Anda di halaman 1dari 9

STATUS PRESENTASI KASUS BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
Nama Ko-assisten
Nomor Induk
Tanggal Presentasi
Gelombang/Periode

: Aldhimas Marthsyal Pratikna


: 20110310070
: 25 Juli 2016
: 51

Tanda Tangan

Tanda Tangan
Dokter Penguji

: dr. Siti Aminah TSE,M.Kes, Sp.KK

Total Nilai

Total Nilai (Huruf)

(.................................................)
Nama Pasien
Usia
Alamat
Pekerjaan

: Ny. S
: 7 tahun
: Yogya
: Pelajar

No. RM
Jenis Kelamin
Agama
Tanggal Periksa

: XXXXXX
: Laki-Laki
: Islam
: 22 Juli 2016

A. ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Luka pada bagian punggung atas terasa gatal dan
panas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan luka yang gatal pada punggung bagian belakang
tubuh sejak kurang lebih satu minggu yang lalu, awalnya luka diawali denga rasa
gatal dan bercak kemerahan kemudian timbul seperti pelenting kemerahan pada titik
luka tersebut. Dikarenakan terasa gatal yang semakin terasa pasien tidak tahan untuk
tidak menggaruk, kemudia timbul luka seperti keropeng yang sampai sekarang
menjadi keluhan pasien. Pada punggung pasien sendiri terdapat 3 buah luka dimana
ada 1 yang berukuran cukup besar.
Awalnya pasien mengaku sempat muncul keluhan yang sama di bagian siku
kanan, tetapi kemudian dapat hilang sendiri walau sempat juga mengeluarkan nanah.
Saat luka pertama muncul pasien dan keluarganya sedang pergi mudik ke Ponorogo,
di daerah tersebut banyak terdapat sawah dan sedang panen. Ibu pasien mengatakan
bahwa cuman anaknya saja yang mengalami keluhan tersebut selama sedang di
Ponorogo. Pasien juga sempat mengalami demam sejak muncul pelenting di bagian
siku kananya.

Pasien sendiri merupakan siswa kelas 1 SD yang sangat aktif, bahkan ibu
pasien mengaku bahwa pasien memang sangat aktif dari kecil dan sulit untuk fokus
pada satu hal.
Ibu pasien juga sudah sempat membawa pasien ke Puskesmas Depok 3 tiga
hari sebelum periksa ke PKU, di puskesmas pasien diberikan salep hidrokortison oleh
dokter. Tetapi ibu pasien mengeluh tidak ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan kulit yang sama disangkal
- Riwayat alergi terhadap telur (+), muncul ruam kemerahan pada kulit
- Riwayat serangan asma (+)
- Riwayat dirawat di RS denga keluhan Diare
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit serupa disangkal
- Riwayat penyakit kulit lain disangkal
- Riwayat serangan asma (+) kakek pasien
Riwayat Sosial:
Pasien merupakan siswa kelas 1 SD
Pasien sangat aktif dan sulit fokus pada satu hal
Pasien sering bermain keluar rumah bersama teman-temannya
Pasien tidur dan makan dalam jumlah yang cukup
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Status Dermatologis :
UKK : tampak vesikel dan bula dengan pustulasi dan dasar eritem disertai erosi dan
krusta multiple pada bagian punggung
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
D. DIAGNOSA BANDING
a. Insect bite
b. Herpes zoster
c. Ektima
E. DIAGNOSA KERJA
Impetigo bulosa
F. TERAPI
a. Farmakologi
- Bactoderm
- Piroxicam
b. Non farmakologi
- Untuk mengurangi rasa gatal dapat dilakukan perendaman pada lokasi lesi
dengan menggunakan air dingin dan saline
- Meminimalisir kontak terhadap luka, seperti digaruk atau dipecahkan.
G. EDUKASI

Pasien perlu meminimalisir kontak seperti digaruk ataupun interfensi


lainnya terhadap lesi
- Pasien perlu melakukan pengobatan secara telaten
H. PROGNOSIS
- Pasien dapat sembuh dengan baik
- Jarang mengakibatkan kematian

2. Perasaan Terhadap Pengalaman


Kasus pada pasien ini menurut saya merupakan salah satu kasus yang sangat baik
untuk dijadikan pembelajaran, hal ini dikarenakan kasus ini merupakan salah satu kasus yang
sering terjadi pada masyarakat. Dimana sebagai dokter yang bertugas di PPK tingkat satu
sudah sewajarnya dapat menangani kasus ini sampai terapi selesai. Selain itu perlu juga
pemberian edukasi yang lebih terutama untuk higienitas dari pasien karena impetigo sendiri
biasanya terjadi karena adanya infeksi sekunder yang berasal dari lesi awalan.
3. Evaluasi
Apakah terapi yang sebaiknya diberikan pada pasien ini ?

1. Definisi
Impetigo adalah suatu infeksi atau peradangan kulit yang terutama disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A. Kadang-kadang disebabkan oleh bakteri lain seperti
Staphylococcus aureus pada isolasi lesi impetigo.
2. Etiologi
Penyebab impetigo adalah bakteri pyogenes yaitu GABH, atau terkadang juga
dapat disebabkan oleh Streptococcus aureus.
3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9-10 % dari anak-anak yang datang ke klinik
kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo llebih sering menyerang anak-anak, jenis
terbanyak adalah impetigo bulosa yang terjadi pada anak-anak usia kurang dari 2
tahun.
4. Klasifikasi
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:
- Impetigo krustosa
- Impetigo bulosa
5. Patofisiologi
Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh GABHS atau streptococcus
aureus. Organisme tersebut masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi
kontak langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien
tanpa adanya kerusakan pada kulit. Seringnya lesi ini menunjukkan beberapa
kerusakan fisik yang tidak terlihat pada saat dilakukan pemeriksaan. Impetigo
memiliki lebih dari satu bentuk. Beberapa penulis menerangkan perbedaan bentuk
impetigo dari strain Staphylococcus yang menyerang dan aktifitas eksotoksin
yang dihasilkan. S. Aureus memproduksi toksin exfoliative, dimana
menghidrolisis salah satu intraseluler adhesion molekul, desmoglein-1, yang
berada pada desmosomes dari keratinocytes yang terdapat pada lapisan granular
epidermis.
Bentuk lesi mulai dari makula eritema dengan ukuran 2-4 mm. Secara cepat
berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel dapat pecah spontan dalam
beberapa jam atau jika digaruk maka akan meninggalkan krusta yang tebal,
karena proses dibawahnya terus berlangsung sehingga menimbulkan kesan seperti
bertumpuk-tumpuk, warnanya kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih
sering dilihat krusta maka bisa disebut impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat,
tetapi bila berhasil akan tampak kulit yang erosif.
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion.

Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar menjadi bula yang
sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal dari impetigo
krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah menjadi keruh
karena invasi leukosit akan mengendap. Bila pengendapan terjadi pada bula
disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap, bila letaknya di
punggung maka akan tampak seperti menggantung.
6. Gejala Klinis
Gejala klinis impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa eritema
dan vesikel yang cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang
pecah akan mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini paling
sering ditemukan di daerah kaki, tangan, wajah, dan leher.
Pada awalnya kemungkinan akan dijumpai ruam merah yang lembut, kulit
mengeras, gatal, luka yang sulit menyembuh.
Pada impetigo bullosa mungkin dapat ditemui demam dan kelemahan umum.
Lepuh tiba-tiba muncul pad akulit sehat, bervariasi mulai dari miliar hingga
lentikular, biasanya dapat bertahan 2-3 hari. Berdinding tebal dan terdapat
hipopion. Bila pecah menibulkan krusta yang berwarna coklat datar dan tipis.
Biasanya berlokasi di sekitar dada, punggung dan ekstremitas atas maupun
bawah.
Terdapat dua presentasi dari impetigo yaitu impetigo non-bullosa dan impetigo
bulosa.
Impetigo non bullosa
Merupakan presentasi yang paling sering terjadi, impetigo non-bullosa sendiri
dapat dibagi lebih jauh menjadi bentuk primer dan sekunder. Impetigo primer
merupakan invasi langsung dari bakteri terhadap kulit yang intak dan sehat.
Impetigo sekunder merupakan infeksi bakteri yang terjadi pada kulit yang
mengalami gangguan oleh karena trauma, eksim, gigitan serangga, skabies, atau
juga penyakit lainnya. Impetigo bermula dari lesi makopapular yang berubah
menjadi vesikel berdinding tipis yang dapat ruptur secara mudah dan
meninggalkan rasa nyeri serta erosi yang tertutup oleh krusta berwarna madu.
Infeksi ini sendiri dapat bertahan selama 2-3 minggu bila tidak ditangani. Ketika
krusta mengering maka daerah lain akan sembuh tanpa meninggalkan jaringan
bekas luka. Daerah terbuka seperti wajah dan ekstremitas merupakan lokasi yang
paling sering terkena.
Nonbullosa impetigo sendiri paling sering disebabkan oleh S. Pyogenes yang
terdapat pada daerah yang lebih hangat dan juga lembab.
Impetigo bullosa
Disebabkan hanya oleh Staphylococcus aureus dan dikarakteristikkan dengan
bula yang besar, rapuh, dan mudah pecah serta berisi cairan kekuningan. Penyakit
ini biasanya dapat sembuh selama 2-3 minggu tanpa meninggalkan bekas luka
atau jaringan parut.

Bula yang besar ini biasanya disebabkan oleh adanya produksi toksin exfoliative
oleh S. Aureus yang menyebabkan hilangnya adhesi pada epidermis superfisial.
Impetigo bullosa biasanya ditemukan pada badan, ketiak, dan ekstremitas.
7. Diagnosis
Cara mendiagnosis impetigo bullosa dan non-bullosa sangatlah berdasarkan
gambaran klinis. Diagnosis bandingnya sendiri meliputi berbagai gambaran kulit
yang melepuh dan kemerahan. Swab pada kulit sendiri tidak dapat membedakan
antara infeksi bakteri dan kolonisasi. Pada pasien dengan kegagalan pada lini
pertama pengobatan, kultur dari pus atau cairan bula mungkin dapat membantu
mengidentifikasi patogen dan juga antimicrobial yang tepat.
8. Komplikasi
Impetigo biasanya merupakan penyakit yang bersifat self-limiting, dan
meskipun jarang terjadi komplikasi tetapi kemungkinannya tetap ada. Komplikasi
yang mungkin terjadi adalah selulitis, septicemia, osteomielitis, arthritis sepsis,
staphylococcal scalded skin syndrome.
9. Pengobatan
Pilihan terapi pada kasus impetigo meliputi antibiotik topikal, sistemik
antibiotik, dan disinfektan topikal.pemilihan topikal antibiotik sendiri lebih
menguntungkan pada impetigo yang lokal, sedangkan penggunaan antibiotik
sistemik lebih disarankan pada kasus yang lebih berat dimana penggunaan topikal
antibiotik tidak praktis. Tetapi penggunaan terapi topikal dan sistemik secara
bersamaan juga dapat dilakukan.
Antibiotik topikal memiliki keuntungan karena dapat diberikan pada lokasi
yang membutuhkan, meminimalkan resistensi antibiotikdan mencegah terjadinya
gangguan pada gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Lama pemberian
tergantung dari masing-masing merek produk, tetapi berdasarkan penelitian
pengunaan selama 7 hari sudah efektif. Reaksi lokal, kulit yang sensitif, dan
penggunaan yang sulit pada bagian seperti sekitar mata, bibir dan punggung
merupakan kelemahan dari topikal AB. Tiga sediaan topikal AB yang
direkomendasikan adalah mupirocin 2% cream atau oinment, retapamulin 1%
ointment, dan asam fusidic.

Disinfektan topikal sendiri dapat diberikan pada pasien dikarenakan murah dan
jika pasien tidak memiliki akses terhadap antibiotik baik secara oral maupun
topikal, tetapi hingga saat ini tidak ada studi yang menunjukkan disinfektan lebih
baik dari penggunaan antibiotik.

Antibiotik oral dapat digunakan pada impetigo dengan bulla yang besar
dimana pengunaan topikal AB tidak praktis. Penggunaan selama 7 hari biasanya

sudah memberikan hasil yang memuaskan tetapi dapat diperpanjang andai


responnya inadekuat atau jenis mikroorganismenya berbeda.

Terapi berdasarkan Permenkes RI NO. 5 tahun 2014

a. Terapi suportif dengan menjaga hygiene, nutri TKTP dan stamina tubuh.
b. Farmakoterapi dilakukan dengan:
1. Topikal
- Bila banyak pus/krusta dilakukan kompres terbuka dengan PK 1/5000
atau 1/10.000
- Bila tidak tertutup pus/ krusta diberikan salep atau krim asam fusidat
2% atau mupirosin 2% dioleskan 2-3 kali sehari selama 7 hari.
2. Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan dibawah ini:
- Penisilin yang resisten terhadap penisilinase seperti oksasilin,
dikloksasilin.
- Dosis dewasa 4 x 250-500 mg/hari selama 5-7 hari
- Dosis anak 50 mg/kg bb/ hari terbagi dalam 4 dosis selama 5-7
hari
- Amoksisilin dengan asam klavulanat
- Dosis dewasa 3 x 250-500 mg
- Dosis anak 25mg/kgbb/hari terbagi dalam 3 dosis sela a 5 7 hari
- Sefalosporin dengan dosis 10-25 mg/kgbb/hari terbagi dalam 3
dosis selama 5-7 hari
- Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500 mg/ hari.
3. Insisi untuk kurbunkel yang menjadi abses untuk mengeluarkan eksudat
dan jaringan nekrotik.

Kesimpulan
Berdasarkan pilihan terapi yang direkomendasikan dari AAFP dan juga Permenkes
no.5 tahun 2014 pilihan terapi sudah memadai dan mengikuti guideline yaitu pemberian
Bactoderm yang merupakan antibiotik topikal berisi mupirosin sebanyak 2%. Selain itu juga
diberikan piroxicam yang merupakan obat inflmasi non-steroid untuk meredakan rasa nyeri
dan juga inflamasi yang dialami pasien.

References
Adam, H. H. (2014). Impetigo, Diagnosis and Treatment. American Family Physician .
Djuandi, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Kulit dan Kelamin FKUI. Jakarta: Universitas Indonesia.
Pereira, L. B. (2014). Impetigo - Review. An Bras Dermatol.

Anda mungkin juga menyukai