2
2 Metodologi Kerja Perencanaan
Perbaikan Struktur Dermaga
Penanganan Kerusakan Dermaga Studi Kasus Dermaga A I Pelabuhan Palembang
2.1
Umum
Agar diperoleh suatu konsep perbaikan yang tepat guna, perlu disusun langkah kerja
dalam suatu metodologi kerja yang menyeluruh. Sangat minimnya informasi
mengenai struktur Dermaga A I Pelabuhan Palembang (as build drawing, dokumen
perencanaan terkait) menjadi kendala utama dalam melakukan perencanaan
perbaikan. Untuk mengatasi kendala tersebut disusunlah suatu metodologi kerja
seperti pada Gambar 2.1.
2-1
2-2
Survei Lapangan
& Pengolahan Data
Gambar 2.1
Estimasi Biaya
Metodologi Perbaikan
2.2
Secara umum data terbagi kedalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang didapatkan dari lapangan dengan pengukuran langsung
dan observasi di lokasi studi, sedangkan data sekunder adalah data pendukung yang
diperoleh yang merupakan hasil studi terdahulu atau hasil pengukuran dan observasi
terdahulu.
Adapun data-data sekunder yang diperlukan antaralain :
1. Peta Batimetri terbaru hasil pengukuran perairan Pelabuhan Palembang oleh
PT Pelindo II.
2. Hasil pengukuran Topografi terbaru di Pelabuhan Palembang.
3. Catatan seri waktu elevasi tinggi muka air di Pelabuhan Palembang.
4. Dokumen perencanaan Dermaga Konvensional (Dermaga A s/d Dermaga I)
Pelabuhan Palembang.
5. Dokumen yang memuat data fisik Dermaga Konvensional Pelabuhan Palembang.
6. Dokumen yang memuat rencana pengembangan Pelabuhan Palembang sesuai
dengan Master Plan Pelabuhan Palembang.
7. Data Operasional di Dermaga Konvensional Pelabuhan Palembang yang
menyangkut Traffic Kapal, Labuh Tambat, arus barang dll.
8. Dokumen lain terkait yang berguna dan dipandang perlu bagi pencapaian tujuan
pekerjaan.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa sedikit sekali dokumen terkait
Dermaga A I yang masih dapat diakses, antara lain:
1. Peta Batimetri perairan Pelabuhan Boom Baru.
2. Data Pasang Surut di Sungai Musi tahun 2007.
3. Dokumen perencanaan Dermaga Konvensional (Dermaga A s/d Dermaga I).
Uraian lebih rinci mengenai masing-masing
diinventarisasi disajikan pada sub bab dibawah ini.
2.2.1
data
sekunder
yang
berhasil
Peta Batimetri
Peta Batimetri hasil pengukuran PT. Pelindo II yang berhasil diinventarisasi adalah
Peta Batimetri hasil pengukuran pada tanggal 29 Desember 2005. Peta Batimetri
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Dari Peta Batimetri tersebut diketahui bahwa tepat di tepi Dermaga Konvensional
(Dermaga A - I) kedalaman sungai berkisar antara 6,8 m sampai dengan 11,2 m.
Lebih jauh lagi ke arah sungai, kedalaman mencapai 15 m.
2-3
2-4
Gambar 2.2
2-5
Gambar 2.3
2-6
Gambar 2.4
2.2.2
Salah satu yang menjadi lingkup dalam melakukan survei pasang surut. Sebagai
pembanding diperlukan data sekunder catatan seri elevasi tinggi muka air (data
pasang surut). Data sekunder catatan seri waktu elevasi tinggi muka air diperoleh dari
buku Daftar Pasang Surut (Tide Tables) tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Jawatan
Hidro-Oseanografi TNI AL untuk perairan Sungai Musi.
Koordinat lokasi pengambilan data adalah 02o,2 LS dan 104o,9 BT Catatan seri waktu
elevasi tinggi muka air dari tanggal 1 September 2007 sampai dengan tanggal 30
Oktober 2007 dapat dilihat pada Gambar 2.5.
ElevasiMukaAir
JawatanHidrooseanografiTNIAL
3,5
ElevasiMukaAir(m)
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
01/09/20070:00 06/09/20070:00 11/09/20070:00 16/09/20070:00 21/09/20070:00 26/09/20070:00 01/10/20070:00
Waktu
Gambar 2.5
Catatan seri waktu tinggi muka air di Sungai Musi (buku daftar pasut
Jawatan Hidro-oseanografi TNI AL 2007).
Beda Fasa
M2
26,97
80,18
S2
9,81
227,43
N2
4,35
122,66
K2
8,43
-74,94
K1
87,46
81,92
O1
68,27
56,53
P1
21,67
12,61
M4
0,49
77,85
MS4
2,90
166,78
Konstituen
SO
161,27
2-7
2.2.3
2.3
2.4
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa informasi terkait dengan struktur Dermaga
A-I sangat sedikit, oleh karena itu perlu dilakukan survei untuk mengidentifikasi
Dermaga A-I. Survei alinyemen dermaga mencakup beberapa kegiatan, antara lain:
1. Pengukuran elevasi Alinyemen Dermaga.
2. Pemetaan Kerusakan Dermaga.
3. Dokumentasi Visual.
2.4.1
2-8
Z (m)
5m
DERMAGA
HHWL
MSL
LLWL
248 m
NTS
Z (cm)
530
525
520
515
510
505
500
NTS
Gambar 2.6
2.4.2
Hanya sedikit informasi yang bisa diperoleh dari data sekunder Dokumen Perencanaan
Dermaga Konvensional (Dermaga A I) Pelabuhan Palembang. Perlu dilakukan
pengukuran terhadap elemen-elemen struktur Dermaga A I sehingga diperoleh
gambar denah, potongan melintang dan tampak depan dari struktur Dermaga A I.
Gambar denah, potongan melintang dan tampak depan Dermaga A I harus
dilengakapi dengan dimensi dan jenis kerusakan pada elemen struktur dermaga.
Pemetaan kerusakan dermaga dilakukan pada seluruh elemen struktur (balok, tiang
pancang, lantai dermaga dan poer) baik pada bagian atas dermaga maupun pada
bagian bawah (kolong) dermaga. Pengamatan di kolong dermaga dilakukan dengan
menggunakan perahu pada saat kondisi surut. Hasil Pemetaan kerusakan dermaga
2-9
adalah suatu gambar yang memuat informasi mengenai dimensi semua jenis elemen
struktur dan dimensi kerusakan pada elemen struktur tersebut.
2.4.3
Dokumentasi Visual
2.5
Survei struktur dermaga eksisting merupakan pengambilan sampel dan laboratory test
untuk mendapatkan perkiraan kondisi komponen struktur terpasang akibat penurunan
kekuatan struktur. Jenis pengujian yang dimaksud meliputi:
1. Pengujian beton inti (cored drill test), untuk mengetahui nilai kuat beton yang
tesisa pada konstruksi. Pengujian ini dilaksanakan dilapangan dan di laboratorium.
Pengujian dilapangan terdiri dari pengambilan sampel benda uji dengan
mengambil sampel inti beton pada bagian komponen struktur, sedangkan uji
laboratorium merupakan kegiatan uji tekan beton terhadap sampel inti beton yang
diambil.
2. Pengujian karbonasi, untuk mengetahui kedalaman/ketebalan intrusi air laut
ataupun karbondioksida dalam pori-pori pada struktur beton dengan proses
persenyawaan kimia hal ini akan menyebabkan korosi pada tulang.
Uji karbonasi pada struktur beton dilapangan dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia Phenolthalein yang disemprotkan pada sampel beton
yang diambil pada pengujian beton inti (core drilling).
3. Pengujian tulangan terpasang, untuk mengetahui detail tulangan terpasang seperti
tebal selimut lapisan beton, letak, jumlah dan diameter tulangan dalam satruktur
beton. Pengujian ini juga berguna untuk mengukur tingkat korosi pada tulangan
terpasang pada komponen struktur.
Sampel hasil data penelitian lapangan dan laboraturium selanjutnya digunakan untuk
menganalisis kondisi dan kapasitas struktur terpasang.
2.5.1
A. Pengambilan Sampel
Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran adalah pengujian yang bersifat semidestructive dengan maskud untuk memperkirakan nilai kuat tekan beton. Metoda ini
berdasarkan SNI 03-2492-1991 tentang Metode Pengambilan Benda Uji Beton Inti dan
SNI 03-3403-1994 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran,
dimana dalam pelaksanaannya pengujian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium.
Pengujian lapangan adalah suatu kegiatan pengambilan contoh benda uji dengan
mengambil inti beton pada komponen struktur. Contoh benda uji diambil
menggunakan peralatan core drill, dengan persyaratan contoh benda uji sebagai
berikut:
1. Diambil pada komponen struktur dengan umur beton tidak boleh kurang dari 14
hari.
2 - 10
2. Contoh Benda uji yang cacat (terlalu banyak rongga), adanya serpihan/agregat
kasar yang terlepas, tulangan besi yang lepas dan ketidakteraturan dimensi tidak
boleh digunakan.
3. Diameter benda uji tidak boleh kurang dari 90 mm.
4. Benda uji harus l/ 0,95 , dimana l= panjang dan = diameter benda uji.
5. Baja tulangan letaknya harus tegak lurus terhadap sumbu benda uji.
6. Jumlah baja tulangan tidak boleh lebih dari dua batang.
Pengujian dilakukan di laboratorium terhadap benda uji silinder yang diambil
dilapangan dengan menggunakan alat bor inti (core drill) dengan diameter 10 cm.
Jumlah benda uji sebanyak 26 buah yang diambil 26 titik uji dengan rincian sebagai
berikut :
1. Komponen pelat lantai 6 buah.
2. Balok melintang 5 buah.
3. Balok memanjang 5 buah.
4. Lisplank 5 buah.
5. Tiang pancang 5 buah.
B. Pengujian Sampel
Uji laboratorium dilaksanakan untuk mengetahui kuat-tekan (compressive strength)
dan porositas yang terjadi pada beton struktur dermaga. Pengujian dilakukan
terhadap 26 buah benda uji berupa silinder beton berdiameter 10 cm yang diperoleh
pada pekerjaan pemboran beton inti.
Pengambilan sampel dilaksanakan secara merata pada seluruh bagian struktur
dermaga sehingga dapat mewakili struktur dermaga secara keseluruhan.
Alat uji kuat-tekan beton yang digunakan di laboratorium terdiri dari:
a. Mesin Uji Tekan, kapasitas 100 Ton
b. Mesin Potong Beton
Berdasarkan SNI 03-3403-1994 hasil dari uji tekan harus dikoreksi kembali dengan
faktor koreksi C0, C1, dan C2 untuk mendapatkan kuat tekan beton yang sebenarnya.
a. Faktor Koreksi C0
Ketentuan mengenai faktor koreksi C0 adalah sebagai berikut :
1. C0 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan arah pengambilan benda uji
beton inti pada struktur beton.
2. C0 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi (fcc).
3. Untuk menghitung (fcc) apabila kuat tekan benda uji beton inti adalah fc, harus
dikalikan dengan faktor koreksi C0 seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1
berikut :
2 - 11
Tabel 2.2
Faktor Koreksi C0
C0
1
0,92
b. Faktor Koreksi C1
Ketentuan mengenai faktor koreksi C1 adalah sebagai berikut :
1. C1 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan rasio panjang sesudah diberi
lapisan untuk kaping ( l ' ) dengan diameter dari benda uji.
2. C1 digunakan untuk menghitung kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi
(fcc).
3. Apabila rasio panjang setelah diberi lapisan untuk kaping ( l ' ) dengan diameter
( ) dari benda uji adalah 1,94 l ' 2,10 , C1 tidak boleh digunakan untuk
menghitung fcc.
4. Untuk menghitung fcc apabila
l ' < 1,94 , kuat tekan benda uji beton inti (fc) harus
dikaitkan dengan faktor pengali C1 seperti yang tercantum dalam Tabel 2.3
berikut :
Tabel 2.3
Faktor Koreksi C1
l '
C1
1,75
1,50
1,25
1,00
0,98
0,96
0,93
0,87
5. Apabila tidak terdapat dalam Tabel 2.3, C1 dapat dicari dengan cara interpolasi.
6. C1 dalam Tabel 2.3 berlaku untuk beton normal dan beton ringan dengan berat isi
antara 1.600-1.900 kg/m3, baik yang diuji tekan dalam keadaan kering maupun
lembab.
7. C1 dalam Tabel 2.3 berlaku untuk beton dengan kuat tekan silinder antara 13,8
41,4 MPa.
c. Faktor koreksi C2
2 - 12
dimana :
d
= jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji
(mm).
4. Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji
jumlahnya lebih dari satu batang, maka :
(1) Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak
antara dua tulangan > d terbesar, C2 ditentukan menurut rumus berikut :
C2 = 1,0+1,5
(d h)
.................................................................... (2.2)
l
dimana :
d
= jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji
(mm).
(2) Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak
antara dua tulangan < d terbesar C2 ditentukan menurut rumus berikut :
d h
C2 = 1,0+1,5 ...................................................................... (2.3)
l
dimana :
d
= jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji
(mm).
l
2.5.2
Pengujian Karbonasi
Karbonasi adalah salah satu dari penyebab utama perkaratan tulangan beton
disamping klorida. Akibat persenyawaan karbon dioksida (CO2) dengan senyawasenyawa hidroksida alkali dalam beton. Proses karbonasi akan menurunkan nilai pH
(eksponen hidrogen) dalam beton sampai pada batas di mana tulangan akan berkarat.
Karbondioksida yang terlarut dalam air akan membentuk asam-asam karbonat yang
mana akan berpindah ke tulangan beton dan menyebabkan perkaratan jika beton
memiliki kualitas rendah (beton porus, kandungan semen rendah atau water-cement
ratio terlalu tinggi).
Pengujian ini dilakukan dengan menyemprotkan larutan Phenolpthaline pada benda uji
silinder yang diperoleh dari hasil core masing-masing komponen struktur. Larutan
2 - 13
(a)
Gambar 2.7
2.5.3
(b)
Identifikasi tulangan dilakukan pada komponen balok lintang, balok memanjang, pelat
dan lisplang, dengan menggunakan alat R.Bar Locater.
B. Uji Korosi (Half-Cell Potential)
Uji Half-Cell Potential adalah uji semi-destructive dengan teknik elektro-kimiawi yang
umum digunakan untuk menaksir laju korosi/perkaratan pada suatu bahan metal
seperti tulangan beton. Istilah half-cell digunakan karena alat uji utama terdiri dari
satu unit sel elektro-kimiawi yang memiliki elektroda tunggal dan dalam hal ini
berfungsi sebagai elektroda acuan (reference electrode).
Uji HCP dapat dilaksanakan dengan cepat dan relatif murah karena hanya perlu
membuka sebagian komponen konstruksi yang diperiksa/diuji. Metode ini memberikan
informasi yang berharga dalam penilaian perkaratan pada tulangan beton dan
memberikan dukungan terhadap jaminan mutu perbaikan struktur serta penaksiran
umur layan (service life) yang masih tersisa.
2 - 14
Voltmeter
half-cell
(elektroda acuan)
Gambar 2.8
Peralatan yang digunakan dalam uji Half Cell Potential (HCP) terdiri dari :
i.
terdiri
dari
tabung
tembus
pandang
berbahan
Half-Cell
Test
Unit
nonkonduktor/dielektrik yang tidak bereaksi dengan tembaga (Cu) atau tembaga
sulfat (CuSO4), sebuah tutup berpori-pori (porous) berbahan keramik sehingga
tetap basah oleh sifat kapilaritasnya, dan sebuah batang tembaga yang dicelupkan
ke dalam larutan jenuh tembaga sulfat di dalam tabung. Larutan harus disiapkan
dengan reagent grade kristal tembaga sulfat yang dilarutkan dalam air distilasi.
Larutan dapat dianggap jenuh jika masih ada sisa-sisa kristal tembaga sulfat (yang
tidak terlarut) di dasar tabung larutan. Contoh HCP unit diberikan pada gambar di
bawah ini.
Gambar 2.9
ii. Voltmeter
Voltmeter yang digunakan harus dapat dioperasikan dengan baterai dan memiliki
ketelitian skala 3% pada rentang (range) voltase yang digunakan. Input
impedansi tidak boleh kurang dari 10M jika dioperasikan pada skala maksimum
2 - 15
100 mV. Pembagian skala yang digunakan harus sedemikian rupa sehingga pada
beda potensial 0,02 V atau kurang masih dapat dibaca tanpa interpolasi.
iii. Kawat Penghubung
Periksa apakah voltmeter telah diatur pada batas tegangan yang sesuai.
Pengukuran tegangan harus dilakukan dengan batas tegangan terendah pada
voltmeter. Pengukuran tegangan akan lebih teliti jika diukur pada 2/3 batas atas
yang dipilih untuk instrumen tertentu.
Permukaan beton yang akan diuji harus dibersihkan dengan disikat dan dicuci
bersih. Jika tulangan yang diuji tidak tampak, perlu mengupas sebagian
permukaan beton. Kerak lapisan atau karat jika ada, harus dibersihkan dari ujung
elemen (tulangan) yang akan diuji supaya kontak listrik dapat berlangsung dengan
baik.
ii. Pemeriksaan Kontinuitas
Periksa kontinuitas listrik antar elemen yang akan diuji dan/atau antara elemen
dengan permukaan beton. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur hambatan di
antara elemen-elemen atau dengan membandingkan potensial-potensial half-cell
di antara elemen-elemen setelah arus dialirkan pada elemen-elemen yang diuji.
Jika hambatan yang terukur di antara elemen-elemen lebih besar dari 5 elemenelemen boleh dikatakan terisolasi. Sebagai alternatif, gunakan kabel yang sama
untuk pemeriksaan hambatan listrik, potensial tegangan di atara 2 buah elemen
dapat diukur dan harus lebih besar dari 5 mV untuk membuktikan bahwa tidak ada
kontinuitas.
Jika arus dialirkan pada salah satu elemen, potensial half-cell yang diukur untuk
elemen yang lain tidak boleh dipengaruhi jika elemen-elemen tersebut dalam
keadaan terisolasi.
2 - 16
2.6
2.7
Metodologi Perbaikan
Jenis-jenis kerusakan yang biasa terjadi pada struktur beton, antara lain : retak,
spalling, erosi permukaan dan dis-colouration. Untuk mengembalikan kinerja struktur
dan memperpanjang umur masa layan suatu struktur yang telah mengalami
degradasi struktur akibat kondisi kerusakan pada sebagian besar komponen
strukturnya yang dapat menimbulkan permasalahan atas perolehan informasi dari
lapangan , dan penyebab gejala, maka diperlukan langkah-langkah penanggulangan
untuk mengatasi seluruh permasalahan yang ada.
2 - 17
Metoda perbaikan untuk tiap jenis kerusakan adalah tertentu dan sudah menjadi
standar, penjelasan lebih rinci disampaikan pada bab-bab selanjutnya. Perbaikan
kerusakan struktur beton tidak terlepas dari pemilihan material perbaikan.
2.8
Estimasi Biaya
2 - 18