Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu
ileus obstruksi dan ileus paralitik. Ileus Obstruktif adalah ileus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Sedangkan, ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus untuk
sementara waktu. Peristaltik usus adalah pergerakan kontraksi normal dinding usus.1
Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata,
sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan
tindakan operatif. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80% penyebab dari
kasus ileus obstruksi. Sedangkan penyebab tersering terjadinya ileus paralitik adalah
peritonitis, hipokalemia, dan post operasi laparotomi.1
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. 2 Di
Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.1
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Akut
abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat
disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi
saluran cerna atau perdarahan.3
Pasien dengan ileus mengeluhkan muntah, dan peregangan pada perut. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan distensi usus, dan pada auskultasi didapatkan bising
usus yang meningkat pada ileus obstruksi, sedangkan pada ileus paralitik bising
ususnya menghilang. Pemeriksaan radiologis mempunyai peran yang besar, untuk
membantu ahli bedah memutuskan diperlukannya tindakan bedah atau tidak pada
pasien dengan obstruksi ileus atau ileus paralitik. Pada foto abdomen tiga posisi
didapatkan gambaran herring bone untuk ileus paralitik dan gambaran step ladder
untuk ileus obstruktif. Untuk pemeriksaan USG digunakan untuk melihat masih ada
1

atau tidaknya peristaltic usus. Sedangkan penggunaan CT-scan untuk melihat


penyebab obstruktifnya, atau memastikan diagnosis apabila pemeriksaan klinis
ataupun pemeriksaan foto abdomen tiga posisi kurang jelas.
Dasar pengobatan ileus adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada. Dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal dengan dilakukannya terapi operatif.4
ANATOMI
1). Usus Halus
Usus halus berbentuk tubuler, dengan perkiraan panjang sekitar 6
meter pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum,
jejunum, dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal,
terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus
pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum
oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan
bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang
jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal
diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan
dengan sekum di katup ileosekal.5

Gambar 1. Lapisan Usus Halus

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis
atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini
juga terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus
dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus
daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan
bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,
dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang
lebih panjang.5

Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari
Aorta tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah
Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A.
Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum
dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah
dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis
membentuk vena porta.1
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan
limfe; (1) ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi
lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan (2)
ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici
mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior.6

Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk
jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior (Snell, 1997). Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks
usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui
pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di
lapisan submukosa.1
2). Usus Besar
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar
terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens,
sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak
diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik
kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu
berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah
menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus,
sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang
di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid.
Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar
usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.1

Gambar 2. Lapisan Usus Besar


Suplai Vaskuler
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria
mesenterika

inferior

memperdarahi

bagian

kiri

(sepertiga

distal

kolon

transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1)
kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.1,5
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior (Snell,
1997) Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens
dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesentericus inferior.6
5

Persarafan
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price,
1994). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf
simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior.
Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 1997). Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.1

BAB II
PEMBAHASAN
a) Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terbagi dua yaitu ileus obstruksi dan ileus paralitik.
Ileus obstruktif secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi
Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik
parsial atau total dari usus besar dan usus halus.2
Sedangkan, ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus untuk
sementara waktu. Peristaltik usus adalah pergerakan kontraksi normal dinding
usus.1
b) Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi beragam jumlahnya berdasarkan
umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan
penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak
pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi
dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.
Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80% penyebab dari kasus ileus
obstruksi. Pada anak-anak, hanya 10% obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruksi yang
terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30% kasus
komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus
obstruksi ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon,
pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada
tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan
penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal. 2
Sedangkan penyebab tersering terjadinya ileus paralitik adalah peritonitis,
hipokalemia, dan post operasi laparotomi.1
c)

Epidemiologi
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa

ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap


7

tahunnya.2 Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif
tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004
menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.1
d) Patogenesis
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik maupun fungsional. Perbedaan utama adalah pada obstruksi mekanik
(ileus obstruksi) yaitu peristaltik mula mula kuat kemudian intermittent dan
kemudian menghilang. Sedangkan pada ileus paralitik, peristaltik dari awal sudah
tidak ada. Perubahan patofisiologik pada obstruksi usus dapat dilihat pada tabel di
bawah ini. 1,7
Patofisiologik obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan
perubahan fungsi dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila
terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi
gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal,
hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun,
sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Awalnya,
peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan adanya
hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah,
dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus
berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal
dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak
teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi
menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi
udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala
sistemik.7 Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai
absorpsi toksin -toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik.1
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa
disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan,
sekresi usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika
obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian
8

distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membran mukosa usus menurun dan
dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan
sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan
fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik,
nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.1
Pada obstruksi strangulata, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang
kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene
dan perforasi. 7
e)

Diagnosis
1. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen,
mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi).
Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi
obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominant adalah nyeri
abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian
proksimal usus menjadi sangat dilatasi.5
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut
sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial
bisa mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba.
Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan
dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi
yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi
pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala
muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan
pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi
dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan
kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya
normal tetapi kadang kadang dapat meningkat.7
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi,
hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya
obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen
9

tampak distensi dan peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap


lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan
hilang.2,5,7
2. Pemeriksaan laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya
dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi,
leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau
strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang
meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya
gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis
metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda
shock, dehidrasi dan ketosis.7
3. Pemeriksaan Radiologi
Foto Abdomen 3 Posisi
i. Posisi telentang :
Dinding abdomen, yang penting yaitu : lemak preperitonial kanan
dan kiri baik atau menghilang.
Garis psoas kanan dan kiri : baik, menghilang atau adanya
pelembungan (bulging).
Batu yang radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak.
Kontur ginjal kanan dan kiri.
Gambaran udara usus :
Normal
Pelebaran lambung, usus halus, kolon.
Penyebaran dari usus-usus yang melebar.
Keadaan dinding usus.
Jarak antara 2 dinding usus yang berdampingan.
Kesuraman yang dapat disebabkan oleh cairan di luar usus atau
massa tumor.

10

Gambar 3. Foto Polos Abdomen Posisi Supine


ii.

Posisi duduk/setengah duduk :


Gambaran udara cairan dalam usus atau di luar usus, misalnya pada

abses.
Gambaran udara bebas di bawah diafragma.
Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah.

Gambar 4. Foto Polos Abdomen Posisi Tegak/Setengah Duduk


iii.

Posisi tiduran miring ke kiri :


Hampir sama seperti pada posisi duduk, hanya udara bebas letaknya antara
hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.
11

Gambar 5. Foto Polos Abdomen Posisi Left Lateral Dekubitus


Pemeriksaan radiologi foto polos abdomen posisi telentang merupakan
pemeriksaan yang paling berguna. Pada pemeriksaan ini dapat melihat distribusi udara
dan kaliber dari usus dimana dapat membedakan apabila ada massa jaringan lunak.
Lebih jauh lagi, obliterasi dari garis jaringan lemak normalnya dapat terlihat,
contohnya psoas line, dapat mengindikasikan adanya cairan atau peradangan eksudat
pada daerah tersebut.4
Pada posisi abdomen tegak dilakukan untuk melihat adanya batas cairan atau
udara. Pada pembahasan sebelumnya, pemeriksaan radiologi x-ray torak posisi tegak
lebih superior daripada foto abdomen posisi tegak untuk melihat pneumoperitoneum.
Keberadaan batas cairan di dalam usus tidak terlalu berpengaruh dalam menegakkan
diagnosis akut abdomen.
Pada kebanyakan kasus obstruksi usus halus, dilatasi usus yang berisi
gambaran gas sudah dapat dikenali pada posisi telentang, multiple batas cairan
didapatkan dari foto polos tegak. Dilatasi usus halus yang berisi batas cairan
menyerupai bentuk sosis, bulat atau oval yang dapat berubah pada berbagai posisi.
Pada obstruksi usus halus dimana hampir semuanya dipenuhi oleh cairan, sejumlah
kecil gas mungkin terperangkap di antara valvula conniventes pada posisi film
horizontal, ini dikenal dengan sebagai tanda string of beads yang hanya terdapat
pada obstruksi usus halus dan tidak terdapat pada orang normal.2
Pada obstruksi usus halus terdapat gambaran klasik herring bone dan bayangan
cairan (fluid level intraluminer) yang bertingkat-tingkat (step ladder) dan tidak
ditemukan gambaran udara distal daerah penyumbatan. 2 Foto abdomen tiga posisi
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas
84% pada obstruksi kolon.6

12

Gambar 6. Gambaran Step Ladder


Sedangkan pada ileus paralitik tampak dilatasi usus menyeluruh dari
gaster sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance (gambaran seperti tulang ikan), karena dua
dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran
penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tidak ada
gambaran air fluid level.2

Gambar 8. Gambaran herring bone pada ileus paralitik


13

USG Abdomen
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltik, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%.10

CT-Scan Abdomen
Lokasi untuk abdomen bawah daerah yang diambil dari pemeriksaan CTumum dimulai dengan slice pertama di process xiphoid diteruskan ke crista
illiaca. Untuk pelvis daerah yang diambil pada slice pertama dimulai dengan
crista illiaca dan diteruskan ke symphysis pubis. Untuk pemeriksaan abdomen
rutin tebal slice umumnya 10 mm.9
Pada pemeriksaan abdomen rutin dengan serial scanning membutuhkan
waktu 1 sekon untuk melihat gerakan peristaltik dan proses respirasi.
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan
penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik
dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.10

14

Gambar 7. Ileus obstruktif


Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-90% untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari
obstruksi.10
Pada CT-scan abdomen gambaran ileus paralitik yang khas adalah
terdapat pembesaran dari diameter ileus dan tidak didapatkannya bagian yang
kolaps. Selain itu tidak terdapat massa atau adhesi yang menyebabkan obstruksi.
Sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan dari ileus obstruktif. MRI jarang
digunakan untuk menegakkan diagnosa ileus paralitik. MRI digunakan hanya bila
ada curiga obstruktif yang disebabkan oleh tumor.2

15

Gambar 9. Gambaran ileus paralitik pada CT-Scan

MRI Abdomen
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.10

f) Diagnosa Banding
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan
retroperitoneal, termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah
operasi abdomen. Jika terjadi ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan
lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar.
Muntah jarang terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan
berdasarkan adanya hasil foto roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi
dilatasi kolon bagian proksimal.
16

Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis


akut dan pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip
dengan pankreatitis akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika
yang berhubungan dengan trombosis vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan
ileus paralitik.10

g) Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal.8
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah urin yang
keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
Farmakologis
Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparotomi.8

h) Komplikasi
17

Komplikasi yang dapat timbul antara lain perforasi usus, sepsis, syok
dehidrasi, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan meninggal.1
i) Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan
mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan
tindakan dilakukan dengan cepat.7

BAB III
KESIMPULAN
Pemeriksaan foto abdomen tiga posisi masih merupakan pemeriksaan
radiologi yang masih efektif untuk membantu menegakkan diagnosa
obstruksi usus maupun ileus paralitik. Dengan melihat pola udara di
intralumen maupun ekstralumen. Pemeriksaan sonografi sulit digunakan pada
pasien dengan obstruksi usus karena akumulasi udara di dalam usus,
sedangkan pada ileus paralitik USG dapat melihat bagian usus yang tidak ada
peristaltiknya.
Untuk pemeriksaan non-konvensional, penggunaan CT-Scan dan MRI
dilakukan jika pemeriksaan klinis dan pemeriksaan foto abdomen tiga posisi
hasilnya tidak jelas. Sebab pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lebih,
sehingga memungkinkan perburukan dari kondisi pasien.
18

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S. A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price,
L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC. 2003.
2. Thompson, J. S. (1996). Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction.
In R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
3. Manaf, N. M., & Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran. No.
20, 1996.
4. Siswanto, Tenri Abeng. Abdomen Akut dalam Radiologi Diagnostik. Edisi 2.
Hal 269-270, FKUI, Jakarta. 2006.
5. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. (2005). Small Intestine. In B. e.
al (Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
6. Snell, Richard S. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New
York. 1997
7. Sabiston, D.C. Essentials of Surgery. Edisi ke -1.Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 1995.
19

8. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.
9. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging. Seventh Edition. Volume
1. 2003.
10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Diunduh pada
tanggal 17 Maret 2011, dari emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview

20

Anda mungkin juga menyukai