Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT DAN REFERAT

MORBILI

DISUSUN OLEH:
Agnes Meyta Arpinda Tampubolon
1061050109
PEMBIMBING:
dr. Ava Lanny Kawilarang, Sp.A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Morbili dan
Bronkopneumonia. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak di RS UKI dan RSUD Cibinong.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ava
Lanny Kawilarang Sp. A, khususnya sebagai pembimbing dan semua staff pengajar di
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Cibinong dan Rumah Sakit UKI, serta teman-teman di
kepaniteraan klinik atas bantuan dan dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan
referat ini.
Saya menyadari bahwa referat ini masih banyak terdapat kekurangan baik
mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya di dalam menyusun referat ini. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca referat ini. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Mei 2016

Penulis

BAB I
CONTOH KASUS

A. IDENTITAS
Identitas Pasien

Nama

: An. P

Umur

: 4 tahun

Tanggal lahir

: 16/04/12

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Sunda

Tanggal masuk RS

: 14 Mei 2016

Tanggal keluar RS

: 19 Mei 2016

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal 18 Maret
2016.

Keluhan Utama
Demam

Keluhan Tambahan
Batuk, muncul bintik merah diseluruh tubuh

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Keluhan tersebut
dirasakan naik turun. Sebelumnya, pasien sudah diberikan obat penurun panas
untuk mengurangi keluhan. Namun, 3 sampai 4 jam kemudian, demam muncul
kembali. Saat demam, pasien menggigil dan merasa lemas. Sakit kepala sampai ke
daerah mata disangkal. Menurut ibu pasien, muncul sariawan di mulut pasien
sehingga pasien sulit makan.
4 hari smrs pasien mengeluh batuk. Batuk yang dirasakan berdahak, dan terus
menerus. Keringat pada malam hari disangkal, kontak dengan penderita radang
paru disangkal, penurunan berat badan drastis dalam waktu singkat disangkal. 3

hari smrs, muncul bintik merah di wajah dan menyebar keseluruh tubuh pasien
tiap harinya, berukuran kurang dari 0,5 cm. Bintik kemerahan menghilang saat
kulit diregangkan. Pasien mengaku mual namun tidak sampai muntah.
Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Berhubungan dengan Penyakit Sekarang
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit dalam Keluarga/ Lingkungan Sekitarnya yang Ada Hubungan
dengan Penyakit Sekarang
Pada keluarga dan lingkungan sekitar rumah, tidak ada yang menderita keluhan seperti
ini. Juga tidak ada pula yang sedang mengalami radang paru.
Riwayat Kehamilan Ibu
Ibu pasien rutin memeriksakan diri ke bidan sebanyak 5 kali. Tidak ditemukan adanya
kelainan selama kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Lahir section caesaria atas indikasi kontraksi prematur, kurang bulan, berat badan lahir
2150gr, panjang badan lahir 40cm.
Riwayat Makanan
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Setelah 6 bulan, pasien juga
mendapat susu formula
Riwayat tumbuh Kembang
Pasien tumbuh seperti anak seusianya, termasuk aktif bermain. Saat ini pasien
berusia 4 tahun.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi wajib pasien tidak lengkap, pasien hanya di imunisasi BCG
Riwayat Penyakit Keluarga, sosial dan ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan orang tua. Pasien berobat menggunakan layanan
BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pada tanggal 14 Mei 2016:
Tanda Vital :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6V5
Kesadaran composmentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 108x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi nafas : 30x/menit
Suhu tubuh : 38,2 C

Status Antropometri :

Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 105 cm
BB/U =
TB/U =
BB/TB =

Status Generalis dan Lokalis


Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor diameter 4 mm/4 mm, RCL +/+, RCTL +/+, conjunctiva anemis
-/- sklera ikterik -/-, posisi pupil tidak simetris, mata kanan esotropia
Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/Hidung : Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/-, secret -/-, nafas cuping hidung Mulut : Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa bibir kering, sianosis
perioral (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba membesar.
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di garis midclavicula sinistra intercostae V
Perkusi : Redup, tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : S1 S2 murni, murmur (-) gallop (-)

Pulmo: Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian paru yang tertinggal,
penggunaan otot bantu napas (-), retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama di kedua hemithorax
Perkusi : Sonor di kedua hemithorax
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rales +/+, wheezing -/Abdomen :

Inspeksi : penonjolan massa (-), abdomen lebih tinggi dari dinding dada
Palpasi : lemas, hepar dan limpa tidak teraba membesar , nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Akral hangat, CRT <2, oedema (-)


Kulit : turgor normal, terdapat rash di seluruh tubuh
Rangsang meningen : kaku kuduk (-)
Refleks fisiologis : ++ / ++
Refleks patologis : - / -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Penunjang
-

Hb : 13,6 g/dl
leukosit : 8000/ul
trombosit 249.000/ul
hematokrit 42,0 %.

E. RESUME
Anak usia 4 tahun dating dengan keluhan demam sejak 6 hari smrs. Keluhan lainnya
batuk dan muncul bintik merah diseluruh tubuh. Tidak ada yang mengalami keluhan
seperti ini di lingkungan sekitar pasien. Imunisasi pasien tidak lengkap, hanya BCG saja.
Riwayat batuk lama disangkal, riwayat kejang disangkal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran composmentis, keadaan umum tampak sakit sedang. Tekanan
darah: 100/60 mmHg, frekuensi nadi : 108x/menit, regular, kuat angkat, frekuensi nafas :
30x/menit, suhu tubuh : 38,2 C. thorax rales +/+, kulit terdapat macula eritema diseluruh
tubuh.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Morbili
Diagnosis banding :
-

DHF
Rubella
Erupsi Obat
Penyakit Lyme
Chikungunya
Scarlette Fever
Penyakit mulut, tangan, kaki (Flu Singapore)
TB

Rencana diagnostik
-

DPL
Foto thorax

G. TATALAKSANA
-

Pro Rawat Inap


Tirah baring
Diet : Tinggi karbohidrat, tinggi protein
IVFD : RL 1300cc/24 jam
Medikamentosa :
1. Paracetamol syr 3 x 1 Cth
2. Ambroxol syr 3 x Cth
3. Vit A 1 x 100.000 IU
4. Ceftriaxone 1 x 1gr

H. PROGNOSIS
Quo Ad vitam

: Dubia ad Bonam

Quo Ad functionum : Bonam


Quo Ad sanationum : Bonam

CATATAN KEMAJUAN
15/5/2016 ( Hari pertama perawatan)
S : demam (+), Batuk (+)
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
TD : 100/60 mmHg, FN : 110 x/menit, FP : 26x/menit, suhu 39,4 C
Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, deviasi konjugee -/Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)

Thoraks : Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)


Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rales +/+, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, hepar dan limpa tidak teraba
membesar, NT (-)
Ekstremitas : spastis, akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik
A : Morbili
P:
-

Tirah baring
Diet : Tinggi karbohidrat, tinggi protein
IVFD : RL 1300cc/24 jam
Medikamentosa :
1. Paracetamol syr 3 x 1 Cth
2. Ambroxol syr 3 x Cth
3. Vit A 1 x 100.000 IU
4. Ceftriaxone 1 x 1gr

17/5/2016
S : Demam (-), Batuk (+) berkurang, bintik hiperpigmentasi (+)
O : keadaan umum tampak sakit ringan
Kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
FN : 120 x/menit, FP : 26x/menit, suhu 37,0 C

Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, deviasi konjugee -/Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Thoraks : Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)
Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rales +/+ minimal, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, hepar dan limpa tidak teraba
membesar, NT (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

A : Morbili
P:
-

Tirah baring
Diet : Tinggi karbohidrat, tinggi protein
IVFD : RL 1300cc/24 jam
Medikamentosa :
1. Paracetamol syr 3 x 1 Cth
2. Ambroxol syr 3 x Cth
3. Vit A 1 x 100.000 IU
4. Ceftriaxone 1 x 1gr

18/5/2016
S : demam (-), Batuk (+) berkurang, bintik hiperpigmentasi (+), skuama di sekitar
bintik hiperpigmentasi

O : keadaan umum tampak sakit ringan


Kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
FN : 110 x/menit, FP : 26x/menit, suhu 36,4 C
Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, deviasi konjugee -/Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Thoraks : Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)
Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rales +/+, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, NT (-)
Ekstremitas : spastis, akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik
Kulit: skuama dan bintik hiperpigmentasi seluruh tubuh
Pemeriksaan Lab 18/5/16 :
-

Hb : 11,0 d/dl
Eritrosit : 4,34 juta/ul
Leukosit : 2600/ul
Trombosit : 106000/ul
Hematokrit : 33,2 %
LED : 8
Hitung jenis : * basophil : 0
* eosinophil : 0
* batang : 0
* segmen : 62
* limfosit : 38
* monosit : 0

A : Morbili
P:
-

Tirah baring
Diet : Tinggi karbohidrat, tinggi protein
IVFD : Kaen 3B 1000/24 jam
Medikamentosa :
1. Paracetamol syr 3 x 1 Cth
2. Ambroxol syr 3 x Cth
3. Vit A 1 x 100.000 IU
4. Ceftriaxone 1 x 1gr

BAB II
ANALISA KASUS

Pasien An.P usia 4 tahun didiagnosa sebagai morbili. Pasien datang dengan keluhan
demam sejak 6 hari smrs. Keluhan lainnya batuk dan muncul bintik merah diseluruh
tubuh. Tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini di lingkungan sekitar pasien.
Imunisasi pasien tidak lengkap, hanya BCG saja. Riwayat batuk lama disangkal, riwayat
kejang disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, keadaan
umum tampak sakit sedang. Tekanan darah: 100/60 mmHg, frekuensi nadi : 108x/menit,
regular, kuat angkat, frekuensi nafas : 30x/menit, suhu tubuh : 38,2 C. thorax rales +/+,
kulit terdapat macula eritema diseluruh tubuh.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium pada pasien ini dan didapatkan hasil Hb : 13,6 g/dl,
leukosit : 8000/ul, trombosit 249.000/ul, hematokrit 42,0 %.
Diagnosa DHF dapat disingkirkan karena dalam pemeriksaan laboratorium tidak
didapatkan penurunan trombosit dan peningkatan hematocrit. Munculnya bercak koplik
pada pasien yang diduga oleh ibunya adalah sariawan merupakan tanda khas dari morbili.
Penanganan pada saat pasien tiba di IGD berupa pemasangan jalur intravena dan
pemberian cairan RL 1300cc/24 jam, proris supp untuk menangani demam, paracetamol
syrup 3x1cth, ambroxol 3xcth, vit 1x100.000 IU (IKATAN DOKTER ANAK
INDONESIA 2009).

BAB III
PENDAHULUAN
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium
yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan
pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala,
(2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk
yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan
(3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului
dengan meningkatnya suhu badan.
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi
sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa
tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah
dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah
<12 tahun.
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari
penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat
menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam
muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali
terinfeksi oleh campak

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
2. Etiologi
2.1 Penyebab Penyakit Campak
Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan
paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris
tengah 140 mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan
protein, didalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian
protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks
nukleoprotein yang berada dari myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan
tonjolan pendek, sa tu protein yang berada di selubung luar muncul sebagai
hemaglutinin
2.2 Sifat Virus
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat,
apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur
kamar virus Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 5 hari.
Tanpa media protein virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu dan
hancur oleh sinar ultraviolet. Virus Campak termasuk mikroorganisme yang
bersifat ether labile karena selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar
dapat mati dalam 20% ether selama 10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku,
relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8C; 35,6-

46,4F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus
dibuang dan jangan dipakai ulang.
3

Patofisiologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring,

bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa
dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik
patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti
banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa
yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem
retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa
yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di
sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah
bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa
trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya
sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri (Cherry, 2004).
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan
medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion
body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis
(Phillips, 1983).
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus
campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas
sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak

ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah


viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada
jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus
campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif
dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan
saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat
terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran
nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara
cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di
dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu,
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari

Manifestasi

Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring


atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2

Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3

Viremia primer

3-5

Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi


pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7

Viremia sekunder

7-11

Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas

11-14

Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17

Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang


Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

Manifestasi klinis
4.1 Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari).
Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif,
penderita tidak menampakkan gejala sakit.

4.2 Stadium prodromal


Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium
prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala
klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi
konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak

Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat


menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan
menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul
pada hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar
butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat
hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham
bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti
palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1
2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18
jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya
menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
4.3 Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi
yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan
pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai
makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan
garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke
seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan
terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul
di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya
sesuai dengan urutan munculnya.

Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan
tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak
berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa
penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi.
Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada
infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian
kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak
sehingga sulit dikenali.
5

Diagnosis
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis.

Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan


sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak
dapat dilihat dengan pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement
fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA,
serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA).
Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut
pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel
serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih
(Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam.
Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan
menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih
cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan
didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar
glukosa normal (Phillips, 1983).

Diagnosis Banding

Diagnosis banding morbili diantaranya :


1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah
menghilang.
2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala
yang timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul
dan biasanya tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda
patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau
membranosa (Alan R. Tumbelaka, 2002).
Campak yang termodifikasi
Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya memiliki
setengah daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat diakibatkan riwayat
penggunaan serum globulin maupun pada anak usia kurang dari 9 bulan karena masih
terdapatnya antibodi campak transplasental dari ibu. Ditandai dengan gejala penyakit
yang lebih ringan. Stadium prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan
demam lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga
tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi
tidak bersifat konfluens. Pada beberapa orang, infeksi campak yang termodifikasi ini
dapat tidak memberikan gejala apapun.

Campak atipikal
Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang sebelumnya
telah kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah. Biasanya muncul pada orang
yang telah mendapat vaksin dari virus campak yang dimatikan
Masa inkubasi dari campak atipikal sama seperti pada campak yang tipikal yaitu
sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium prodromal ditandai dengan demam tinggi yang
mendadak (39,5C sampai 40,6C) dan biasanya sakit kepala. Bisa juga didapatkan
gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-produktif, muntah, nyeri dada dan rasa lemah.
Bercak Koplik jarang ditemui. Dua atau tiga hari setelah onset penyakit muncullah ruam
yang dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit
berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki serta terdapat juga
pada telapak tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel dan terasa gatal. Pada
campak atipikal dapat muncul efusi pleura, sesak nafas, hepatosplenomegali,
hiperestesia, rasa lemah maupun paresthesia. Diagnosis dari campak atipikal dapat
ditegakkan melalui tes serologis. Bila sampel serum awal diambil sebelum atau pada
saat onset ruam, CF dan titer HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua
titer akan meningkat mencapai 1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari ke10 infeksi titer jarang melebihi 1:160 (Cherry, 2004).
7

Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih

kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah :
7.1 Bronkopneumonia

Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat


disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh
bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus
influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya
frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak
akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama.
Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri
yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak.
Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
7.2 Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset
penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul
pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah :
kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan
disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah
adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
7.3 Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang
diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru
muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak lakilaki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000

kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum
mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE
dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
7.4 Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis
dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
7.5 Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium
erupsi.
7.6 Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya
daya tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
7.7 Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi.
7.8 Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita

menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi


perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi
intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
Imunitas
Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian
IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG
tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi
atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori
dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak
hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak
akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng Soegijanto, 2002).
Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak.
Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan
menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat
terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam
kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal
dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran (Phillips,
1983).
Imunisasi

Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat
berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari
virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan
protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk
karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut
sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus
digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan
lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat
merangsang pengeluaran IgA sekretori.
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang
menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat
alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari
darah (Soegeng Soegijanto, 2001).
Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis
serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi
semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit
mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder,
anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit
untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun.

Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak,
menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah
limfosit total (Cherry, 2004).
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan
oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit
yang timbul (IDAI, 2004)
Pencegahan
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak
di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan
dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program
pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps
dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu
mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi
penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan
didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).

Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit
maka prognosisnya baik (Rampengan, 1997).
Kesimpulan

Pencegahan penyakit campak dengan melakukan imunisasi terhadap bayi sangat


penting karena insidensi campak terutama pada anak usia <12 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam:
Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113
Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283
2298

Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of
Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku
Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Hal. 105
Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. Hal. 125
T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90

Anda mungkin juga menyukai