Nama Ko-assisten
Nomor Induk
Gelombang/Periode
Tanda Tangan
Tanda Tangan
Dokter Pembimbing : dr. Esti Mahanani, Sp.M
Total Nilai
(.................................................)
Nama Pasien
Usia
Alamat
Pekerjaan
: Ny. Suparni
: 73 tahun
: Mertoyudan
: IRT
No. RM
Jenis Kelamin
Agama
Tanggal Periksa
: XXXXXX
:Perempuan
: Islam
: 23-8-2016
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama
tidak bisa digerakkan.
PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
OD
OS
6/21
6/24
Refraksi
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Koreksi
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Visus Dekat
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Proyeksi Sinar
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
PEMERIKSAAN
Visus Jauh
TIO
18
23
b. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
PEMERIKSAAN
OD
OS
PENILAIAN
1. Sekitar mata
-
Alis
Kedudukan alis
baik, jaringan parut
(-), simetris
Silia
Trikiasis (-),
diskriasis (-),
madarosis (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan
Ptosis
- Gerakan
Tidak dapat
Gangguan gerak
digerakkan
membuka dan
menutup (+)
blefarospasme (-)
- Lebar rima
- Kulit
Edema
Hiperemis
Normal 9-14 mm
Hiperemi
edema
massa
- Tepi kelopak
Hiperemis
Trichiasis (-)
ektropion (-)
entropion (-)
- Margo
intermarginalis
Tanda
peradangan (+)
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula
Dakrioadenitis (-)
Dakriosistitis (-)
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
Tidak simetris
lakrimalis
- Sekitar sakus
lakrimalis
- Uji flurosensi
- Uji regurgitasi
- Tes Anel
4. Bola mata
- Pasangan
Simetris
(orthophoria)
- Gerakan
- Ukuran
Ada gangguan
mata normal) OS
Makroftalmos (-)
Mikroftalmos (-)
5. TIO
18
23
6. Konjungtiva
- Palpebra superior
- Forniks
- Palpebra inferior
- Bulbi
7. Sclera
8.
Tidak ikterik
horizontal 12mm
Kornea
- Ukuran
vertikal 11mm
- Kecembungan
Lebih cembung
dari sclera
- Limbus
- Permukaan
Licin, mengkilap,
edema (-)
corpal (-)
defek epitel (-)
ulkus(-)
- Medium
Jernih
Jernih
- Uji flurosensi
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
- Ukuran
dalam
dalam
Dalam
- Isi
jernih
jernih
- Placido
9.
Jernih
Konsentris Reguler
hifema (-)
hipopion (-)
10.
Iris
- Warna
- Pasangan
- Gambaran
Coklat
Coklat
Simetris
Kripte baik
sinekia (-)
11.
Pupil
mm
- Ukuran
8 mm
Normal ( 3-6
mm) pada ruangan
dengan cahaya
cukup
- Bentuk
Bulat
Bulat
- Tempat
Tengah
Di tengah
- Tepi
Reguler
Reguler
- Refleks direct
- Refleks indrect
- Ada/tidak
Ada
Ada
- Kejernihan
Jernih
Jernih
Isokor
Di tengah
Reguler
12. Lensa
- Letak
Ada
Jernih
Di tengah,
belakang iris
- Warna Kekeruhan
c.
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD
-
OS
-
normal
dengan hiperemis
DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
- Parese Nervus 3
- Ptosis
- Strabismus
Diagnosis Kerja
- Parese Nervus 3
TERAPI
Timolol ED 2xgtt1 OS
Methyl Prednisolon 8 mg 2x1 (1-1-0)
Neurobion 1x1
EDUKASI
- Mengurangi aktivitas diluar ruang
- Jangan membawa kendaraan seorang diri
- Jika rasa menekan pada mata semakin terasa harus segera berobat
- Jika rasa pusing disertai mual muntah harus segera berobat
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis akan sulit mengembalikan kondisi otot dan saraf mata
seperti sediakala
MASALAH YANG DIKAJI
1. Apakah yang dimaksud parese nervus okulomotorius ?
2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat ?
NEUROANATOMI
Tiga saraf kranial yang mempersarafi otot-otot mata: nervus okulomotorius
(N III), nervus trokhlearis (N IV), dan nervus abdusens (N VI). Nuklei nervus
okulomotorius dan nervus trokhlearis terletak di tegmentum mesensefali, sedangkan
nukleus nervus abdusens terletak di bagian tegmentum pontis di bagian bawah dasar
ventrikel keempat.
Harus diingat bahwa pergerakan mata biasanya konjugat, yaitu keduanya
biasanya menuju arah yang sama (umumnya horizontal atau vertikal) pada kedua
mata pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal, khususnya, melibatkan
pergerakan simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan dari garis tengah; satu
mata bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya bergerak ke arah lateral. Dengan
demikian gerakan konjugat bergantung pada ketepatan koordinasi persarafan kedua
mata, dan pada nuklei otot yang mempersarafi gerakan mata pada kedua sisi.
Hubungan saraf sentral yang kompleks juga mempengaruhi terjadinya gerakan
tersebut. Saraf yang mempersarafi otot-otot mata juga berperan pada beberapa refleks
yaitu akomodasi, konvergensi, dan refleks cahaya pupil.
nuklear
nervus
okulomotorius
terletak
di
substansia
grisea
superior, dan cabang/divisi inferior mempersarafi M.rekti medialis dan inferior serta
M. obliqus inferior.
Kerja primer
Kerja sekunder
Rektus lateralis
Abduksi
Tidak ada
Rektus medialis
Aduksi
Tidak ada
Rektus superior
Elevasi
Aduksi, intorsi
Rektus inferior
Depresi
Aduksi, ekstorsi
Obliqus superior
Intorsi
Depresi, abduksi
Obliqus inferior
Ekstorsi
Elevasi, abduksi
Mata ke kanan
Mata ke kiri
10
M. levator palpebra
Fungsi M. levator palpebra adalah untuk mengangakat kelopak mata. Ptosis
biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra superior (otot
kelopak mata atas). Normalnya kelopak mata terbuka adalah 10 mm. Ratarata lebar
fisura palpebra/celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 11 mm,
panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi
1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah
seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea. Jika batas kelopak mata atas
menutupi kornea 1 atau 2 mm kebawah masih dapat dikatakan normal dan jika
menutupi kornea 4 mm termasuk ptosis berat.
Tipe-tipe ptosis:
1. Ptosis Kongenital
Jika kelopak mata menutupi mata sehingga menghalangi fungsi mata, ini
dapat dianggap sebagai keadaan oftalmik darurat relative karena tertundanya
elevasi dari kelopak mata dapat menyebabkan berkembangnya amblyopia.
Penyebab paling sering dari ptosis kongenital adalah distrofi dari otot levator
palpebra dan terkadang adanya riwayat keluarga dari kondisi ini. Kelainan ini
bersifat herediter dan autosomal dominan. Penyebab lainnya juga bisa karena
adanya aplasia dari inti nervus okulomotorius yang mempersarafi otot levator
palpebra.
2. Ptosis didapat (Acquired Ptosis)
Ptosis Aponeurotik
Ptosis aponeurotik biasanya disebabkan oleh proses penuaan atau
pengulangan episode dari adanya udem, walaupun ini dapat muncul
secara kongenital. Karakteristik pasien ini biasanya masih dapat
mempertahankan fungsi levator, akan tetapi biasanya didapatkan
banyak keriput dan kelopak mata atas yang tipis.
Ptosis Myogenik
11
Ptosis Neurogenik
Ptosis neurogenik melibatkan kelainan saraf cranial III dan sindrom
Horner, dan keduanya memiliki etiologi yang berpotensi dapat
mengancam nyawa, seperti misalnya aneurisma interkranial, atau
neoplasma apikal paru. Pada parese nervus III terdapat abnormalitas
dari gerakan ocular dan pupil dapat berdilatasi. Pada sindrom Horner,
yang disebabkan oleh lesi pada saraf simpatis, didapatkan pupil yang
kecil dan hilangnya keringat dan kontrol vasomotor pada sisi yang
sama di wajah. Tipe yang khusus dari ptosis neurogenik muncul secara
kongenital disebabkan oleh koneksi batang otak yang abnormal.
Ptosis mekanik
Ptosis mekanik biasanya disebabkan oleh beratnya tumor kelopak
mata atas, misalnya neurofibroma
ETIOLOGI
Penyebab parese nervus okulomotorius antara lain:
Kongenital, terjadi kelumpuhan pada otot-otot ekstraokular dan kadang disertai
ptosis. Tidak terdapat internal oftalmoplegia.
Trauma, dapat berupa trauma saat kelahiran ataupun akibat kecelakaan. Namun,
terkenannya nervus okulomotorius lebih kecil kemungkinannya dibandingkan
nervus abdusens.
Aneurisma, biasanya mengenai a. komunikans posterior atau a. karotis interna pars
supraklinoid. Kelumpuhan nervus okulomotorius dapat terjadi sebagian ataupun
total dan biasanya disertai dengan nyeri hebat di sekitar mata. Apabila aneurisma
terjadi pada a. karotis interna pars infraklinoid maka kelumpuhan nervus
okulomotorius biasanya didahului oleh kelumpuhan nervus abdusens.
12
Rucker
Green et al
(335 kasus)
(274 kasus)
(130 kasus)
No.
No.
No.
64
19
50
18
38
13
63
19
47
17
25
Trauma
51
15
34
13
14
Sifilis
12
Neoplasma
35
11
50
18
Lain-lain
95
28
55
20
33
12
21
38
12
Aneurisma
Penyakit
vaskuler *
Penyakit
misellanous
13
Harley
(30 kasus)
(32 kasus)
No.
No.
Kongenital
13 *
43
15
47
Aneurisma
Neoplasma
10
2@
Penyakit vaskuler
Trauma
20
13
Inflamasi
13
Misellanous
2#
10
Migren oftalmoplegia, yaitu suatu sindroma yang jarang ditemukan dimana biasanya
onsetnya pada masa anak. Kelumpuhan saraf otak pada pasien dengan migren oftalmoplegia
biasanya berkembang sebagai fase meredanya nyeri kepala, meskipun hal itu mungkin
terjadinya kapan saja dalam hubungannya dengan fase-fase nyerinya. Onset dari ptosis pada
beberapa pasien ini merupakan sinyal bahwa nyeri kepalanya sedang akan menghilang.
Kelemahan otot ekstra okuler cenderung akan lebih lama pada tiap episodenya, dan pada
beberapa orang terjadi parese okulomotor yang permanen.
Informasi terbatas
GEJALA KLINIS
A. Parese okulomotor
Gangguan pada nervus okulomotorius dapat terjadi dimana saja
sepanjang perjalanan saraf tersebut. Lesi di nukleus nervus okulomotorius
mempengaruhi M. rekti medialis dan inferior ipsilateral, kedua M. levator
palpebra, dan kedua M. rektus superior. Akan terjadi ptosis bilateral dan
pembatasan elevasi bilateral serta pembatasan aduksi dan depresi ipsilateral. Dari
14
15
(looking right).
(looking left).
16
17
18
siklik setiap 10-30 detik. Selama selang waktu ini, ptosis membaik dan akomodasi
meningkat. Fenomena ini berlanjut terus seumur hidup tetapi berkurang sewaktu tidur
dan meningkat seiring dengan tingkat kewaspadaan. Kelainan ini mungkin terjadi
akibat lepas muatan periodik oleh neuron-neuron yang rusak di nukleus
okulomotorius yang menimbulkan rangsang subthreshold yang semakin bertambah
sampai timbul lepas muatan.
PEMERIKSAAN KLINIS
A. Anamnesis
Usia onset: ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang.
Semakin dini onsetnya, semakin buruk prognosis untuk fungsi penglihatan
binokularnya.
Jenis onset: awitan dapat perlahan, mendadak, atau intermiten.
Jenis deviasi: ketidaksesuaian penjajaran terjadi di semua arah atau lebih besar
di posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi primer untuk jauh atau dekat.
Diplopia: pasien dewasa dengan strabismus paralitik/inkomitan akan mengeluh
melihat dobel (diplopia), kecuali bila disertai ptosis. Tetapi apabila strabismus
paralitik terjadi pada masa anak-anak keluhan melihat dobel tidak ada karena
terjadi supresi pada bayangan kedua yang dilihatnya dan biasanya terjadi
ambliopia.
Keluhan diplopia dapat membantu dalam menentukan otot ekstraokular mana
yang mengalami kelumpuhan. Pasien sebaiknya diminta untuk mendeskripsikan
mengenai arah bayangan yang dilihat dobel olehnya. Apabila bayangan yang
dilihat terpisah secara horizontal maka kemungkinan otot yang mengalami
kelumpuhan adalah otot rektus lateralis atau medialis. Apabila bayangan yang
dilihat terpisah secara vertikal atau miring (torsi) maka kemungkinannya
terdapat satu atau lebih otot rektus vertikalis atau olibqus yang mengalami
kelumpuhan. Variasi dari arah bayangan tersebut yang dilihat dalam posisi
menatap tertentu dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai otot
19
B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi: inspeksi dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi
konstan atau intermiten, berpindah-pindah atau tidak, dan bervariasi atau
konstan. Adanya posisi kepala yang abnormal dan ptosis juga dapat diketahui.
Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak mata atas dapat unilateral, sedangkan
pada ptosis miogenik biasanya bilateral. Karakteristik dari ptosis unilateral
adalah pasien berusaha untuk meningkatkan fisura palpebra dengan cara
merengut atau mengernyitkan dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis
kongenital biasanya mengenai satu mata saja.
Pupil: ukuran, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung.
Hirschberg reflction test: memeriksa reflek cahaya pada kedua permukaan
kornea. Dengan tes ini adanya strabismus dapat dideteksi, setiap 1 mm
penyimpangan sama dengan 15 dioptri prisma (70).
Ortofori bila masing-masing refleks cahaya pada kornea berada di tengahtengah pupil.
Heterofori bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak berada di tengahtengah pupil.
Pergerakan mata: memeriksa pergerakan mata pasien dengan meminta pasien
mengikuti pergerakan jari pemeriksa ke sembilan arah yaitu lurus ke depan, 6
20
posisi kardinal (kanan, kanan atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah), ke
atas, dan ke bawah. Pada saat mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal
hanya satu otot saja yang bekerja, sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke
bawah beberapa otot bekerja bersamaan sehingga sulit mengevaluasi kerja
masing-masing otot. Oleh karena itu dalam menilai kelumpuhan otot-otot
ekstraokular, pergerakan mata ke 6 posisi kardinal lebih bernilai diagnostik.
Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari gerakan sakadik mata baik
secara horizontal ataupun vertikal. Pada gangguan atau kerusakan pada saraf
yang mempersarafi otot-otot ekstraokuler ataupun pada tingkat yang lebih
tinggi lagi, dapat terlihat pergerakan mata jauh lebih lambat dibandingkan mata
normal.
Ketajaman penglihatan: masing-masing mata harus dievaluasi secara tersendiri.
Ketajaman penglihatan dapat dinilai dengan kartu Snellen atau pada anak dapat
dinilai dengan menggunakan E jungkir balik (Snellen) atau gambar Allen.
Cover-uncover test: tes ini bertujuan untuk menentukan sudut deviasi/sudut
strabismus. Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain
ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya, kemudian amati mata yang
tidak ditutup apakah mata tersebut bergerak untuk melakukan fiksasi atau tidak.
Setelah itu buka penutup yang telah dipasang dan perhatikan apakah mata yang
telah dibuka penutupnya melakukan fiksasi kembali atau tidak. Jika mata
tersebut melakukan fiksasi maka mata tersebut normal dan mata yang
mengalami deviasi adalah mata sebelahnya.
Hess screen: tes ini bertujuan untuk mengukur sudut deviasi/sudut strabismus.
Untuk tes ini di depan salah satu mata pasien dipakaikan kaca berwarna merah
dan kaca berwarna hijau pada mata lainnya. Kemudian pasien diminta untuk
memegang tongkat dengan lampu hijau dan diminta untuk menunjuk cahaya
merah yang terlihat pada layar dengan tongkat tersebut. Dengan tes ini masingmasing mata dapat dinilai sehingga dapat diukur arah dan sudut deviasinya.
Penilaian dan pengukuran deviasi pada strabismus paralitik/inkomitan adalah
penting, tidak hanya untuk mendiagnosa otot ekstraokular mana yang terkena
21
tapi juga sebagai patokan awal terhadap derajat kelumpuhan otot sehingga
kemajuan pasien dapat dievaluasi dengan baik.
Pemeriksaan sensorik: pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai status
pengihatan binokular. Pemeriksaan tersebut adalah untuk stereopsis, supresi,
dan potensi fusi. Semua memerlukan dua sasaran terpisah untuk masing-masing
mata.
C. Pemeriksaan penunjang
Beberapa kasus yang berkaitan dengan strabismus paralitik/inkomitan
mengarah pada gangguan neurologis yang serius, seperti pada parese N III yang
disertai rasa nyeri, yang dicurigai akibat aneurisma pada Sirkulus Willisi. Pada
kasus-kasus seperti ini pasien sebaiknya segera dirujuk pada ahli neurologi, tapi
pada kasus-kasus yang tidak membutuhkan penganganan dengan segera dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang yang mungkin dapat membantu dalam
mencari penyebab dan menegakan diagnosa, antara lain:
Gula darah
Foto kranium
Foto sinus paranasal dan orbita, bila diperlukan CT scan sinus paranasal dan
orbita
Tes fungsi tiroid dan autoantibodi
Tensilon (edrophonium) test, untuk menegakan diagnosa miastenia gravis
CT brain / MRI / angiografi karotis pada kasus-kasus neurologis
TERAPI
A. Terapi untuk strabismus
Pada dasarnya terapi pada strabismus paralitik/inkomitan adalah dengan mengatasi
faktor penyebab timbulnya parese nervus okulomotorius.
Terapi medis
Terapi ambliopia
22
Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup
untuk merangsag mata yang mengalami ambliopia. Ada dua stadium terapi
ambliopia, yaitu:
- Stadium awal, terapi awal standar adalah penutupan terus menerus. Bila
ambliopianya tidak terlalu parah atau anak terlalu muda maka diterapkan
penutupan paruh waktu. Terapi oklusi dilanjtukan selama ketajaman
penglihatan membaik (kadang-kadang sampai setahun). Penutupan sebaiknya
tidak terus-menerus lebih dari 4 bulan apabila tidak terdapat kemajuan.
- Stadium pemeliharaan, terdiri dari penutupan paruh waktu yang dilanjutkan
setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan terbaik melewati
usia dimana ambliopianya kemungkinan besar kambuh (sekitar usia 8 tahun).
Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis.
Unsur-unsur retina dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia. Apabila
digunakan sebelum operasi, prisma dapat merangsang efek sensorik yang akan
timbul setelah tindakan bedah. Prisma dapat digunakan dengan beberapa cara.
Bentuk yang cukup nyaman adalah prisma plastik press-on Fresnel. Alat optik
ini bermanfaat diagnostik dan terapetik temporer.
Terapi bedah
Tujuan terapi bedah adalah untuk mengeliminasi diplopia dalam lapangan
pandang yang normal, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat. Terapi bedah
dapat ditunda selambat-lambatnya sampai satu tahun dengan maksud memberi
kesempatan untuk pemulihan dengan sendirinya. Terapi bedah biasanya dilakukan
bila penglihatan binokular tidak kunjung membaik setelah otot-otot ekstraokular
pulih, selambat-lambatnya sampai 6 bulan.
Prosedur yang digunakan yaitu reseksi dan resesi. Secara konseptual,
tindakan ini merupakan tindakan paling sederhana. Sebuah otot diperkuat dengan
suatu tindakan yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, diregangkan lebih
panjang secara terukur, kemudian dijahit kembali ke mata, biasanya di tempat
23
insersi semula. Resesi adalah tindakan perlemahan standar. Otot dilepas dari mata,
dibebaskan dari perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi. Otot tersebut
dijahit kembali ke mata pada jarak tertentu di belakang insersinya semula.
24