Anda di halaman 1dari 5

Suasana dan keadaan lingkungan fisik

Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan kesempatan pembelajaran bagi anak adalah
penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini,
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan.
Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan
lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi
pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikian rupa, sehingga dapat memfasilitasi anak dalam
melaksanakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspektasi yang tinggi
bagi kesuksesan seluruh anak secara individual. Dengan demikian, lingkungan belajar
merupakan situasi yang direkayasa oleh guru agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Menurut Saroni (2006) dalam Kusmoro (2008), lingkungan pembelajaran terdiri atas dua
hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana
fisik baik yang ada dilingkup sekolah, dalam hal ini dalam ruang kelas belajar di sekolah.
Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana kelas, pencahayaan, pengudaraan,
pewarnaan, alat/media belajar, pajangan serta penataannya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan pola interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran. Interaksi yang dimaksud
adalah interkasi antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan
lain sebagainya. Dalam hal ini, lingkungan sosial yang baik memungkinkan adanya interkasi
yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Mulyasa (2006), dalam upaya menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif
bagi anak, guru harus dapat memberikan kemudahan belajar kepada siswa, menyediakan
berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, menyampaikan materi pembelajaran, dan
strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar. Oleh karena itu, peran guru selayaknya
membiasakan pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak terhadap terciptanya
lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan
proses pembelajaran dapat berlangsung secara bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab
bersama antara anak dan guru, maka akan tercipta situasi pembelajaran yang kondusif dan
bersinergi bagi semua anak (Kusmoro, 2008).
Desain Lingkungan fisik
Dalam manajemen kelas efektif, lingkungan fisik merupakan faktor yang sangat penting. Oleh
Karena itu, lingkungan fisik harus dapat didesain secara baik dan lebih dari sekedar penataan
barang-barang di kelas. Menurut Everston et al. (2003) dalam Santrock (2008), terdapat empat
prinsip yang dapat dipakai dalam menata kelas, yaitu:

Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang. Daerah ini antara lain area belajar kelompok,
bangku siswa, meja guru, dan lokasi penyimpanan alat tulis, rak buku, computer dan

lokasi lainnya. Area-area harus dapat dipisahkan sejauh mungkin dan dipastikan mudah
diakses, karena gangguan dapat terjadi pada daerah yang sering dilewati.

Pastikan bahwa Guru dapat dengan mudah melihat semua anak. Sebagai manajer kelas,
guru penting untuk memonitor anak secara cermat. Pastikan ada jarak pandang yang jelas
dari meja guru, lokasi instruksional, meja anak, dan semua anak.

Materi Pengajaran dan Perlengkapan anak harus mudah diakses. Hal ini akan
meminimalkan waktu persiapan dan perapian, serta mengurangi kelambatan dan
gangguan aktivitas.

Pastikan siswa dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas. Tentukan di mana
anda dan siswa anda akan berada saat presentasi kelas diadakan. Pada aktivitas ini, anak
tidak boleh memindahkan kursi atau menjulurkan lehernya.

Dalam mengorganisasikan ruang fisik kelas, juga sangat ditentukan oleh tipe aktivitas
pembelajaran yang direncanakan untuk dilaksanakan oleh anak. Dalam hal ini, perbedaan level
kelas, kecepatan materi antar kelas, aktivitas kelompok dan aktivitas individual harus dapat
terakomodasi secara fleksibel dalam penataan lingkungan fisik kelas. Menurut Renne (2007)
dalam Santrock (2008), penataan kelas standar dapat dilakukan dalam lima gaya penataan, yaitu
auditorium, tatap-muka, off-set, seminar, dan klaster.
1. Gaya auditorium, gaya susunan kelas di mana semua siswa duduk menghadap guru.
2. Gaya tatap muka, gaya susunan kelas di mana siswa saling menghadap.
3. Gaya off-set, gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa (biasanya tiga atau empat anak)
duduk di bangku, tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
4. Gaya seminar, gaya susunan kelas di mana sejumlah besar siswa (sepuluh atau lebih)
duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U.
5. Gaya klaster, gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa (biasanya empat sampai
delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil.
Penataan susunan meja yang mengelompok dapat mendorong interaksi sosial di antara siswa.
Sedangkan susunan meja yang berbentuk lajur akan mengurangi interaksi sosial di antara siswa
dan mengarahkan perhatian siswa kepada guru. penataan meja dalam lajur-lajur dapat
bermanfaat bagi anak pada saat mengerjakan tugas individu, sedangkan meja yang disusun
mengelompok akan membantu proses belajar kooperatif (Santrock, 2008).
Menurut Weinstein dan Mignano (1997) dalam santrock (2008), kelas juga penting untuk
dilakukan personalisasi, meskipun bagi sekolah yang menggunakan sistem moving class terdapat
beberapa kelas yang belajar dalam satu hari. Personalisasi kelas dapat dilakukan dengan
memasang foto siswa, karya siswa, tugas, diagram tanggal lahir siswa (SD), ekspresi siswa yang
positif serta media pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari anak.

Personalisasi ini, dapat bermanfaat sebagai inspirasi dan motivasi untuk belajar bagi anak serta
dapat menjadi sumber belajar bagi anak. Selain itu, modifikasi pajangan dinding yang up to date
dapat memberikan kesan dinamisasi lingkungan, anak mendapatkan objek pandang yang
senantiasa bermakna bagi proses belajar.

Suasana dan keadaan lingkungan non-fisik


lingkungan non fisik juga perlu di kelola. Apa saja lingkungan fisik yang penting bagi
terselenggaranya suasana belajar yang kondusif.
1. Interaksi siswa dengan guru serta siswa dengan siswa lainnya. Kembangkan interaksi yang
nyaman antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya. Interaksi ini hanya bisa
terjalin kalau guru menggunakan cara PAKEM dalam pembelajaran. Kalau guru hanya
menggunakan cara mengajar ceramah, dapat dipastikan interaksi antar siswa akan terbatas.
2. Buatlah aturan, tata tertib, etika, yang disepakati oleh semua siswa. Aturan yang dibuat secara
demokratis ini menjadi bagian yang mengikat dan memberi keuntungan kepada semua warga
kelas
3. Kenyamanan kelas sebagai tanggung jawab bersama. Sampaikan kepada semua siswa bahwa
kenyamanan kelas menjadi tanggung jawab bersama. Seminggu sekali ajaklah siswa mendisain
dan mengatur ruang kelasnya. Kegiatan ini dapat dilakukan seminggu sekali, misalnya dilakukan
pada hari sabtu sebelum pulang sekolah. Bahas dengan mereka apa yang perlu ditambahkan di
kelas dan apa yang perlu dikurangi.
4. Refleksi. Tugaskan kepada setiap siswa untuk menuliskan refleksinya mengenai ruang kelas
mereka. Melalui refleksi ini guru akan memahami pakah ruang kelasnya ini sudah kondusif
untuk pembelajaran atau belum.

a)
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang
simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi
pendorong bagi siswa untuk belajar.
Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa
kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar
yang kebetulan belum dimilikinya.

Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.


Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b) Lingkungan Non-Sosial
Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk
dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.

Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua


macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas
belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.

Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru,
disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan konsdisi siswa.

Anda mungkin juga menyukai