemih dan terasa panas.
3.1.3
Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke IGD RSUD T Kota B pada tanggal 16 5
2016 jam 08.00 , diantarkan oleh keluarga dengan keluhan nyeri saat
kencing, merasa tidak tahan dengan rasa sakitnya dan semakin memberat
dalam 3 hari terakhir ini. Keluhan nyeri saat kencing disertai dengan
anyang anyangen, perasaan panas ketika selesai berkemih , dan nyeri
pada daerah perut bagian bawah.Dan keluhan lain yang dirasa , klien
mulai mengalami demam dan menggigil sejak malam hari tanggal 15 5
2016 jam 19.00 dan klien belum berobat atau mium obat apapun.
3.1.4

Riwayat penyakit dahulu.


Klien mengatakan pernah mengalami gatal dan keluar lendir putih

pada daerah kemaluan yang kadang hilang timbul pada 2 bulan terakhir
ini.
3.1.5
Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan bahwa didalam keluarga tidak ada yang mendeita
dan merasakan keluhan yang sama seperti yang dirasakan oleh klien saat
ini, hanya istri saja yang kadang mengeluh sering keputihan dan gatal
pada derah kemaluannya.
3.1.6
Riwaat psikologis
Klien tampak gelisah ,

wajah

tegang dan menyeringai , klien

mengatakan merasa khawatir dengan konsi kesehatannya dan tidak tahu


penyebab sakitnya, secara tiba tiba nyeri saat berkemih dirasakan
semakin memberat dalam 3 hari terakhir ini serta panas dan berharap
segera sembuh dengan perawatan dan pengobatan yang diberikan karena
sudah tidak tahan .
3.1.7
Riwayat Pola Seksual, Kebiasaan dan Hygiene

38

Klien mengatakan sudah menikah dengan dikaruniai 2 orang anak,


klien melakukan aktifitas seksual selayaknya hubungan suami istri yang
normal,dan selalu setia terhadap pasangannya.Namun ada kebisaan klien
yang kadang suka menahan kencing ketika sibuk bekerja dan kurang
minum air putih.Klien juga mengatakan pernah buang air kecil
sembarangan saat sedang bekerja dilapangan ditengah hutan karena jauh
jangkauan dari toilet kamar mandi kantornya.
3.1.8
Pemeriksaan fisik
1. Kondisi Umum : Sedang
2. B1 (Breathing)
Nafas spontan adekuat tanpa oksigenasi, RR : 22 x / menit, Saturasi
oksigenasi 97 %, tidak ada tanda distress nafas , dan tidak ada sura
nafas tambahan.
3. B2 ( Blood )
Akral teraba hangat, perabaan nadi kuat, CRT < 2 detik, TD : 110/70
mmHg, nadi 90 x/menit, Suhu : 37 , 4 C
4. B3 ( Brain )
Kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
5. B4 ( Bowel )
Abdomen supel, BU 15 x / menit, nafsu makan menurun,dengan
intake nutrisi 2- 3 x sehari, namun porsi makan hanya habis porsi
setiap kali makan selama sakit 3 hari terakhir ini, minum air putih 5
6 gelas sehari, mual muntah tidak ada, membrane mukosa bibir
lembab, status gizi cukup dengan TB 165 cm, BB 56 kg.
6. B5 ( Blader )
Nyeri tekan derah suprapubic ( + ), dengan skala nyeri 6 - 7, BAK
spontan dikamar mandi / toilet saat di IGD dengan keluhan nyeri
saat berkemih dan terasa panas, warna urine kuning keruh agak
kemerahan , tidak ada oedema skrotum maupun lecet , didaerah
ujung penis tampak kemerahan .
7. B6 ( Bone )
Kekuatan tonus otot normal , turgor kulit normal.
3.1.9
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang tgl 16 5 2016 jam 08.15
Hb (12,0 g/dL), leukosit 14.000, trombosit ( 325.000g/dL), dan GDS
99 g/dl.

39

Dari urinalisis didapatkan urin berwarna kuning keruh agak


kemerahan , Berat Jenis (1015), pH (8),Leukosit ( 10 12 /LPB),

Eritrosit ( 25 30 /LPB), epitel sel (+)


3.1.10 Program terapi medis
Klien dianjurkan rawat inap dengan Dx. Medis infeksi saluran kemih
bawah , dan program terapi medis ;
IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ciprofloxacin 3 x 1 flas ( 1 gram )
Injeksi progesol 1 ampul extra,
oral : PCT 3 x 500 mg
Banyak minum air putih dan intake nutrisi yang adekuat.
Evalusi ulang Urinalisas / 24 jam ( pagi hari ).
Tunggu hasil kultur urine.
3.2 Analisa Data
No
Data Fokus
.
1. DS :
Klien mengeluh
nyeri ketika
kencing, anyang anyangen,
dan perasaan panas ketika selesai
berkemih dan nyeri pada daerah
perut bagian bawah.
DO :
Nyeri tekan daerah suprapubic (+)
Vital sign : TD : 110/70 mmHg,
nadi 90 x/menit, RR 22 x /
menit.
Ekspresi wajah tampak tegang dan
menyeringai.
2. DS :
Klien mengeluh nyeri ketika
kencing, anyang anyangen,
dan perasaan panas ketika selesai
berkemih dan nyeri pada daerah
perut bagian bawah.
DO :
Nyeri tekan daerah suprapubic (+)
Vital sign : TD : 110/70 mmHg,
nadi 90 x/menit, RR 22 x /
menit.

Etiologi

Problem

Agen injury
biologis

Nyeri

Infeksi saluran
kemih

Gangguan
eliminasi urine

40

Hasil lab : Urinalisis didapatkan


urin berwarna kuning keruh ,
Berat Jenis (1015), pH
(8),Leukosit (10 12 /LPB),
Eritrosit ( 25 30 /LPB), epitel
sel (+)

3.

DS :
DO :
Hb (14,0 g/dL), leukosit 14.000,
trombosit ( 325.000g/dL), dan
GDS 99 g/dl.
Dari urinalisis didapatkan urin
berwarna kuning keruh , Berat
Jenis (1015), pH (8),Leukosit
( 10 12 /LPB), Eritrosit ( 25
30 /LPB), epitel sel (+)
4. DS ;
Klien
mengatakan
merasa
khawatir
dengan
konsi
kesehatannya dan tidak tahu
penyebab sakitnya, secara tiba
tiba nyeri
saat berkemih
dirasakan semakin memberat
dalam 3 hari terakhir ini serta
panas dan
berharap segera
sembuh dengan perawatan dan
pengobatan yang diberikan
karena sudah tidak tahan.
DO :
Pendidikan klien SMU
Klien belum pernah sakit yang
sama dan belum pernah berobat
sebelum MRS
Klien gelisah dan wajah tampak
tegang.

Profil darah
abnormal

Ketidakefektifan
perlindungan diri

Keterbatasan
sumber
informasi

Kurang
pengetahuan

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
3. Ketidakefektifan perlindungan diri berhubungan dengan profil darah
abnormal

41

4. Kurang pengetahuan berrhubungan dengan keterbatasan sumber informasi.

3.4 Intervensi Keperawatan


No
.
1.

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan dengan
agen injury biologis
DS :
Klien mengeluh
nyeri ketika
kencing, anyang
anyangen, dan
perasaan panas
ketika selesai
berkemih dan
nyeri pada daerah
perut bagian
bawah.
DO :
Nyeri tekan daerah
suprapubic ( + )
Vital sign : TD :
110/70 mmHg,
nadi 90 x/menit,
RR 22 x / menit.
Ekspresi wajah
tampak tegang dan
menyeringai.

Tujuan dan kriteria


Rencana tindakan
hasil
keperawatan
Kontrol nyeri
Manajemen nyeri :
Tingkat kenyamanan 1) Lakukan
Setelah
dilakukan
pengkajian
intervensi keperawatan
komprehensif
selama 1 x 24 jam
terhadap
nyeri
klien dapat mengontrol
(PQRST),
nyeri dan mencapai
observasi
tanda
tingkat kenyamanan,
nonverbal adanya
ditandai dengan:
ketidaknyamanan
2)
Gunakan
teknik
Klien mengenali
komunikasi
faktor penyebab
terapeutik
untuk
nyeri
mengetahui
Klien mengenali
pengalaman nyeri
lamanya (onset)
3) Tentukan dampak
nyeri
nyeri
terhadap
Klien mampu
kualitas hidup (ex:
menggunakan
tidur, selera makan,
metode
aktivitas, kognisi,
nonfarmakologi
mood, dll)
k
untuk
4)
Ajarkan
teknik
mengurangi
nonfarmakologi
nyeri
(relaksasi).
Klien
5) Monitor kepuasan
melaporkan
pasien
dengan
nyeri terkontrol
manajemen nyeri
Klien
yang dilakukan
melaporkan
6) Observasi
reaksi
skala
nyeri
nonverbal
dari
berkurang
ketidaknyamanan
Klien
7) Evaluasi
melaporkan
pengalaman nyeri
frekuensi nyeri
masa lampau
berkurang
8) Evaluasi efektivitas
Ekspresi wajah
intervensi
postur
tubuh9) Kolaborasikan
rilek
pemberian
analgetik
dan

42

2.

Gangguan eliminasi
urine
berhubungan
dengan
infeksi
saluran kemih
DS :
Klien mengeluh
nyeri ketika
kencing, anyang
anyangen, dan
perasaan panas
ketika selesai
berkemih dan
nyeri pada daerah
perut bagian
bawah.
DO :
Nyeri tekan daerah
suprapubic ( + )
Vital sign : TD :
110/70 mmHg,
nadi 90 x/menit,
RR 22 x / menit.
Hasil lab : Urinalisis
didapatkan urin
berwarna kuning
keruh , Berat Jenis
(1015), pH
(8),Leukosit ( 10
12 /LPB), Eritrosit
( 25 30 /LPB),
epitel sel (+)

tatalaksana
Klien
pengobatan
melaporkan
varicela
skala
nyeri
berkurang
Klien
melaporkan
kenyamanan
Klien
mengekpresikan
kepuasan
dengan kontrol
nyeri
TTV
dalam
rentang normal .
Eliminasi urine
Manajemen
Setelah
dilakukan eliminasi urine:
intervensi keperawatan 1) Ajarkan pada klien
selama 3 x 24 jam
dan
keluarga
gangguan
eliminasi
tentang tanda dan
urine klien teratasi,
gejala
infeksi
dengan kriteria hasil :
saluran kencing
2)
Instruksikan pada
Pola
eliminasi
klien
dan
sesuai range yang
keluarganya
untuk
ditentukan
mencatat
output
Bau, jumlah, warna
urine
urine khas
urine
Urine bebas partikel 3) Dapatkan
midstream
untuk
dan jernih
pemeriksaan
Intake dan output 24
urinalisis
jam seimbang
4) Laporkan
pada
Urine keluar tanpa
dokter jika terjadi
nyeri/tanpa
tanda dan gejala
hesitancy/tanpa
ISK
urgency
5) Anjurkan minum 2
Pengosongan
liter per hari jika
bladder sempurna
tidak
terdapat
Analisa urine baik
kontraindikasi
6) Instruksikan klien
untuk memonitor
tanda dan gejala
ISK
7) Monitor eliminasi
urine,
termasuk
frekuensi,

43

3.

Ketidakefektifan
perlindungan
diri
berhubungan dengan
profil
darah
abnormal
DS :
DO :
Hb (14,0 g/dL),
leukosit
14.000,
trombosit
(
325.000g/dL),
dan GDS 99 g/dl.
Dari
urinalisis
didapatkan
urin
berwarna kuning
keruh , Berat Jenis
(1015),
pH
(8),Leukosit ( 10
12 /LPB), Eritrosit
( 25 30 /LPB),
epitel sel (+)

konsistensi,
bau,
volume,
dan
warnanya
Kontrol infeksi
1) Monitor tanda
dan
gejala
infeksi (local
dan sistemik)
2) Ajarkan teknik
cuci tangan
3) Ajarkan pada
pasien
dan
keluarga
tentang tanda
dan
gejala
infeksi
dan
kapan
harus
melaporkannya
kepada petugas
4) Kolaborasi
dokter bila ada
tanda infeksi

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
perlindungan diri
efektif , dengan kriteria
hasil:
Status imun
Pengetahuan : kontrol
infeksi
Kontrol resiko
Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Klien
menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi
Klien
Proteksi infeksi
menunjukkan
5) Pertahankan
perilaku hidup
teknik aseptic
sehat
dalam
tiap
Status imun,
tindakan.
integumen,
6) Anjurkan
gastrointestinal,
keluarga dan
dan
klien
untuk
genitourinaria
meniingkatkan
normal
intake nutrisi
dan cairan
7) Tingkatkan
tidur
dan
istirahat saat
dirumah
8) Ajarkan pada
pasien
dan
keluarga cara
menghindari
infeksi
9) Monitor tanda
dan
gejala
infeksi

44

Kurang pengetahuan
berrhubungan dengan
keterbatasan sumber
informasi
DS :
Klien
mengatakan
merasa khawatir
dengan
konsi
kesehatannya dan
tidak
tahu
penyebab sakitnya,
secara tiba tiba
nyeri
saat
berkemih
dirasakan semakin
memberat dalam 3
hari terakhir ini
serta panas dan
berharap
segera
sembuh
dengan
perawatan
dan
pengobatan yang
diberikan karena
sudah tidak tahan.
DO :
Pendidikan
klien
SMU
Klien belum pernah
sakit yang sama
dan belum pernah
berobat sebelum
MRS

Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama
30 menit
kurang
pengetahuan
teratasi dengan kriteria
hasil:
Pengetahuan : proses
penyakit.
Klien familier
dengan nama
penyakit.

Klien mampu
menjelaskan
proses
penyakit,
penyebab,
faktor resiko,
efek penyakit,
tanda
dan
gejala,
cara
untuk
meminimalkan
perburukan
penyakit,
komplikasi,
tanda
dan
gejala
komplikasi,
serta
pencegahan
komplikasi

sistemik dan
lokal.
10) Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.
11) Lakukan kultur
urine,
dan
pemeriksaan
urinalisasi
12) Pantau
hasil
lab dl, dan
urinalisasi.
Teaching : disease
Process
1) Berikan penilaian
tentang
tingkat
pengetahuan
pasien
tentang
proses
penyakit
yang spesifik
2) Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit
yang
dialami oleh klien
3) Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada
penyakit, dengan
cara yang tepat
4) Gambarkan proses
penyakit, dengan
cara yang tepat
5) Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
6) Sediakan
informasi
pada
pasien
tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
7) Hindari harapan
yang kosong
8) Sediakan
bagi
keluarga informasi

45

Klien gelisah dan


wajah
tampak
tegang.

tentang kemajuan
pasien
dengan
cara yang tepat
9) Diskusikan
perubahan gaya
hidup
yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi
di
masa yang akan
datang dan atau
proses
pengontrolan
penyakit
10) Diskusikan pilihan
terapi
atau
penanganan
11) Eksplorasi
kemungkinan
sumber
atau
dukungan, dengan
cara yang tepat

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi saluran kemih (urinary tract infection) adalah bertumbuh dan
berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah
dalam jumlah bermakna (IDAI, 2011). Infeksi saluran kemih dibedakan
menjadi infeksi saluran kemih atas yang diklasifikasikan menjadi pielonefritis
akut dan pielonefritis kronis. Dan infeksi saluran kemih bawah meliputi
menjadi sististis dan uretritis.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan infeksi saluran
atas yaitu nyeri akut, hipertermia, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan, nausea, kekurangan volume, intoleransi aktivitas, kurang
pengetahuan, an resiko perfusi ginjal tidak efektif.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan ISK bagian bawah

46

yaitu hipertermia, gangguan eliminasi urin, dan nyeri akut.


4.2 Saran
Penulis menyarankan agar pembaca dapat memahami asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan saluran perkemihan atas salah satunya adalah
pielonefritis akut dan kronis maupun ISK bagian bawah dengan intervensi dan
implementasi yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman DC, Hackley, JC. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC
Dochterman,JM, Gloria, M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC)
Sixth Edition.Philadhelpia: Mosby Elsevier
Moorhead , S, Marion, J, et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Fifth Edition.Philadhelpia: Mosby Elsevier
NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses Definitions and Classification
2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell Publishing.
Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology. 3rd Ed. USA :
Lippincott Williams&Wilkins. Terjemahan Subekti, Nike Budi. 2009.
Patofisiologi : Buku Saku. Ed 3. Jakarta : EGC.
Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Wratsongko, Madyo. (2006). 205 Resep Pencegahan penyembuhan
Penyakit dengan Gerakan Sholat. Jakarta: Qultum Media.
Grace, P.A &Borley, N.R. (2007). At a Glance IlmuBedah, Editor:
AmaliaSafitri. Jakarta: PenerbitErlangga.
Madara, Bernadette. 2008. Pathophysiology. Canada : Jones and Bartlett
Publishers Canada. Halaman 512
Bullock, Shane. Hales, Majella. 2013. Principles of pathophysiology. Australia:
pearson Australia.Halaman 762

47

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih
pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009. Pedoman Pelayanan Medis (PPM)
IDAI. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2014. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi tahun 2014. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.

48

Anda mungkin juga menyukai