Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di
dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu
dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami
gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa
memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu
keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan
orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)
keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan
penggunaan

diri

sendiri

secara

terapeutik

sebagai

caranya

untuk

meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.


Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang
dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang
menyenangkan misalnya bersifat tiduran (Nasution, 2003).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi
adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat
melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan
merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan,

dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari


Chaery 2009).
Berdasarkan hasil penelitian dari Rudi Maslim tahun2012 prevalensi masalah
kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang
dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita
gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang.
Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia
mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa diIndonesia
yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwa 11,6% penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental
emosional (Riset kesehatan dasar, 2007). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah
penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta, 0,17% menderita gangguan jiwa
berat, 0,6% menderita gangguan mental emotional, dan 14,3% kasus pasung
(Riskesdas, 2013).
Hasil Riskesdas pada 2007 lalu menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat
di Kalimantan paling tinggi berada di Kalsel, yakni 3,9 per seribu dari jumlah
penduduk. Selanjutnya diikuti Kalimantan Tengah yakni 2,5 per seribu dari
jumlah penduduk, Kalimantan Barat yakni 1,5 per seribu dan Kalimantan
Timur 1,3 per seribu.Jumlah masyarakat terkena gangguan jiwa di
Banjarmasin tercatat kasus baru 439 orang, terdiri atas 193 laki-laki dan 248
perempuan (kalsel.antaranews.com).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang Intensif Pria, dari 21
pasien terdapat 14 pasien (66%) mengalami halusinasi, 6 pasien (29%)
mengalami resiko perilaku kekerasan, dan 1 pasien (5%) mengalami isolasi
sosial. Masalah keperawatan yang paling banyak adalah halusinasi, yakni
pasien belum tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, pasien
menunjukan perilaku menarik diri, hubungan interpersonal dan komunikasi
kurang sebagai dampak dari timbulnya halusinasi.

Menilik kondisi tersebut di atas kami kelompok tertarik mengambil topik


Asuhan Keperawatan Jiwa pasien Tn. T dengan diagnosa keperawatan
Halusinasi penglihatan di ruang Intensif Pria RS Jiwa Sambang Lihum
Kab.Banjar dengan harapan dapat bersama-sama tim keperawatan ruang
Intensif Pria pada khususnya untuk memberikan asuhan keperawatan pasien
dengan halusinasi.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Kasus Halusinasisecara langsung dan komperehensif meliputi aspek
bio, psiko, sosial dan spritual, dengan pendekatan proses keperawatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada
pasien dengan diagnosa halusinasi
1.2.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan diagnosa halusinasi
1.2.2.3 Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa halusinasi
1.2.2.4 Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa halusinasi
1.2.2.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil pada pasien
dengan diagnosa halusinasi

1.3Manfaat Penulisan
1.3.1 Akademis
Dapat memberikan pengetahuan yang berharga dalam mata kuliah
keperawatan jiwa sehingga dapat diterapkan dimasa mendatang dan
dapat digunakan sebagai informasi awal bagi peneliti yang tertarik
meneliti permasalahan tentang halusinasi.
1.3.2 Teoritis
Diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan
ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa.

1.3.3 Praktik
Secara praktik diharapkan dapat jadi acuan dalam menangani pasien
dengan diagnosa halusinasi.

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi penglihatan
2.2 Proses Terjadinya Masalah
2.2.1 Pengertian

Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal


terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya
kemampuan menilairealitas.(Sunaryo, 2004)
Halusinasi adalah ketidakmampuan pasien menilai dan merespon
pada realitas pasien tidak dapat membedakan rangsangan internal
daneksteral, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, pasien
tidak mampu memberi respon secara akurat sehingga tampak berlaku
yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan (Keliat, 2006).
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima panca
indra yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghiduan
(Stuart &Laria, 2005).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan
persepsi tanpa ada rangsangan dari luar.
2.2.2 Rentang Respon
Respon adaptif

Respon Maladaptif

Logis

Pikiran Kadang menyimpang Kelainan pikiran

Persepsi akurat
Emosi konsisten
Perilaku sesuai
Hubungan sosial baik

Ilusi
Emosional berlebih
Perilaku ganjil
Menarik diri

Halusinasi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial

Rentang Respon Halusinasi menurut (Stuart &Sundeen, 2007)


Keterangan gambar :
2.2.2.1 Respon adaptif adalah
respon yang dapat diterima oleh norma5
norma sosial budaya yang berlaku dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada


kenyataan.
c. Emosi konsisten merupakan manifestasi perasaan yang
konsisten atau efek keluar disertai banyak komponen
fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas yang wajar.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
2.2.2.2 Respon psikosiosial
a. Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah misinterpretasi atau penilaian penilaian yang
salah tentang yang benar-benar terjadi karena rangsangan
panca indera.
c. Emosi berlebihan atau kurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang
lain.
2.2.2.3 Respon

maladaptif

adalah

respon

indikasi

dalam

menyelesaikan msalah yang menyimpang dari norma-norma


sosial dan budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif
ini meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati.

d. Perilaku tak terorganisasi merupakan perilaku yang tidak


teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendiriran yang dialami oleh
individu dan di terima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
2.2.3 Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi
antara lain pasien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah
diri dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial pasien menjadi
menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya pasien akan lebih
terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominan
dibandingkan stimulus eksternal. Pasien lama kelamaan kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal.
Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
Pasien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana pasien
mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Pasien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas
terhadap lingkungan. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh
diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.
2.2.4 Proses Terjadi Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
2.2.4.1 Comforting(menghibur, menyenangkan)
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak

sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang


cepat, diam dan asyik.
2.2.4.2 Condemning (cemas, menyalahkan)
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil

jarak dirinya

dengan sumber

yang

dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem


saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
2.2.4.3 Controling(pengontrolan)
Pada ansietas berat, pasien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di
sini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika
akan berhubungan dengan orang lain.

2.2.4.4 Consquering (panik)


Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam
jika pasien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat
membahayakan.
2.2.5 Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
1.
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran,
penglihatan, pengecapan, perabaan dan penpenciuman

Isolasi sosial : menarik diri


Harga diri rendah
Pohon masalah (Nita Fitria, 2010)
2.2.6 Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
2.2.6.1 Halusinasi pendengaran (Auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama
suara suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2.2.6.2 Halusinasi penglihatan (Visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun
dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
2.2.6.3 Halusinasi penghidu (Olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang
kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
2.2.6.4 Halusinasi peraba (Tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi
listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
2.2.6.5 Halusinasi pengecap (Gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urin atau feses.

10

2.2.6.6 Halusinasi sinestetik


Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
2.2.6.7 Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.2.7 Tanda Gejala Halusinasi
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna
Keliat, 1999) :
2.2.7.1 Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan.Gejala klinis:
a.
b.
c.
d.
e.

Menyeriangai/tertawa tidak sesuai.


Menggerakkan bibir tanpa bicara.
Gerakan mata cepat.
Bicara lambat.
Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan.

2.2.7.2 Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan. Gejala klinis:


a. Cemas.
b. Konsentrasi menurun.
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata.
2.2.7.3 Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan. Gejala klinis:
a.
b.
c.
d.

Cenderung mengikuti halusinasi.


Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah.
Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk).

2.2.7.4 Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan. Gejala klinis:

11

a.
b.
c.
d.

Pasien mengikuti halusinasi.


Tidak mampu mengendalikan diri.
Tidak mamapu mengikuti perintah nyata.
Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

2.2.8 Hal yang Harus di Kaji


Masalah keperawatan Gangguan persepsi sensori: halusinasi
Subjektif:
2.2.8.1 Pasien mengatakan mendengar sesuatu.
2.2.8.2 Pasien mengatakan melihat bayangan putih.
2.2.8.3 Pasien mengatak dirinya seperti disengat listrik.
2.2.8.4 Pasien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses.
2.2.8.5 Pasien mengatakan kepalanya melayang di udara.
2.2.8.6 Pasien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang
berbeda pada dirinya.
Objektif :
2.2.8.7 Pasien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji.
2.2.8.8 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.
2.2.8.9 Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan
sesuatu.
2.2.8.10 Disorientasi.
2.2.8.11 Kosentrasi rendah.
2.2.8.12 Pikiran cepat berubah-ubah.
2.2.8.13 Kekacauan alur pikiran.
2.2.9 Diagnosis Keperawatan
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan halusinasi.
2.2.10 Rencana Tindak Keperawatan
2.2.10.1 Tujuan umum
Pasien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2.2.10.2 Tujuan khusus

12

a. TUK I : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.


1. Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang,
ada

kontak

mata,

mau

berjabat

tangan,

mau

menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk


berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
2. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa pasien dengan ramah dan baik secara verbal
dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap pasien

dan

nama

panggilan yang disukai pasien.


d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa
adanya.
g) Beri perhatian pada pasien dan perhatikan kebutuhan
dasar pasien.
b. TUK II : Pasien dapat mengenal halusinasi
1. Kriteria evaluasi :
a) Pasien dapat menyebutkan waktu, isi

dan

frekuensi timbulnya halusinasi.


b) Pasien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya.
2. Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya
membina hubungan saling percaya juga dapat
memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku pasien terkait dengan
halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus,
memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada
teman bicara.

13

Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi


timbul memudahkan perawat dalam melakukan
intervensi.
c) Bantu pasien mengenal halusinasinya dengan cara :
Jika menemukan pasien yang sedang halusinasi
tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
Jika pasien menjawab ada lanjutkan apa yang
dikatakan.
Katakan bahwa perawat percaya pasien mendengar
suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya
(dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
Katakan pada pasien bahwa ada juga pasien lain
yang sama seperti dia.
Katakan bahwa perawat akan membantu pasien.
Rasional : Mengenal halusinasi memungkinkan
pasien

untuk

menghindari

faktor

timbulnya

halusinasi.
d) Diskusikan dengan pasien tentang :
Situasi yang menimbulkan/tidak

menimbulkan

halusinasi.
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel,
sedih)
Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi dan
frekuensi

munculnya

halusinasi

mempermudah

tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.


e) Diskusikan dengan pasien apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri
kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi
halusinasi pada pasien.
c. TUK III : Pasien dapat mengontrol halusinasinya

1. Kriteria evaluasi :

pengaruh

14

a) Pasien
biasanya

dapat

menyebutkan

dilakukan

tindakan

untuk

yang

mengendalikan

halusinasinya.
b) Pasien dapat menyebutkan cara baru.
c) Pasien dapat memilih cara mengatasi halusinasi
seperti yang telah didiskusikan dengan pasien.
d) Pasien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasi.
e) Pasien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2. Intervensi
a) Identifikasi bersama pasien tindakan yang
dilakukan

jika terjadi halusinasi (tidur, marah,

menyibukkan diri sendiri dan lain-lain).


Rasional : Upaya untuk memutus siklus halusinasi
sehingga halusinasi tidak berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan pasien, jika
bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat mneingkatkan harga
diri pasien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol
timbulnya halusinasi :Katakan : Saya tidak mau
dengar kau pada saat halusinasi muncul.
Menemui orang lain atau perawat, teman atau
anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi yang didengar.Membuat
jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.Meminta

keluarga/teman/perawat,

tampak

sendiri.Rasional:

bicara

jika

Memberikan

alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.


d) Bantu pasien memilih cara dan melatih cara
untuk memutus halusinasi secara bertahap, misalnya
dengan :
Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca alQuran.
Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.

15

Mengikuti

keanggotaan

sosial

di

masyarakat

(pengajian, gotong royong).


Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika
masih muda).
Mencari teman untuk ngobrol
Rasional :Memotivasi dapat meningkatkan keinginan
pasien untuk mencoba memilih salah satu cara untuk
mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan
harga diri pasien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah
dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mencoba cara yang telah dipilih.
f) Anjurkan pasien untuk mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :Stimulasi persepsi dapat mengurangi
perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.
d. TUK IV : Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya.
1. Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
2. Intervensi
a) Membina

hubungan

menyebutkan

saling

percaya

dengan

nama, tujuan pertemuan dengan

sopan dan ramah.


Rasional :Hubungan saling percaya merupakan dasar
untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan pasien menceritakan halusinasinya kepada
keluarga.
Untuk mendapatkan

bantuan

keluarga

dalam

mengontrol halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung
tenang :

16

Pengertian halusinasi, gejala halusinasi yang dialami


pasien.
Cara yang dapat dilakukan pasien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di
rumah, misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan
resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional : Untuk mengetahui pengetahuan keluarga
tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang
mempunyai masalah halusinasi.
e. TUK V : Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1. Kriteria evaluasi
a) Pasien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat,
dosis dan efek samping obat.
b) Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat
dengan benar.
c) Pasien mendapat informasi tentang efek dan efek
samping obat.
d) Pasien dapat memahami akibat berhenti minum obat
tanpa konsutasi.
e) Pasien dapat menyebutkan

prinsip

benar

penggunaan obat.
2. Intervensi
a) Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang
dosis

dan

obat.Rasional

frekuensi
:

serta

Dengan

manfaat

menyebutkan

minum
dosis,

frekuensi dan manfaat obat diharapkan pasien


melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan pasien minta sendiri obat pada perawat
dan

merasakan manfaatnya.Rasional : Menilai

kemampuan pasien dalam pengobatannya sendiri.

17

c) Anjurkan pasien untuk bicara dengan dokter tentang


mafaat

dan

efek

dirasakan.Rasional

samping

:Dengan

obat

yang

mengetahui

efek

samping pasien akan tahu apa yang harus dilakukan


setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi

dengan

dokter.Rasional

Program

pengobatan dapat berjalan dengan lancar.


e) Bantu pasien menggunakan obat dengan prinsip 5
benar (benar dosis, benar obat, benar waktunya,
benar caranya, benar pasiennya).Rasional : Dengan
mengetahui

prinsip

penggunaan

obat,

maka

kemandirian

pasien

untuk

pengobatan

dapat

ditingkatkan secara bertahap.


STRATEGI PELAKSANAAN : PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI
A. Kondisi Pasien
Klien tampak berbicara sendiri, duduk menyendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
C. Tujuan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
D. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Diagnosa
Pasien
Keperawatan
Halusinasi
SP I
Mengidentifikasi
halusinasi
:
dengan
mendiskusikan
isi,
frekuensi, waktu terjadi
situasi pencetus, perasaan
dan respon.
Menjelaskan
cara
mengontrol halusinasi :
hardik, obat, bercakap-

Keluarga
SP I
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien.
Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala serta
proses
terjadinya
halusinasi
(gunakan
booklet)
Menjelaskan
cara

18

cakap.
merawat pasien dengan
Melatih cara mengontrol
halusinasi.
halusinasi
dengan Melatih cara merawat
menghardik.
halusinasi : hardik
Masukan pada jadwal Menganjurkan
kegiatan untuk latihan
membantu pasien sesuai
menghardik.
jadwal dan beri pujian.
SP II
Mengevaluasi
kegiatan
menghardik. Beri pujian
Melatih cara mengontrol
halusinasi dengan obat
(jelaskan 6 benar obat,
jenis,
guna,
dosis,
frekuensi,
koninuitas
minum obat)
Menjelaskan pentingnya
penggunaan obat pada
gangguan jiwa
Menjelaskan akibat jika
obat tidak diminum sesuai
program
Menjelaskan akibat putus
obat
Menjelaskan cara berobat
Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik
dan beri
pujian.

SP II
Mengevaluasi kegiatan
keluarga
dalam
merawat / melatih pasien
menghardik. Beri pujian
Menjelaskan 6 benar
cara memberikan obat
Melatih
cara
memberikan/mebimbing
minum obat
Menganjurkan
membantu pasien sesuai
jadwal dan beri pujian

SP III
SP III
Mengevaluasi
kegiatan Mengevaluasi kegiatan
keluarga
dalam
latihan menghardik dan
merawat
/
melatih
pasien
obat. Beri pujian
dalam menghardik dan
Melatih cara mengontrol
memberikan obat. Beri
halusinasi
dengan
pujian
bercakap-cakap
ketika
Menjelaskan
cara
halusinasi muncul
bercakap-cakap
dan
Memasukan pada jadwal
melakukan
kegiatan
kegiatan untuk latihan
untuk
mengontrol
menghardik, minum obat,
halusinasi
dan bercakap-cakap.
Melatih dan sediakan
waktu untuk bercakap-

19

cakap dengan pasien


terutama saat halusinasi
Menganjurkan
membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan
pujian.
SP IV
SP IV
Mengevaluasi
kegiatan Mengevaluasi kegiataan
latihan
menghardik,
keluarga merawat /
penggunaan obat dan
melatih
pasien
bercakap-cakap.
Beri
menghardik,
pujian
memberikan obat dan
Melatih cara mengontrol
bercakap-cakap.
Beri
halusisnasi
dengan
pujian
melakukan
kegiatan Menjelaskan follow up
harian (mulai 2 kegiatan)
ke RSJ / PKM, tanda
Memasukan pada jadwal
kambuh, rujukan,
kegiatan untuk latihan Menganjurkan
menghardik, minum obat,
membantu pasien sesuai
bercakap-cakap,
dan
jadwal. Beri pujian
kegiatan harian.
SP V
Mengevaluasi
kegiatan
menghardik, minum obat,
bercakap-cakap,
dan
melakukan
kegiatan
harian. Beri pujian
Melatih kegiatan harian
Menilai kemampuan yang
telah mandiri
Menilai apakah halusinasi
terkontrol

SP V
Mengevaluasi
kegitan
keluarga
dalam
merawat/melatih pasien
menghardik,
minum
obat,
bercakap-cakap,
kegiatan harian dan
follow up. Beri pujian
Menilai
kemampuan
keluarga merawat pasien
Menilai
kemampuan
keluarga
melakuakan
kontrol ke RSJ?PKM

Anda mungkin juga menyukai