ANGIOEDEMA
Pendamping :
dr. Endayani T , MPH
Pada hari ini tanggal 17 Maret 2016, telah dipresentasikan portfolio oleh :
Nama peserta
Dengan judul/topik
: Angioedema
Nama pendamping
Nama wahana
No
No
Tanda Tangan
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Portofolio
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
: Kasus Medik
Tanggal (kasus)
: 28 Februari 2016
Nama
: Tn. S
Tanggal Presentasi
: 17 Maret 2016
Nama Pendamping
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
: Keilmuan
Bahan Bahasan
: Kasus
Cara Membahas
ANGIOEDEMA
A. DEFINISI
Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa dan submukosa. Hal ini pertama kali
diungkapkan pada tahun 1586. Istilah lainnya seperti giant urticaria, Quincke edema, dan
angioneurotic edema telah digunakan sejak dulu untuk menggambarkan kondisi seperti ini.
Angioedema seringkali dihubungkan dengan urtikaria. Faktanya,
sebanyak 50% pasien dengan urtikaria juga mengalami angioedema. Pada
banyak kasus, angioedema sangat mirip dengan urtikaria berdasarkan
etiologi dan strategi penatalaksanaannya.
Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik
dan menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin
yang
dilepaskan
menyebabkan
setempat
timbulnya
red
akan
flare
menimbulkan
(kemerahan)
vasodilatasi
dan
yang
peningkatan
B. ETIOPATOGENESIS
Pembengkakan yang terjadi pada angioedema merupakan hasil dari
peningkatan permeabilitas vaskuler lokal pada jaringan submukosa dan
subkutaneus.
Angioedema dapat diklasifikasikan menjadi allergic angioedema,
pseudoallergic angioedema, non-allergic angioedema dan idiopathic
angioedema.
a. Allergic angioedema
Berdasarkan studi yang dilakukan, angioedema paling sering
disebabkan oleh alergi. Sekitar 48 orang pasien dengan allergic
angioedema, sebanyak 41.7% kasus disebabkan oleh makanan,
39.6% oleh obat-obatan, 8.3% oleh binatang, dan sekitar 10.4%
dipengaruhi
oleh
aeroalergen.
Makanan
yang
paling
sering
meskipun
sel-sel
lainnya
juga
tidak
diragukan
kontribusinya.
Alergen makanan yang masuk akan mengakibatkan terjadinya
cross-linking IgE yang melekat pada permukaan mast cell atau
basofil.
Akibat
keadaan
tersebut,
terjadi
pelepasan
mediator,
mediator
oleh
mast
cell,
terutama
histamin,
Pseudoallergic
angioedema
tidak
dimediasi
oleh
reaksi
terjadi
akibat
blokade
jalur
pembentukan
diturunkan
yang
ditandai
dengan
mutasi
yang
C1-inhibitor
merangsang
aktivasi
jalur
mengaktivasi
sel
endotel.
Akibatnya
terjadi
enzyme
(ACE)
inhibitor-induced
angioedema (AIIA)
Frekuensi terjadinya angioedema setelah pemberian terapi ACEinhibitor sekitar 0.1% sampai 0.7%. AIIA biasanya melibatkan
kepala dan leher, termasuk mulut, lidah, faring, dan laring.
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) merupakan enzim utama
yang bertanggung jawab pada degradasi bradikinin. Pemberian
ACE-inhibitor
dikontraindikasikan
pada
pasien
yang
memiliki
beberapa
bulan
dimulainya terapi.
d. Idiopathic angioedema
bahkan
beberapa
tahun
setelah
penyebabnya.
Berdasarkan
respon
terhadap
terapi,
beberapa kasus mungkin saja dimediasi oleh aktivasi mast cell. Hal
yang menjadi pemicu paling sering adalah panas, dingin, stress
emosional, dan latihan. Aktivasi dan degranulasi mast cell dianggap
menjadi penyebabnya.
Diagnosis
C. EPIDEMIOLOGI
Di
Amerika
Serikat,
angioedema
(tidak
termasuk
angioedema
herediter [HAE] dan angioedema yang didapat [AAE]) terjadi pada 10-20%
populasi pada beberapa waktu dalam kehidupan. Mayoritas angioedema
kronik adalah idiopatik. Diperkirakan prevalensi HAE sebanyak 1 per
10.000-150.000 orang. AAE lebih jarang ditemukan. Sampai tahun 2006,
hanya sekitar 136 kasus yang dilaporkan dalam literatur. Sedangkan
menurut laporan, insidensi AIIA bervariasi dari 0.1% - 6%.
Ras
Afrika-Amerika
lebih
rentan
menderita
angioedema
yang
idiopatik
lebih
sering
terjadi
pada
perempuan
derajat
keparahan
gejala
yang
ditimbulkan.
Berdasarkan
literatur,
D. DIAGNOSIS
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis, diagnosis
urtikaria
dan
angioedema
mudah
ditegakkan,
namun
beberapa
eliminasi
makanan
dengan
cara
menghentikan
semua
walaupun
biasanya
normal.
Biasanya
pasien
diambil
E. DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan
gejala
yang
ditimbulkan,
angioedema
didiagnosis
bersifat
polimorfik
berupa
eritema,
papulo-vesikel,
gatal.
perjalanannya
Mulainya
kronik
dan
penyakit
residif.
biasanya
Tempat
perlahan-lahan,
predileksinya
ialah
urtikaria
atau
angioedema,
terdiri
atas
terapi
mencoba
mengurangi
penyebab
tersebut,
minimal
tidak
dengan
antihistamin
pada
urtikaria
sangat
menghambat
histamin
pada
reseptor-reseptornya.
antihistamin
yang
baru
yang
berkhasiat
terhadap
umumnya,
antihistamin
H1
cepat
diabsorbsi,
dan
Antihistamin
H1
diphenhydramine,
klasik,
contohnya
hydroxyzine,
short-acting,
dosis
10-25
mg
setiap
jam.
Hydroxyzine juga dapat dikombinasi dengan antihistamin longacting seperti chlorpheniramine maleate. Chlorpheniramine atau
diphenhydramine seringkali diberikan pada wanita hamil karena
lebih aman, tetapi pemberian cetirizine, loratidine, dan mizolastine
sebaiknya dihindari.
Antihistamin
H1
yang
non-klasik
contohnya
terfenadine,
bersifat
teratogenik,
tetapi
sebaiknya
pada
bekerja
secara
cepat
dengan
menstimulasi
ditangani
secepatnya
dengan
memberikan
epinefrin
terhadap
cyclosporine
kurang,
bisa
diberikan
urtikaria
pemberian
sangat
kurang.
kortikosteroid,
Pada
antihistamin,
angioedema
dan
herediter,
norepinefrin
tidak
diberikan
Androgen
(Danzol
200-600
mg/hari),
diatur
G. KOMPLIKASI
Normalnya, urtikaria tidak menimbulkan komplikasi meskipun rasa gatal yang
ditimbulkan akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari bahkan menyebabkan depresi. Pada
reaksi anafilaktif akut, edema pada laring merupakan komplikasi paling serius, bisa
menyebabkan asfiksia, dan edema pada trakeobronkial bisa menyebabkan asma.
BORANG PORTOFOLIO 1
No. ID dan Nama Peserta : dr. Tiara Dwi Pratiwi
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Padang Panjang
Topik
: Angioedema
Tanggal (kasus)
: 28-02-2016
Presentan
: dr. Tiara Dwi Pratiwi
Tanggal presentasi : 17-03-2016
Pendamping : dr. Endayani T, MPH
Tempat presentasi : RSUD Padang Panjang
Obyektif presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Deskripsi: laki-laki, 36 thn, sesak nafas setelah digigit lebah di seluruh tubuh
Tujuan : Diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat
Bahan bahasan : Kasus
Tinjauan Pustaka
Riset
Audit
Cara membahas : Diskusi
Presentasi dan diskusi E-mail
Pos
Data pasien :
Nama : Tn. S
No. Registrasi : 156412
Nama klinik : RSUD Padang
Telp :
Terdaftar sejak :
Panjang
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : angioedema et causa insect bite
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah mendapatkan pengobatan di puskesmas namun keluhan tidak berkurang
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya, alergi disangkal
4. Riwayat Keluarga/Lain-lain :
tidak ada yang menderita penyakit seperti ini, tidak ada riwayat alergi.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pedagang
6. Kondisi lingkungan: terdapat kebun di belakang rumah
Daftar Pustaka :
1. Li HH. Angioedema. [online]. 2012. [cited 2013, Feb 4]. Available from:
http://www.medscape.com/article/135208 .
2. Kaplan AP. Urticaria and angioedema. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2009. p. 330-42.
3. Grattan CE, Black AK. Urticaria and angioedema. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008.
4. Mallory SB, Bree A, Chern P. Hypersensitivity disorders/unclassified disorders.
Illustrated Manual of Pediatric Dermatology: Diagnosis and Management. 1st
ed. London: Taylor & Francis; 2005. p. 179-80.
5. Brehmer
E,
Andersson.
Acute
allergic
urticaria/angioedema.
2. Tatalaksana angioedema
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif :
- Sesak nafas setelah disengat lebah di seluruh tubuh kurang lebih 1/2 jam sebelum masuk
rumah sakit.
- bengkak berwarna kemerahan di kedua kelopak mata dan bibir sejak 1/2 jam yang lalu
-nyeri pada kepala sejak 1/2 jam yang lalu
- mual sejak jam yang lalu, muntah tidak ada
- kulit terasa gatal-gatal sejak 1/2 jam yang lalu.
- demam tidak ada
- batuk tidak ada
- BAB tidak ada keluhan sebelumnya
- BAK tidak ada keluhan sebelumnya
- riwayat alergi disangkal
-pasien sudah berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat deksamethason oral, keluhan
tidak berkurang
2. Obyektif :
a. Vital sign
KU
: tampak lemah
Kesadaran
: sadar/aktif
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Frekuensi nadi
: 100 x/menit
Frekuensi nafas
: 26 x /menit
Suhu
: 37 0C
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit
: eritem (+)
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: batas jantung atas RIC II, Kiri 1 jari medial LMCS RIC V,kanan
LSD
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: tidak membuncit
Palpasi
: nyeri tekan epigastrium (+), distensi (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Punggung
Ekstremitas
sebelum masuk rumah sakit yang diikuti bengkak pada kelopak mata dan bibir. Pasien
merasa mual, kulit terasa gatal dan nyeri pada kepala setelah disengat lebah. Riwayat alergi
sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 100/60 mmHg,
frekuensi nadi 100 x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit, suhu 37 0C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan edem pada palpebra serta labia superior inferior. Hal ini mendukung untuk
diagnosis angioedema.
Tanpa memandang beratnya gejala anafilaksis, pemberian epinefrin tidak boleh ditunda.
Epinefrin 1:1000 dosis 0,2 0,5 ml subkutan dengan pengulangan pemberian setiap 20
menit jika diperlukan sampai 3-4x. jika sudah berat dapat diberikan IM
Kortikosteroid jika ada gangguan nafas dan kardiovaskular. Tidak bermanfaat untuk
reaksi anafilaksis akut tetapi untuk mencegah reaksi anafilaksis berat dan berlangsung
lama. Tablet prednisone atau IV hidrokortison 5 mg/KgBB. Diberikan tiap 4-6 jam
Edukasi pada pasien. Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai
resiko untuk memperoleh reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama.
Terkadang kepada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa
kemanapun pasien pergi
4. Plan :
Diagnosis klinis : angioedema e.c insect bite
Diagnosis banding : Pengobatan :
O2 2 ltr/menit
Cetrizine 2x10 mg
Paracetamol 3x500 mg
Edukasi :
Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai resiko untuk
memperoleh reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Terkadang
kepada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa kemanapun
pasien pergi.