Anda di halaman 1dari 18

Bab

2
2 Metodologi Kerja Perencanaan
Perbaikan Struktur Dermaga
Penanganan Kerusakan Dermaga Studi Kasus Dermaga A I Pelabuhan Palembang

2.1

Umum

Agar diperoleh suatu konsep perbaikan yang tepat guna, perlu disusun langkah kerja
dalam suatu metodologi kerja yang menyeluruh. Sangat minimnya informasi
mengenai struktur Dermaga A I Pelabuhan Palembang (as build drawing, dokumen
perencanaan terkait) menjadi kendala utama dalam melakukan perencanaan
perbaikan. Untuk mengatasi kendala tersebut disusunlah suatu metodologi kerja
seperti pada Gambar 2.1.

2-1

2-2

Survei Lapangan
& Pengolahan Data

Gambar 2.1

Estimasi Biaya

Metodologi Perbaikan

Analisis Struktur Dermaga


Eksisting

Survei Alinyemen Dermaga

Survei Material & Struktur


Dermaga Eksisting

Metodologi kerja perencanaan perbaikan struktur dermaga.

Survei Pasang Surut

Pengumpulan Data Sekunder

2.2

Pengumpulan Data Sekunder

Secara umum data terbagi kedalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang didapatkan dari lapangan dengan pengukuran langsung
dan observasi di lokasi studi, sedangkan data sekunder adalah data pendukung yang
diperoleh yang merupakan hasil studi terdahulu atau hasil pengukuran dan observasi
terdahulu.
Adapun data-data sekunder yang diperlukan antaralain :
1. Peta Batimetri terbaru hasil pengukuran perairan Pelabuhan Palembang oleh
PT Pelindo II.
2. Hasil pengukuran Topografi terbaru di Pelabuhan Palembang.
3. Catatan seri waktu elevasi tinggi muka air di Pelabuhan Palembang.
4. Dokumen perencanaan Dermaga Konvensional (Dermaga A s/d Dermaga I)
Pelabuhan Palembang.
5. Dokumen yang memuat data fisik Dermaga Konvensional Pelabuhan Palembang.
6. Dokumen yang memuat rencana pengembangan Pelabuhan Palembang sesuai
dengan Master Plan Pelabuhan Palembang.
7. Data Operasional di Dermaga Konvensional Pelabuhan Palembang yang
menyangkut Traffic Kapal, Labuh Tambat, arus barang dll.
8. Dokumen lain terkait yang berguna dan dipandang perlu bagi pencapaian tujuan
pekerjaan.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa sedikit sekali dokumen terkait
Dermaga A I yang masih dapat diakses, antara lain:
1. Peta Batimetri perairan Pelabuhan Boom Baru.
2. Data Pasang Surut di Sungai Musi tahun 2007.
3. Dokumen perencanaan Dermaga Konvensional (Dermaga A s/d Dermaga I).
Uraian lebih rinci mengenai masing-masing
diinventarisasi disajikan pada sub bab dibawah ini.

2.2.1

data

sekunder

yang

berhasil

Peta Batimetri

Peta Batimetri hasil pengukuran PT. Pelindo II yang berhasil diinventarisasi adalah
Peta Batimetri hasil pengukuran pada tanggal 29 Desember 2005. Peta Batimetri
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Dari Peta Batimetri tersebut diketahui bahwa tepat di tepi Dermaga Konvensional
(Dermaga A - I) kedalaman sungai berkisar antara 6,8 m sampai dengan 11,2 m.
Lebih jauh lagi ke arah sungai, kedalaman mencapai 15 m.

2-3

2-4

Gambar 2.2

Peta Batimetri hasil pengukuran 29 Desember 2005.

2-5

Gambar 2.3

Peta Batimetri hasil pengukuran 29 Desember 2005 (zoom 1).

2-6

Gambar 2.4

Peta Batimetri hasil pengukuran 29 Desember 2005 (zoom 2).

2.2.2

Catatan Seri Waktu Elevasi Tinggi Muka Air

Salah satu yang menjadi lingkup dalam melakukan survei pasang surut. Sebagai
pembanding diperlukan data sekunder catatan seri elevasi tinggi muka air (data
pasang surut). Data sekunder catatan seri waktu elevasi tinggi muka air diperoleh dari
buku Daftar Pasang Surut (Tide Tables) tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Jawatan
Hidro-Oseanografi TNI AL untuk perairan Sungai Musi.
Koordinat lokasi pengambilan data adalah 02o,2 LS dan 104o,9 BT Catatan seri waktu
elevasi tinggi muka air dari tanggal 1 September 2007 sampai dengan tanggal 30
Oktober 2007 dapat dilihat pada Gambar 2.5.

ElevasiMukaAir
JawatanHidrooseanografiTNIAL
3,5

ElevasiMukaAir(m)

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
01/09/20070:00 06/09/20070:00 11/09/20070:00 16/09/20070:00 21/09/20070:00 26/09/20070:00 01/10/20070:00
Waktu

Gambar 2.5

Catatan seri waktu tinggi muka air di Sungai Musi (buku daftar pasut
Jawatan Hidro-oseanografi TNI AL 2007).

Adapun konstituen-konstituen pasang surut di Pelabuhan Palembang dapat dilihat


pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1

Konstituen-konstituen Pasang Surut


di Pelabuhan Palembang
Amplitudo

Beda Fasa

M2

26,97

80,18

S2

9,81

227,43

N2

4,35

122,66

K2

8,43

-74,94

K1

87,46

81,92

O1

68,27

56,53

P1

21,67

12,61

M4

0,49

77,85

MS4

2,90

166,78

Konstituen

SO

161,27

2-7

2.2.3

Dokumen Perencanaan Dermaga Konvensional


(Dermaga A - I)

Dokumen perencanaan Dermaga Konvensional (Dermaga A - I) yang berhasil


didapatkan adalah berupa gambar-gambar struktur dermaga. Berikut ini adalah daftar
gambar-gambar yang berhasil diperoleh, antara lain:
1. Gambar Rehabilitasi Dermaga Kayu Pelabuhan Palembang Tahap Kedua Sepanjang
164,5 m, (24 Mei 1975).
2. Gambar Layout Dermaga, (Oktober 1976).
3. Gambar Distribusi Tiang Pancang, (25 Maret 1977).
4. Gambar Denah Breasting Dolphin Tampak Samping, Detail Lokasi Posisi Dolpin,
(6 Maret 2000).
5. Gambar Layout Konstruksi Lapisan Dermaga, (April 2000).
6. Gambar Layout Gudang H, (25 Mei 2002).
7. Gambar Layout Dermaga Beton Depan Gudang AB s/d DE, (16 Juni 2007).
Tidak banyak informasi yang bisa diperoleh dari gambar-gambar tersebut karena
kebanyakan merupakan gambar struktur lama.

2.3

Survei Pasang Surut

Survei pasang surut dilakukan untuk mengetahui elevasi-elevasi acuan di Pelabuhan


Palembang. Survei pasang surut pada pekerjaan dilaksanakan dengan menggunakan
Automatic Water Level Recorder (AWLR). AWLR adalah suatu perangkat yang dapat
mencatat elevasi muka air secara otomatis. Setelah elevasi acuan pasang surut
diperoleh, kemudian akan diikatkan terhadap chart datum (CD) Pelabuhan Palembang.

2.4

Survei Alinyemen Dermaga

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa informasi terkait dengan struktur Dermaga
A-I sangat sedikit, oleh karena itu perlu dilakukan survei untuk mengidentifikasi
Dermaga A-I. Survei alinyemen dermaga mencakup beberapa kegiatan, antara lain:
1. Pengukuran elevasi Alinyemen Dermaga.
2. Pemetaan Kerusakan Dermaga.
3. Dokumentasi Visual.

2.4.1

Pengukuran Elevasi Alinyemen Dermaga

Pengukuran elevasi dermaga dilakukan untuk mengetahui elevasi dermaga terhadap


CD Pelabuhan Palembang.
Elevasi diperoleh dengan melakukan pengukuran waterpass pada titik-titik jalur. Jalur
pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik
yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh
ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap
CD Pelabuhan Palembang. Elevasi dermaga diukur setiap jarak 5 m di sepanjang
dermaga. Untuk lebih jelasnya, sketsa pengukuran elevasi dermaga dapat dilihat pada
Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6 dapat dilihat contoh profil elevasi dermaga yang di
zoom.

2-8

Z (m)
5m

DERMAGA

HHWL
MSL

LLWL

SKETSA PENGUKURAN ELEVASI DERMAGA

248 m

NTS

Z (cm)
530
525
520
515
510
505
500

SKETSA PENGUKURAN ELEVASI DERMAGA (ZOOM)

NTS

Gambar 2.6

Sketsa survei elevasi dermaga.

Spesifikasi teknis pengukuran elevasi dermaga adalah sebagai berikut :


a. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi memanjang setiap 5 m.
b. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
c. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang
menjadi rambu muka.
d. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap
Benang atas, Benang tengah, dan Benang bawah.
e. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm.
f.

Jarak rambu ke alat maksimum 75 m.

g. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.


Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok
terhadap CD Pelabuhan Palembang.

2.4.2

Pemetaan Kerusakan Dermaga

Hanya sedikit informasi yang bisa diperoleh dari data sekunder Dokumen Perencanaan
Dermaga Konvensional (Dermaga A I) Pelabuhan Palembang. Perlu dilakukan
pengukuran terhadap elemen-elemen struktur Dermaga A I sehingga diperoleh
gambar denah, potongan melintang dan tampak depan dari struktur Dermaga A I.
Gambar denah, potongan melintang dan tampak depan Dermaga A I harus
dilengakapi dengan dimensi dan jenis kerusakan pada elemen struktur dermaga.
Pemetaan kerusakan dermaga dilakukan pada seluruh elemen struktur (balok, tiang
pancang, lantai dermaga dan poer) baik pada bagian atas dermaga maupun pada
bagian bawah (kolong) dermaga. Pengamatan di kolong dermaga dilakukan dengan
menggunakan perahu pada saat kondisi surut. Hasil Pemetaan kerusakan dermaga

2-9

adalah suatu gambar yang memuat informasi mengenai dimensi semua jenis elemen
struktur dan dimensi kerusakan pada elemen struktur tersebut.

2.4.3

Dokumentasi Visual

Untuk mendukung hasil pemetaan kerusakan dermaga, diperlukan dokumentasi


berupa foto yang disusun secara sistematis. Untuk kepentingan dokumentasi pada
struktur di atas air dapat dilakukan dengan menggunakan kamera yang biasa
digunakan di darat. Untuk dokumentasi visual struktur bawah air, dilakukan dengan
perabaan oleh penyelam, hal ini dikarenakan air dilokasi studi keruh sehingga sulit
untuk mendapatkan hasil foto yang baik.

2.5

Survei Material & Struktur Dermaga Eksisting

Survei struktur dermaga eksisting merupakan pengambilan sampel dan laboratory test
untuk mendapatkan perkiraan kondisi komponen struktur terpasang akibat penurunan
kekuatan struktur. Jenis pengujian yang dimaksud meliputi:
1. Pengujian beton inti (cored drill test), untuk mengetahui nilai kuat beton yang
tesisa pada konstruksi. Pengujian ini dilaksanakan dilapangan dan di laboratorium.
Pengujian dilapangan terdiri dari pengambilan sampel benda uji dengan
mengambil sampel inti beton pada bagian komponen struktur, sedangkan uji
laboratorium merupakan kegiatan uji tekan beton terhadap sampel inti beton yang
diambil.
2. Pengujian karbonasi, untuk mengetahui kedalaman/ketebalan intrusi air laut
ataupun karbondioksida dalam pori-pori pada struktur beton dengan proses
persenyawaan kimia hal ini akan menyebabkan korosi pada tulang.
Uji karbonasi pada struktur beton dilapangan dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia Phenolthalein yang disemprotkan pada sampel beton
yang diambil pada pengujian beton inti (core drilling).
3. Pengujian tulangan terpasang, untuk mengetahui detail tulangan terpasang seperti
tebal selimut lapisan beton, letak, jumlah dan diameter tulangan dalam satruktur
beton. Pengujian ini juga berguna untuk mengukur tingkat korosi pada tulangan
terpasang pada komponen struktur.
Sampel hasil data penelitian lapangan dan laboraturium selanjutnya digunakan untuk
menganalisis kondisi dan kapasitas struktur terpasang.

2.5.1

Pengujian Beton Inti (Cored drill Test)

A. Pengambilan Sampel
Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran adalah pengujian yang bersifat semidestructive dengan maskud untuk memperkirakan nilai kuat tekan beton. Metoda ini
berdasarkan SNI 03-2492-1991 tentang Metode Pengambilan Benda Uji Beton Inti dan
SNI 03-3403-1994 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran,
dimana dalam pelaksanaannya pengujian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium.
Pengujian lapangan adalah suatu kegiatan pengambilan contoh benda uji dengan
mengambil inti beton pada komponen struktur. Contoh benda uji diambil
menggunakan peralatan core drill, dengan persyaratan contoh benda uji sebagai
berikut:
1. Diambil pada komponen struktur dengan umur beton tidak boleh kurang dari 14
hari.

2 - 10

2. Contoh Benda uji yang cacat (terlalu banyak rongga), adanya serpihan/agregat
kasar yang terlepas, tulangan besi yang lepas dan ketidakteraturan dimensi tidak
boleh digunakan.
3. Diameter benda uji tidak boleh kurang dari 90 mm.
4. Benda uji harus l/ 0,95 , dimana l= panjang dan = diameter benda uji.
5. Baja tulangan letaknya harus tegak lurus terhadap sumbu benda uji.
6. Jumlah baja tulangan tidak boleh lebih dari dua batang.
Pengujian dilakukan di laboratorium terhadap benda uji silinder yang diambil
dilapangan dengan menggunakan alat bor inti (core drill) dengan diameter 10 cm.
Jumlah benda uji sebanyak 26 buah yang diambil 26 titik uji dengan rincian sebagai
berikut :
1. Komponen pelat lantai 6 buah.
2. Balok melintang 5 buah.
3. Balok memanjang 5 buah.
4. Lisplank 5 buah.
5. Tiang pancang 5 buah.
B. Pengujian Sampel
Uji laboratorium dilaksanakan untuk mengetahui kuat-tekan (compressive strength)
dan porositas yang terjadi pada beton struktur dermaga. Pengujian dilakukan
terhadap 26 buah benda uji berupa silinder beton berdiameter 10 cm yang diperoleh
pada pekerjaan pemboran beton inti.
Pengambilan sampel dilaksanakan secara merata pada seluruh bagian struktur
dermaga sehingga dapat mewakili struktur dermaga secara keseluruhan.
Alat uji kuat-tekan beton yang digunakan di laboratorium terdiri dari:
a. Mesin Uji Tekan, kapasitas 100 Ton
b. Mesin Potong Beton
Berdasarkan SNI 03-3403-1994 hasil dari uji tekan harus dikoreksi kembali dengan
faktor koreksi C0, C1, dan C2 untuk mendapatkan kuat tekan beton yang sebenarnya.
a. Faktor Koreksi C0
Ketentuan mengenai faktor koreksi C0 adalah sebagai berikut :
1. C0 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan arah pengambilan benda uji
beton inti pada struktur beton.
2. C0 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti yang dikoreksi (fcc).
3. Untuk menghitung (fcc) apabila kuat tekan benda uji beton inti adalah fc, harus
dikalikan dengan faktor koreksi C0 seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1
berikut :

2 - 11

Tabel 2.2

Faktor Koreksi C0

Arah Pengambilan Benda Uji Beton


Horisontal (Tegak lurus pada arah tinggi
dari struktur beton)
Vertikal (sejajar dengan arah tinggi dari
struktur beton)

C0
1
0,92

b. Faktor Koreksi C1
Ketentuan mengenai faktor koreksi C1 adalah sebagai berikut :
1. C1 adalah faktor pengali yang berhubungan dengan rasio panjang sesudah diberi
lapisan untuk kaping ( l ' ) dengan diameter dari benda uji.
2. C1 digunakan untuk menghitung kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi
(fcc).
3. Apabila rasio panjang setelah diberi lapisan untuk kaping ( l ' ) dengan diameter
( ) dari benda uji adalah 1,94 l ' 2,10 , C1 tidak boleh digunakan untuk
menghitung fcc.
4. Untuk menghitung fcc apabila

l ' < 1,94 , kuat tekan benda uji beton inti (fc) harus

dikaitkan dengan faktor pengali C1 seperti yang tercantum dalam Tabel 2.3
berikut :
Tabel 2.3

Faktor Koreksi C1

l '

C1

1,75
1,50
1,25
1,00

0,98
0,96
0,93
0,87

5. Apabila tidak terdapat dalam Tabel 2.3, C1 dapat dicari dengan cara interpolasi.
6. C1 dalam Tabel 2.3 berlaku untuk beton normal dan beton ringan dengan berat isi
antara 1.600-1.900 kg/m3, baik yang diuji tekan dalam keadaan kering maupun
lembab.
7. C1 dalam Tabel 2.3 berlaku untuk beton dengan kuat tekan silinder antara 13,8
41,4 MPa.
c. Faktor koreksi C2

Ketentuan mengenai faktor koreksi C2 adalah sebagai berikut :


1. C2 adalah faktor pengali karena adanya kandungan tulangan besi dalam benda uji
beton inti yang letaknya tegak lurus terhadap sumbu benda uji.
2. C2 digunakan untuk menghitung kuat tekan benda uji beton inti yang dikoreksi
(fcc).
3. Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji
hanya satu batang, maka :
d h
C2 = 1,0+1,5 ........................................................................... (2.1)
l

2 - 12

dimana :
d

= diameter batang tulangan (mm).

= diameter rata-rata benda uji (mm).

= jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji
(mm).

= panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk kaping (mm).

4. Apabila kandungan tulangan besi yang letaknya tegak lurus pada sumbu benda uji
jumlahnya lebih dari satu batang, maka :
(1) Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak
antara dua tulangan > d terbesar, C2 ditentukan menurut rumus berikut :
C2 = 1,0+1,5

(d h)
.................................................................... (2.2)
l

dimana :
d

= diameter batang tulangan (mm).

= diameter rata-rata benda uji (mm).

= jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji
(mm).

= panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk kaping (mm).

(2) Untuk benda uji dengan kandungan dua buah tulangan besi, apabila jarak
antara dua tulangan < d terbesar C2 ditentukan menurut rumus berikut :
d h
C2 = 1,0+1,5 ...................................................................... (2.3)
l

dimana :
d

= diameter batang tulangan (mm).

= diameter rata-rata benda uji (mm).

= jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan ujung benda uji
(mm).

l
2.5.2

= panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk kaping (mm).

Pengujian Karbonasi

Karbonasi adalah salah satu dari penyebab utama perkaratan tulangan beton
disamping klorida. Akibat persenyawaan karbon dioksida (CO2) dengan senyawasenyawa hidroksida alkali dalam beton. Proses karbonasi akan menurunkan nilai pH
(eksponen hidrogen) dalam beton sampai pada batas di mana tulangan akan berkarat.
Karbondioksida yang terlarut dalam air akan membentuk asam-asam karbonat yang
mana akan berpindah ke tulangan beton dan menyebabkan perkaratan jika beton
memiliki kualitas rendah (beton porus, kandungan semen rendah atau water-cement
ratio terlalu tinggi).
Pengujian ini dilakukan dengan menyemprotkan larutan Phenolpthaline pada benda uji
silinder yang diperoleh dari hasil core masing-masing komponen struktur. Larutan

2 - 13

Phenolphtalein merupakan indikator asam-basa yang mana akan menunjukkan


perubahan pH pada permukaan beton. Indikator akan berubah menjadi berwarna
merah muda (pink) jika disemprotkan pada beton berkarbonasi rendah atau tidak
berkarbonasi (pH tinggi). Sebaliknya indikator tetap tidak berwarna jika disemprotkan
pada beton berkarbonasi tinggi (pH rendah).

Alat pengujian: reagen larutan Phenolphtalein, alat penyemprot (sprayer).


Metode Pengujian:
- Permukaan beton yang diuji dibersihkan dari kotoran dengan batu gerinda dan
dicuci. Jika benda uji berupa silinder hasil pemboran inti, permukaannya harus
dibersihkan dari debu sisa-sisa pemboran dengan pencucian.
- Semprotkan reagen secara merata pada permukaan benda uji dan perhatikan reaksi
yang terjadi. Catat perubahan warna dan dokumentasikan hasilnya dengan fotofoto.

(a)
Gambar 2.7

2.5.3

(b)

(a) Kit uji karbonasi, (b) Contoh hasil pengujian.

Pengujian Tulangan Terpasang

Pengujian terhadap tulangan yang telah terpasang di lapangan meliputi:


A. Identifikasi Tulangan

Identifikasi tulangan dilakukan pada komponen balok lintang, balok memanjang, pelat
dan lisplang, dengan menggunakan alat R.Bar Locater.
B. Uji Korosi (Half-Cell Potential)

Uji Half-Cell Potential adalah uji semi-destructive dengan teknik elektro-kimiawi yang
umum digunakan untuk menaksir laju korosi/perkaratan pada suatu bahan metal
seperti tulangan beton. Istilah half-cell digunakan karena alat uji utama terdiri dari
satu unit sel elektro-kimiawi yang memiliki elektroda tunggal dan dalam hal ini
berfungsi sebagai elektroda acuan (reference electrode).
Uji HCP dapat dilaksanakan dengan cepat dan relatif murah karena hanya perlu
membuka sebagian komponen konstruksi yang diperiksa/diuji. Metode ini memberikan
informasi yang berharga dalam penilaian perkaratan pada tulangan beton dan
memberikan dukungan terhadap jaminan mutu perbaikan struktur serta penaksiran
umur layan (service life) yang masih tersisa.

2 - 14

Voltmeter

half-cell
(elektroda acuan)

elemen logam yang diuji

Gambar 2.8

Skema uji HCP pada tulangan beton.

Peralatan yang digunakan dalam uji Half Cell Potential (HCP) terdiri dari :
i.

Half-Cell Test Unit

terdiri
dari
tabung
tembus
pandang
berbahan
Half-Cell
Test
Unit
nonkonduktor/dielektrik yang tidak bereaksi dengan tembaga (Cu) atau tembaga
sulfat (CuSO4), sebuah tutup berpori-pori (porous) berbahan keramik sehingga
tetap basah oleh sifat kapilaritasnya, dan sebuah batang tembaga yang dicelupkan
ke dalam larutan jenuh tembaga sulfat di dalam tabung. Larutan harus disiapkan
dengan reagent grade kristal tembaga sulfat yang dilarutkan dalam air distilasi.
Larutan dapat dianggap jenuh jika masih ada sisa-sisa kristal tembaga sulfat (yang
tidak terlarut) di dasar tabung larutan. Contoh HCP unit diberikan pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.9

HCP test unit.

ii. Voltmeter
Voltmeter yang digunakan harus dapat dioperasikan dengan baterai dan memiliki
ketelitian skala 3% pada rentang (range) voltase yang digunakan. Input
impedansi tidak boleh kurang dari 10M jika dioperasikan pada skala maksimum

2 - 15

100 mV. Pembagian skala yang digunakan harus sedemikian rupa sehingga pada
beda potensial 0,02 V atau kurang masih dapat dibaca tanpa interpolasi.
iii. Kawat Penghubung

Kawat penghubung harus memiliki dimensi sedemikian sehingga hambatan


listriknya pada seluruh panjang yang digunakan tidak mengganggu sirkuit hingga
lebih dari 0,0001V. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan kawat tidak
lebih dari 150 meter sekurang-kurangnya kawat standar tipe AWG No. 24. Kabel
harus berlapis selayaknya dengan tipe penyekatan direct burial.
Sebelum pengujian di lapangan. alat-alat yang digunakan harus diperiksa terlebih
dahulu sesuai prosedur berikut:
a. Periksa tabung half-cell dan pastikan bahwa tabung terisi penuh dengan larutan.
b. Periksa juga keberadaan kristal tembaga sulfat yang terendap pada dasar tabung
berisi larutan sebagai indikasi larutan tembaga sulfat telah jenuh.
c. Ikuti prosedur-prosedur pengoperasian half-cell seperti yang tercantum dalam
standar ASTM C876.
d. Ujung porus tutup keramik dari tabung half-cell harus dalam keadaan jenuh
larutan.
e. Periksa kapasitas sumberdaya pada voltmeter.
f.

Periksa apakah voltmeter telah diatur pada batas tegangan yang sesuai.
Pengukuran tegangan harus dilakukan dengan batas tegangan terendah pada
voltmeter. Pengukuran tegangan akan lebih teliti jika diukur pada 2/3 batas atas
yang dipilih untuk instrumen tertentu.

g. Periksa kinerja voltmeter dengan membandingkan pengukuran yang dilakukan


dengan alat-alat yang berbeda, atau melakukan pengukuran dari sumber tegangan
yang diketahui.
Pelaksanaan uji HCP dijelaskan sebagai berikut:
i.

Persiapan Benda Uji

Permukaan beton yang akan diuji harus dibersihkan dengan disikat dan dicuci
bersih. Jika tulangan yang diuji tidak tampak, perlu mengupas sebagian
permukaan beton. Kerak lapisan atau karat jika ada, harus dibersihkan dari ujung
elemen (tulangan) yang akan diuji supaya kontak listrik dapat berlangsung dengan
baik.
ii. Pemeriksaan Kontinuitas

Periksa kontinuitas listrik antar elemen yang akan diuji dan/atau antara elemen
dengan permukaan beton. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur hambatan di
antara elemen-elemen atau dengan membandingkan potensial-potensial half-cell
di antara elemen-elemen setelah arus dialirkan pada elemen-elemen yang diuji.
Jika hambatan yang terukur di antara elemen-elemen lebih besar dari 5 elemenelemen boleh dikatakan terisolasi. Sebagai alternatif, gunakan kabel yang sama
untuk pemeriksaan hambatan listrik, potensial tegangan di atara 2 buah elemen
dapat diukur dan harus lebih besar dari 5 mV untuk membuktikan bahwa tidak ada
kontinuitas.
Jika arus dialirkan pada salah satu elemen, potensial half-cell yang diukur untuk
elemen yang lain tidak boleh dipengaruhi jika elemen-elemen tersebut dalam
keadaan terisolasi.

2 - 16

iii. Prosedur Uji

Pengujian dilakukan dengan mengukur beda potensial antara half-cell dengan


elemen logam yang diuji.
Pasang kabel penghubung dari terminal negatif (katoda) voltmeter ke ujung
tulangan menggunakan jepitan atau peralatan lainnya. Tidak diperkenankan
menyambung kabel ke ujung tulangan yang diuji dengan mengelas. Half-cell
dihubungkan dengan terminal positif dan hidupkan voltmeter.
Tempatkan tabung half-cell pada bagian permukaan beton di dekat/sekitar elemen
logam yang diuji dan tentukan suatu lintasan yang menunjukkan tingkat
perkaratan dengan menggerakkan/memindahkan tabung half-cell sepanjang
lintasan tersebut, baca nilai-nilai potensial yang terukur. Selanjutnya pindahkan
tabung half-cell ke lintasan yang lain dan lakukan prosedur yang sama sehingga
akan diperoleh satu set data pembacaan dalam arah memanjang dan melintang
bidang permukaan beton di mana elemen yang diuji berada. Pengujian korosi
dilakukan di lapangan terhadap baja tulangan terpasang didalam beton dengan
mengukur potensial yang dimiliki tulangan terpasang.

2.6

Analisis Struktur Dermaga Eksisting

Analsis struktur dermaga eksisting dengan menggunakan perangkat lunak Structural


Analysis Program (SAP) 2000. Untuk mengetahui kehandalan struktur dermaga
eksisting terhadap beban-beban operasional. Elemen struktur yang rusak tentunya
mengalami pengurangan kekuatan. Perlu dilakukan estimasi seberapa besar
pengurangan kekuatan yang terjadi dengan mengacu pada standar yang berlaku (jika
ada) atau dengan melakukan judgment dikaitkan dengan seberapa parah kerusakan
yang terjadi.
SAP2000 memiliki kemampuan untuk memodelkan struktur portal 2 dimensi maupun
3 dimensi berdasarkan metode analisis linear dan non linear pada kondisi beban statis
dan dinamis. Selain itu SAP2000 memiliki antarmuka pengguna grafis (Graphical User
Interface/GUI) yang memungkinkan penyusunan model lebih interaktif.
Analisis struktur Dermaga A - I Pelabuhan Palembang dilakukan dalam 2 tahap:
1. Tahap pertama adalah analisis struktur untuk kondisi yang ada (eksisting),
tujuannya adalah untuk mencari gaya-gaya dalam yang bekerja sebagai akibat
adanya gaya-gaya operasional dan gaya lingkungan yang bekerja.
2. Tahap kedua adalah pengecekan kapasitas penampang berdasarkan data properti
mekanik yang diperoleh dari survei material & struktur dermaga.
Input yang diperlukan berupa geometri struktur eksisting dan properti mekanik dari
struktur dermaga eksisting diperoleh dari hasil survei kondisi alinyemen dermaga dan
survei material & struktur dermaga.

2.7

Metodologi Perbaikan

Jenis-jenis kerusakan yang biasa terjadi pada struktur beton, antara lain : retak,
spalling, erosi permukaan dan dis-colouration. Untuk mengembalikan kinerja struktur
dan memperpanjang umur masa layan suatu struktur yang telah mengalami
degradasi struktur akibat kondisi kerusakan pada sebagian besar komponen
strukturnya yang dapat menimbulkan permasalahan atas perolehan informasi dari
lapangan , dan penyebab gejala, maka diperlukan langkah-langkah penanggulangan
untuk mengatasi seluruh permasalahan yang ada.

2 - 17

Metoda perbaikan untuk tiap jenis kerusakan adalah tertentu dan sudah menjadi
standar, penjelasan lebih rinci disampaikan pada bab-bab selanjutnya. Perbaikan
kerusakan struktur beton tidak terlepas dari pemilihan material perbaikan.

2.8

Estimasi Biaya

Berdasarkan metodologi perbaikan dapat ditentukan metode dan bahan perbaikan


struktur beton yang akan digunakan. Hasil pemetaan kerusakan dermaga akan
memberikan gambaran megenai jenis kerusakan yang terjadi dan volume kerusakan.
Dengan berdasarkan pada hal-hal tersebut dapat disusun suatu estimasi biaya yang
diperlukan untuk perbaikan.

2 - 18

Anda mungkin juga menyukai