Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan KaruniaNya saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan referat yang berjudul Bibir Sumbing.

Adapun referat

ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta yang dilaksanakan di RSUD RAA


Suwondo Pati.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Widi Antono, SpB yang telah
membimbing dalam penyelesaian referat ini serta pihak yang secara langsung maupun tidak
langsung membantu dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan referat ini saya mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan berharap referat ini
bermanfaat bagi pembacanya.

Pati, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

..........................................................................................

KATA PENGANTAR

..........................................................................................

DAFTAR ISI

.......................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

........................................................................

BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................................


II.1
II.2
II.2
II.2
II.3
II.4
II.5
II.6
II.7
II.8

Definisi ........
Anatomi .....................................................
Etiologi............................................................
Patofisiologi .................
Klasifiksai............................ ....
Manifestasi klinis..................
Diagnosis..............................................................................................
Penatalaksanaan...................................................................................
Komplikasi...........................................................................................
Prognosis ...........................................................................................

BAB III. KESIMPULAN ..........................................................................................


DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Labioskisis, yang umum dikenal dalam masyarakat sebagai bibir sumbing/celah
bibir/cleft lip, dengan atau tanpa celah langit-langit/palatum (palatoskisis) adalah
bawaan
kompleks

kranio fasial
dan

yang

melibatkan

cacat

paling banyak ditemukan. Penyebab kelainan ini cukup


banyak

faktor

genetik dan

lingkungan. Derajat dan

kompleksitas sumbing sangat bervariasi yang nantinya akan menentukan tata laksana
dan hasil akhir rekonstruksi untuk tiap individu. Kelainan ini terjadi karena kegagalan
penyatuan prossesus fasialis dengan sempurna sehingga terjadi celah pada bibir atau
palatum.1
Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi secara bersamaan. Ada tiga jenis
kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft palate, cleft palate tanpa disertai cleft lip,
cleft lip disertai dengan cleft palate. Celah yang terbentuk tersebut bisa unilateral
maupun bilateral. Tingkat pembentukan cleft palate dan cleft lip bervariasi mulai dari
ringan yaitu berupa sedikit tarikan hingga berat yaitu celah yang terbentuk sampai
nasal dan menuju tenggorokan.2 Malformasi wajah yang umum di masyarakat ini terjadi
hampir pada 1 dari 1000 kelahiran di dunia. Anak dengan labioskizis, labiopalatoskizis,
atau palatoskizis dapat memiliki beberapa gangguan fisik yang disebabkan oleh kelainan
lain yang biasanya menyertai, atau akibat komplikasi kelainan wajah.3

BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Cleft Lip and Palate (bibir sumbing dan langit-langit) adalah kelainan kongenital
facio-oral dimana terjadi malformasi atau pada area wajah janin tidak membentuk
dengan sempurna.1
Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah yang berada pada bagian
bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir karena malformasi yang disebabkan
oleh

gagalnya

prosesus

nasal

mediana dan maksilaris untuk menyatu selama

perkembangan embrionik. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut
(palatum) ,maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan
menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung atau membentuk suatu
fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu
karena perkembangan embrionik.2

ANATOMI

Gambar Anatomi normal bibir dan palatum


4

Perkembangan Wajah
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan antara lain
prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus maksilaris dan
prosesus mandilbularis. Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah yang
dibatasi di sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan di lateral
oleh processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di tengah-tengah
daerah ini, terdapat cekungan ektoderm yang dikenal sebagai stomodeum. Pada dasar
cekungan

terdapat

membran

buccopharyngeal.

Pada

minggu

keempat,

membran

buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan langsung dengan usus depan


(foregut).

Gambar A. Janin pada akhir minggu keempat yang memperlihatkan posisi arkus-arkus
faring. B. Janin berumur 4,5 minggu yang memperlihatkan prominensia mandibularis dan
maksilaris.
Perkembangan
processus

penting

wajah

selanjutnya bergantung

(teori fusi processus), yaitu

pada

menyatunya sejumlah

processus frontonasalis, processus

maxillaris, dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis mulai sebagai proliferasi


mesenkim pada permukaan ventral otak yang sedang berkembang, menuju kearah
stomodeum. Sementara itu, processus
pertama dan

berjalan

maxillaris tumbuh

keluar dari ujung atas arkus

ke medial, membentuk pinggiran bawah orbita. Processus

mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu dengan yang lain di garis tengah, di
bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir bawah.

Gambar Proses perkembangan wajah manusia

Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah prosessus
frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi prosessus nasalis medialis
dan prosessus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya perkembangan, prosessus maxillaris
tumbuh

ke medial dan menyatu dengan prosessus nasalis medialis. Prosessus nasalis

medialis membentuk philtrum pada bibir atas dan premaxilla. Prosessus maxillaris
meluas ke medial, membentuk rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi premaxilla
dan menyatu pada garis tengah. Berbagai prosessus yang membentuk wajah menyatu
selama dua bulan kedua.
Bibir atas dibentuk oleh

pertumbuhan

prosessus maxillaris arcus pharyngeus

pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, prosessus maxillaris saling
bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan prosessus nasalis medialis. Jadi bagian
lateral bibir atas

dibentuk oleh prosessus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum

dibentuk oleh prosessus nasalis medialis dengan bantuan prosessus maxillaries pada
akhir minggu ke-6 sampai minggu ke-7.
6

Bibir bawah dibentuk dari

prosessus

mandibularis arcus pharyngeus pertama

masing-masing sisi. Prosessus ini tumbuh ke arah medial di bawah stomodeum dan
bersatu di garis tengah
prosessus

untuk membentuk seluruh bibir bawah. Kulit yang menutupi

frontonasalis dan derivatnya

mendapat persarafan

sensoris dari divisi

ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi maxillaries n. trigeminus mempersarafi kulit di


daerah processus maxillaris. Kulit yang meliputi processus mandibularis dipersarafi oleh
divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-otot untuk ekspresi wajah berasal dari mesenchym
arcus pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai ini adalah saraf arcus pharyngeus kedua,
yaitu nervus kranialis.4,5
Berdasarkan
kegagalan

teori di atas, hipotesa

terjadinya

bibir

sumbing

yaitu

karena

fusi antara prosessus maksilaris dengan prosessus nasalis medialis dimana

pertama terjadi pendekatan masing masing prosessus, setelah prosessus bertemu, terjadi
regresi lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.1,5
Sehingga teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :
-

Labioschizis : perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan maksilaris


Palatoschizis : kegagalan fusi antara 2 processus palatine

Embriogenesis Bibir
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis yang terutama terdiri
dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama oleh pasangan
pertama arkus faring. Prominensia frontonasalis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim
yang terletak ventral dari vesikula otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi
prominensia frontonasalis, muncul penebalan lokal permukaan ektoderm, plakoda nasalis.
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) tersebut mengalami invaginasi
untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Selama dua minggu

berikutnya,

prominensia maksilaris tersebut bertambah besar. Secara bersamaan, tonjolan ini tumbuh
ke arah medial, menekan prominensia nasalis mediana ke arah garis tengah. Selanjutnya,
celah antara prominensia nasalis mediana dan prominensia maksilaris lenyap dan keduanya
menyatu. Karena itu, bibir atas dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua
prominensia maksilaris. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh prominensia mandibularis
yang menyatu di garis tengah.
7

Embriogenesis Hidung
Segmen intermaksila terbentuk akibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke
medial, kedua prominensia nasalis mediana menyatu tidak hanya di permukaan tetapi juga
di bagian yang lebih dalam. Struktur ini terdiri dari komponen bibir yang membentuk
filtrum bibir atas; komponen rahang atas yang membawa empat gigi seri; dan komponen
palatum yang membentuk palatum primer yang berbentuk segitiga. Segmen intermaksila
bersambungan dengan bagian rostral septum nasale yang dibentuk oleh prominensia
frontalis.

Gambar A. Potongan frontal melalui kepala janin 7,5 minggu. Lidah telah bergeser ke
bawah dan bilah-bilah palatum telah mencapai posisi horizontal. B. Pandangan ventral
bilah-bilah palatum setelah rahang dan lidah diangkat.

Palatum Sekunder
Meskipun

palatum

primer berasal dari

segmen

intermaksila, bagian utama palatum

definitif dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bilah (shelves) dari prominensia
maksilaris. Pertumbuhan keluar ini, palatine shelves (bilah-Sbilah palatum), muncul pada
minggu keenam perkembangan dan mengarah oblik ke bawah di kedua sisi lidah. Namun,
pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum bergerak ke atas untuk memperoleh posisi
horizontal di atas lidah dan menyatu, membentuk palatum sekunder.

ETIOLOGI
Etiologi cleft lip and palate adalah multifaktorial dan belum dapat diketahui secara
pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu keenam sampai minggu
kesepuluh kehamilan. Terganggunya fusi (menyatunya) selama masa pertumbuhan intra
uterine (dalam kandungan) ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dibagi
menjadi faktor herediter dan faktor eksternal.
a. Faktor herediter
Faktor herediter ini berarti menyangkut gen penyebab bibir sumbing yang
dibawa penderita. Hal ini dapat berupa :
Mutasi gen.
Kelainan kromosom : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan.
b. Faktor eksternal / lingkungan
Faktor eksternal merupakan hal-hal diluar tubuh penderita selama masa
pertumbuhan dalam kandungan yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya
bibir sumbing yaitu :
Pengaruh lingkungan juga dapat menyebabkan, atau berinteraksi dengan
genetika untuk menyebabkan celah orofacial. Pada manusia, bibir sumbing
janin dan kelainan bawaan lain juga telah dihubungkan dengan hipoksia ibu,
seperti yang disebabkan oleh misalnya ibu merokok, menyalahgunakan
alkohol atau beberapa bentuk pengobatan hipertensi.
Penyebab musiman (seperti eksposur pestisida)
Obat-obatan, seperti: Asetosal, Aspirin, Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,
Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin,
Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Retinoid, senyawa nitrat,

obat-obatan antikonvulsan, alkohol, obat-obatan terlarang (kokain, heroin, dll).


Diet ibu dan asupan vitamin
Faktor usia ibu
Nutrisi, terutama pada ibu yang kekurangan folat
Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
Radiasi
Stres emosional
Trauma (trimester pertama)

EPIDEMIOLOGI
Bibir sumbing dan celah palatum merupakan kelainan kongenital yang paling sering
ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa celah
palatum adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika Serikat. Insiden bibir sumbing dengan
atau tanpa celah palatum bervariasi berdasarkan etnis,dari 1.000 kelahiran didapatkan
pada etnis Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis kulit putih 1,0, dan etnis kulit hitam 0,41.
Sebaliknya, insidens celah palatum konstan pada semua etnis, yaitu 0,5 dari 1.000 kelahiran.
Insidens berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah 2:1 untuk bibir sumbing dengan
10

atau tanpa celah palatum dan 1:2 untuk celah palatum saja. Secara keseluruhan, proporsi
kelainan ini di Amerika Serikat: 45% celah lengkap pada bibir, alveolus, dan palatum;
25% celah bibir, alveolus, atau keduanya; dan 30% celah palatum. 3 Penelitian di Hawaii
(1986-2003) membandingkan angka kejadian bibir sumbing dan celah palatum dengan bibir
sumbing saja yaitu sebesar 3,2% dan 1,0%. 2,3 Insidens terbanyak pada orang Asia dan
Amerika dibandingkan orang kulit hitam.
Di Indonesia, kelainan ini cukup sering dijumpai, walaupun tidak banyak data yang
mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan celah palatum yang tidak tertangani di
Indonesia mencapai 5.000-6.000 kasus per tahun, diperkirakan akan bertambah 6.0007.000 kasus per tahun.

Namun

karena berbagai kendala, jumlah penderita yang bisa

dioperasi jauh dari ideal, hanya sekitar 1.000-1.500 pasien per tahun yang mendapat
kesempatan menjalani operasi. Beberapa kendalanya adalah minimnya tenaga dokter,
kurangnya informasi masyarakat tentang pengobatannya, dan mahalnya biaya operasi.

PATOFISIOLOGI
Celah pada bibir merupakan hasil dari kegagalan pembentukan prosesus pada bagian medial
dan lateral nasal, serta kegagalan penggabungan dari tonjolan frontonasal dan tonjolan maxillaries. Celah
unilateral terjadi ketika tonjolan maxillaries gagal bergabung dengan bagian medial dari tonjolan nasal di
salah satu sisi. Hal ini akan menyebabkan jaringan epitel (kulit) tertarik dan rusak sehingga menghasilkan
bibir sumbing.
Celah bilateral terbentuk dari proses dan hasil yang sama dalam dua alur. Ketika jaringan tersebut
rusak pada segmen intermaxillar ( bagian tengah dari bibir bagian atas), menggantung dan seringkali
mengarah ke bagian atas menuju hidung. Penutupan dari bibir secara normal terjadi pada hari ke 35 dari
perkembangan embrio. Beberapa faktor dapat mengganggu perkembangan embrionik wajah yang normal
dan menyebabkan terjadinya bibir sumbing.

KLASIFIKASI
11

Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :


- Komplit
- Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
- Unilateral
- Bilateral
Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit:
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu:

Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar A).


Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum
(gambar B).
Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan
bibir pada satu sisi (gambar C).
Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan
bibir pada dua sisi (gambar D).4

12

13

Klasifikasi oleh Universitas IOWA:


Bibir sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau kanan, atau bilateral (kelompok
I), dapat juga lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar hidung) atau tidak lengkap. Bibir
sumbing saja dapat terjadi, namun celah yang terjadi pada daerah alveolus selalu dikaitkan
dengan bibir sumbing. Bibir sumbing lengkap merupakan celah yang mencapai seluruh
ketebalan vertikal dari bibir atas dan terkadang berkaitan dengan celah alveolar. Bibir
sumbing tidak lengkap terdiri dari hanya sebagian saja ketebalan vertikal dari bibir,
dengan bermacam-macam jenis ketebalan jaringan yang masih tersisa, dapat berupa
peregangan otot sederhana dengan bagian kulit yang meliputinya atau sebagai pita tipis
14

kulit yang menyeberangi bagian celah tersebut. Simonarts Band merupakan istilah
untuk menyebut suatu jaringan dari bibir dalam berbagai ukuran yang menghubungkan
celah tersebut. Walaupun Simonarts Band biasanya hanya terdiri dari kulit, gambaran
histologis menunjukkan terkadang juga terdiri dari serat-serat otot.
Celah pada palatum dapat dibagi menjadi primer (terlibatnya anterior foramen
insisivum, kelompok IV) atau sekunder (terlibatnya posterior dari foramen insisivum,
kelompok II). Celah palatum juga diklasifikasikan sebagai unilateral atau bilateral, dan
perluasannya lebih lanjut sebagai lengkap atau tidak lengkap. Celah palatum ini
diklasifikasikan

tergantung

dari

lokasinya terhadap foramen insisivus. Celah palatum

primer terjadi pada bagian anterior foramen insisivus, dan celah palatum sekunder terjadi
pada bagian posterior dari foramen insisivus. Celah

unilateral palatum sekunder

didefinisikan sebagai celah yang prosesus palatum maksila pada satu sisi bergabung
dengan

septum

penyatuan

nasi. Celah bilateral lengkap palatum sekunder tidak memiliki titik

maksila dan septum

nasi. Celah lengkap seluruh palatum melibatkan baik

palatum primer dan juga sekunder, dan melibatkan salah satu sisi atau kedua sisi arkus
alveolar, biasanya melibatkan juga bibir sumbing. Celah tidak lengkap palatum biasanya
hanya melibatkan palatum sekunder saja dan memiliki tingkat keparahan yang beragam.
Dan kelompok III yaitu pasien dengan bibir sumbing dan celah palatum.3

Gambar (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir
bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit.

15

Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of England (2000):

16

17

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain
a. Masalah asupan makanan Asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin
dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex
hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus
mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala
juga dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah keci lpada palatum
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot inidapat keluar dengan tenaga hisapan kecil)
ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan
makanan tertentu
b. Masalah Dental: Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah
bibir yang terbentuk
c. Infeksi telinga: Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan
tuba eustachius
d. Gangguan berbicara: Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot
tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t,
h, k, g, s, sh,and ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

DIAGNOSIS
18

Anamnesis dan pemeriksaan fisik saat bayi lahir.


USG dan MRI pada saat masa kehamilan. Biasanya terdeteksi saat kunjungan rutin
antenatal.

Gambar Antenatal diagnosis pada labioschizis


Ultrasonografi,

sebagai

metode

pencitraan

utama,

pemeriksaan

yang

menunjukkan kondisi janin saat itu, selain itu mudah untuk dilakukan dan tidak mahal.
Namun, pemeriksaan menggunakan sonografi pada masa prenatal dengan bibir sumbing dan
palatum dapat menjadi sulit karena membayangi dari struktur tulang di sekitarnya. Pada
suatu penelitian dikatakan bahwa kebanyakan pemeriksaan anatomi dengan menggunakan
pencitraan dua dimensi trans abdominal menggunakan 3,5-to-5 MHz transduser yang dapat
menunjukkan kejadian bibir sumbing pada janin dari usia kehamilan 16 minggu dengan
akurat. Namun, pemeriksaan untuk mendeteksi beberapa kelainan sumbing, seperti pada
sumbing bibir atau palatum terisolasi, tidak terlalu menggambarkan hasil baik. 3-Dimensi
atau 4-Dimensi USG dan MRI. Pada pencitraan di wajah memiliki keuntungan untuk dapat
melihat tingkat midline-anomaly yang kompleks, yang mungkin terbatas jika dilakukan
pada pencitraan gambar dua dimensi biasa. Studi lain mengatakan bahwa MRI mampu
untuk menentukan tingkat keterlibatan posterior palatum dan penyebaran ke arah lateral
sumbing pada CL/P (Cleft lip with or without palate) atau CP (Cleft palate) mempunyai
akurasi diagnostik lebih tinggi dari pemeriksaan ultrasound. Penelitian lain berpendapat
bahwa MRI pada diagnosis prenatal untuk mengevaluasi palatum primer dan sekunder.

PENATALAKSANAAN
19

Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi dipasangi
penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu pengendalian cairan, memberikan
bidang referensi untuk pengisapan dan menjaga stabilitas segmen segmen arkus lateral.
Pertumbuhan arkus gigi yang cepat memerlukan pengukuran alat penutup yang berulang
ulang setiap beberapa minggu. Putting artificial lunak dengan lubang yang besar berguna
pada penderita celah palatum. Penderita dengan celah bibir (sumbing) murni mungkin dapat
minum ASI.
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir sumbing atau
celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu bertahun tahun, dari tim
yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang
akan mengikuti perkembangan rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan
membimbing kemampuan bicara.1
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :11

1. Tahap sebelum operasi


-

Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi

Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadai tindakan operasi pertama dikerjakan untuk menutup celah bibirnya, biasanya pada
umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu. Saat melaksanakan
tindakan koreksi dianut hukum sepuluh, yaitu berat badan minimal empat setengah kilo (10
pon), kadar hemoglobin 10 gram persen dan umur sekurang kurangnya 10 minggu dan
tidak ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.
-

Edukasi kepada orang tua

Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang seharusnya diberikan
kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya
memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik, susu dapat memancar
keluar sendiri dengan jumlah optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan lubang khusus ini tidak tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan
bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit langit yang terbelah.
20

Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non alergenik

Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibar proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusion pre maksila) akibat
dorongan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi
akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non
alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah umur 3 bulan, ketika
anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan dan bebas dari
infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.
Tujuan pembedahan / operasi :
-

Menyatukan bagian bagian celah

Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas

Mengurangi regurgitasi hidung

Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila

Teknik operasi :
A. Labioplasty
Cara Millard : rule of ten (10 minggu, 10 pound, Hb 10 gr%, leukosit < 10.000)
B. Palatoplasty
Dilakukan pada usia 20 bulan saat anak mulai belajar bicara
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard yang caranya memutar dan
memajukan (rotation and advacement). Teknik operasinya yaitu :
-

Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris, kemudian otot orbikularis
oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya.
21

Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai kira

kira sulkus nasolabialis.


Lepaskan mukosa bibir dari

rahang

pada lekuk pertemuannya, secukupnya,

kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot
-

dan kulit.
Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C, kemudian dibuat

insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung.


Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting halus

melengkung.
Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke kulit.
Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung lebih
simetris. Kolumela dan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari depan ke

belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring.


Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa oral mulai dari cranial,
menghubungkan sulkus ginngivo labialis. Jahitan diteruskan sampai ke dekat merah

bibir.
Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang perlu
ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir.

Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.


Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab selama 1 hari, untuk
menyerap rembesan darah / serum yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya, barulah
luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.

Gambar Reparasi labioschizis (labioplasti) (A dan B) pemotongan sudut celah pada bibir
dan hidung (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura (D) bagian atas bibir
disatukan dan (E) jahitan memanjang sampai ke bawah untuk menutup celah secara
keseluruhan
22

23

24

Gambar Teknik operasi labioplasty dan palatoplasty


Tindakan

selanjutnya adalah

menutup langitan (palatoplasti), dikerjakan

sedini mungkin (15 24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga
pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan lambat,
sering hasil operasi dalam hal kemampuan bicara atau mengeluarkan suara normal
atau tak sengau, sulit di capai.
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :8
a) Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar tehnik ini yaitu memisahkan celah palatum yang terpisah. Pembedahan
dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat sling otot. Skematik
25

palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap bipedikel mukoperiosteal untuk


menutup celah patum durum dan molle.

Gambar 7. Von Langenbeck Palatoplasty

b) Veau Wardill Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)


Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W shaped incison. Pembebasan
mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum durum dan pembukaan
tulang secara anterior dan lateral.

Gambar 8. Veau Wardill Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)


c) Bardach Two flap
Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan modifikasi dari tehnik Von
Langenbeck dimana dilakukan insisi di sepanjang tepi celah palatum dan tepi
alveolar. Penggabungan secara anterior ini, untuk membebaskan penutupan
mucoperiosteal. Palatum molle diperbaiki pada jahitan garis lurus.
26

Pemotongan dan rekonstruksi m. levator veli palatine sebagai sling otot


dinamakan intravelar palatoplasty.

Gambar 9. Bardach Two flap

d) Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine disambung oleh
double opposing (menyilang) secara Z plasty. Operasi plastik caraini adalah
27

teknik yang paling sering digunakan; garis jahitan yang diatur berguna untuk
memperkecil takik bibir akibat retraksi jaringan parut.

Gambar 10. Skema palatoplasti Z plasty. (A) Garis ganda adalah garis insisi
dan garis putus-putus adalah garis lipat. (B) Flap kiri terdiri dari otot dan
mukosa oral dan flap kanan hanya terdiri dari mukosa oral. (C) Penutupan
akhir Z plasty
Karena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan derajat
kerusaknnya; penentuan waktu

operasi koreksi seharusnya bersifat individual.

Kriteria seperti lebarnya celah, cukupnya segmen palatum yang

ada, morfologi

daerah sekitarnya (seperti lebarnya orofaring) dan fungsi neuromuskuler palatum


mulut serta dinding faring mempengaruhi pengambilan keputusan.
Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi rigi alveoulus dan menganggu
pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen elemen gigi yang hilang harus
28

diganti dengan alat alat prostetik; kemungkinan juga diperlukan perubahan posisi
gigi. Setelah operasi, pada usia anak dapat belajar bicara dari orang lain, speech
therapist dapat diminta mengajar atau melatih anak bicara yang normal. Bila ini telah
dilakukan tetapi suara yang keluar masi sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti.
Operasi ini adalah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi,
biasanya pada umur 6 tahun ke atas.
Pada umur 8 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan tulang pada
celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti nanti mengatur
pertumbuhan gigi dikanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari bagian
spongius Krista iliaka. Tindakan operasi terakhir yang mungkin diperlukan dikerjakan
setelah pertumbuhan tulang tulang muka mendekati selesai yaitu pada umur 15 17
tahun.
Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligi depan
atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah
ortognatik, memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah
posisinya maju ke depan.Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 9 tahun
bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita mengontrol kesehatan
bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang perlu. Ahli bedah plastik memberikan
penerangan yang lebih terperinci dan melakukan semua tindakan operasi. Ahli THT
mungkin diperlukan bila terjadi gangguan pada telinga. Speech therapist untuk
mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk tindakan ortodonti.8,10

3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah


Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan dengan
kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan salep antibiotika yang diberikan
beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5-7.Kecurigaan infeksi
merupakan kontraindikasi operasi, jika gizi anak baik, cairan dan elektrolit seimbang,
pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam pasca bedah. Selama waktu yang
29

singkat dalam masa pasca bedah, perawatan khusus sangat diperlukan. Tindakan
pengisapan nasofaring yang dilakukan secara lembut mengurangi kemungkinan
komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis dan pneumonia.
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan kebersihan garis
jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan, karenanya bayi diberikan makan
dengan penetes obat dan tangan diikat

manset siku. Diet cair atau setengah cair

dipertahankan.selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan dengan tetesan atau


sendok. Tangan penderita dan mainan juga benda benda asing harus dijauhkan dari
palatum. Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama
status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan juga
keadaan psikososial.

KOMPLIKASI
Komplikasi jika tidak dilakukan pembedahan
1. Masalah asupan makanan
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan
tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan
celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada
saat menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat
membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala
dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil
pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labiopalatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
2. Masalah dental

30

Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada area dari celah bibir yang terbentuk.
3. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol
pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
4. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak
dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan
kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah
dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum
lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara
keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/
kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya
sangat membantu.5

PROGNOSIS
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi atau
disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia
masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra signifikan. Dengan
adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang
telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara
yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
berbicara pada anak labioschisis.6

BAB III
31

KESIMPULAN
Bibir sumbing merupakan keadaan kongenital, berupa cacat pertumbuhan sepanjang
garis fusi normal jaringan bibir, mengakibatkan timbulnya celah atau fisur. Celah langitlangit merupakan kurangnya fusi sepanjang garis perkembangan normal dari palatum.
Bisa terjadi secara unilateral atau bilateral,komplit atau inkomplit. Untuk operasi celah bibir
unilateral teknik yang paling banyak digunakan yaitu teknik linear atau Straight line
closure. Sedangkan teknik yang paling jarang digunakan yaitu teknik Quadrangular.
Pada celah bibir bilateral teknik operasi yang paling banyak digunakan yaitu teknik
Barsky, sedangkan teknik yang paling jarang di gunakan teknik Manchester. Kemudian
untuk operasi celah palatum teknik yang paling banyak digunakan yaitu teknik 2-flap
sedangkan teknik yang paling jarang digunakan yaitu teknik Von Langenbeck.
Kejadian celah bibir dan langit-langit dapat dicegah pada masa kehamilan yaitu dengan
mengurangi kebiasaan buruk seperti merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi obat yang
berlebihan, selain itu dapat pula dicegah dengan banyak mengkonsumsi asam folat yang
dapat mengurangi insiden terjadinya celah bibir dan langit-langit.
Dapat dilakukan penelitian selanjutnya yang serupa untuk mengetahui distribusi terjadinya
celah bibir dan langit-langit serta teknik operasi yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Ed 10. Jakarta: EGC.


32

2.

Zucchero, T.M. et al. 2004 Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene Variantsand the Risk
of Isolated Cleft Lip or Palate New England Journal of Medicine 351:769-780 [1] ^
"Cleft

palate

genetic

clue

found".

BBC

News.2004-08-30.

http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/3577784.stm.
3. Malek, R. 2001. Cleft Lip and Palate (Lesions, Pathophysiology and Primary Treatment).
Martin Dunitz Ltd. London.
4. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke 12. Jakarta: EGC. 2002
5. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta:
Binarupa Aksara. 393 396.
6. Young, D.L. Schneider, R.A. Hu, D. Helms, J.A. 2000. Genetic and Teratogenic Approaches
to Craniofacial Development. Critical Reviews in Oral Biology & Medicine 11:304-317.
7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & Surgery-Otolaygology 4th ed. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins; 2006.
8. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et al.
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th ed. Philadelphia: Mosby Inc; 2005.
9. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi Sumbing Bibir / Langit
Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
10. Sloan GM (2000). "Posterior pharyngeal flap and sphincter pharyngoplasty: thestate of
the

art". Cleft

Palate

Craniofac.

J. 37 (2):

11222.doi:10.1597/1545-

1569(2000)037<0112:PPFASP>2.3.CO;2.PMID 10749049.).
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita Selekta.
Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
12. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke 12. Jakarta: EGC. 2002
13. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam :Schwartzs
Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen, TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE
PUllock. Edisi ke 8. Volume 2.Library of Congress Cataloging in Publication Data; 1999.
1796 1800.
14.

33

Anda mungkin juga menyukai