Y
DENGAN DECOMPENSIO CORDIS
DI RUANG KENANGA RSUD
PURBAINGGA
Oleh :
Melkisedek Banamtuan
05.021
LEMBAR PERSETUJUAN
DECOMPENSIO
CORDIS
DI
RUANG
KENANGA
RSUD
Tanggal
Mengetahui,
Pembimbing I
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disahkan didepan dewan penguji ujian KTI Akademi Keperawatan
Yakpermas Banyumas Tahun Akademik 2007/2008 pada :
Hari
Tanggal
Dewan Penguji
Penguji I
.
NIP..
Penguji II
.
NIP..
Mengetahui
Direktur Akper Yakpermas Banyumas
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
pertolongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.Y DENGAN DECOMPENSIO
CORDIS DIRUANG KENANGA RSUD PURBALINGGA
Dalam penulisan laporan kasus ini banyak sekali kesulitan yang penulis
rasakan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhinya laporan
kasus ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Christina Trisnawati. S.S.K.p selaku Direktur Akademi Keperawatan
Yakpermas Banyumas.
2. Dr. Nonot Mulyono M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Purbalingga.
3. Bapak Eko Julianto A.Kep. Spd. Selaku pembimbing yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini.
4. Kepala Ruang Kenanga beserta staf perawatan yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan selama penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan.
5. Kedua orang tua serta kakak dan adik adik tercinta yang telah memberikan
dorongan baik moril maupun material.
Banyumas, 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ..
KATA PENGANTAR ..
DAFTAR ISI .
H. Pengkajian
I. Diagnosa ..
J. Fokus Intervensi ...
BAB III. RESUME KEPERAWATAN ..
A. Identitas Pasien
B. Riwayat Keperawatan .
C. Analisa Data
D. Diagnosa keperawatan ..
E. Intervensi .
F. Implementasi
G. Evaluasi
BAB IV. PEMBAHASAN ..
A. Pengkajian
B. Diagnosa yang muncul
C. Diagnosa yang tidak muncul
BAB V. PENUTUP .
A. Kesimpulan ..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan
dibidang
kesehatan
merupakan
bagian
integral
dari
A. Latar Belakang
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan fibrosa, otot
otot jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk
memompakan darah keseluruh jaringan tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan baik
bila kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik, system katubnya sendiri
serta irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu
diatas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat
menyebabkan kegagalan memompa. ( Hundak & Gallo, 1998 )
Gagal jantung adalah salah satu gangguan umum pada jantung, yang diidap
banyak orang. Hal ini mempunyai tanda tanda yang khas. Pada tahun tahun
belakangan ini, perawatannya berkembang pesat, dan dapat memperpanjang hidup
serta membahagiakan banyak orang. ( Knigh, 2001 )
Di Amerika Serikat penyakit jantung merupakan angka dua kali lipat dari
kanker penyebab kematian paling sering yang merupakan kira kira 37 % sebab
kemtian. Berdasarkan data survey kesehatan ( SKRT ) di Indonesia dapat dilihat
adanya kenaikan presentase penyakit jantung kardiovaskuler dari 5,19 % pada tahun
1992 menjadi 16,5 % dan menduduki urutan pertama dari seluruh sebab kematian.
( Fahrial, 1998 )
Dari data RM di RSUD Purbalingga pada tahun 2006 Decompensio Cordis
termasuk dalam urutan sepuluh besar penyakit terbanyak rawat inap dan menduduki
urutan kedua dengan jumlah pasien Decompensio Cordis adalah 178 orang. Dan dari
lima besar kasus penyebab kematian rawat inap tahun 2006 di RSUD purbalingga
Decompensio Cordis menduduki peringkat kedua dengan jumlah kasus mati pada
umur 25 - 45 tahun adalah 2 orang, umur 45 65 tahun adalah 13 orang dan pada
umur 65 tahun keatas adalah 9 orang. Jadi jumlah total pasien meninggal akibat
Decompensio Cordis pada tahun 2006 di RSUD Purbalingga adalah 24 orang.
Berdasarkan jumlah angka kematian diatas maka penyakit Decompensio Cordis atau
gagal jantung kongestif adalah kasus gangguan jantung yang penyebabnya adalah
gaya hidup yang kurang baik.
B. Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum dari penyusunan karya tulis ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Decompensio Cordis.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui permasalahan dan hambatan yang timbul pada klien sehingga
penulis dapat memberikan saran dan bahan masukan dalam
mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan metode proses keperawatan.
2. Untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang nyata dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
pada
klien
dengan
diagnosa
medis
C. Batasan Masalah
Penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn. Y dengan masalah
Decompensio Cordis di ruang kenanga RSUD Purbalingga selama 4 hari, mulai dari
tanggal 21 februari sampai 24 februari 2008.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Gagal jantung, sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi.
( Suddarth & Bruner, 2002 )
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalu disertai peninggian
voleme diastolik secara abnormal.
( Mansjoer, 2001 )
Decompensio Cordis atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk meningkatkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
( Tucker, 1998 )
Dari ketiga pengertian diatas dapat simpulkan bahwa Decompensio Cordis
adalah kegagalan jantung untuk mempertahankan peredaran darah dalam keadaan
patologik dimana jantung sebagai pemompa tidak mampu meningkatkan curah
jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
B. Etiologi
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan
penurunan
fungsi
fentrikel
seperti
penyakit
arteri
koroner, hypertensi,
C. Patofisiologi
Gagal jantung dapat dimulai disisi kiri atau kanan jantung.sebagai contoh,
hipertensi sistemik yang kronik akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan
ventrikel kanan mengalami hipertrofi dan melemah. letak suatu infark miokardium
akan menentukan sisi jantung yang pertama terkena setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke
artrium, lalu ke sirkulasi paru.ventrikel kanan, dan antrium kanan, maka jelaslah
bahwa gagal jantung kiri akhrnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada
kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena
tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai
terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya
volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus
gagal jantung.
( Corwin, 2000 )
Mekanisme fisologis dasar jantung seperti sroke volume ( isi sekuncup ),
cardiac output ( curah jantung ), heart rate ( laju jantung ), pre load ( beban awal ),
dan after load ( beban akhir ), serta kontraktilitas sangat berpengaruh dalam
mekanisme terjadinya gagal jantung.
Stroke volume ( SU ) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrkel
setiap kali kontrasi. Cardiac output ( CO ) adalah jmlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel setiap menit.
D. Manifestasi klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung
kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dangan pembagian
tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d`efford, fatig, ortopnea, dispnea
noktural proksimal, batuk, pembesaran jantung, iram derap, ventricular heaving,
bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternasis, ronki
dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, lever engorgement, anoreksia
dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bias didapatkan hipertrofi jantung kanan,
heafing fentrikel kanan, irama derap atrium kanan murmur, tanda tanda penyakit
paru kronik,tekanan vena junggularis meningkat, bunyi P 2 mengeras, asites,
hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali,dan edema pitting. Sedang pada
gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association ( NYHA ) tahun 2000, membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari
hari tanpa keluhan.
Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari tanpa keluhan.
Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari, apa
pun dan harus tirah baring.
( Mansjoer, 2001 )
E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
1. Hematomegali : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit
Ekokardiogram
Menggambarkan ruang ruang dan katub jantung
Radionuklir
1. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
2. Mengidentifikasi kelainan perfusi miokad
Kateterisasi jantung
1. Untuk mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
2. Untuk mengetahui saturasi O2 di ruang ruang jantung
3. Biopsi endomiokarditis
4. Beratnya lesi katub jantung
( Rokhaeni,2001 )
Kontraktilitas
Beban tekanan
berlebihan
Beban
systole
berlebihan
Beban systole
Beban volume
berlebihan
Preload
Beban jantung
Physiolog
Gagal jantung
Gagal jantung
Kurang
pengetahuan
Forward Failure
Backward
CPO
Tekanan vena
pulmonal
Edema paru
Suplai darah ke
jaringan
Suplai O2
ke otak
Renal flow
RRA
Nutrisi
Metabolisme
an aerob
Metabolisme
Timbunan
asam laktat
Lemah
fatique
Ganggua
n perfusi
jaringan
Sinkop
Risiko
tinggi
injuri
Reaksi
Na &
H2o
Ronki
basah
Iritasi
mukosa
paru
Sesak
Gangguan
pertukaran gas
Batuk
Edema
Penumpukan
secret
Intoleransi
aktivitas
Kelebihan
vol cairan
Infeksi
jalan nafas
G. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan jantung
2. Diberikan diuretic untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik
vena dan peregangan terhadap serat serat otot jantung berkurang
3. diberikan digoxin ( digitalis ) untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoxin
bekerja secara langsung pada serat serat otot jantung untuk meningkatkan
kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung pada panjang serat otot. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga volume dan
peregangan ruang ventrikel berkutang.
4. Diberpenghambat enzim pengubah engiotensin ( inhibitor ACE ) untuk
menurunkan pembentukan angiotensin II. Hal ini mengurangi afterload
( TPR ) dan volume plasma ( pre load ). Nitrat juga diberikan untuk
mengurangi afterload dan pre load.
( Corwin, 2000 )
H. Pengkajian
Pengkajian dari gagal jantung meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan/kelemahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada, dengan aktivitas.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental, misalnya alergi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kongestif sebelumnya,
infark miokard baru/akut, penyakit katub jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septic.
Tanda : Tekanan darah : mungkin rendah ( gagal pemompaan ) mormal ( gagal
jantung kongestif ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban
cairan)
Tekanan Nadi : mungkin sempit, menunjukan penurunan volume
sekuncup.
Frekuensi jantung : Takikardia ( gagal jantung kiri )
Bunyi jantung : S3 ( gallop ) adalah diagnostic : S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah. Mumrmur sistolik dan diastolic dapat
menandakan adanya stenosis katub atau insufisiensi.
diuretic.
Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen ( asites ) edema
(umum, dependen, tekanan, pitting ).
6. Higiene
Gejala : keletihan / kelemehan, kelemahan selama aktifitas perwatan diri.
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : letargi, kusut pikir, disorientasi perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut / kronis, nyeri abdomen kanan atas,(AkaA),
sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit (menarik diri) perilaku
melindung diri.
9. Pernafasan
Gejala : Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa
bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan, misalnya oksigen, atau
medikasi.
Tanda : Pernafasan : takipnea, nafas dangkal, pernafasan labored :
I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik; perubahan structural.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen / kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus ( meningkatna curah jantung )
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan denganperubahan
membran kapiler alveolus, contoh pengumpulan/ perpindahan cairan
kedalam area interstisial / alveoli.
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama, penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan
dengan kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung.
( Doenges, 1999 )
J. Fokus Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, perubahan structural.
( Doenges, 1999 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan agar curah
jantung pasien dapat terpenuhi atau dapat diatasi.
Kriteria hasil :
1. Menunjukan tanda vital dalam batas normal
2. Bebas gejala gagal jantung.
3. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina
4. Ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, irama jantung ;
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau tekanan darah
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
6. Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan atau
konsentrasi urine
7. Kaji perubahan pada sensori, contoh lethargi, bingung, disorientasi, cemas
dan depresi
8. Berikan intirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan
pemeriksaan fisik sesuai indikasi
9. Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan,
kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
2. Berikan obat sesuai dengan indikasi
a. Diuretik, contoh furosemid ( lasix ), asam etakrinik ( edekria ) ;
bumetanid ( bumex ) ; Spinorolakton ( aldakton )
b. Vasodilator, contoh mitrat, arteriodilator, contoh hidralasin, kombinasi
obat, contoh prazosin.
c. Morfin sulfat
d. Tranquilizer atau sedative
3. Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi, hindari
cairan garam.
4. Pantau atau ganti elektrolit
5. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
6. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh, BUM, Kreatinin.
7. Pemeriksaan fungsi hati ( AST, LDH )
8. Siapkan untuk insersi atau mempertahankan alat pacu jantung bila
diindikasikan.
2.
6. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer : catat adanya edema tubuh
umum ( anasarka )
7. Ubah posisi dengan sering, lihat permukaan kulit, pertahankan tetap
kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.
8. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan.
9. Pantau tekanan darah
10. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen,
konstipasi.
11. berikan makanan yang mudah dicerna
12. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
13. Dorong untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan.
14. Catat keluhan nyeri abdomen kuadaran kanan atas
15. Catat peningkatan letargi, hipotensi, kram otot.
Kolaborasi :
1. Pemberian obat sesuai indikasi
Diuretik, contoh furosemid ( lasix ) ; bumitanide ( bumex ) tiazid dengan
agen pelawan kalium, contoh spironolakton ( aldekton )
2. Konsul dengan ahli diet
3. Pantau foto thorak
4. Kaji dengan torniquet rotasi atau flebotomi, dialisis, atau ultrafiltrasi
sesuai indikasi.
4.
dan tertulis.
7. Anjurkan makan diet pagi hari
8. Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuan mengambil dan
mencatat nadi harian dan kapan memberitau pemberi perawatan, contoh
nadi diatas atau dibawah frekuensi yang telah ditentukan sebelumnya,
perubahan pada irama atau regularitas.
9. Jelaskan peran dan diskusikan dalam mengontrol faktor resiko ( contoh,
merokok ) dan faktor pencetus atau pemberat ( contoh, diet tinggi garam,
dan aktif atau terlalu aktif, terpajan pada suhu ekstrem )
10. Bahas ulang tanda atau gejala yang memerlukan perhatian medik cepat,
contoh peningkatatn berat badan cepat, edema, napas pendek, peningkatan
kelelahan, batuk, hemoptisis, demam.
11. Berikan kesempatan pasien atau orang terdekat untuk menanyakan,
mendislkusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup yang perlu.
12. Tekankan pentingnya melaporkan tanda atau gejala toksisitas digitalis,
catat terjadinya gangguan dan penglihatan, peruahan frekuensi nadi atau
irama memburuknya gagal jantung.
Kolaborasi :
1.
indikasi.
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
Pada bab ini penulis menguraikan resume keperawatan yang berisi tentang
asuhan keperawatan pada Tn.Y dengan Decompensio Cordis diruang kenanga Rumah
Sakit Umum Daerah Purbalingga selama 3 hari dari tangal 21 februari 2008 sampai
dengan tangal 24 februari 2008.
A. Identitas pasien
Pengkajian yang dilakukan pada hari kamis tangal 21 februari 2008 jam 13.40
WIB, pada Tn. Y umur 51 tahun, jenis kelamin laki laki, suku jawa bangsa
Indonesia, agama Islam, pendidikan SPG, pekerjaan guru, tangal masuk 21 februari
2008, dengan alamat desa kalikabong RT. 5, RW.2 Purbalingga. Dengan penanggung
jawab Ny. S, hubungan sebagai anak Tn. Y, umurnya 28 tahun, agama Islam,
pendidikan SLTA, Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, alamat desa kalikabong RT.
5, RW.2, Purbalingga.
B.
Riwayat Keperawatan
Pasien datang dari IGD tanggal 21 februari 2008 dengan riwayat kesehatan
sekarang, keluhan utama pasien susah untuk bernafas atau sesek, dan keluhan
tambahan yaitu panas, batuk berdahak, ekstremitas bawah kanan bengkak lemah,
C.
Analisa Data
Berdasarkan dari data pengkajian yang dilakukan penulis selama 1 hari yaitu
D.
Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. Y didapatkan permasalahan keperawatan
dari
1.
tanggal
21
februari
2008
sebagai
berikut
miokard.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
E.
agar
volume
cairan
kembali
stabil
dengan
kriteria
hasil
Diagnosa IV :
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler, tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan agar pertukaran gas atau udara kembali lancar, dengan kriteria hasil
mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan, berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan atau situasi. Intervesinya yaitu
auskultasi bunyi nafas, catat bunyi nafas mengi, anjurkan pasien batuk efektif, nafas
dalam, dorong perubahan posisi sering, pertahankan duduk dikursi atau tirah baring
dengan posisi semi fowler dan sokong tangan dengan bantal, kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian oksigen sesuai indikasi.
F.
Implementasi
Setelah penulis merencanakan tindakan keperawatan, maka tahap berikutnya
3 x 1 tablet )
Diagnosa II intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
implementasinya yaitu : kaji respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, kaji penyebab
kelemahan, evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas, berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri, selingi periode aktivitas denga periode istirahat.
Diagnosa III kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, implementasinya yaitu : catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi, hitung keseimbangan masukan, pengeluaran cairan selama 24 jam,
berikan perawatan mulut atau es batu sebagai bagian dari kebutuhan cairan.
Diagnosa IV risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler, implementasinya yaitu : auskultasi bunyi nafas, catat
bunyi nafas mengi, anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam, dorong perubahan
posisi sesering mungkin, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen
sesuai indikasi.
2. Implementasi tanggal 23 februari 2008 yaitu :
Diagnosa I implementasinya yaitu, auskultasi nadi apikal, pantau tanda
tanda vital, pantau haluaran urine, kolaborasi medis untuk pemberian obat sesuai
indikasi. ( Furosemid 20 mg IV, Neurosam 2 x 40 mg IV , KCL 1 x 500 mg IV,
Isosorbide Dimitrate 3 x 1 tablet, Alloporinol 3 x 1 tablet ).
Diagnosa II Implementasinya yaitu, kaji respon kardiopulmonal terhadap
aktivitas, kaji penyebab kelemahan, selingi periode aktivitas denga periode istirahat.
G.
Evaluasi
Tahap berikut setelah penulis melakukan pelaksanaan implementasi maka
sampai pada tahap evaluasi. Evaluasi yang dilakukan selama 3 hari mulai dari tanggal
22 februari 2008 sampai tanggal 24 februari 2008 didapatkan hasil sebagai berikut :
Evaluasi tahap pertama yang di lakasanakan pada tanggal 22 februari 2008
didapatkan hasil pada diagnoasa pertama yaitu masalah belum teratasi dengan data
pasien mengatakan masih susah untuk bernafas atau sesek, pasien tampak lelah,
tekanan darah : 100/ 60 MmHg, Nadi 86 kali permenit, Respirasi 38 kali permenit,
Suhu 38,1o C. lanjutkan intervensi, auskultasi nadi apikal, pantau tanda tanda vita,
pantau haluaran urine.
Pada diagnosa kedua yaitu masalah belum teratasi dengan data pasien
mengatakan badannya masih lemah, pasien terlihat makan masih dibantu, lanjutkan
tindakan keperawawatan kaji respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, kaji
penyebab kelemahan, selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
Pada diagnosa ketiga yaitu masalah belum teratasi dengan data, pasien
mengatakan BAK masih sedikit, pasien tampak ada edema pada ekstremitas bawah
kanan, lanjutkan tindakan keperawatan pantau haluaran urine, hitung keseimbangan
masukan, pengeluaran cairan selama 24 jam, berikan perawatan mulut atau es batu
sebagai bagian dari kebutuhan cairan.
Pada diagnosa keempat yaitu maslah belum teratasi dengandata pasien
mengatakan badannya masih panas, suhu 38,1oC, pasien tampak batuk tersengal
sengal, terpasang O2, lanjutkan intervensi auskultasi bunyi nafas, anjurkan pasien
melatih batuk efektif.
Evaluasi tahap kedua dilakukan pada tanggal 23 februari 2008 dengan hasil
pada diagnosa pertama yaitu, masalah belum teratasi dengan data pasien mengatakan
masih susah untuk bernafas atau sesek, pasien tampak lelah, tekanan darah : 100/ 70
MmHg, Nadi 84 kali permenit, Respirasi 36 kali permenit, Suhu 37,8 o C. lanjutkan
intervensi, kolaborasi medis untuk pemberiantherapy sesuai indikasi.
Pada diagnosa kedua yaitu masalah belum teratasi dengan data pasien
mengatakan masih sulit untuk melakukan aktivitas, pasien masih tampak lemah,
lanjutkan tindakan keperawatan kaji penyebab kelemahan, berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri.
Pada diagnosa ketiga yaitu masalah belum teratasi dengan data, pasien
mengatakan BAK masih sedikit, pasien tampak ada edema pada ekstremitas bawah
kanan, lanjutkan tindakan keperawatan, pantau haluaran urine, hitung keseimbangan
masukan, pengeluaran cairan selama 24 jam.
Pada diagnosa keempat yaitu maslah belum teratasi dengandata pasien
mengatakan badannya masih panas, Suhu 37,8oC, pasien tampak batuk tersengal
sengal, terpasang O2, lanjutkan intervensi auskultasi bunyi nafas, anjurkan pasien
melatih batuk efektif, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen.
Evaluasi tahap ketiga dilakukan pada tanggal 24 februari 2008 dengan hasil
pada diagnosa pertama yaitu, masalah
mengatakan masih sudah agak berkurang sesek nafasnya, pasien tampak sudah agak
tenang atau tidak kelelahan, tekanan darah : 110/ 80 MmHg, Nadi 84 kali permenit,
Respirasi 28 kali permenit, Suhu 36,7o C. lanjutkan intervensi, pantau tanda tanda
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas hasil asuhan keperawatan yang sedah
dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 24 februari 2008 pada Tn. Y
dengan
A. Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada Tn. Y pada tanggal 21 februari 2008.
dalam hal ini penulis menemukan beberapa hal yang telah diangkat menjadi diagnosa
keperawatan untuk ditindak lanjuti, pada pengkajian penulis menemukan pasien
susah untuk bernafas atau sesek, batuk tersengal sengal, edema, lemah, BAK
sedikit, panas.
saat pengkajian didapatkan data pasien susah untuk bernafas atau sesek, BAK
sedikit. Menurut ( Carpenito, 2000 ) pada pasien yang mengalami penurunan
curah jantung bisa menunjukan respon yang bervariasi sesuai fungsi yang
terganggu
tidur, dan ansietas ) dan atau dapat beresiko mengalami komplikasi fisiologis,
seperti disritmia, syok kardiogenik, perubahan kontraktilitas miokard dan
gagal jantung kongestif, sehingga penulis memprioritaskan masalah
penurunan curah jantung sebagai prioritas pertama.
Untuk mengatasi masalah peurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas miokard maka penulis merencanakan
tindakan keperawatan sebagai berikut, dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan agar curah jantung
pasien dapat teratasi atau kembali normal dengan kriteria hasil, pasien dapat
menunjukan tanda tanda vital dalam batas normal, bebas dari gejala gagal
jantung, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja dari jantung.
Rencana tindakan beserta rasionalnya untuk diagnosa diatas adalah sebagai
berikut :
1. Auskultasi nadi apikal
Rasional : Biasanya terjadi takikardi ( meskipun pada saat istirahat ) untuk
mencompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.
2. Catat bunyi jantung
pantau tanda tanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk melanjutkan
therapy pengobatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum yaitu penurunan
kapasitas fisiologis seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai
ketingkat yang diinginkan atau diperlukan. ( Carpenito, 2000 ).
Penulis mengangkat diagnosa intoleransi akltivitas karna pada saat
pengkajian data yang mendukung adalah badan pasien lemah, pasien tampak
bedrest, aktivitas tampak dibantu. Data lain yang penulis ambil juga
berdasarkan pada batasan karakteristik atau penentuan fisik sebagai berikut :
Frekuensi nafas, kelemahan, rasa tidak nyaman setelah melakukan aktivitas,
kelelahan. ( Carpenito, 2000 ). Dari data data diatas maka penulis
memprioritaskan
masalah
intoleransi
aktivitas
berhubungan
dangan
volume cairan terdapat data data antara lain harus terdapat edema, kulit
tegang dan mengkilat, dan mungkin terdapat masukan cairan lebih banyak
dari pada haluaran urine, nafas pendek dan penambahan berat badan. Dari
data diatas maka penulis memprioritaskan diagnosa kelebihan volume cairan
berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus sebagai prioritas
ketiga.
Untuk mengatasi masalah diatas maka penulis merencanakan tindakan
keperawatan dengan tujuann setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam, diharapkan agar volume cairan kembali stabil dengan kriteria hasil
mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, tanda vital dalam rentang yang diterima / normal, menyatakan
pemahaman tentang / pembatasan cairan individual. Rencana tindakan beserta
rasionalnya untuk diagnosa ini adalah sebagai berikut :
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat ( khususnya selama
sehari ) karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang
membantu diuresis, sehingga haluran urine dapat ditingkatkan
pada malam / selama tirah baring.
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
Rasional : Tetapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba tiba/
klien
untuk
mengatakan
perasaan
sehubungan
dengan
pembatasan.
Rasional : Ekspresi perasaan / masalah dapat menurunkan stress / cemas, yang
mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan yang
lemah.
Implementasinya adalah sebagai berikut :
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selam fase
akut.
4. Beri perawatan mulut / es batu sebagai bagian dari kebutuhan.
diagnosa
resiko
tinggi
kerusakan
pertukaran
gas
gas
udara
kembali
lancer,
dengan
kriteria
hasil
Dengan mengacu pada Kriteria hasil diatas maka masalah teratasi sebagian,
sehingga perlu dilanjutkan tindakan keperawatan yaitu anjurkan pasien untuk
batuk efektif, dan latihan nafas dalam, dorong perubahan posisi sesering
mungkin.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Y dengan Decompensio
Cordis selama 4 hari dari tanggal 21 sampai 24 februari 2008, maka penulis
menguraikan beberapa hal yang dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
terutama pada klien Decompensio Cordis antara lain :
1. Komonikasi terapeutik sangat baik untuk mempermudah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dan memantau perkembangan pengobatan
yang diberikan pada pasien.
2. Pada pasien Decompensio Cordis diperlukan adanya kerjasama yang baik
antara penulis, keluarga, pasien dan perawat ruangan, sehingga akan
mempermudah pelaksanaan asuhan keperawatan yang dapat mempercepat
kesembuhan.
3. Pada pasien Deconpensio Cordis perlu diperhatikan tentang penyebab
terjadinya penyakit agar perawat sebagai pelaksana asuhan keperawtan dapat
memberikan perawatan dan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA