Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

Y
DENGAN DECOMPENSIO CORDIS
DI RUANG KENANGA RSUD
PURBAINGGA

Oleh :
Melkisedek Banamtuan
05.021

AKADEMI KEPERAWATAN YAKPERMAS BANYUMAS


Jln. Raya Jompo Kulon, Sokaraja.Banyumas. 53181
2008

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. Y


DENGAN

DECOMPENSIO

CORDIS

DI

RUANG

KENANGA

RSUD

PURBALINGGA ini telah disetujui untuk dipertahankan didepan dewan penguji


Ujian KTI Akademi Keperawatan Yakpermas Banyumas pada :
Hari

Tanggal

Mengetahui,
Pembimbing I

EKO JULIANTO A.Kep. Spd.

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan didepan dewan penguji ujian KTI Akademi Keperawatan
Yakpermas Banyumas Tahun Akademik 2007/2008 pada :
Hari

Tanggal

Dewan Penguji
Penguji I

.
NIP..
Penguji II

.
NIP..
Mengetahui
Direktur Akper Yakpermas Banyumas

CHRISTINA TRISNAWATI S, S.K.p

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
pertolongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.Y DENGAN DECOMPENSIO
CORDIS DIRUANG KENANGA RSUD PURBALINGGA
Dalam penulisan laporan kasus ini banyak sekali kesulitan yang penulis
rasakan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhinya laporan
kasus ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Christina Trisnawati. S.S.K.p selaku Direktur Akademi Keperawatan
Yakpermas Banyumas.
2. Dr. Nonot Mulyono M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Purbalingga.
3. Bapak Eko Julianto A.Kep. Spd. Selaku pembimbing yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini.
4. Kepala Ruang Kenanga beserta staf perawatan yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan selama penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan.
5. Kedua orang tua serta kakak dan adik adik tercinta yang telah memberikan
dorongan baik moril maupun material.

6. seseorang yang saya sayangi yang telah memberikan motifasi untuk


menyelesaikan Karya Tulis ini.
7. Seluruh teman teman seangkatan, dan adik adik tingkat yang saling
membantu. dalam mencapai keberhasilan.
Sebagai manusia biasa dan dengan keterbatasan yang ada penulis menyadari,
bahwa penulisan karya tulis ini masih dirasakan kurang sempurna, karena itu penulis
dengan rendah hati terbuka untuk menerima segala kritik dan saran.
Semoga karya tulis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Banyumas, 2008

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..
KATA PENGANTAR ..
DAFTAR ISI .

BAB I. PENDAHULUAN ....


A. Latar Belakang ..
B. Tujuan ...
C. Batasan Masalah
BAB II. KONSEP DASAR ...
A. Pengertian .
B. Etiologi .
C. Patofisiologi .
D. Manifestasi Klinis
E. Pemeriksaan Penunjang ...
F. Pathway
G. Penatalaksanaan ...

H. Pengkajian
I. Diagnosa ..
J. Fokus Intervensi ...
BAB III. RESUME KEPERAWATAN ..
A. Identitas Pasien
B. Riwayat Keperawatan .
C. Analisa Data
D. Diagnosa keperawatan ..
E. Intervensi .
F. Implementasi
G. Evaluasi
BAB IV. PEMBAHASAN ..
A. Pengkajian
B. Diagnosa yang muncul
C. Diagnosa yang tidak muncul
BAB V. PENUTUP .
A. Kesimpulan ..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan

dibidang

kesehatan

merupakan

bagian

integral

dari

pembangunan nasional. Adapun tujuan dari pembangunan kesehatan adalah


tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujutkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya pemerintah untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan dan perbaikan kesehatan masyarakat maka pembangunan
kesehatan dilakukan dengan memberikan prioritas pada upaya kesehatan masyarakat.
Asuhan keperawatan masih mutlak diperlukan, terutama di Negara yang sedang
berkembang seperti Negara Indonesia.

A. Latar Belakang
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan fibrosa, otot
otot jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk
memompakan darah keseluruh jaringan tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan baik
bila kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik, system katubnya sendiri
serta irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu
diatas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat
menyebabkan kegagalan memompa. ( Hundak & Gallo, 1998 )
Gagal jantung adalah salah satu gangguan umum pada jantung, yang diidap

banyak orang. Hal ini mempunyai tanda tanda yang khas. Pada tahun tahun
belakangan ini, perawatannya berkembang pesat, dan dapat memperpanjang hidup
serta membahagiakan banyak orang. ( Knigh, 2001 )
Di Amerika Serikat penyakit jantung merupakan angka dua kali lipat dari
kanker penyebab kematian paling sering yang merupakan kira kira 37 % sebab
kemtian. Berdasarkan data survey kesehatan ( SKRT ) di Indonesia dapat dilihat
adanya kenaikan presentase penyakit jantung kardiovaskuler dari 5,19 % pada tahun
1992 menjadi 16,5 % dan menduduki urutan pertama dari seluruh sebab kematian.
( Fahrial, 1998 )
Dari data RM di RSUD Purbalingga pada tahun 2006 Decompensio Cordis
termasuk dalam urutan sepuluh besar penyakit terbanyak rawat inap dan menduduki
urutan kedua dengan jumlah pasien Decompensio Cordis adalah 178 orang. Dan dari
lima besar kasus penyebab kematian rawat inap tahun 2006 di RSUD purbalingga
Decompensio Cordis menduduki peringkat kedua dengan jumlah kasus mati pada
umur 25 - 45 tahun adalah 2 orang, umur 45 65 tahun adalah 13 orang dan pada
umur 65 tahun keatas adalah 9 orang. Jadi jumlah total pasien meninggal akibat
Decompensio Cordis pada tahun 2006 di RSUD Purbalingga adalah 24 orang.
Berdasarkan jumlah angka kematian diatas maka penyakit Decompensio Cordis atau
gagal jantung kongestif adalah kasus gangguan jantung yang penyebabnya adalah
gaya hidup yang kurang baik.

B. Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum dari penyusunan karya tulis ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Decompensio Cordis.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui permasalahan dan hambatan yang timbul pada klien sehingga
penulis dapat memberikan saran dan bahan masukan dalam
mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan metode proses keperawatan.
2. Untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang nyata dalam
memberikan

asuhan

keperawatan

pada

klien

dengan

diagnosa

medis

Decompensio Cordis sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.


3. Untuk memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien Tn. Y
dengan Decompensio Cordis dengan menerapkan proses keperawatannya.

C. Batasan Masalah
Penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn. Y dengan masalah
Decompensio Cordis di ruang kenanga RSUD Purbalingga selama 4 hari, mulai dari
tanggal 21 februari sampai 24 februari 2008.

BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Gagal jantung, sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi.
( Suddarth & Bruner, 2002 )
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalu disertai peninggian
voleme diastolik secara abnormal.
( Mansjoer, 2001 )
Decompensio Cordis atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk meningkatkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
( Tucker, 1998 )
Dari ketiga pengertian diatas dapat simpulkan bahwa Decompensio Cordis
adalah kegagalan jantung untuk mempertahankan peredaran darah dalam keadaan
patologik dimana jantung sebagai pemompa tidak mampu meningkatkan curah
jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

B. Etiologi
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan
penurunan

fungsi

fentrikel

seperti

penyakit

arteri

koroner, hypertensi,

kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung kongevital ) dan


keadaan yang membatasi pengisian vertikel ( stenosis mitral, kardiomiopati atau
penyakit pericardial ).
Factor pencetus termasuk menimgkatnya usapan garam, ketidakpatuhan
menjadi pengobatan ahli gagal jantung, infark miokard akut ( mungkin gangguan
tersembunyi ), serangan hipertesi, aritmia akut infeksi atau demam, emboli paru,
tiroksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
( Mansjoer, 2001 )

C. Patofisiologi
Gagal jantung dapat dimulai disisi kiri atau kanan jantung.sebagai contoh,
hipertensi sistemik yang kronik akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan
ventrikel kanan mengalami hipertrofi dan melemah. letak suatu infark miokardium
akan menentukan sisi jantung yang pertama terkena setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke
artrium, lalu ke sirkulasi paru.ventrikel kanan, dan antrium kanan, maka jelaslah
bahwa gagal jantung kiri akhrnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada

kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena
tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai
terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya
volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus
gagal jantung.
( Corwin, 2000 )
Mekanisme fisologis dasar jantung seperti sroke volume ( isi sekuncup ),
cardiac output ( curah jantung ), heart rate ( laju jantung ), pre load ( beban awal ),
dan after load ( beban akhir ), serta kontraktilitas sangat berpengaruh dalam
mekanisme terjadinya gagal jantung.
Stroke volume ( SU ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrkel
setiap kali kontrasi. Cardiac output ( CO ) adalah jmlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel setiap menit.

D. Manifestasi klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung
kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dangan pembagian
tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d`efford, fatig, ortopnea, dispnea
noktural proksimal, batuk, pembesaran jantung, iram derap, ventricular heaving,

bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternasis, ronki
dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, lever engorgement, anoreksia
dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bias didapatkan hipertrofi jantung kanan,
heafing fentrikel kanan, irama derap atrium kanan murmur, tanda tanda penyakit
paru kronik,tekanan vena junggularis meningkat, bunyi P 2 mengeras, asites,
hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali,dan edema pitting. Sedang pada
gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association ( NYHA ) tahun 2000, membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari
hari tanpa keluhan.
Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari tanpa keluhan.
Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari, apa
pun dan harus tirah baring.
( Mansjoer, 2001 )

E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
1. Hematomegali : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit

: K, Na, Cl, Ng.

3. Gangguan fungsi ginjal dan hati


4. Ureum, Creatinin, BUN, Urine lengkap
5. SGOT, SGPT
6. Gula darah
7. Kolestrol, Triglyseride.
Elektrokardiogram ( EHG )
1. Penyakit jantung koroner : Iskhemik, Infark
2. Pembesaran jantung
3. Aritmia
4. Perikardits
Foto Rontgen Toraks
1. Edema alveolar
2. Edema Interstiales
3. Efusi pleura
4. Pelebaran vena pulmonalis
5. Pembesaran jantung

Ekokardiogram
Menggambarkan ruang ruang dan katub jantung
Radionuklir
1. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
2. Mengidentifikasi kelainan perfusi miokad
Kateterisasi jantung
1. Untuk mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
2. Untuk mengetahui saturasi O2 di ruang ruang jantung
3. Biopsi endomiokarditis
4. Beratnya lesi katub jantung
( Rokhaeni,2001 )

F. Pathway / Masalah keperawatan pada klien dengan gagal jantung.


Disfungsi miokard
(AMI, Miokarditis)

Kontraktilitas

Beban tekanan
berlebihan

Beban
systole
berlebihan

Beban systole

Beban volume
berlebihan

Preload

Hambatan pengosongan ventrikel

Beban jantung

Gagal jantung kiri

Physiolog

Gagal jantung

Gagal jantung

Gagal pompa ventrikel kiri

Kurang
pengetahuan

Forward Failure

Backward

CPO

Tekanan vena
pulmonal
Edema paru

Suplai darah ke
jaringan

Suplai O2
ke otak

Renal flow

RRA
Nutrisi

Metabolisme
an aerob

Metabolisme

Timbunan
asam laktat

Lemah

fatique

Ganggua
n perfusi
jaringan

Sinkop

Risiko
tinggi
injuri

Reaksi
Na &
H2o

Ronki
basah

Iritasi
mukosa
paru

Sesak

Gangguan
pertukaran gas

Batuk

Edema
Penumpukan
secret

Intoleransi
aktivitas

Kelebihan
vol cairan

Infeksi
jalan nafas

G. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan jantung
2. Diberikan diuretic untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik
vena dan peregangan terhadap serat serat otot jantung berkurang
3. diberikan digoxin ( digitalis ) untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoxin
bekerja secara langsung pada serat serat otot jantung untuk meningkatkan
kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung pada panjang serat otot. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga volume dan
peregangan ruang ventrikel berkutang.
4. Diberpenghambat enzim pengubah engiotensin ( inhibitor ACE ) untuk
menurunkan pembentukan angiotensin II. Hal ini mengurangi afterload
( TPR ) dan volume plasma ( pre load ). Nitrat juga diberikan untuk
mengurangi afterload dan pre load.
( Corwin, 2000 )

H. Pengkajian
Pengkajian dari gagal jantung meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan/kelemahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada, dengan aktivitas.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental, misalnya alergi, tanda vital berubah
pada aktivitas.

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kongestif sebelumnya,
infark miokard baru/akut, penyakit katub jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septic.
Tanda : Tekanan darah : mungkin rendah ( gagal pemompaan ) mormal ( gagal
jantung kongestif ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban
cairan)
Tekanan Nadi : mungkin sempit, menunjukan penurunan volume
sekuncup.
Frekuensi jantung : Takikardia ( gagal jantung kiri )
Bunyi jantung : S3 ( gallop ) adalah diagnostic : S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah. Mumrmur sistolik dan diastolic dapat
menandakan adanya stenosis katub atau insufisiensi.

Nadi : Nadi perifer berkurang : perubahan dalam kekuatan denyutan


dapat terjadi.
Warna : kebiruan, pucat, abu abu, sianotik.
Punggung kuku : Pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
Hepar : Pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis
Edema : Mungkin dependen, umum, atau pitting, khususnya pada
ekstremitas.
3. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, kuatir, takut
Sters yang berhubungan dengan penyakit / keprihatinan financial
pekerjaan / biaya perawatan medis.
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya ansietas, marah, takut, mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine warna gelap, noktoria (berkemih malam
hari), diare / konstipasi.
5. Makanan / cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ektreminitas bawah, pakaian / sepati
terasa sesak, diet tinggi garam, lemah, gula dan kafein, penggunaan

diuretic.
Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen ( asites ) edema
(umum, dependen, tekanan, pitting ).
6. Higiene
Gejala : keletihan / kelemehan, kelemahan selama aktifitas perwatan diri.
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : letargi, kusut pikir, disorientasi perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut / kronis, nyeri abdomen kanan atas,(AkaA),
sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit (menarik diri) perilaku
melindung diri.
9. Pernafasan
Gejala : Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa
bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan, misalnya oksigen, atau
medikasi.
Tanda : Pernafasan : takipnea, nafas dangkal, pernafasan labored :

penggunaan otot akseosr pernapasan,nasal faring.


Batuk: kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pembentukan sputum.
Sputum : mungkin bersama darah, merah muda atau berbuih.
Bunyi nafas : mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan
mengi.
Fungsi mental : mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit
pucat.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit
lecet.
11. Intoleransi sosial
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktifitas social yang biasa di lakukan.
( Doenges, 1999)

I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik; perubahan structural.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen / kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus ( meningkatna curah jantung )
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan denganperubahan
membran kapiler alveolus, contoh pengumpulan/ perpindahan cairan
kedalam area interstisial / alveoli.
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama, penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan
dengan kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung.
( Doenges, 1999 )

J. Fokus Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, perubahan structural.
( Doenges, 1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan agar curah
jantung pasien dapat terpenuhi atau dapat diatasi.
Kriteria hasil :
1. Menunjukan tanda vital dalam batas normal
2. Bebas gejala gagal jantung.
3. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina
4. Ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, irama jantung ;
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau tekanan darah
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
6. Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan atau
konsentrasi urine
7. Kaji perubahan pada sensori, contoh lethargi, bingung, disorientasi, cemas

dan depresi
8. Berikan intirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan
pemeriksaan fisik sesuai indikasi
9. Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan,
kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
2. Berikan obat sesuai dengan indikasi
a. Diuretik, contoh furosemid ( lasix ), asam etakrinik ( edekria ) ;
bumetanid ( bumex ) ; Spinorolakton ( aldakton )
b. Vasodilator, contoh mitrat, arteriodilator, contoh hidralasin, kombinasi
obat, contoh prazosin.
c. Morfin sulfat
d. Tranquilizer atau sedative
3. Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi, hindari
cairan garam.
4. Pantau atau ganti elektrolit
5. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
6. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh, BUM, Kreatinin.
7. Pemeriksaan fungsi hati ( AST, LDH )
8. Siapkan untuk insersi atau mempertahankan alat pacu jantung bila

diindikasikan.
2.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai


oksogen atau kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama. ( Doenges,
1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan aktivitas pasien kembali
normal.
Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan
perawatan diri sendiri.
2. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
Mandiri :
1. Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretic.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
3. kaji presepitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri,
obat.
4. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan periode istirahat.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi


glomerulus ( meningkatnya curah jantung ) ( Doenges, 1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan agar volume
cairan pasien stabil.
Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
dan pengeluaran, bunyi nafas bersih atau jelas, tanda vital dalam rentang
yang dapat diterima.
2. Menyatakan pemahaman tentang atau pembatasan cairan individual.
Intervensi :
Mandiri :
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari diman diuresis
terjadi
2. Pantau atau hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama
fase akut.
4. Buatlah jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila
mungkin. Berikan perawatan mulut atau es batu sebagai bagian dari
kebutuhan cairan.
5. Timbang berat badan tiap hari.

6. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer : catat adanya edema tubuh
umum ( anasarka )
7. Ubah posisi dengan sering, lihat permukaan kulit, pertahankan tetap
kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.
8. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan.
9. Pantau tekanan darah
10. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen,
konstipasi.
11. berikan makanan yang mudah dicerna
12. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
13. Dorong untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan.
14. Catat keluhan nyeri abdomen kuadaran kanan atas
15. Catat peningkatan letargi, hipotensi, kram otot.
Kolaborasi :
1. Pemberian obat sesuai indikasi
Diuretik, contoh furosemid ( lasix ) ; bumitanide ( bumex ) tiazid dengan
agen pelawan kalium, contoh spironolakton ( aldekton )
2. Konsul dengan ahli diet
3. Pantau foto thorak
4. Kaji dengan torniquet rotasi atau flebotomi, dialisis, atau ultrafiltrasi
sesuai indikasi.

4.

Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran kapiler alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan cairan
kedalam area interstisial atau alveoli. ( Doenges, 1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan agar pertukaran
gas atau udara kembali lancar.
Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.
2. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan atau
situasi.
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3. Dorong perubahan posisi sering.
4. Pertahankan duduk dikursi atau tirah baring dengan kepala tempat tidur
tinggi 20 30 derajat, posisi semi fowler, sokong tangan dengan bantal.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan tirah


baring yang lama, penurunan perfusi jaringan. ( Doenges, 1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan agar integritas
kulit tidak rusak.
Kriteria hasil :

1. Mempertahankan integritas kulit.


2. Mendemonstrasikan teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi :
Mandiri :
1. Lihat kulit, catat penonjolan tulang, area sirkulasinya terganggu atau
kegemukan atau kurus.
2. Pijat area kemerahan atau yang memutih.
3. Ubah posisi sering ditempat tidur atau kursi.
4. Bantu rentang gerak atau pasif
5. Berikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban atau
ekskresi
6. Periksa sepatu kesempitan atau sendal dan ubah sesuai kebutuhan
7. Hindari obat intramuskular
Kolaborasi :
1. Berikan tekanan alternatif atau kasur, kulit domba, pelindung siku atau
tumit.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan
dengan kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung.
( Doenges, 1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan agar klien akan
mengerti tentang kondisi, atau progra pengobatan, dan tidak ada kesalahan

persepsi tentang hubungan fungsi jantung.


Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasikan hubungan therapy ( program pengobatan ) untuk
menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
2. Menyatakan tanda atau gejala yang memerlukan intervensi cepat.
3. Mengidentifikasikan stres pribadi atau faktor resiko dan beberapa teknik
untuk menangani
4. Melakukan perubahan pola hidup atau perilaku yang perlu.
Intervensi :
Mandiri :
1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan
perbedaan pasien dari fungsi normal.
2. Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dengan gagal jantung
kongestif.
3. Kuatkan rasional pengobatan.
4. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan,
dan beristirahat diantara aktivitas.
5. Diskusikan pentingnya pembatasan natrium, berikan daftar kandungan
natrium pada makanan umum yang harus dihindari atau dibatasi. Dorong
klien untuk membaca label makanan dan bungkus obat.
6. Diskusikan obat, tijuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal

dan tertulis.
7. Anjurkan makan diet pagi hari
8. Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuan mengambil dan
mencatat nadi harian dan kapan memberitau pemberi perawatan, contoh
nadi diatas atau dibawah frekuensi yang telah ditentukan sebelumnya,
perubahan pada irama atau regularitas.
9. Jelaskan peran dan diskusikan dalam mengontrol faktor resiko ( contoh,
merokok ) dan faktor pencetus atau pemberat ( contoh, diet tinggi garam,
dan aktif atau terlalu aktif, terpajan pada suhu ekstrem )
10. Bahas ulang tanda atau gejala yang memerlukan perhatian medik cepat,
contoh peningkatatn berat badan cepat, edema, napas pendek, peningkatan
kelelahan, batuk, hemoptisis, demam.
11. Berikan kesempatan pasien atau orang terdekat untuk menanyakan,
mendislkusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup yang perlu.
12. Tekankan pentingnya melaporkan tanda atau gejala toksisitas digitalis,
catat terjadinya gangguan dan penglihatan, peruahan frekuensi nadi atau
irama memburuknya gagal jantung.
Kolaborasi :
1.

Rujuk pada sumber dimasyarakat atau kelompok pendukung sesuai

indikasi.

BAB III
RESUME KEPERAWATAN

Pada bab ini penulis menguraikan resume keperawatan yang berisi tentang
asuhan keperawatan pada Tn.Y dengan Decompensio Cordis diruang kenanga Rumah
Sakit Umum Daerah Purbalingga selama 3 hari dari tangal 21 februari 2008 sampai
dengan tangal 24 februari 2008.

A. Identitas pasien
Pengkajian yang dilakukan pada hari kamis tangal 21 februari 2008 jam 13.40
WIB, pada Tn. Y umur 51 tahun, jenis kelamin laki laki, suku jawa bangsa
Indonesia, agama Islam, pendidikan SPG, pekerjaan guru, tangal masuk 21 februari
2008, dengan alamat desa kalikabong RT. 5, RW.2 Purbalingga. Dengan penanggung
jawab Ny. S, hubungan sebagai anak Tn. Y, umurnya 28 tahun, agama Islam,
pendidikan SLTA, Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, alamat desa kalikabong RT.
5, RW.2, Purbalingga.

B.

Riwayat Keperawatan
Pasien datang dari IGD tanggal 21 februari 2008 dengan riwayat kesehatan

sekarang, keluhan utama pasien susah untuk bernafas atau sesek, dan keluhan
tambahan yaitu panas, batuk berdahak, ekstremitas bawah kanan bengkak lemah,

BAK kurang lancar.


Dengan riwayat kesehatan dahulu pasien belum pernah mengalami penyakit
seperti ini, namun pasiem punya riwayat penyakit hipertensi pada usia 49 tahun. Pada
riwayat kesehatan keluarga, keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit
seperti yang dialami pasien dan penyakit menular lainnya saat ini.
Pada pengkajian 11 pola fungsional ( Gordon ) didapatkan data pada pasien
Tn. Y mengalami gangguan pada pola eliminasi pasien, dalam hal ini selama sakit
pasien BAK kurang lancar. Pada pola aktivitas dan latihan dan didapatkan data bahwa
serlama sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas atau pergerakan karena pasien
merasa lemah pada anggota tubuhnya sehingga harus dibantu untuk beraktivitas oleh
keluarganya. Pada pengkajian pola istirahat dan tidur, pasien juga mengalami
ganguan karena selama sakit pasien susah untuk istirahat atau tidur, dikarenakan rasa
sesak didada yang mengganggu.
Pada pola nutrisi sebelum sakit pasien makan nasi biasa dan lauk biasa 3 kali sehari,
porsi piring, minum 1.000 cc sehari air putih, tetapi semenjak sakit pasien makan
nasi 3 kali sehari tetapi porsi makannya hanya habis dari yang disediakan Rumah
Sakit, minum 4 5 gelas per hari air putih.
Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum : pasien tampak terbaring lemah
dengan posisi semi fowler dan tangan kiri pasien terpasang infus, kesadaran compos
mentis, pada observasi tanda viatal, tekanan darah 100/60 MmHg, Nadi 86 kali
permenit, Suhu 38,4 o C, Respirasi 32 kali permenit.

Pemeriksaan sistemik didapatkan hasil sebagai berikut : dada simetris,


terdapat bunyi vesikula, suara jantung ireguler, pada abdomen terdapat nyeri tekan
saat dilakukan palpasi, ekstremitas atas kiri terpasang infus RL 20 tetes permenit,
tidak ada pembengkakan, sedangakan pada ekstremitas bawah kanan terdapat edema.
Keadaan kesehatan saat ini pasien didiagnosis Decompensio Cordis therapy
yang diberikan saat ini infus RL 20 tetes permenit, injeksi furosemid 20 mg IV,
Neorosam 2 x 40 mg IV, KCL 1 x 500 mg IV. Obat oral isosorbide dimitrate 3 x 1
tablet, allopurinol 3 x1 tablet. Dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi hati :
S.G.O.T III u/l , S.G.P.T. 99 u/l. Alkhali phosphat 242 u/l, gula darah : sewaktu 126
mg %, Lemak : Kolesterol : 103 mg %, tryglicerida 84 mg%, fungsi ginjal : ureum
57,3 mg %, cretinin 1,3 mg%, asam urat 12,4 mg%, WBC 1,3 10^g/l nilai normalnya
( 0,8 4 ). RBC 43,8 % nilai normalnya ( 36 50 ), PLT 336 10 ^g/l nilai normalnya
( 150 400 ).

C.

Analisa Data
Berdasarkan dari data pengkajian yang dilakukan penulis selama 1 hari yaitu

pada tanggal 21 februari 2008 dat yang muncul adalah :


1. Data yang pertama, yaitu data subyektif : pasien mengatakan susah untuk
bernafas atau sesek, BAK sedikit. Dat obyektif : pasien terpasang O 2, pasien
tampak batuk tensengal sengal, Tekanan darah 100/60 MmHg, Nadi 86 kali
permenit, Suhu 38,4 o C, Respirasi 32 kali permenit, Suara jantung ireguler,

edema, masalah keperawatan yang muncul adalah penurunan curah jantung


berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard.
2. Data yang kedua, data subyektif : pasien mengatakan badannya lemah,data
obyektif : pasien tampak bedrest, aktivitas tampak dibantu. Masalah
keperawatan yang muncul yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum.
3. Data yang ketiga yaitu, data subyektif : pasien mengatakan BAK sedikit, data
obyektif : edema pada ekstremitas bawah kanan. Masalah keperawatan yang
muncul yaitu, kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus.
4. Data yang keempat, yaitu dat subyektif : pasien mengatakan badanya panas,
suhu 38,4oC, sedangkan data obyektif : pasien tampak batuk tersenggal
senggal. Masalah yang muncul resiko tinggi kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler.

D.

Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. Y didapatkan permasalahan keperawatan
dari
1.

tanggal

21

februari

2008

sebagai

berikut

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas

miokard.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi


glomerulus.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler.

E.

Rencana Tindakan / Intervensi

Tanggal 21 februari 2008


Diagnosa I :
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontrktilitas miokard,
dengan tujuan nya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3 x 24 jam
diharapkan agar curah jantung pasien dapat teratasi atau kembali normal, dengan
kriteria hasil pasien dapat menunjukan tanda tanda vital dalam batas normal, bebas
dari gejal gagal jantung, ikit serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung. Intervensi yang dilakukan yaitu auskultasi nadi apikal, catat bunyi jantung,
pantau tanda tanda vital, pantau haluaran urine, berikan istirahat dengan posisi semi
fowler pada tempat tidur atau kursi, periksa nyeri tekan pada pembengkakan,
kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai indikasi.
Diagnosa II :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, dengan tujuannya yaitu
setelah dilakukan tindakan keperawatan slama 3 x 24 jam diharapkan agar aktivitas
pasien kembali normal dengan kriteria hasil, pasien berpartisipasi aktif pada aktivitas

yang diinginkan dan memenuhi kebutuhan perawatan diri sindiri, mencapai


peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur. Intervensinya yaitu kaji respon
kardiopulmonal terhadap aktivitas, kaji presipitator atau penyebab kelemahan,
evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas, berikan bantuan dalam aktivitas perawatan
diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas denga periode istirahat.
Diagnosa III :
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi glomerolus,
dengan tujuanya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan

agar

volume

cairan

kembali

stabil

dengan

kriteria

hasil

mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan


pngeluaran, tanda vital dalam rentang yang diterima, menyatakan pemahaman
tentang atau pembatasan cairan individual. Intervensinya yaitu, pantau haluaran urine,
catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi, hitung keseimbangan masukan,
pengeluaran cairan selama 24 jam, pertahankan duduk atau turah baring dengan
posisi semi fowler selama fase akut, berikan perawatan mulut atau es batu sebagai
bagian dari kebutuhan cairan, kaji distensi leher dan pembuluh perifer, ubah posisi
dengan sering, lihat permukaan kulit pertahankan tetap kering dan berikan bantalan
sesuai indikasi, auskultasi bunyi nafas. Pantau tanda tanda vital, berikan mekanan
yang mudah dicerna, dorong klien utuk menyatakan perasaan sehubungan dengan
pembatasan.

Diagnosa IV :
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler, tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan agar pertukaran gas atau udara kembali lancar, dengan kriteria hasil
mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan, berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan atau situasi. Intervesinya yaitu
auskultasi bunyi nafas, catat bunyi nafas mengi, anjurkan pasien batuk efektif, nafas
dalam, dorong perubahan posisi sering, pertahankan duduk dikursi atau tirah baring
dengan posisi semi fowler dan sokong tangan dengan bantal, kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian oksigen sesuai indikasi.

F.

Implementasi
Setelah penulis merencanakan tindakan keperawatan, maka tahap berikutnya

penulis melakukan pelaksanaan implementasi yang telah penulis laksanakan pada :


1. Tanggal 22 februari 2008 yaitu :
Diagnosa I penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontrktilitas miokard, implementasinya yaitu : auskultasi nadi apikal, catat bunyi
jantung, pantau tanda tanda vital, pantau haluaran urine, berikan istirahat dengan
posisi semi fowler pada tempat tidur atau kursi, periksa nyeri tekan pada
pembengkakan, kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai indikasi. ( Furosemid
20 mg IV, Neurosam 2 x 40 mg IV , Isosorbide Dimitrate 3 x 1 tablet, Alloporinol

3 x 1 tablet )
Diagnosa II intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
implementasinya yaitu : kaji respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, kaji penyebab
kelemahan, evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas, berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri, selingi periode aktivitas denga periode istirahat.
Diagnosa III kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, implementasinya yaitu : catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi, hitung keseimbangan masukan, pengeluaran cairan selama 24 jam,
berikan perawatan mulut atau es batu sebagai bagian dari kebutuhan cairan.
Diagnosa IV risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler, implementasinya yaitu : auskultasi bunyi nafas, catat
bunyi nafas mengi, anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam, dorong perubahan
posisi sesering mungkin, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen
sesuai indikasi.
2. Implementasi tanggal 23 februari 2008 yaitu :
Diagnosa I implementasinya yaitu, auskultasi nadi apikal, pantau tanda
tanda vital, pantau haluaran urine, kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai
indikasi. ( Furosemid 20 mg IV, Neurosam 2 x 40 mg IV , KCL 1 x 500 mg IV,
Isosorbide Dimitrate 3 x 1 tablet, Alloporinol 3 x 1 tablet ).
Diagnosa II Implementasinya yaitu, kaji respon kardiopulmonal terhadap
aktivitas, kaji penyebab kelemahan, selingi periode aktivitas denga periode istirahat.

Diagnosa III implementasinya yaitu, hitung keseimbangan masukan,


pengeluaran cairan selama 24 jam, berikan perawatan mulut atau es batu sebagai
bagian dari kebutuhan cairan.
Diagnosa IV implementasinya yaitu, auskultasi bunyi nafas, anjurkan pasien
batuk efektif, nafas dalam, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen
sesuai indikasi.
3. Implementasi tanggal 24 februari 2008 yaitu :
Diagnosa I implementasinya yaitu, pantau tanda tanda vital, pantau haluaran
urine, kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai indikasi. ( Neurosam 2 x 40 mg
IV , KCL 1 x 500 mg IV, Isosorbide Dimitrate 3 x 1 tablet, Alloporinol 3 x 1 tablet ).
Diagnosa II Implementasinya yaitu, kaji penyebab kelemahan, evaluasi
peningkatan intoleransi aktivitas, berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri.
Diagnosa III implementasinya yaitu, hitung keseimbangan masukan,
pengeluaran cairan selama 24 jam, berikan perawatan mulut atau es batu sebagai
bagian dari kebutuhan cairan.
Diagnosa IV implementasinya yaitu, auskultasi bunyi nafas, anjurkan pasien
batuk efektif, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen.

G.

Evaluasi
Tahap berikut setelah penulis melakukan pelaksanaan implementasi maka

sampai pada tahap evaluasi. Evaluasi yang dilakukan selama 3 hari mulai dari tanggal

22 februari 2008 sampai tanggal 24 februari 2008 didapatkan hasil sebagai berikut :
Evaluasi tahap pertama yang di lakasanakan pada tanggal 22 februari 2008
didapatkan hasil pada diagnoasa pertama yaitu masalah belum teratasi dengan data
pasien mengatakan masih susah untuk bernafas atau sesek, pasien tampak lelah,
tekanan darah : 100/ 60 MmHg, Nadi 86 kali permenit, Respirasi 38 kali permenit,
Suhu 38,1o C. lanjutkan intervensi, auskultasi nadi apikal, pantau tanda tanda vita,
pantau haluaran urine.
Pada diagnosa kedua yaitu masalah belum teratasi dengan data pasien
mengatakan badannya masih lemah, pasien terlihat makan masih dibantu, lanjutkan
tindakan keperawawatan kaji respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, kaji
penyebab kelemahan, selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
Pada diagnosa ketiga yaitu masalah belum teratasi dengan data, pasien
mengatakan BAK masih sedikit, pasien tampak ada edema pada ekstremitas bawah
kanan, lanjutkan tindakan keperawatan pantau haluaran urine, hitung keseimbangan
masukan, pengeluaran cairan selama 24 jam, berikan perawatan mulut atau es batu
sebagai bagian dari kebutuhan cairan.
Pada diagnosa keempat yaitu maslah belum teratasi dengandata pasien
mengatakan badannya masih panas, suhu 38,1oC, pasien tampak batuk tersengal
sengal, terpasang O2, lanjutkan intervensi auskultasi bunyi nafas, anjurkan pasien
melatih batuk efektif.
Evaluasi tahap kedua dilakukan pada tanggal 23 februari 2008 dengan hasil

pada diagnosa pertama yaitu, masalah belum teratasi dengan data pasien mengatakan
masih susah untuk bernafas atau sesek, pasien tampak lelah, tekanan darah : 100/ 70
MmHg, Nadi 84 kali permenit, Respirasi 36 kali permenit, Suhu 37,8 o C. lanjutkan
intervensi, kolaborasi medis untuk pemberiantherapy sesuai indikasi.
Pada diagnosa kedua yaitu masalah belum teratasi dengan data pasien
mengatakan masih sulit untuk melakukan aktivitas, pasien masih tampak lemah,
lanjutkan tindakan keperawatan kaji penyebab kelemahan, berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri.
Pada diagnosa ketiga yaitu masalah belum teratasi dengan data, pasien
mengatakan BAK masih sedikit, pasien tampak ada edema pada ekstremitas bawah
kanan, lanjutkan tindakan keperawatan, pantau haluaran urine, hitung keseimbangan
masukan, pengeluaran cairan selama 24 jam.
Pada diagnosa keempat yaitu maslah belum teratasi dengandata pasien
mengatakan badannya masih panas, Suhu 37,8oC, pasien tampak batuk tersengal
sengal, terpasang O2, lanjutkan intervensi auskultasi bunyi nafas, anjurkan pasien
melatih batuk efektif, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen.
Evaluasi tahap ketiga dilakukan pada tanggal 24 februari 2008 dengan hasil
pada diagnosa pertama yaitu, masalah

teratasi sebagian dengan data pasien

mengatakan masih sudah agak berkurang sesek nafasnya, pasien tampak sudah agak
tenang atau tidak kelelahan, tekanan darah : 110/ 80 MmHg, Nadi 84 kali permenit,
Respirasi 28 kali permenit, Suhu 36,7o C. lanjutkan intervensi, pantau tanda tanda

vital, kolaborasi medis untuk melanjutkan therapy pengobatan.


Pada diagnosa kedua yaitu masalah teratasi sebagian dengan data pasien
mengatakan badannya sudah tidak lemah lagi, pasien tampak melakukan aktivitas
sebagian dengan mandiri, lanjutkan tindakan keperawatan berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri.
Pada diagnosa ketiga yaitu masalah teratasi sebagian dengan data, pasien
mengatakan BAK sudah mulai lancar atau banyak, edema tampak mulai berkurang
atau menurun, lanjutkan tindakan keperawatan, pantau haluaran urine, pantau tanda
tanda vital, berikan makanan yang mudah dicerna.
Pada diagnosa keempat yaitu maslah teratasi sebagian dengan data pasien
mengatakan panas sudah berkurang, suhu 36,7oC, batuk juga sudah berkurang, pasien
masih tampak mengguanakan oksigen. Lanjutkan intervensi kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian oksigen.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas hasil asuhan keperawatan yang sedah
dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 24 februari 2008 pada Tn. Y

dengan

Decompensio Cordis diruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga.


Adapun lingkip pembahasannya adalah sebagai berikut :

A. Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada Tn. Y pada tanggal 21 februari 2008.
dalam hal ini penulis menemukan beberapa hal yang telah diangkat menjadi diagnosa
keperawatan untuk ditindak lanjuti, pada pengkajian penulis menemukan pasien
susah untuk bernafas atau sesek, batuk tersengal sengal, edema, lemah, BAK
sedikit, panas.

B. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Tn. Y


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard yaitu keadaan dimana individu mengalami penurunan jumlah darah
yang di pompakan di jantung, mengakibatkan penurunan fungsi jantung.
( Carpenito, 2000 )
Penulis mengangkat diagnosa penurunan curah jantung karena pada

saat pengkajian didapatkan data pasien susah untuk bernafas atau sesek, BAK
sedikit. Menurut ( Carpenito, 2000 ) pada pasien yang mengalami penurunan
curah jantung bisa menunjukan respon yang bervariasi sesuai fungsi yang
terganggu

( misalnya tidak toleran terhadap aktivitas, gangguan istirahat

tidur, dan ansietas ) dan atau dapat beresiko mengalami komplikasi fisiologis,
seperti disritmia, syok kardiogenik, perubahan kontraktilitas miokard dan
gagal jantung kongestif, sehingga penulis memprioritaskan masalah
penurunan curah jantung sebagai prioritas pertama.
Untuk mengatasi masalah peurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas miokard maka penulis merencanakan
tindakan keperawatan sebagai berikut, dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan agar curah jantung
pasien dapat teratasi atau kembali normal dengan kriteria hasil, pasien dapat
menunjukan tanda tanda vital dalam batas normal, bebas dari gejala gagal
jantung, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja dari jantung.
Rencana tindakan beserta rasionalnya untuk diagnosa diatas adalah sebagai
berikut :
1. Auskultasi nadi apikal
Rasional : Biasanya terjadi takikardi ( meskipun pada saat istirahat ) untuk
mencompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.
2. Catat bunyi jantung

Rasional : Untuk mengetahui bunyi S 1 dan S2 mungkin lemah karna


menurunya kerja pompa jantung. Irama gallop umum ( S 3 dan S4 )
dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukan inkompetensi atau stenosis katup.
3. Pantau tanda tanda vital
Rasional : Pada gagal jantung kongestif dini, sedang atau kronis tanda vital
dapat meningkat sehubungan dengan S V R.
4. Pantau haluaran urine
Rasional : Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan
cairan dan natrium.
5. Berikan istirahat dengan posisi semi fowler pada tempat tidur atau kusi
Rasional : Istirahat fisik harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif
akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan kebutuhan atau konsumsi oksigen miokrat dan
kerja berlebihan.
6. Periksa nyeri tekan pada pembengkakan
Rasional : menurunya curah jantung, bendungan atau statis vena dan tirah
baring lama meningkatkan resiko trombofflebetis.
7. Kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : Untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kotraktilitas
dan menurunya kongesti.

Implementasinya adalah sebagai berikut :


1. Auskultasi nadi apikal.
2. Catat bunyi jantung.
3. Pantau tanda tanda vital
4. Pantau haluaran urine
5. Berikan istirahat dengan posisi semi fowler pada tempat tidur
6. Periksa nyeri pada pembengkakan
7. Kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai indikasi. ( Furosemid 20
mg IV, Neurosam 2 x 40 mg IV , Isosorbide Dimitrate 3 x 1 tablet,
Alloporinol 3 x 1 tablet )
Tindakan keperawatan ini dapat terlaksana karna adanya faktor
pendukung yaitu dari keluarga yang bisa membantu dalam tindakan
keperawatan yang dilaksanakan. Adapun faktor penghambatnya yaitu pasien
kurang kooperatif dalam tindakan keperawatan karna pasien merasa lemah
pada angota tubuhnya, sehinga untuk evaluasi dari diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, curah jantung pasien dapat teratasi atau kembali normal. Dengan
kriteria hasil : pasien dapat menunjukan tanda tanda vital dalam batas
normal, bebas dari gejala gagal jantung, ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja dari jantung. Perlu di lanjutkan intervensi yaitu

pantau tanda tanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk melanjutkan
therapy pengobatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum yaitu penurunan
kapasitas fisiologis seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai
ketingkat yang diinginkan atau diperlukan. ( Carpenito, 2000 ).
Penulis mengangkat diagnosa intoleransi akltivitas karna pada saat
pengkajian data yang mendukung adalah badan pasien lemah, pasien tampak
bedrest, aktivitas tampak dibantu. Data lain yang penulis ambil juga
berdasarkan pada batasan karakteristik atau penentuan fisik sebagai berikut :
Frekuensi nafas, kelemahan, rasa tidak nyaman setelah melakukan aktivitas,
kelelahan. ( Carpenito, 2000 ). Dari data data diatas maka penulis
memprioritaskan

masalah

intoleransi

aktivitas

berhubungan

dangan

kelemahan umum sebagai prioritas kedua.


Untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas berhubungan dangan
kelemahan umum maka penulis merencanakan tindakan keperawatan sebagai
berikut, dengan tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan agar aktivitas pasien kembali normal. Dengan kriteria
hasil, pasien berpartisipasi aktif pada aktivitas yang di inginkan dan
memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan tolransi
aktivitas yang dapat diukur, rencana tindakan beserta rasional untuk diagnosa
diatas adalah sebagai berikut :

1. Kaji respon kardiopulmonal terhadap aktiviotas


Rasional : untuk mengetahui penurunan atau ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantungb dan
kebutuhan oksigen,juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
2. Kaji persipitator atau penyebab kelemahan
Rasional : Kelemahan adalahefek samping beberapa obat , nyeri dan program
stres juga, juga memerlukan energi dan menyebabkan kelelahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : dapat menunjukan peningkatan dokmpensasi jantung dari pada
kelebihan aktivitas.
4. Berikan bantuan dalam aktivitas keperawatan diri sesuai indikasi
Rasional : pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi
stres miokard.
5. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan oksigen berlebihan.
Implementasinya adalah sebagai berikut :
1. kaji respon kardiopulmonal terhadap aktivitas
2. Kaji presipitator / penyebab kelemahan
3. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
4. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi

5. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat


Faktor yang mendukung terlaksana tindakan keperawatan yaitu
keluarga yang kooperatif dan turut serta dalam tindakan keperawatan tersebut.
Sedangkan factor penghambatnya yaitu karena pada saat pelaksanaan
tindakan keperawatan tersebut pasien tampak lemas dan cepat lelah. Sehingga
evaluasi dari diagnosa keperawatan diatas adalah sebagai berikut, dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam aktivitas
pasien kembali normal, dengan kriteria hasil pasien berpartisipasi aktif pada
aktivitas yang diinginkan dan memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri,
mencapai peningkatan toleransi aktivita yang dapat diukur. Dengan melihat
kriteria hasil diatas maka masalah teratasi sebagian, untuk itu perlu
dilanjutkan intervensi yaitu kaji presipitator / penyebab kelemahan, berikan
bantuan dalam aktivitas perawatan diri.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau
mempunyai resiko terhadap kelebihan cairan intraseluler atau interstisial.
( Carpenito, 2000 )
Penulis mengangkat diagnosa kelebihan volume cairan karena data
yang didata saat pengkajian, pada pasien terdapat edema pada ekstremitas
bawah kanan, dan pasien juga mengatakan bahwa BAK sedikit.
Menurut ( Carpenito, 2000 ) dalam batasan karakteristik tentang kelebihan

volume cairan terdapat data data antara lain harus terdapat edema, kulit
tegang dan mengkilat, dan mungkin terdapat masukan cairan lebih banyak
dari pada haluaran urine, nafas pendek dan penambahan berat badan. Dari
data diatas maka penulis memprioritaskan diagnosa kelebihan volume cairan
berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus sebagai prioritas
ketiga.
Untuk mengatasi masalah diatas maka penulis merencanakan tindakan
keperawatan dengan tujuann setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam, diharapkan agar volume cairan kembali stabil dengan kriteria hasil
mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, tanda vital dalam rentang yang diterima / normal, menyatakan
pemahaman tentang / pembatasan cairan individual. Rencana tindakan beserta
rasionalnya untuk diagnosa ini adalah sebagai berikut :
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat ( khususnya selama
sehari ) karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang
membantu diuresis, sehingga haluran urine dapat ditingkatkan
pada malam / selama tirah baring.
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
Rasional : Tetapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba tiba/

berlebihan, meskipun edema masih ada.


3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama
fase akut.
Rasional : posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4. Berikan perawatan mulut / es batu sebagai bagian dari kebutuhan dari
kebutuhan cairan.
Rasional : Melibatkan pasien dalam program terapi dapat mengakibatkan
perasaan mengontrol dan kerjasama dalam pembatasan cairan.
5. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer.
Rasional : Retensi cairan berlebih dapat dimanifestasikan oleh pembendungan
vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki /
mata kaki dan meningkat sebagai kegagalan paling buruk.
6. Ubah posisi dengan sering
Rasional : Pembentukkan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan
nutrisi dan imobilisasi / tirah baring lama merupakan kumpulan
stresor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan
pengawasan ketat / pencegahan.
7. Lihat permukaan kulit pertahankan tetap kering, dan berikan bantalan
sesuai indikasi.
Rasional : pembentukan edema, tirah baring lama merupakan kumpulan

stressor yang mempengaruhi integritas kulit.


8. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru.
9. Pantau tanda tanda vital
Rasional : Hipertensi bias menunjukan kelebihan volume cairan dan dapat
menunjukan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
10. Berikan makanan yang mudah dicerna
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif
dan absorbsi. Makan sedikit dan sering meningkatkan digestif /
mencegah ketidaknyamanan abdomen.
11. Dorong

klien

untuk

mengatakan

perasaan

sehubungan

dengan

pembatasan.
Rasional : Ekspresi perasaan / masalah dapat menurunkan stress / cemas, yang
mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan yang
lemah.
Implementasinya adalah sebagai berikut :
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selam fase
akut.
4. Beri perawatan mulut / es batu sebagai bagian dari kebutuhan.

5. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer.


6. Ubah posisi dengan sering
7. Lihat permukaan kulit pertahankan tetap kering, dan berikan bantalan
sesuai indikasi
8. Auskultasi bunyi nafas
9. Pantau tanda tanda vital
10. Berikan makanan yang mudah dicerna
11. Dorong klien untuk menyatakan perasaan sehubungan denga pembatasan.
Faktor yang mendukung terlaksana tindakan keperawatan ini yaitu
pasien yang kooperatif dank keluarga yang turut serta dalam melakukan
tindakan keperawatan ini. Sedangkan faktor penghambat tindakan ini tidak
ada. Unutk evaluasi dari dianosa ini adalah sebagai berikut, dengan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, volume cairan
kembali stabil dengan kriteria hasil mendemonstrasikan volume cairan stabil
denga keseimbangan masukan cairan dengan pengeluaran cairan, tanda
tanda vital dalam rentang yang dapat diterima/normal, menyatakan
pemahaman tentang/ pembatasan cairan individual. Dengan mengacu pada
kriteria diatas maka masalah teratasi sebagian untuk itu perlu dilanjutkan
tindakan keperawatan yaitu pantau tanda tanda vital, pantau haluaran urine,
berikan makanan yang mudah dicerna.

4. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membrane kapiler, yaitu suatu kondisi dimana individu mengalami secara
actual atau potensial penurunan pemasukan gas gas antara alveoli paru paru dan system vascular ( Carpenito, 2000 )
Penulis mengangkat diagnosa resiko tinggi kerusakan pertukaran gas
karena adanya data pada saat pengkajian, pasien mengatakan badannya panas,
suhu 38, 4oC, dan pasien tampak batuk tersenggal - senggal. Menurut
( Carpenito, 2000 ) dalam batasan karakteristik tentang kerusakan pertukaran
gas, terdapat data data antara lain harus terdapat dispnea pada usaha nafas,
dan mungkin terdapat kacau mental, letargi, batuk, sianosis. Penulis
memprioritaskan

diagnosa

resiko

tinggi

kerusakan

pertukaran

gas

berhubungan dengan perubahan membran kapiler sebagai prioritas keempat


berdasarkan data data yang telah tertera diatas.
Untuk mengatasi masalah diatas maka penulis merencanakan tindakan
keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan agar pertukaran gas / udara kembali lancar, dengan
kriteria hasil mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada
jaringan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/
situasi. Rencana tindakan beserta rasionalnya untuk diagnosa ini adalah
sebagai berikut :
1. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi nafas mengi.

Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret


2. Anjurkan pasien untuk batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : Membersihkan jalan bafas dan memudahkan aliran oksigen
3. Dorong perubahan posisi sesering mungkin.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen yang dapat memperbaiki /
menurunkan hipoksemia jaringan.
Implementasinya adalah sebagai berikut :
1. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi nafas mengi.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3. Dorong perubahan posisi sesering mungkin.
4. kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen sesuai indikasi.
Faktor yang mendukung terlaksana tindakan keperawatan ini yaitu
pasien yang kooperatif dank keluarga yang turut serta dalam melakukan
tindakan keperawatan ini. Sedangkan faktor penghambat tindakan ini tidak
ada. Unutk evaluasi dari dianosa ini adalah sebagai berikut, dengan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan agar
pertukaran

gas

udara

kembali

lancer,

dengan

kriteria

hasil

mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan,


berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/ situasi.

Dengan mengacu pada Kriteria hasil diatas maka masalah teratasi sebagian,
sehingga perlu dilanjutkan tindakan keperawatan yaitu anjurkan pasien untuk
batuk efektif, dan latihan nafas dalam, dorong perubahan posisi sesering
mungkin.

C. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul


1. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama, penurunan perfusi jaringan yaitu suatu kondisi dimana seseorang
mengalami atau berada pada resiko kerusakan jaringan epidermis dan dermis.
( Carpenito, 2000 )
Diagnosa ini ada pada teori tetapi penulis tidak membahasnya karena
pada saat pengkajian pasien tidak menunjukan data data seperti terputusnya
jaringan epidermal dan dermal, kulit gundul, eritema,lesi, (primer, sekunder )
pruritus ( gatal gatal ). ( Carpenito, 2000 )
2. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan
dengan kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung. Kurang
pengetahuan yaitu suatu kondisi dimana individu atau kelompokmengalami
kekurangan pengetahun kognitif atau ketrampilan psikomotor mengenai suatu
keadaan dan rencana tindakan pengobatan. ( Carpenito, 2000 )
Diagnosa ini juga ada pada teori tetapi penulis tidak membahasnya
karena pada saat pengkajian pasien tidak mengatakan kurang pengetahuan,

atau ketrampilan/ meminta informasi, mengekspresikan persepsi yang tidak


akurat, terhadap kondisi kesehatannya, pasien menampilkan secara tidak tepat
perilaku sehat yang diinginkan atau yang sudah ditentukan ( Carpenito, 2000 )

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Y dengan Decompensio
Cordis selama 4 hari dari tanggal 21 sampai 24 februari 2008, maka penulis
menguraikan beberapa hal yang dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
terutama pada klien Decompensio Cordis antara lain :
1. Komonikasi terapeutik sangat baik untuk mempermudah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dan memantau perkembangan pengobatan
yang diberikan pada pasien.
2. Pada pasien Decompensio Cordis diperlukan adanya kerjasama yang baik
antara penulis, keluarga, pasien dan perawat ruangan, sehingga akan
mempermudah pelaksanaan asuhan keperawatan yang dapat mempercepat
kesembuhan.
3. Pada pasien Deconpensio Cordis perlu diperhatikan tentang penyebab
terjadinya penyakit agar perawat sebagai pelaksana asuhan keperawtan dapat
memberikan perawatan dan pengobatan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.


Mansjoer, A dkk, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Dr. Knight, JF, 2001, Jantung Kuat Bernafas Lega, Indonesia Publishing House.
Doenges, ME, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Suddarth & Brunner, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 2,
EGC, Jakarta.
Corwin, EJ, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Rokhaeni, H dkk, 2001, Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Edisi pertama,
Bidang Pendidikan & Pelatihan Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional
Harapan Kita .
Gallo, BM & Hudak, CM, 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan holistic, Edisi VI,
Vol. I, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai