Fenti BELAJAR .3
Fenti BELAJAR .3
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan kesempatan pembelajaran bagi anak adalah
penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini,
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan.
Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan
lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi
pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikian rupa, sehingga dapat memfasilitasi anak dalam
melaksanakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspektasi yang tinggi
bagi kesuksesan seluruh anak secara individual. Dengan demikian, lingkungan belajar
merupakan situasi yang direkayasa oleh guru agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Menurut Saroni (2006) dalam Kusmoro (2008), lingkungan pembelajaran terdiri atas dua
hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana
fisik baik yang ada dilingkup sekolah, dalam hal ini dalam ruang kelas belajar di sekolah.
Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana kelas, pencahayaan, pengudaraan,
pewarnaan, alat/media belajar, pajangan serta penataannya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan pola interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran. Interaksi yang dimaksud
adalah interkasi antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan
lain sebagainya. Dalam hal ini, lingkungan sosial yang baik memungkinkan adanya interkasi
yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Mulyasa (2006), dalam upaya menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif
bagi anak, guru harus dapat memberikan kemudahan belajar kepada siswa, menyediakan
berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, menyampaikan materi pembelajaran, dan
strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar. Oleh karena itu, peran guru selayaknya
membiasakan pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak terhadap terciptanya
lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan
proses pembelajaran dapat berlangsung secara bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab
bersama antara anak dan guru, maka akan tercipta situasi pembelajaran yang kondusif dan
bersinergi bagi semua anak (Kusmoro, 2008).
Desain Lingkungan fisik
Dalam manajemen kelas efektif, lingkungan fisik merupakan faktor yang sangat penting. Oleh
Karena itu, lingkungan fisik harus dapat didesain secara baik dan lebih dari sekedar penataan
barang-barang di kelas. Menurut Everston et al. (2003) dalam Santrock (2008), terdapat empat
prinsip yang dapat dipakai dalam menata kelas, yaitu:
Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang. Daerah ini antara lain area belajar kelompok,
bangku siswa, meja guru, dan lokasi penyimpanan alat tulis, rak buku, computer dan
lokasi lainnya. Area-area harus dapat dipisahkan sejauh mungkin dan dipastikan mudah
diakses, karena gangguan dapat terjadi pada daerah yang sering dilewati.
Pastikan bahwa Guru dapat dengan mudah melihat semua anak. Sebagai manajer kelas,
guru penting untuk memonitor anak secara cermat. Pastikan ada jarak pandang yang jelas
dari meja guru, lokasi instruksional, meja anak, dan semua anak.
Materi Pengajaran dan Perlengkapan anak harus mudah diakses. Hal ini akan
meminimalkan waktu persiapan dan perapian, serta mengurangi kelambatan dan
gangguan aktivitas.
Pastikan siswa dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas. Tentukan di mana
anda dan siswa anda akan berada saat presentasi kelas diadakan. Pada aktivitas ini, anak
tidak boleh memindahkan kursi atau menjulurkan lehernya.
Dalam mengorganisasikan ruang fisik kelas, juga sangat ditentukan oleh tipe aktivitas
pembelajaran yang direncanakan untuk dilaksanakan oleh anak. Dalam hal ini, perbedaan level
kelas, kecepatan materi antar kelas, aktivitas kelompok dan aktivitas individual harus dapat
terakomodasi secara fleksibel dalam penataan lingkungan fisik kelas. Menurut Renne (2007)
dalam Santrock (2008), penataan kelas standar dapat dilakukan dalam lima gaya penataan, yaitu
auditorium, tatap-muka, off-set, seminar, dan klaster.
1. Gaya auditorium, gaya susunan kelas di mana semua siswa duduk menghadap guru.
2. Gaya tatap muka, gaya susunan kelas di mana siswa saling menghadap.
3. Gaya off-set, gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa (biasanya tiga atau empat anak)
duduk di bangku, tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
4. Gaya seminar, gaya susunan kelas di mana sejumlah besar siswa (sepuluh atau lebih)
duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U.
5. Gaya klaster, gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa (biasanya empat sampai
delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil.
Penataan susunan meja yang mengelompok dapat mendorong interaksi sosial di antara siswa.
Sedangkan susunan meja yang berbentuk lajur akan mengurangi interaksi sosial di antara siswa
dan mengarahkan perhatian siswa kepada guru. penataan meja dalam lajur-lajur dapat
bermanfaat bagi anak pada saat mengerjakan tugas individu, sedangkan meja yang disusun
mengelompok akan membantu proses belajar kooperatif (Santrock, 2008).
Menurut Weinstein dan Mignano (1997) dalam santrock (2008), kelas juga penting untuk
dilakukan personalisasi, meskipun bagi sekolah yang menggunakan sistem moving class terdapat
beberapa kelas yang belajar dalam satu hari. Personalisasi kelas dapat dilakukan dengan
memasang foto siswa, karya siswa, tugas, diagram tanggal lahir siswa (SD), ekspresi siswa yang
positif serta media pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari anak.
Personalisasi ini, dapat bermanfaat sebagai inspirasi dan motivasi untuk belajar bagi anak serta
dapat menjadi sumber belajar bagi anak. Selain itu, modifikasi pajangan dinding yang up to date
dapat memberikan kesan dinamisasi lingkungan, anak mendapatkan objek pandang yang
senantiasa bermakna bagi proses belajar.
a)
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang
simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi
pendorong bagi siswa untuk belajar.
Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa
kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar
yang kebetulan belum dimilikinya.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru,
disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan konsdisi siswa.