Anda di halaman 1dari 8

*

Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari

yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan


dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik :
poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.
**

Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik,

untuk

penelitian

epidemiologis

pada

penduduk

dianjurkan

memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua


jam pasca pembebanan.
1

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya
kualitas hidup pasien DM (Sudoyo dkk, 2014).
Tujuan penatalaksanaan adalah sebagai berikut:
-

Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman, dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.


Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir
pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM.
Pilar penatalaksanaan DM (PERKENI, 2011)
1.
2.
3.
4.

Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan

latihan jasmani selama beberapa waktu (2 - 4 minggu). Apabila kadar


glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi

farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan


insulin.
1

Pilar Penatalaksanaan DM tipe 2


II.1.2.1 Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang
(PERKENI 2011):
-

Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis serta

perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan OHO atau

insulin serta obat-obatan lain


Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa

target

darah atau urine mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah


-

mandiri tidak tersedia)


Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi (misal : hiperglikemia pada

kehamilan)
Pentingnya perawatan diri
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
II.1.2.2 Intervensi Farmakologi
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa

darah belum tercapai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani
(Sudoyo dkk, 2014).
1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan


(Sudoyo dkk, 2014):
-

Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea


dan glinid

Penambah

sensitifitas

terhadap

insulin

metformin,

tiazolidindion
-

Penghambat glukoneogenesis : metformin

Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase

Tabel 5. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap
penurunan A1C ( Hb-glikosilat )
Golongan
Sulfonilurea

Cara kerja utama

Meningkatkan sekresi
insulin
Glinid
Meningkatkan sekresi
insulin
Metformin
Menekan
produksi
glukosa
hati
&
menambah
sensitifitas terhadap
insulin
Penghambat
Menghambat
glukosidase
absorpsi glukosa
Tiazolidindion
Menambah
sensitifitas terhadap
insulin
Insulin
Menekan
produksi
glukosa
hati,
stimulasi
pemanfaatan glukosa
Sumber : PERKENI, 2011

Efeksamping
utama
Berat badan naik,
hipoglikemia
Berat badan naik,
hipoglikemia
Diare, dyspepsia,
asidosis laktat

Penurunan
A1C
1,5 2 %
1,5 2 %
1,5 2 %

Flatulens,
lembek
Edema

tinja
0,5 1,0 %
1,3%

Hipoglikemia,
Berat badan naik

Potensial
sampai
normal

Tabel 6.Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia


Golongan

Generik

Sulfonilurea

Klorpropamid
Glibenklamid
Glipizid
Glikuidon
Glimipirid

Glinid

Repaglinid

Mg/
tab
100250
2,55
510
30

Dosis
harian
100500
2,5 - 15

Lama
kerja
24-36

5 - 20

10-16

12-24

30
- 68
120
1,2,3 0,5 - 6
24
,4

Frek/ Waktu
hari
1
Sebelum
makan
1 2
1 2
2 3
1

Nateglinid

0,5,1 1,5 - 6
,2
120 360

Rosiglitazon

4-8

24

Pioglitazon

15,
30

15 45

24

Penghambat
glukosidase

Acarbose

50100

100300

Biguanid

Metformin

500850

2503000

Tiazolidindion

6-8

Tidak
bergantung
jadwal
makan

Bersama
suapan
pertama

13

Bersama/
sesudah
makan

Sumber : Sudoyo dkk, 2014


2. Injeksi Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan (Sudoyo dkk, 2014):
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard

akut, stroke )
DM gestasional yang tidak terkendali dengan terapi gizi medis
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin:


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
-

Insulin kerja cepat ( rapid acting insulin )


Insulin kerja pendek ( short acting insulin )
Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )
Insulin kerja panjang ( long acting insulin )
Insulin campuran tetap ( premixed insulin )

Efek samping terapi insulin:


-

Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia


Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah. Terapi OHO dengan
kombinasi harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO
dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin
(PERKENI, 2011)

Kuesioner Aktivitas Fisik (Baecke, 1982)

Data aktivitas fisik dikumpulkan melalui kuesioner aktivitas fisik Baecke


(1982) yang diterjemahkan yang membagi aktivitas fisik menjadi tiga macam,
yaitu aktivitas fisik saat bekerja, berolahraga pada waktu luang.
Masing masing aktivitas fisik tersebut dinilai dengan angka koding yang
merupakan skor yang dihitung dengan rumus berikut (kode komponen lihat
kuesioner pada lampiran).
Indeks Aktivitas Olahraga: {[(D2a1 x D2a2 x D2a3) + (D2b1 x D2b2 x
D2b3)] + D3 + D4 + D5} / 4
Indeks Aktivitas Waktu Luang: [(6-D6) + D7 + D8 + D9 / 4

Pertanyaan D3 hingga D9 memiliki skor 1 sampai 5 (pilihan pertama


sampai terakhir). Sementara untuk skor olahraga (kolom D2) memiliki skor
sebagai berikut.

Tabel lampiran 1. Skor jawaban kuesioner aktivitas olahraga


Pilihan Jawaban
Intensitas Rendah
Intensitas Sedang
Intensitas Tinggi
< 1 jam
1-2 jam
2-3 jam
3-4 jam
>4 jam
< 1 bulan
1-3 bulan
4-6 bulan
7-9 bulan
>9 bulan

Skor
0.76
0.26
1.76
0.5
1.5
2.5
3.5
4.5
0.04
0.17
0.42
0.67
0.92

Skor tersebut kemudian digolongkan sesuai dengan skala likert menjadi


lima golongan yang kemudian dikelompokkan kembali sebagai berikut.

Tabel lampiran 2. Pengelompokan hasil pengukuran indeks aktivitas fisik


Status Aktivitas Status
Indeks Skor
Indeks Pengelompokan
Fisik
Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik Hasil Pengukuran
Saat Berolahraga Saat
Waktu
Luang
Sangat Aktif
4.5
5
Aktif
(Diatas
Aktif
3.5
4
Median)
Cukup Aktif
2.5
3
Kurang Aktif
1.5
2
Tidak Aktif (Di
Sangat
Tidak
0.5
1
Bawah Median)
Aktif

Daftar pustaka:
Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Jakarta.
Baecke JA, Burema J, Frijters JE. A Short Questionnaire For The Measurement
Of Habitual Phsycal Activity In Epidemiological Studies. Am J of Clin
Nutrition
1982;
36(5):
936-42.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7137077 ; [Accesed 2016 Mei 26]

Anda mungkin juga menyukai