Anda di halaman 1dari 86

ANALISIS PENGARUH PROPORSI DEWAN KOMISARIS

INDEPENDEN, UKURAN PERUSAHAAN, DAN LEVERAGE


TERHADAP INCOME SMOOTHING PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI
TAHUN 2010 DAN 2011

Oleh
MeylisaLeowardi
2010-012-091

SKRIPSI
DiajukanuntukMelengkapiSebagianSyarat-Syarat
dalamMencapaiGelarSarjanaEkonomi
Program StudiAkuntansi

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
2014

DAFTAR ISI
Daftar Isi

DaftarTabel

iii

DaftarGambar

iv

Kata Pengantar

Abstrak

vii

Pendahuluan
1.1 LatarBelakangMasalah
1.2 RumusandanPembatasanMasalah
1.3 TujuanPenelitian
1.4 ManfaatPenelitian
1.5 SistematikaPenulisan

1
1
6
6
7
8

LandasanTeoretis
2.1 KerangkaTeoretis
2.1.1 TeoriAgensi
2.1.2 Corporate Governance
2.1.3 ProporsiDewanKomisarisIndependen
2.1.4 Ukuran Perusahaan
2.1.5 Leverage
2.1.6 Manajemenlaba
2.1.7 PerataanLaba
2.2 TinjauanPustaka
2.3 Model Penelitian
2.4 HipotesisKonseptual
2.4.1 PengaruhProporsiDewanKomisarisIndependen
Terhadap Income Smoothing
2.4.2 PengaruhUkuran PerusahaanTerhadap
Income Smoothing
2.4.3 PengaruhLeverage Terhadap Income Smoothing

10
10
10
12
18
20
21
22
28
31
34
34

MetodePenelitian
3.1 DefinisiOperasionalVariabel
3.1.1 VariabelIndependen
3.1.2 VariabelDependen
3.2 MetodePengumpulan Data
3.3 MetodeAnalisis Data
3.3.1 StatistikDeskriptif
3.3.2 RegresiLogistik

39
39
39
40
41
43
43
44

34
36
37

Analisis Data danPembahasan


4.1 GambaranUmumObjekPenelitian
4.2 Analisis Data
4.2.1 AnalisisStatistikDeskriptif
4.2.2 AnalisisRegresiLogistik
4.3 Pembahasan
4.3.1 ProporsiDewanKomisarisIndependen
4.3.2 Ukuran Perusahaan
4.3.3 Leverage

48
48
50
50
53
60
60
61
61

Simpulandan Saran
5.1 Simpulan
5.2 Saran

63
63
64

LampiranDaftarSampel Perusahaan Manufaktur

66

DaftarRujukan

69

ii

DAFTAR TABEL
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11

TabelUmum Perusahaan Sampel


DistribusiFrekuensi Income Smoothing
DistribusiFrekuensiProporsiDewanKomisarisIndependen
DistribusiFrekuensiUkuran Perusahaan
DistribusiFrekuensi Leverage
StatistikDeskriptif Data BerskalaRasio
HasilUji Overall Model Fit
HasilUji Goodness of Fit Model
HasilUjiKelayakan Model
Hasil Classification Table
HasilUjiSignifikansiVariabelIndependenSecara Individual

iii

49
50
51
51
52
52
53
55
56
56
57

DAFTAR GAMBAR
2.1

Model Penelitian

35

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YesusKristus atas segala rahmat, berkat dan
bimbingan-Nya dengan penuh cinta kasih yang senantiasa menyertai penulis
dalam pembuatan skripsi ini, untuk memenuhi salah satu syarat untuk
untukmemperolehgelarSarjanaEkonomi

di

FakultasEkonomiUniversitasKatolik Indonesia Atma Jaya.


Dalamkesempatanini,

penulisinginmengucapkanterimakasihyang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan,


dorongan, dan semangat kepada penulis, sehingga terwujudnya skripsi ini,
yaitu kepada yang terhormat:
1. BapakHery, S.E., M.SidanBapakDrs. SyariefDarmoyo, M.Si, selaku Dosen
PembimbingSkripsi I dan II yang telah berkenan untuk meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk, bimbingan dan
pengarahan serta saran saran yang sangat bermanfaat kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak BapakSofianSugioko, Dr., M.M.,selakudosenpembimbingakademik
yang senantiasamembimbingpenulissejakawalkuliahhinggasaatini.
3. Seluruhdosen, staff, dankaryawanfakultasekonomiUniversitasKatolikAtma
Jaya

yang

telahbanyakmembantupenulisbaiksecaralangsungmaupuntidaklangsungs
elamaini.

4. Papa, mama, dan adik-adik tercinta, yang selalu mendoakan dan


menggunakan waktu dan tenaganyauntuk memberikan semangat dan
dorongan selama proses skripsi ini berlangsung.
5. Robert SugiartoMulia, yang tidak lelahnyamemberikanmotivasi, doa, bantuan,
dansemangatkepadapenulissejakawalhinggaterselesaikannyaskripsiini.

6. Teman-temansesamabimbinganBapakHery, yaitu Mega, Kevin Yusuf,


Billy, Terry, Juventia, danFriesyaatasbantuandankerjasamanyaselamaini.
7. Sahabat penulis : Polama, Dherryna, Leny, Stefanie, Irene, Mega,Winda
atas semua masukan, dukungan, pengajaran, dan kebaikan yang tidak
henti-hentinya sampai hari ini.
8. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang
telah ikut memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
penulis dengan tangan terbuka bersedia menerima kritik dan saran guna
melengkapi skripsi ini agar menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 8 Januari 2014

MeylisaLeowardi

ABSTRAK
vi

Perataanlaba

(income

smoothing)

merupakansalahsatucaradalammanajemenlaba

yang

seringdigunakanmanajeruntukmemperbaikilaporankeuanganperusahaan
agar labaterlihatstabil. Penelitianinibertujuanuntukmelihathubungan yang
terdapatantaraproporsidewankomisarisindependen,

ukuranperusahaan,

danleverageterhadapincome smoothing.
Populasi yang digunakanadalahperusahaanmanufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 dan 2011. Hasilregresilogistikbineruntuk
79

sampelpada

model

penelitianmenunjukkanbahwaproporsidewankomisarisindependenberpengar
uhnegatifterhadapincome

smoothing

danleverage

berpengaruhpositifterhadapincome
smoothing.Sedangkanukuranperusahaantidakmemilikipengaruhterhadapinco
me smoothing,
Kata

Kunci:proporsidewankomisarisindependen,

ukuranperusahaan,

leverage, income smoothing

Menyetujui,

PembimbingSkripsi I,

vii

(Hery, S.E., M.Si.)

ABSTRAK

Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu cara dalam


manajemen laba yang sering digunakan manajer untuk memperbaiki laporan
keuangan perusahaan agar laba terlihat stabil. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan yang terdapat antara proporsi dewan komisaris independen,
ukuran perusahaan, dan leverage terhadap income smoothing.
Populasi yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 dan 2011. Hasil regresi logistik biner untuk
79 sampel pada model penelitian

menunjukkan bahwa proporsi dewan

komisaris independen berpengaruh negatif terhadap income smoothing dan


leverage berpengaruh positif terhadap income smoothing. Sedangkan ukuran
perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap income smoothing ,
Kata Kunci: proporsi dewan komisaris independen, ukuran perusahaan,
leverage, income smoothing, perataan laba.
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi I,

(Hery, S.E., M.Si.)

vii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Menurut Hikmah, dkk. (2011 : 2), laporan tahunan adalah media yang
digunakan oleh perusahaan yang go public untuk mengkomunikasikan
informasi kepada pihakpihak di luar manajemen. Pihak-pihak yang
berkepentingan seperti investor, karyawan, kreditor, pelanggan, pemasok,
dan pihak lainnya bergantung pada pelaporan dan pengungkapan yang
dilakukan perusahaan untuk membuat keputusan. Jadi laporan keuangan
merupakan suatu pencerminan dari suatu kondisi perusahaan, karena di
dalam laporan keuangan terdapat informasi-informasi yang dibutuhkan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.
Lebih lanjut lagi, laporan keuangan merupakan salah satu sarana
untuk menunjukkan kinerja manajemen yang diperlukan investor dalam
menilai maupun memprediksi kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas
dari sumber daya yang ada (IAI, diacu dalam Rofika dan Zirman, 2012 : 39).
Walaupun semua isi dari laporan keuangan bermanfaat bagi para pengguna
laporan keuangan, namun biasanya perhatian lebih banyak ditujukan pada
informasi laba. Seringkali perhatian investor yang hanya terpusat pada laba
ini tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan laba
tersebut (Beattie et al. diacu dalam Rofika dan Zirman, 2012 : 39).

Dalam memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis


terhadap laporan keuangan. Disamping pihak intern perusahaan, beberapa
pihak dari luar perusahaan juga perlu memahami kondisi keuangan
perusahaan. Pihak-pihak tersebut antara lain (calon) pemodal dan kreditur.
Kepentingan mereka mungkin berbeda, tetapi mereka mengharapkan untuk
memperoleh informasi dari laporan keuangan perusahaan. Dengan adanya
kepentingan dari berbagai pihak tersebut, terlebih adanya pihak luar, tidak
jarang dalam penyusunan laporan keuangan terjadi perdebatan.
Informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam
menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba
membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas earning
power perusahaan dimasa yang akan datang (Gusnadi dan Budiharta, 2008
: 126). Hal ini sering mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba
atau manipulasi atas laba (Assih dan Gudono, diacu dalam Rofika dan
Zirman, 2012 : 39). Salah satu teknik dalam manajemen laba adalah
perataan laba (income smoothing).
Healy, diacu dalam Rofika dan Zirman, (2012 : 39) menyatakan
bahwa para manajer memiliki dorongan yang cukup besar melakukan
perataan laba. Perataan laba merupakan suatu bentuk manipulasi atas laba
yang dilakukan manajer untuk mengurangi fluktuasi laba, sehingga
diharapkan kinerja perusahaan akan terlihat lebih bagus dan investor akan
lebih mudah memprediksi laba masa depan. Tindakan perataan laba yang
dilakukan manajemen sesuai dengan teori keagenan (agency theory).

Teori keagenan mengimplikasikan adanya informasi asimetri antara


manajer sebagai agen dan pemilik sebagai principal. Informasi asimetri
muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan
stakeholder lainnya. Ketika terdapat informasi asimetri manajer dapat
memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan. Sinyal yang diberikan
dapat

dilakukan

melalui

pengungkapan

informasi

akuntansi.

Pihak

manajemen melakukan praktik perataan laba disebabkan oleh kepentingan


pihak manajemen untuk memaksimalkan kekayaan. Usaha yang dilakukan
adalah dengan menyesuaikan pendapatan baik meningkatkan pendapatan
maupun menurunkan pendapatan. Peningkatan pendapatan antara lain
didasari oleh dorongan manajemen untuk meningkatkan harga saham
ataupun mendapatkan bonus. Sementara penurunan pendapatan antara lain
bertujuan untuk menghindari atau menurunkan pajak penghasilan.
Namun apabila dilihat dari sisi investor dan pemegang saham, praktik
perataan laba ini tentu tidak mereka harapkan, karena dengan adanya
praktik ini, artinya mereka tidak tahu keadaan sesungguhnya dari
perusahaan. Sehingga kebijakan yang diambil untuk masa depan pun bisa
jadi merugikan. Hal ini perlu diwaspadai oleh pengguna laporan keuangan,
karena informasi yang telah mengalami penambahan atau pengurangan
tersebut dapat menyesatkan pengambilan keputusan yang akan diambil.
Oleh karena itu, perlu adanya penerapan konsep Good Corporate

Governance

sebagai

sistem

pengawasan

dan

pengendalian

dalam

pengelolaan suatu perusahaan.


Menurut Rofika dan Zirman (2012:39), mekanisme lain yang dapat
digunakan untuk melindungi kepentingan principal adalah good corporate
governance (GCG). Good corporate governance mengandung empat prinsip
yaitu keadilan, transparansi, pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Prinsipprinsip tersebut dapat diimplementasikan melalui pelaksanaan tugas oleh
organ perusahaan seperti dewan komisaris, dewan direksi, komite audit,
kepemilikan manjerial dan kepemilikan institusional. Penerapan mekanisme
good

corporate

governance

dalam

perusahaan

diharapkan

dapat

mempersempit lingkup manajemen untuk melakukan tindakan perataan laba.


Mekanisme yang digunakan GCG yang digunakan dalam penelitian adalah
proporsi dewan komisaris independen.
Tujuan corporate governance adalah mengelola perusahaan secara
sehat dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Penerapan corporate
governance diharapkan dapat mencegah terjadinya asimetri informasi yang
terjadi di dalam perusahaan. Untuk menunjang pelaksanaan corporate
governance yang efektif dibentuklah komisaris independen. Dengan adanya
pengawasan dari komisaris independen diharapkan dapat mengurangi
tindakan income smoothing yang dilakukan perusahaan (Gusnadi dan
Budiharto, 2008 : 136).
Selain

dari

penerapan

corporate

governance,

hal

lain

yang

mempengaruhi tindakan income smoothing menurut penelitian sangatlah

beragam antara lain ukuran perusahaan dan leverage. Secara umum,


semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang
dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang
semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk
melakukan praktik perataan laba.
Berbeda dengan leverage, ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat diklarifikasikan besar kecil perusahaan menurut beberapa cara
antara lain total aktiva, nilai per saham, dan lain-lain. Ukuran perusahaan
pada dasarnya hanya dibagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar,
perusahaan

menengah,

dan

perusahaan

kecil.

Penentuan

ukuran

perusahaan ini didasarkan pada total aset perusahaan. Ukuran perusahaan


diduga akan mempengaruhi perataan laba. Perusahaan-perusahaan yang
lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan
perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil
karena

perusahaan-perusahaan

yang

lebih

besar

menjadi

subyek

pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat


umum/ general public). Penelitian yang dilakukan oleh Budiasih dalam
Gusnadi dan Budiharto (2008, 131) yang menyimpulkan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul ANALISIS PENGARUH PROPORSI
DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, UKURAN PERUSAHAAN, DAN
LEVERAGE TERHADAP DUGAAN PRAKTIK INCOME SMOOTHING

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI


TAHUN 2010 DAN 2011

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis mengajukan


rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
dugaan praktik income smoothing pada perusahaan manufaktur?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap dugaan praktik
income smoothing pada perusahaan manufaktur?
3. Apakah leverage berpengaruh terhadap dugaan praktik income
smoothing pada perusahaan manufaktur?

1.3

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan dan pembatasan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh proporsi dewan
komisaris independen terhadap dugaan praktik income smoothing
pada perusahaan manufaktur.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan
terhadap dugaan praktik income smoothing pada perusahaan
manufaktur.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh leverage terhadap


dugaan praktik income smoothing pada perusahaan manufaktur.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa


pihak antara lain :
1. Bagi Investor dan masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi, terutama
dalam menilai kualitas laporan keuangan perusahaan khususnya laba
perusahaan.
2. Bagi Ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian terdahulu
mengenai pengaruh corporate governance, ukuran perusahaan, dan
leverage operasi terhadap dugaan praktik income smoothing terutama
dalam perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
3. Bagi Manajemen
Diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam memutuskan
apakah perusahaan perlu melakukan praktik income smoothing.

1.5

Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi dalam lima bab yang disusun dengan sistematika
sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan
dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II : LANDASAN TEORITIS


Pada bab ini menjelaskan pokok landasan teori yang relevan dengan
penelitian meliputi teori tentang income smoothing, proporsi dewan komisaris
independen, ukuran perusahaan, leverage operasi, kerangka berpikir, model
penelitian, dan hipotesis konseptual penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN


Bab ini menjelaskan waktu dan tempat penelitian, variabel penelitian, definisi
operasional penelitian, populasi, sampel, metode pengumpulan data, dan
metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini akan dipaparkan hasil analisa dan pembahasan atas gambaran
umum objek penelitian, gambaran umum perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pengujian hipotesis serta hasil uji
hipotesisnya.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi simpulan hasil analisis dan uji hipotesis yang merupakan
jawaban atas pokok permasalahan penelitian ini dan saran yang didasarkan
pada temuan penelitian.

BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1

Kerangka Teoritis

2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)


Teori keagenan (agency theory) erat hubungannya dengan corporate
governance. Teori ini adalah dasar yang digunakan perusahaan untuk
memahami corporate governance (Rini diacu dalam Hikmah dkk., 2011 : 5).
Teori keagenan lebih difokuskan kepada hubungan antara pemilik (pricipal)
dan manajemen (agent) dalam pengelolaan perusahaan.
Jensen dan Meckling, diacu dalam Rofika dan Zirman (2012 : 42),
menggambarkan hubungan keagenan sebagai hubungan yang timbul karena
adanya kontrak yang ditetapkan antara principal yang menggunakan agent
untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan principal dalam hal terjadi
pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. Agar hubungan kontraktual
ini dapat berjalan lancar, principal akan mendelegasikan otoritas pembuatan
keputusan kepada agent dan hubungan ini perlu diatur dalam kontrak yang
biasanya menggunakan angka-angka akuntansi yang dinyatakan dalam
laporan keuangan sebagai dasarnya.
Gusnadi dan Budiharta (2008 : 127) menyatakan bahwa teori
keagenan dilandasi beberapa asumsi yaitu asumsi sifat manusia, asumsi
keorganisasian, dan asumsi informasi. Pertentangan di antara kelompok
internal dan eksternal dapat mendorong timbulnya konflik antara pihak-pihak
tersebut. Pertentangan dapat terjadi antara pihak-pihak tersebut yaitu (1)
10

11

manajemen dengan pemegang obligasi, (2) manajemen dengan pemilik


perusahaan, (3) manajemen dengan pembuat peraturan (pemerintah).
Masalah keagenan sebenarnya muncul ketika principal kesulitan
untuk

memastikan

bahwa

agent

bertindak

untuk

memaksimumkan

kesejahteraan principal. Konflik kepentingan ini semakin meningkat terutama


karena principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari. Menurut
agency theory, pengawasan yang secara luas digunakan dan diharapkan
dapat menyelaraskan tujuan principal dan agent adalah melalui mekanisme
pelaporan keuangan. Melalui laporan keuangan yang merupakan tanggung
jawab agent, principal dapat mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja
agent, sejauh mana agent telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan
principal.
Teori keagenan ini berhubungan erat pula dengan manajemen laba
(earning management) dan corporate governance. Ketergantungan pihak
eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari
keuntungan sendiri (moral hazard) dan tingkat asimetri informasi yang tinggi,
memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba
dalam bentuk memanipulasi laporan keuangan yang dapat menyesatkan
pemilik dalam melakukan penilaian kinerja perusahaan.
Konflik antara agent dan principal dapat diminimalisasi dengan
berbagai cara, salah satunya adalah melalui pengungkapan informasi oleh
manajemen (agent). Di samping untuk mengurangi informasi yang asimetris,
juga sebagai bentuk pertanggungjawaban oleh manajemen. Sejalan dengan

12

berkembangnya isu mengenai corporate governance yang di dalamnya


terdapat prinsip transparansi dan akuntabilitas, akan meningkatkan perhatian
terhadap masalah pengungkapan pada aspek corporate governance suatu
perusahaan.

2.1.2 Corporate Governance


A. Pengertian Corporate Governance
Untuk

melindungi

kepentingan

stakeholders

diperlukan

keberadaan

peraturan dan mekanisme pengendalian yang mengatur hubungan antara


pihak-pihak yang berkepentingan tersebut. Mekanisme yang dimaksud
adalah Good Corporate Governance (GCG). Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) diacu dalam Hikmah, dkk. (2011 : 5)
mendefinisikan corporate governance sebagai suatu sistem dimana sebuah
perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu,
maka struktur dari corporate governance menjelaskan distribusi hak-hak dan
tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis,
yaitu antara lain dewan komisaris dan direksi, manajer, pemegang saham,
serta pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders.
Good Corporate Governance ini diharapkan dapat mengatur perilaku
pihak-pihak pengelola dalam menyusun laporan keuangan, sehingga kinerja
yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari
perusahaan bersangkutan (Jansen diacu dalam Rofika dan Zirman, 2012 :
42). Good Corporate Governance mengandung empat prinsip penting, yaitu
keadilan, transparansi, pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Prinsip-

13

prinsip tersebut dapat diimplementasikan melalui pelaksanaan tugas oleh


organisasi perusahaan seperti dewan komisaris, dewan direksi, komite audit,
kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional. Penerapan prinsip
GCG tersebut diharapkan dapat mempersempit lingkup manajemen untuk
melakukan tindakan manajemen laba, misalnya perataan laba (income
smoothing).
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor
yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin
bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke
dalam proyek proyek yang tidak menguntungkan dan berkaitan dengan
dana atau kapital yang telah ditanamkan investor, serta bagaimana para
investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishy diacu dalam
Rahmawati, 2012 : 169).
Forum for Corporate Governance in Indonesia yang diacu dalam
Rahmawati (2012 : 171) merumuskan corporate governance sebagai suatu
sistem tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan berbagai
partisipan dalam menentukan arah dan kinerja perusahan. Tujuan corporate
governance adalah menciptakan nilai bagi perusahaan. Manfaat dari
penerapan corporate governance dapat diketahui dari harga saham
perusahaan yang bersedia dibayar oleh investor.

Corporate governance

berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa investor


bersedia memberikan premium lebih kepada perusahaan yang memberikan
transparansi atas pelaksanaan good corporate governance dalam laporan

14

tahunan mereka. Semakin tinggi tingkat transparansi perusahaan, maka


semakin tinggi pula nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan tingginya
harga saham perusahaan (Rahmawati, 2012 : 172).
B. Pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia
Di

Indonesia,

isu

mengenai

corporate

governance

muncul

setelah

terjadinya krisis multidimensi pada pertengahan 1997. Krisis ini dimulai


dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang
kemudian

menghancurkan

sendi-sendi

ekonomi,.

Menurut

hasil

penelitian dan laporan dari Bank Dunia dan ADB (Asia Development
Bank), krisis yang terjadi di Indonesia dan runtuhnya perusahaanperusahaan besar dunia adalah disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan
good corporate governance (Husein diacu dalam Rahmayanti dan Hikmah,
2011 : 2).
Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak menandatangani
Letter of Intent (LOI) dengan IMF, yang salah satu bagian pentingnya adalah
pencatuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di
Indonesia.
Komite

Nasional

Kebijakan

Governance

(KNKG)

telah

mempublikasikan Pedoman Umum Good Corporate Governance pada tahun


2006 sebagai panduan bagi
mengimplementasikan
rekomendasi

prinsip

mengenai

perusahaan
good

corporate

pengungkapan

di

Indonesia

governance,

praktik

good

dalam
termasuk

governance.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

15

Nomor:

KEP-134/BL/2006

tentang

Kewajiban

Penyampaian

Laporan

Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik menyebutkan bahwa


laporan

tahunan

wajib

memuat uraian singkat

mengenai penerapan

corporate governance perusahaan yang telah dan akan dilaksanakan


oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan terakhir. Peraturan ini
berlaku untuk penyusunan laporan tahunan untuk tahun buku yang berakhir
pada atau setelah tanggal 31 Desember 2006.

C. Prinsip-prinsip Corporate Governance


Ada empat elemen utama dari corporate governance menurut Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) yang diacu dalam
Hikmah, dkk. (2011 : 5) :
1. Transparansi (Transparency)
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta
jelas,

dan

dapat

diperbandingkan

yang

menyangkut

keadaan

keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.


2. Keadilan (Fairness)
Menjamin perlindungan hak-hak pemegang saham, termasuk hak-hak
pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta
menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Menjelaskan peran dan tanggungjawab, serta mendukung usaha
untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen, dan
pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.

16

4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku
sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Prinsip-prinsip corporate governance dari OECD menyangkut hal-hal sebagai
berikut ini :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu
melindungi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk :
a) Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan.
b) Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya.
c) Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan
secara berkala dan teratur.
d) Ikut berperan dan memberikan suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
e) Memilih anggota dewan komisaris dan direksi.
f) Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
2. Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan
yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki
kesempatan untuk mendapatkan atau perbaikan atas pelanggaran
hak-hak mereka. Prinsip ini juga melarang praktek perdagangan
saham atau sekuritas oleh orang dalam perusahaan tersebut (insider

17

trading) dan praktik orang dalam yang mengambil keuntungan dari


posisinya dalam suatu transaksi dan bertindak untuk kepentingan
dirinya sendiri bukan untuk kepentingan pemegang saham atau
stakeholders lainnya (self dealing), dan mengharuskan dewan
komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi
yang mengandung konflik kepentingan (conflict of interest).
3. Peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam
corporate governance
Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan
terhadap hak-hak stakeholders, mendorong kerjasama yang aktif
antara perusahaan dengan stakeholders tersebut dalam rangka
menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan
usaha.
4. Transparansi dan Keterbukaan
Kerangka

corporate

pengungkapan

yang

governance
tepat

waktu

harus
dan

menjamin
akurat

untuk

adanya
setiap

permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini


meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Di samping itu, informasi
yang diungkapkan harus disusun, diaudit secara independen, dan
disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi.

18

5. Peranan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam perusahaan


Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman
strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen
yan dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan
komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga
memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan
komisaris

beserta

kewajiban-kewajiban

profesionalnya

kepada

pemegang saham dan stakeholder lainnya.

D. Manfaat Corporate Governance


Menurut FCGI, pelaksanaan corporate governance diharapkan dapat
memberi beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatkan

kinerja

perusahaan

melalui

terciptanya

proses

pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi


operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
2. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
3. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan
karena sekaligus akan meningkatkan stockholder value dan dividen.

2.1.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen


Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen , anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham

19

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional
Kebijakan Good Corporate Governance 2004 yang diacu dalam Herawaty
dan Guna, 2010 : 58).
Komisaris independen merupakan representasi dari kepentingan
minority interest. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan
berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan keputusan guna
memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihakpihak lain yang terkait dengan perusahaan (Mayangsari daicu dalam
Herawaty dan Guna, 2010 : 58).
Proporsi dewan komisaris independen harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan
dapat bertindak secara independen. Menurut peraturan dari BEI tentang
praktik GCG yaitu paling sedikit 30% (tiga puluh persen) anggota komisaris
harus

berasal

dari

kalangan

di

luar

perusahaan.

Dalam

rangka

penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik, perusahaan wajib


memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional dengan
komposisi komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah seluruh anggota komisaris.

20

2.1.4 Ukuran Perusahaan


Menurut Atawarman (2011 : 70) ukuran perusahaan merupakan suatu skala
untuk menentukan besar atau kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai
cara, yaitu dengan total aset, log size, nilai pasar saham dan lain-lain.
Semakin tinggi ukuran tersebut maka semakin besar ukuran perusahaan.
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aset, penjualan, dan
kapitalisasi pasar. Ketiga variabel ini digunakan karena dapat mewakili
seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aset, maka semakin
banyak modal yang ditanamkan. Semakin besar penjualan, maka semakin
banyak perputaran uang dan kapitalisasi pasar. Dari ketiga variabel ini, nilai
aset relatif lebih stabil dibandingkan kapitalisasi pasar dan penjualan dalam
mengukur ukuran perusahaan (Sudarmadji dan Sularto diacu dalam Hikmah,
dkk., 2011: 10).
Menurut Moses yang diacu dalam Utomo dan Siregar (2008 : 117),
perusahaan dengan size yang besar mempunyai insentif yang besar untuk
melakukan perataan laba dibanding perusahaan kecil, karena perusahaan
yang memiliki aktiva dalam jumlah besar akan lebih diperhatikan oleh publik
dan pemerintah. Fluktuasi laba yang besar menarik perhatian pemerintah.
Oleh karena itu perusahaan besar akan menghindari kenaikan laba secara
drastis supaya terhindar dari kenaikan pembebanan biaya oleh pemerintah.
Sebaliknya penurunan laba secara drastis memberikan sinyal bahwa
perusahaan berada dalam masa krisis. Hal ini akan mengundang campur
tangan pemerintah. Contoh yang mudah dilihat adalah pembebanan pajak

21

(Watts dan Zimmerman diacu dalam Utomo dan Siregar, 2008 : 117).
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan besar
mempunyai kecenderungan untuk meratakan laba.

2.1.5 Leverage
Perusahaan memerlukan modal atau sumber dana untuk membiayai
kegiatan operasional dan untuk memenuhi kebutuhan investasi. Sumber
dana perusahaan terbagi menjadi dua, yaitu sumber dana internal dan
eksternal. Sumber dana internal berasal dari setoran awal pemilik
perusahaan dan laba ditahan. Sedangkan sumber dana eksternal diperoleh
dari luar perusahaan. Leverage merupakan salah satu sumber pendanaan
eksternal

yang

penting

bagi

perusahaan

selain

penerbitan

saham

perusahaan. Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa jauh


perusahaan dibiayai oleh hutang dari pihak luar. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan debt to equity ratio untuk mengukur leverage.
Debt to equity ratio dapat memberikan gambaran mengenai struktur
modal yang dimiliki perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak
terbayarnya suatu hutang. Para kreditur menginginkan debt to equity ratio
yang rendah untuk menghindari risiko yang tinggi. Maka dari itu perusahaan
yang memiliki debt to equity ratio yang tinggi akan sulit memperoleh
pinjaman dari kreditur.
Ashari diacu dalam Utomo dan Siregar (2008 : 118) membuktikan
bahwa salah satu pendorong munculnya perilaku perataan laba adalah
leverage. Semakin besar biaya tetap suatu perusahaan maka semakin tinggi

22

pula risiko usaha yang dihadapi perusahaan. Hal ini mengakibatkan


perubahan laba sebelum bunga dan pajak dengan persentase yang lebih
besar terhadap persentase unit yang terjual. Perusahaan semacam ini
mempunyai leverage operasi yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan dengan
leverage operasi yang rendah mempunyai risiko yang kecil bila kondisi
perekonomian dalam keadaan menurun, namun perusahaan tersebut juga
memiliki rata-rata laba yang rendah bila perekonomian membaik. Pada
umumnya investor tidak mau mengambil risiko yang tinggi. Hal ini
mendorong manajer untuk melakukan perataan laba.
2.1.6 Manajemen Laba (Earning Management)
A. Pengertian Manajemen Laba
Menurut Utomo dan Siregar (2008 : 114), manajemen laba merupakan suatu
peristiwa yang dilakukan oleh manajemen dalam memanfaatkan asimetri
informasi. Salah satu topik manajemen laba yang banyak diteliti adalah
perilaku perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Perilaku ini
dilakukan oleh manajemen sebagai pengelola perusahaan karena adanya
perbedaan

kepentingan

dengan

pemegang

saham

sebagai

pemilik

perusahaan.
Scott (2009 : 403) mendefinisikan manajemen laba sebagai Earnings
management is the choice by a manager of accounting policies, or actions
affecting earnings, so as to achieve some spesific reported earnings
objective

23

Menurut Scott ada dua hal yang mempengaruhi manajemen laba yaitu
pemilihan kebijakan akuntansi dan perilaku nyata dari manajer itu sendiri
yang dapat mempengaruhi laporan keuangannya untuk memperoleh tujuan
tertentu. Manajemen laba juga dapat didefinisikan sebagai usaha dari
manajemen suatu perusahaan untuk memperngaruhi pelaporan laba dalam
jangka waktu pendek untuk memenuhi harapan investor.
Penggunaan manajemen laba yang dilakukan secara berlebihan
dapat mengurangi kegunaan laporan keuangan itu sendiri bagi para
pemakai, khususnya investor yang berkepentingan terhadap informasi
tersebut (Scott, 2009 : 404). Informasi dalam laporan keuangan juga dapat
berkurang kualitasnya bila perlakuan manajemen laba ini sampai melupakan
tujuan utama pelaporan laba atau mungkin sampai tidak melakukan
pengungkapan secara penuh pada informasi keuangannya.
Manajemen laba merupakan setiap tindakan manajemen yang dapat
mempengaruhi angka laba yang dilaporkan. Setiawati diacu dalam Herawaty
dan Guna (2010 : 55), menyatakan manajemen laba sebagai campur tangan
manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan
menguntungkan dirinya sendiri (manajer). Manajemen laba terjadi ketika
manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam
struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan
pemegang saham dalam menilai prestasi ekonomi yan dicapai oleh
perusahaan (Healy dan Wahlen diacu dalam Herawaty dan Guna, 2010 : 56).

24

Manajemen laba merupakan fenomena yang sukar dihindari karena


fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam
penyusunan laporan keuangan. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari
penggunaan akuntansi sebagai salah satu alat komunikasi antara pihakpihak yang berkepentingan dan kelemahan inheren yang ada pada akuntansi
yang menyebabkan adanya judgement (Setiawati diacu dalam Herawaty dan
Guna,2010 : 56).
B. Motivasi Manajemen Laba
Manajemen melakukan manajemen laba dikarenakan ada motivasi tertentu.
Mereka dapat menerapkan manajemen laba dengan mengelola informasi
laba pada laporan keuangan. Alasan manajemen untuk melakukan
manajemen laba pada informasi laba yang dilaporkan seringkali dikatakan
sebagai faktor pendorong bagi para manajer untuk memanipulasi laba yang
dilaporkan (Stice et al., 2009 : 285). Motivasi tersebut diantaranya untuk:
a. Memenuhi target internal
b. Memenuhi target eksternal
c. Meratakan laba (income smoothing)
d. Mendandani laporan keungan (window dressing) untuk keperluan
penawaran saham perdana (initial public offering-IPO) atau untuk
memperoleh pinjaman dari bank
Pandangan lain diungkapkan oleh Scott (2009 : 411) mengenai motivasi
yang dapat menjadi faktor pendorong bagi manajemen untuk melakukan
manajemen laba , yaitu:

25

a. Motivasi kontrak (other contracting motivation)


b. Untuk mewujudkan harapan akan hasil atau laba perusahaan dari
para investor dan perbaikan atas reputasi perusahaan.
c. Initial Public Offerings (IPO)
Berbagai motivasi dalam melakukan melakukan manajemen laba tersebut
dapat mendorong manajer untuk menggunakan fleksibilitas yang terkandung
dalam akuntansi akrual sehingga para manajer tersebut mampu untuk
mengatur laba.
C. Teknik-teknik Manajemen Laba
Teknik-teknik umum yang digunakan dalam manajemen laba menurut Stice
et al. (2009 : 290) :
1. Pengaitan secara srategis (strategic matching)
Perusahaan

mencatat

transaksi yang sesuai dengan

periode

terjadinya suatu transaksi tanpa dibuat lebih stabil pada periode yang
menguntungkan mereka.
2. Perubahan dalam metode atau estimasi dengan pengungkapan penuh
(aggressive accounting)
Perusahaan bisa saja secara rutin menyesuaikan estimasi atau
metode akuntansi untuk memberikan informasi yang paling terkini ,
namun hal ini diungkapkan secara menyeluruh pada laporan
keuangan sehingga pemakai laporan keuangan dapat mendeteksi hal
tersebut.

26

3. Perubahan dalam metode atau estimasi dengan pengungkapan yang


minimal atau tanpa pengungkapan sama sekali (deceptive accounting)
Teknik ini merupakan suatu tipu muslihat dalam akuntansi dimana
perubahan akuntansi seringkali tidak dibuat pengungkapannya.
4. Akuntansi non-GAAP (fraudulent reporting)
Laporan keuangan yang dihasilkan disebut pelaporan yang curang
meskipun hal tersebut terjadi akibat kesalahan yang tidak disengaja
atau kurang hati-hati.
5. Transaksi fiktif (fraud)
Teknik ini melibatkan transaksi-transaksi fiktif yang dapat dikatakan
sebagai suatu kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Stice et al. (2009 : 292) dalam bukunya meringkas lima teknik manajemen
laba yang populer dari Arthur Levitt (1998) yang sering digunakan dalam
laporan keuangan, yaitu :
1. Biaya mandi besar (Taking a bath)
2. Akuntansi akuisisi yang efektif (creative acquisition accounting)
3. Simpanan dalam toples kue (Cookie Jar reserve)
4. Materialitas (Abusing the materiality concept)
5. Pengakuan pendapatan (Improper revenue recognition)
D. Pola Manajemen Laba
Beberapa pola manajemen laba menurut Scott (2009 : 405) sebagai berikut :

27

1. Taking a bath
Taking a bath dapat terjadi pada reorganisasi perusahaan, termasuk
pengangkatan CEO baru. Saat manajer dipaksa untuk melaporkan
laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus beberapa
aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada
saat ini serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang
dilaporkan di periode mendatang meningkat.
2. Income minimization
Bentuk ini mirip dengan taking a bath, tetapi lebih sedikit ekstrim,
yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi
dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak
berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya,
agar tidak mendapat perhatian secara politis.
3. Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
tujuan bonus yang lebih besar. Tindakan ini dilakukan pada saat laba
menurun atau saat perusahaan melakukan pelanggaran perjanjian
hutang sehingga mungkin akan memaksimalkan pendapatan.
4. Income smoothing
Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan
meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal,
terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai
laba yang relatif stabil.

28

2.1.7 Perataan Laba (Income Smoothing)


A. Definisi Income Smoothing
Perataan laba merupakan salah bentuk dari manajemen laba (earning
management) yang dilakukan pihak manajemen sebagai agen dalam
perusahaan. Beidlement diacu dalam Hery (2009 : 184) mendefinisikan
perataan laba sebagai suatu pengurangan dengan sengaja atas fluktuasi
laba yang dilaporkan agar berada pada tingkat yang dianggap normal bagi
perusahaan.
Koch diacu dalam Rofika dan Zirman (2012 : 42) mendefinisikan
perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan manajemen untuk
mengurangi variabilitas aliran angka yang dilaporkan relatif terhadap aliran
yang merupakan target manajemen dengan memanipulasi variabel artifisial
(akuntansi) dan variabel riil (transaksional). Manajemen termotivasi untuk
melakukan praktek perataan laba ini dengan berbagai alasan yaittu untuk
tujuan pajak, kompensasi atau bonus dan meningkatkan persepsi pihak
eksternal mengenai kinerja manajemen (Bitner dan Dolan diacu dalam
Rofika dan Zirman, 2012 : 42).
Perspektif

agency

theory

menjelaskan

bahwa

alat

keuangan

digunakan oleh principal untuk memonitor agennya. Kinerja agen dinilai


dengan menggunakan laporan keuangan. Jika bonus dan reward hanya
didasarkan atas kinerja keuangan jangka pendek yang digambarkan dalam
laporan keuangan, maka seringkali menstimulasi manajer untuk melakukan
tindakan penyimpangan berupa penyembunyian prestasi yang kurang baik.

29

Moral hazard tersebut seringkali dilakukan manajemen dalam bentuk


perataan laba (Kustono, 2009 : 200).
B. Tujuan Income Smoothing
Menurut Hepworth yang diacu dalam Hery (2009 : 182), manajer melakukan
perataan laba pada dasarnya ingin mendapatkan berbagai keuntungan
ekonomi dan psikologis, yaitu :
1. Mengurangi total pajak terutang.
2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer karena laba yang stabil ikut
mendukung kebijakan dividen yang stabil.
3. Mempertahankan hubungan antara manajer dan karyawan, karena
pelaporan

laba

yang

meningkat

tajam

akan

memungkinkan

munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah karyawan.


4. Siklus peningkatan dan penurunan laba dapat ditandingkan sehingga
gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.
Alasan lain dikemukakan oleh Foster yang diacu dalam Budiasih
(2009 : 5 ) yaitu sebagai berikut :
1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan
tersebut mempunyai risiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi laba
masa yang akan datang.
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan
perusahaan.

persepsi

pihak

eksternal

terhadap

kemampuan

30

C. Jenis Income Smoothing


Wolk dan Tearney dalam Gusnadi dan Budiharta (2008 : 128) membedakan
jenis income smoothing sebagai berikut :
1. Praktik income smoothing melalui waktu terjadinya peristiwa atau
transaksi.
Manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu
untuk mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan.
2. Praktik income smoothing melalui pilihan terhadap metode alokasi
atau prosedur.
Manajemen dapat memilih metode alokasi atau prosedur yang dapat
mengalokasikan pendapatan dan beban tertentu pada periode
akuntansi yang berbeda.
3. Praktik income smoothing melalui klasifikasi antara laba operasi dan
bukan operasi.
Manajemen mempunyai kebijakan untuk mengklasifikasikan item laba
tertentu ke dalam kategori yang berbeda.
Menurut Eckel yang diacu dalam Rofika dan Zirman (2012 : 42),
income smoothing terbagi menjadi dua aliran yaitu aliran income smoothing
yang alami (naturally income smoothing) dan aliran income smoothing yang
disengaja (intentionally being smoothed). Aliran income smoothing yang
alami (naturally income smoothing) mempunyai implikasi bahwa sifat proses
pendapatan laba itu sendiri yang menghasilkan suatu aliran income
smoothing.

31

Aliran

income

smoothing

yang

disengaja

(intentionally

being

smoothed) merupakan jenis income smoothing yang terjadi dengan


menggunakan campur tangan dari pihak manajemen. Terdapat dua jenis
intentionally being smoothed yang dikemukakan oleh Gusnadi dan Budiharta
( 2008 : 128), yaitu :
1. Real Smoothing
Merupakan income smoothing yang dilakukan melalui transaksi
keuangan yang sesungguhnya dengan mempengaruhi laba melalui
perubahan dengan sengaja atas kebijakan operasi dan waktunya.
Real smoothing juga meliputi mengendalikan peristiwa ekonomi yang
secara langsung mempengaruhi laba di masa akan datang. Contoh :
seorang manajer membuat keputusan mengeluarkan dana untuk
biaya riset dan pengembangan.
2. Artificial Smoothing
Merupakan income smoothing melalui prosedur akuntansi uang
diterapkan untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari suatu
periode ke periode lain. Contoh : seorang manajer memutuskan biaya
riset dan pengembangan untuk periode ini akan diakui periode
berikutnya.
2.2

Tinjauan Pustaka

Faktor faktor yang mempengaruhi perataan laba sangat beragam dan telah
banyak diteliti sebelumnya dan hasil penelitian terdahulu memperlihatkan
hasil penelitian yang tidak konsisten.

32

Dalam penelitian yang dilakukan Sherly (2012 : 77) komisaris


independen dinyatakan berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba
karena perusahaan telah memiliki proporsi dewan komisaris yang sesuai
dengan ketentuan dan telah menjalankan peran dan fungsinya sebagaimana
mestinya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusnadi dan
Budiharta (2008 : 136) dimana dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap praktik perataan laba karena pengangkatan komisaris
independen mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi
tidak dimaksudkan untuk menegakan Good Corporate Governance.
Penelitian serupa yang dilakukan Purwanto (2009 : 183) juga
menyatakan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap praktik
perataan laba. Kondisi ini menandakan bahwa perusahaan yang melakukan
tindakan perataan laba tidak didasari atas tinggi atau rendahnya proporsi
dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan.
Gusnadi dan Budiharta (2008 : 136) menyatakan ukuran perusahaan
tidak berpengaruh positif terhadap pratik perataan laba. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian Ashari,dkk, Jin dan Machfoedz,Jatiningrum yang
diacu dalam Gusnadi dan Budiharta (2008 : 131) karena kemungkinan
adanya perbedaaan perlakuan negara maju dan berkembang dalam
pembebanan biaya politikal oleh pemerintah. Di negara maju seperti
Amerika, pemerintah cenderung membebankan biaya politikal terhadap
perusahaan sehingga semakin besar perusahaan semakin besar pula biaya
politikal yang dibebankan kepada perusahaan tersebut. Sedangkan di

33

negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah lebih cenderung untuk


mendorong perkembangan ekonomi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, ukuran perusahaan tidak menjadi patokan pemerintah untuk
membebankan biaya politikal.
Hasil penelitian Zuliani (2013 : 11) juga menyatakan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap perataan laba karena perusahaan
yang berukuran kecil akan lebih cenderung untuk melakukan praktik
perataan laba dibandingkan perusahaan besar, karena perusahaan besar
cenderung mendapat perhatian yang lebih besar dari analisis dan investor
dibandingkan perusahaan kecil. Namun ternyata, perusahaan besar pun
cenderung melakukan perataan laba untuk menghindari pembebanan pajak
yang besar. Dengan demikian, baik perusahaan besar maupun kecil,
keduanya, memiliki indikasi untuk dapat melakukan perataan laba. Hal ini
menyebabkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap perataan
laba.
Namun bertentangan dengan hasil penelitian Khafid S yang diacu
dalam Gusnadi dan Budiharta (2008 : 131) dimana ukuran perusahaan
dinyatakan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba karena
perusahaan dengan size yang besar mempunyai insentif yang besar untuk
melakukan perataan laba dibanding perusahaan kecil, karena perusahaan
yang memiliki aktiva dalam jumlah besar akan lebih diperhatikan oleh publik
dan pemerintah. Fluktuasi laba yang besar menarik perhatian pemerintah.
Oleh karena itu perusahaan besar akan menghindari kenaikan laba secara

34

drastis supaya terhindar dari kenaikan pembebanan biaya oleh pemerintah.


Sebaliknya penurunan laba secara drastis memberikan sinyal bahwa
perusahaan berada dalam masa krisis.
Gusnadi

dan

Budiharta

(2008

136)

menyatakan

leverage

berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba. Hasil ini konsisten


dengan penelitian Jin dan Maschfoedz (1998), Yusuf dan Soraya (2004)
tetapi bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Khafid (2002). Hal ini
menunjukkan bahwa leverage merupakan salah satu pendorong manajer
untuk melakukan praktik perataan laba. Semakin besar leverage maka
semakin besar pula kemungkinan manajer melakukan praktik perataan laba.
Berbeda dengan hasil penelitian Zuliani (2013 : 10) dimana leverage
tidak berpengaruh terhadap perataan laba karena naik atau turunnya nilai
leverage tidak menyebabkan perubahan pada perataan laba perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun seorang kreditor cenderung
memberikan kredit kepada perusahaan yang menghasilkan laba yang stabil,
karena laba yang stabil akan memberikan keyakinan bahwa perusahaan
tersebut akan membayar hutangnya dengan lancar. Akan tetapi, kreditor
tidak

pula

menghindari

perusahaan

yang

menghasilkan

laba

yang

berfluktuasi.

2.3

Model Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi dewan


komisaris independen, ukuran perusahaan dan leverage terhadap dugaan
praktik income smoothing yang dirumuskan dalam model penelitian. Proporsi

35

dewan komisaris independen, ukuran perusahaan, dan leverage sebagai


variabel independen dan income smoothing sebagai variabel dependen.
VARIABEL INDEPENDEN

VARIABEL DEPENDEN

Proporsi dewan komisaris


independen

Income smoothing

Ukuran perusahaan

Leverage

Gambar 2.1 : Model Penelitian

2.4

Hipotesis Konseptual

2.4.1 Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap


Income Smoothing
Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris
perusahaan yang berasal dari luar perusahaan. Komisaris independen
umumnya mempunyai pengawasan yang lebih baij terhadap manajemen
sehingga

mempengaruhi

tindakan

manajemen

dalam

melakukan

kecurangan.
Dewan komisaris yang independen akan membatasi manajer untuk
melakukan perataan laba. Dengan semakin tingginya proporsi dewan

36

komisaris independen maka semakin kecil pengelolaan laba oportunitis yang


dilakukan oleh manajer (Purwanto, 2009 : 133). Hal tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gusnadi dan Budiharta (2008 : 136) dimana
dewan komisaris independen tiadak berpengaruh terhadap praktik perataan
laba karena pengangkatan komisaris independen mungkin hanya dilakukan
untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakan
Good Corporate Governance.
H1 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap
income smoothing.
2.4.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Income Smoothing
Menurut Moses dalam Utomo dan Siregar (2008 : 117), perusahaan dengan
size yang besar mempunyai insentif yang besar untuk melakukan perataan
laba dibanding perusahaan kecil, karena perusahaan yang memiliki aktiva
dalam jumlah besar akan lebih diperhatikan oleh publik dan pemerintah.
Fluktuasi laba yang besar menarik perhatian pemerintah. Oleh karena
itu perusahaan besar akan menghindari kenaikan laba secara drastis supaya
terhindar dari kenaikan pembebanan biaya oleh pemerintah. Sebaliknya
penurunan laba secara drastis memberikan sinyal bahwa perusahaan berada
dalam masa krisis. Hal ini akan mengundang campur tangan pemerintah.
Contoh yang mudah dilihat adalah pembebanan pajak (Watts dan
Zimmerman, 1996 diacu dalam Rachadi dan Handayani, 2009 : 37).
Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian Ilmainir yang diacu
dalam Utomo dan Siregar (2008 : 122) dimana ukuran perusahaan tidak

37

berpengaruh

terhadap

perataan

laba

karena

kemungkinan

adanya

perbedaaan perlakuan negara maju dan negara berkembang dalam


pembebanan biaya politikal oleh pemerintah. Di negara maju, pemerintah
akan membebankan biaya politikal terhadap perusahaan. Untuk itu, semakin
besar ukuran perusahaan, maka akan semakin besar pula biaya politikal
yang dibebankan ke perusahaan. Sedangkan di negara berkembang,
pemerintah

akan

mendorong

perkembangan

perusahaan

untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, ukuran perusahaan


tidak menjadi patokan pemerintah untuk membebankan biaya politikal.
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap income smoothing.
2.4.3 Pengaruh Leverage Terhadap Income Smoothing
Gusnadi dan Budiharta (2008 : 136) menyatakan leverage berpengaruh
terhadap praktik perataan laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian yang dilakukan Jin dan Maschfoedz (1998), Yusuf dan Soraya
(2004) karena semakin besar leverage maka semakin besar pula
kemungkinan melakukan praktik perataan laba. Akan tetapi bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan Khafid (2002), Budiasih (2009), Zuliani,
dkk (2013) dimana leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba
karena naik atau turunnya nilai leverage tidak menyebabkan perubahan pada
perataan laba perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun seorang kreditor cenderung
memberikan kredit kepada perusahaan yang menghasilkan laba yang stabil,
karena laba yang stabil akan memberikan keyakinan bahwa perusahaan

38

tersebut akan membayar hutangnya dengan lancar. Akan tetapi, kreditor


tidak

pula

menghindari

perusahaan

yang

menghasilkan

laba

berfluktuasi.
H3 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap income smoothing .

yang

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel


independen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah proporsi dewan
komisaris independen, ukuran perusahaan, dan leverage. Sedangkan
variabel dependen dalam penelitian ini adalah tindakan perataan laba
(income smoothing).
3.1.1 Variabel Independen
A. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan anggota dewan komisaris lainnya dan bebas dari hubungan bisnis
perusahaan. Dalam keputusan Direksi BEJ nomor : KEP-399/BEJ/07-2001
tentang Peraturan Pencatatan Efek nomor I-A dipersyaratkan bahwa semua
emiten di BEJ harus memiliki komisaris independen yang diangkat oleh
pemegang saham dan non pengendali dalam RUPS sekurang-kurangnya
30% anggota komisaris haruslah independen (Gusnadi dan Budiharta, 2008 :
133). Pengukuran proporsi dewan komisaris independen menggunakan
rumus sebagai berikut :
Proporsi Komisaris Independen =

39

40

B. Ukuran perusahaan
Menurut Atawarman (2011 : 70) ukuran perusahaan merupakan suatu skala
untuk menentukan besar atau kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai
cara, yaitu dengan total aset, log size, nilai pasar saham dan lain-lain.
Semakin tinggi ukuran tersebut maka semakin besar ukuran perusahaan.
Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan didefinisikan dengan rumus sebagai
berikut :
Ukuran perusahaan = ln Total Asset
C. Leverage
Leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio dimana
menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap
pemberi pinjaman (Purwanto, 2009 : 180) :
Debt to equity ratio =

3.1.2 Variabel Dependen


Variabel dependen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
perataan laba (income smoothing) yang didefinisikan dengan menggunakan
Indeks Ekcel (Eckel diacu dalam Gusnadi dan Budiharta, 2008 : 132 ) yang
dirumuskan sebagai berikut :
Indeks income smoothing = CVI / CVS
Dimana :
I

: perubahan laba dalam suatu periode

41

: perubahan penjualan dalam periode tertentu

CVI : koefisien variansi untuk perubahan laba


CVS : koefisien variansi untuk perubahan penjualan
Nilai CVI atau CVS :

Dimana :
x : perubahan laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n dengan n-1
x : rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n dengan
n-1
n : banyaknya tahun yang diamati
Kriteria perusahaan melakukan atau tidak melakukan praktik income
smoothing adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan dianggap melakukan praktik income smoothing apabila
Indeks Eckel lebih kecil daripada 1 (CVS > CVI). Perusahaan yang
melakukan income smoothing diberi kode 1.
b. Perusahaan dianggap melakukan praktik income smoothing apabila
Indeks Eckel lebih besar daripada 1 (CVS < CVI). Perusahaan
yang tidak melakukan income smoothing diberi kode 0.
3.2

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder ini berupa data yang telah diolah perusahaan dalam bentuk

42

laporan keuangan. Data sekunder ini diperoleh dari www.idx.co.id dan


Indonesia Capital Market Directory berupa laporan keuangan yang telah
diaudit pada periode tahun 2010 dan 2011.
Penelitian dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Batasan populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
1. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 dan 2011.
2. Perusahaan tidak mengalami relisting atau delisting selama periode
penelitian.
3. Perusahaan yang laporan keuangan laba/ruginya menghasilkan laba
sebelum pajak positif.
4. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan secara lengkap dan telah
diaudit.
Total populasi sebanyak 149 perusahaan selama tahun 2010 dan 2011,
perusahaan

yang

tersisa

setelah

pembatasan

populasi

adalah

98

perusahaan. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Slovin


(Umar, 2003 : 74), yaitu dengan rumus :
n=
Keterangan :
n

: ukuran sampel

: ukuran populasi

: ukuran kesalahan yang dapat ditolerir

Perhitungan pengambilan sampel :

43

n=

( .

)]

n = 78,714859
n = 79
Sampel yang diambil dengan metode simple random sampling sebanyak 79
perusahaan.
3.3

Metode Analisis Data

Metode analisis data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi


yang relevan yang terkandung dalam data dan hasilnya digunakan untuk
memecahkan suatu masalah. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
sebagai metode analisisnya. Analisis data kuantitatif merupakan suatu
bentuk analisa yang menggunakan angka-angka dan perhitungan dengan
metode statistik, sehingga data tersebut harus diklasifikasikan dalam kategori
tertentu, untuk mempermudah proses analisis. Metode statistik yang akan
digunakan dalam pengujian hipotesa penelitian ini adalah statistik deskriptif
(seperti mean dan deviasi standar) yang berguna untuk mengetahui
karakteristik dari perusahaan yang dijadikan sampel dan pengujian dengan
menggunakan binary logistic regression untuk menguji pengaruh proporsi
dewan komisarisaris independen, leverage, dan ukuran perusahaan
terhadap perataan laba.
3.3.1. Statistik Deskriptif
Menurut Siregar (2010 : 55), statistika deskriptif adalah statistik yang sesuai
dengan bagaimana cara mendeskripsikan, menggambarkan, menjabarkan,
atau menguraikan data sehingga mudah dipahami. Alat analisis statistika

44

deskriptif ini meliputi nilai rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi,
nilai maksimum, dan nilai minimum. Statistika deskriptif digunakan untuk
menggambarkan dan mendeskripsikan variabel-variabel yang terlibat dalam
penelitian, yaitu proporsi dewan komisaris independen, ukuran perusahaan,
leverage, dan income smoothing.
3.3.2. Analisis Logistic Regression
Menurut Uyanto (2009 : 225), analisis regresi logistik digunakan untuk
mengetahui pengaruh sejumlah variabel independen terhadap variabel
dependen yang berupa variabel response biner yang hanya mempunyai dua
nilai. Regresi logistik digunakan dalam penelitian ini karena variabel
dependen yang akan diuji merupakan variabel dummy. Analisis ini digunakan
untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian
persediaan.
Langkah - langkah dalam melakukan analisis regresi logistik menurut Ghozali
adalah sebagai berikut :
a. Menilai Model Fit
-

Menguji Overall Model Fit dengan -2 Log Likehood (-2LL)

Langkah pertama adalah menilai overall model fit. Hipotesis untuk menilai
model fit adalah :
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
H1 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Hipotesis nol tidak akan ditolak agar model hipotesis fit dengan data.
Statistik yang digunakan berdasarkan likelihood. Likelihood L dari model

45

adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesakan menggambarkan


data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan
menjadi -2LogL. Statistik -2LogL kadang disebut likelihood rasio
statistics dimana

distribusi dengan degree of freedom n-q, q adalah

jumlah parameter dalam model. Statistik -2LogL dapat juga digunakan


untuk menentukan jika variabel bebas ditambahkan ke dalam model
apakah secara signifikan memperbaiki model fit.
-

Goodness of Fit Model

Cox dan Snells R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru


ukuran

pada regresi berganda yang didasarkan pada teknik estimasi

likelihood dengan nilai maksimum < 1 sehingga sulit diinterpretasikan.


Nagelkerkes R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan
Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1
(satu). Hal ini dilakukan dengan membagi Cox dan Snells R Square
dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerkes R Square dapat
diinterpretasikan dengan seperti nilai
-

pada regresi berganda.

Uji Kelayakan Model

Hosmer dan Lemeshows Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol


bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada
perbedaan antara model dengan data sehingga data dapat dikatakan fit).
Jika nilai Hosmer dan Lemeshows Goodness of Fit Test 0,05 maka
hipotesis nol ditolak yang berarti ada perubahan signifikan antara model
dengan nilai observasinya sehingga Goodness of Fit Model tidak baik

46

karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai


Hosmer dan Lemeshows Goodness of Fit Test 0,05 maka hipotesis nol
tidak dapat ditolak yang berarti model mampu memprediksi nilai
observasinya atau model dapat diterima karena cocok dengan data
observasinya.
b. Uji Signifikansi Variabel Independen Secara Individual
Persamaan yang digunakan dalam pengujian hipotesa dalam penelitian ini
adalah :
Ln

= + 1 PDKI + 2 UP + 3 LEV

Keterangan :
j

: probabilitas bahwa factor atau covariate ke j mempunyai respons

sama dengan 1 (income smoother) dan 0 (non income smoother) dari regresi
logistik

: konstanta

1-3 : koefisien regresi


PDKI : proporsi komisaris independen pada perusahaan perusahaan
manufaktur
UP

: ukuran perusahaan pada perusahaan perusahaan manufaktur

LEV

: rasio leverage pada perusahaan perusahaan manufaktur

Adapun hipotesis hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :


1. Proporsi Dewan Komisaris Independen
H0 : 1 = 0 Tidak ada pengaruh antara proporsi dewan komisaris
independen terhadap tindakan perataan laba (income

47

smoothing).
H1 : 1 0 Ada pengaruh antara proporsi dewan komisaris
independen terhadap tindakan perataan laba (income
smoothing)
2. Ukuran Perusahaan
H0 : 2 = 0 Tidak ada pengaruh antara ukuran perusahaan
terhadap tindakan perataan laba (income smoothing).
H1 : 2 0 Ada pengaruh antara ukuran perusahaan terhadap
tindakan perataan laba (income smoothing)
3. Leverage
H0 : 3 = 0 Tidak ada pengaruh antara leverage terhadap tindakan
perataan laba (income smoothing).
H1 : 3 0 Ada pengaruh antara leverage terhadap tindakan
perataan laba (income smoothing)
Dengan taraf signifikansi () yang digunakan adalah 5%, maka kriteria
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak H0 adalah sebagai
berikut :
- Jika p-value , maka H0 tidak dapat ditolak dan H1 ditolak.
- Jika p-value < , maka H0 ditolak dan H1 tidak dapat ditolak.

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan


keuangan perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2010 dan 2011. Perusahaan manufaktur merupakan salah
satu emiten terbesar dari seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia. Data sekunder ini diperoleh dari www.idx.co.id dan Indonesia
Capital Market Directory berupa laporan keuangan yang telah diaudit pada
periode tahun 2010 dan 2011.
Dari total perusahaan sebanyak 149 perusahaan selama tahun
2010 dan 2011, perusahaan yang tersisa setelah pembatasan populasi
sebanyak 98 perusahaan. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan
rumus Slovin. Sampel yang diambil dengan metode simple random
sampling sebanyak 79 perusahaan. Total sampel sebanyak 80,612% dari
populasi. Penelitian ini menggunakan data selama 2 tahun berturut-turut
sehingga jumlah observasi menjadi 158 observasi. Berikut adalah tabel
yang menunjukkan jenis industri :

48

49

Tabel 4.1
Gambaran Umum Perusahaan Sampel
Kategori Industri Manufaktur Jumlah
Sampel
Adhesive
Apparel and Other Textile
Products
Automotive and Allied
Products
Cables
Cement
Chemical and Allied Products
Consumer Goods
Electronic and Office
Equipment
Fabricated Metal Products
Food and Beverage
Lumber and Wood Products
Metal and Allied Products
Paper and Allied Products
Pharmaceuticals
Photographic Equipment
Plastics and Glass Products
Stone, Clay, Glass and
Concrete Products
Textile Mill Products
Tobacco Manufactures
TOTAL
Sumber : Data Olahan (2013)

Persentase
Sampel

Jumlah
Populasi

Persentase
Populasi

1
4

1.27%
5.06%

4
11

2.68%
7.38%

11

13.92%

17

11.41%

4
2
6
2
3

5.06%
2.53%
7.60%
2.53%
3.80%

6
3
10
4
5

4.03%
2.01%
6.71%
2.68%
3.36%

1
13
0
8
3
7
2
6
2

1.27%
16.46%
0.00%
10.13%
3.80%
8.86%
2.53%
7.59%
2.53%

2
18
3
14
7
9
3
15
6

1.34%
12.08%
2.01%
9.40%
4.70%
6.04%
2.01%
10.07%
4.03%

2
2
79

2.53%
2.53%
100%

9
3
149

6.04%
2.01%
100%

Pada tabel 4.1 dapat dilihat jumlah industri yang paling banyak adalah
food and beverage dan jenis industri yang paling sedikit adalah adhesive
dan fabricated metal product.

50

4.2.

Analisis Data

4.2.1. Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif akan menunjukkan akan menunjukkan gambaran
mengenai data yang dijadikan sampel. Penelitian ini menggunakan
statistika deskriptif dengan melihat nilai rata-rata, standar deviasi, nilai
minimum dan nilai maksimum.
a. Income Smoothing
Income smoothing pada penelitian ini diukur dengan menggunakan Indeks
Eckel (1981).
Tabel 4.2 : Income Smoothing
No
1
2

Klasifikasi
Income Smoother
Non Income Smoother
Total
Sumber : Data Olahan (2013)

Jumlah
40
39
79

Tabel 4.2 menunjukkan dari 79 perusahaan yang menjadi sampel


sebanyak 39 (49,4%) perusahaan melakukan tindakan income smoothing
sebaliknya 40 (50,6%) perusahaan tidak melakukan tindakan income
smoothing.
b. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Variabel proporsi dewan komisaris independen diukur dengan membagi
dewan komisaris independen terhadap dewan komisaris.

51

Tabel 4.3 : Proporsi Dewan Komisaris Independen


No

Proporsi Dewan Komisaris


Independen (%)
1
33,2
2
33,3 50
3
51 75
Total
Sumber : Data Olahan (2013)

Jumlah
12
138
8
158

Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai range 0% 75%. Mayoritas sampel perusahaan memiliki proporsi dewan komisaris
independen antara 33,3% - 50%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar perusahaan telah memenuhi keputusan direksi BEJ nomor : KEP399/BEJ/07-2001 tentang peraturan pencatatan efek I-A dimana semua
emiten

yang

terdaftar

harus

memiliki

proporsi

dewan

komisaris

independen minimal 30% dari anggota komisaris.


c. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural (ln) dari total asset
perusahaan.
Tabel 4.4 : Ukuran Perusahaan
No
1
2
3
4

Ukuran Perusahaan
25,0 26,9
27,0 28,9
29,0 30,9
31,0 32,9
Total
Sumber : Data Olahan (2013)

Jumlah
35
82
33
8
158

Variabel ukuran perusahaan memiliki range 25,045 sampai dengan


31,679. Mayoritas sampel memiliki total asset yang berkisar di 27 28,9
yaitu sebanyak 82 perusahaan.

52

d. Leverage
Leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio yaitu dengan
membagi total hutang dengan total ekuitas perusahaan.
Tabel 4.5 : Leverage
No
1
2
3
4

Leverage (%)
2,5
2,6 5
5 7,5
7,6 10
Total
Sumber : Data Olahan (2013)

Jumlah
149
7
1
1
158

Variabel leverage memiliki range 0,14% sampai dengan 9,57%.


Hampir keseluruhan sampel memiliki leverage di bawah 2,5% yaitu
sebanyak 149 perusahaan. Hal ini menandakan bahwa perusahaan
manufaktur yang menjadi sampel penelitian memiliki tingkat leverage yang
rendah.
Tabel 4.6
Statistika Deskriptif
Descriptive Statistics

N
PDKI
UP
LEV
Valid N
(listwise)

Minimum Maximum

158
158
158
158

,200
25,045
,140

Mean

Std.
Deviation

,750
,38438
31,679 28,03149
9,570 1,14158

,100338
1,510963
1,110804

Sumber : Data Olahan (2013)


Variabel bebas yang diukur dalam penelitian ini adalah proporsi
dewan komisaris independen (PDKI), ukuran perusahaan (UP), dan
leverage

(LEV).

Variabel

proporsi

dewan

komisaris

independen

53

mempunyai nilai minimum sebesar 0,20 dan nilai maksimum sebesar 0,75
dengan nilai rata-rata sebesar sebesar 0,384 dan nilai standar deviasi
sebesar sebesar 0,100. Nilai rata-rata sebesar 38,4% berarti secara ratarata perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
proporsi dewan komisaris independen melebihi 30%. Hal tersebut berarti
mayoritas

perusahaan

terdaftar

telah

memenuhi

peraturan

yang

dikeluarkan BEI untuk memiliki proporsi dewan komisaris independen


minimal sebesar 30%. Variabel ukuran perusahaan mempunyai nilai
minimum sebesar 25,045 dan nilai maksimum sebesar 31,679 dengan
nilai rata-rata sebesar 28,301 dan nilai standar deviasi sebesar 1,511.
Sedangkan variabel leverage mempunyai nilai minimum sebesar 0,14 dan
nilai maksimum sebesar 9,57 dengan nilai rata-rata sebesar 1,142 dan
nilai standar deviasi sebesar 1,111.
4.2.2. Analisis Regresi Logistik
A.

Menguji Overall Fit Model dengan -2 Log Likehood (-2LL)

Pengurangan nilai antara -2LogLikelihood awal (initial -2LogLikelihood


function) dengan nilai -2LogLikelihood pada langkah awal berikutnya
menunjukkan bahwa variabel yang dihipotesiskan fit dengan data.
Tabel 4.7
Hasil Uji Overall Model Fit
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration
-2 Log
likelihood

Coefficient
s
Constant

Step 0 1

219,009

-,025

219,009

-,025

54

a. Constant is included in the model.


b. Initial -2 Log Likelihood: 219,009
c. Estimation terminated at iteration
number 2 because parameter estimates
changed by less than ,001.
Block 1 : Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration

-2 Log
likelihood

Coefficients
Constant

PDKI

UP

LEV

Step 1 1

200,246

-,959

-5,166

,088

,391

199,195

-,781

-6,132

,088

,563

199,179

-,752

-6,245

,088

,589

199,179

-,751

-6,247

,088

,589

199,179

-,751

-6,247

,088

,589

a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 219,009
d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter
estimates changed by less than ,001.

Sumber : Data Olahan (2013)


Untuk pengujian L ditransformasikan menjadi -2LogL. Statistik 2LogL pada awal (block number = 0) dengan angka -2LogL pada block
number = 1 dapat digunakan untuk menentukan apakah variabel bebas
dapat memeprbaiki model fit secara signifikan apabila variabel bebas
tersebut ditambahkan pada model. Apabila terjadi penurunan maka dapat
disimpulkan bahwa model tersebut menunjukkan model regresi yang baik.
Dari output spss menunjukkan -2LogLikelihood pada Block Number = 0
adalah 219,009 sedangkan nilai -2LogLikelihood pada Block Number = 1
adalah 199,179. Terjadi penurunan nilai -2LogLikelihood dari Block
Number = 0 ke Block Number = 1 sebesar 19,83. Penurunan yang ada

55

menunjukkan model regresi akan lebih baik dibandingkan sebelum


variabel independen dimasukkan dalam model. Dapat disimpulkan bahwa
penambahan variabel independen ke dalam model dapat memperbaiki
model fit.
B.

Goodness of Fit Model

Nagelkerkes R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell


untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu).
Cox dan Snells R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru
ukuran

pada regresi berganda yang didasarkan pada teknik estimasi

likelihood dengan nilai maksimum < 1.


Tabel 4.8
Hasil Uji Goodness of Fit Model
Step

-2 Log
likelihood

Cox & Snell R


Square

199,179a

,118

Nagelkerke R
Square
,157

Sumber : Data Olahan (2013)

Dari tabel 4.8 di atas didapati bahwa nilai Cox dan Snell R Square
adalah sebesar 0,118 dan nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar
0,157. Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,157 menunjukkan bahwa
variabel independen hanya dapat menjelaskan variabel dependen sebesar
15,7% sedangkan sisanya 84,3% dijelaskan oleh variabel lainnya di luar
model.

56

C.

Uji Kelayakan Model

Kelayakan model regresi ditentukan berdasarkan nilai dari Hosmer dan


Lemeshows Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer dan
Lemeshows Goodness of Fit Test > 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat
ditolak yang berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau
dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data
observasinya.

Tabel 4.9
Hasil Uji Kelayakan Model
Step
Chi-square
1
5,902
Sumber : Data Olahan (2013)

Df
8

Sig.
,658

Dari tabel 4.9 di atas didapati bahwa nilai statistik Hosmer dan
Lemeshows Goodness of Fit Test adalah sebesar 5,902 dengan tingkat
signifikansi 0,658. Nilai signifikansi Hosmer dan Lemeshows Goodness of
Fit Test 0,658 yang lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan
model dapat diterima karena model dapat menjelaskan nilai obsevasinya.
D. Tabel Klasifikasi
Tabel 4.10
Tabel Klasifikasi
Observed

Predicted
IS
Non IS

Step 1 IS

Percentage
Correct

IS

Non IS

49

31

61,3

IS

32

46

59,0

Overall Percentage
a. The cut value is ,500

Sumber : Data Olahan (2013)

60,1

57

Dari 78 perusahaan yang diprediksi melakukan income smoothing hanya


46 (59%) yang diprediksi dengan benar oleh metode logistik. Dari 80
perusahaan yang diprediksi tidak melakukan income smoothing sebanyak
49 (61,3%) diprediksi dengan benar oleh metode logistik.
Berdasarkan

tabel

4.10,

maka

dapat

disimpulkan

secara

keseluruhan model analisis logistic regression memiliki keakuratan


sebesar 60,1% dalam memprediksi persamaan income smoothing.
E. Uji Signifikansi Variabel Independen Secara Individual
Berikut merupakan hasil analisis logistic regression digunakan dalam
penelitian ini :
Tabel 4.11
Hasil Uji Signifikansi Variabel Independen Seacra Individual
B
Step 1

PDKI

S.E.

Wald

Df

Sig.

Exp(B)

-6,247

2,133

8,579

,003

,002

UP

,088

,119

,549

,459

1,092

LEV

,589

,222

7,017

,008

1,802

-,751

3,163

,056

,812

,472

Constant

a. Variable(s) entered on step 1: PDKI, UP, LEV.

Sumber : Data Olahan (2013)


Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa variabel proporsi dewan
komisaris independen mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,003. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari (< 0,05). Hal ini berarti H 0 variabel
proporsi dewan komisaris independen ditolak dan H1 tidak dapat ditolak.
Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai pengaruh
signifikan terhadap income smoothing.

58

Dari tabel 4.11 juga dapat diketahui bahwa variabel ukuran


perusahaan

mempunyai

tingkat

signifikansi

sebesar

0,459.

Nilai

signifikansi tersebut lebih besar dari (> 0,05). Hal ini berarti H 0 variabel
ukuran perusahaan tidak dapat ditolak dan H2 ditolak. Variabel ukuran
perusahaan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap income
smoothing.
Sedangkan variabel leverage mempunyai tingkat signifikansi
sebesar 0,008. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari (< 0,05). Hal ini
berarti H0 variabel leverage ditolak dan H3 tidak dapat ditolak. Variabel
leverage mempunyai pengaruh signifikan terhadap income smoothing.
Hasil dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel
proporsi dewan komisaris independen dan variabel leverage yang diukur
dengan debt to equity ratio mempunyai pengaruh signifikan terhadap
income smoothing. Sedangkan variabel ukuran perusahaan tidak
mempunyai pengaruh signifikan terhadap income smoothing. Berdasarkan
tabel 4.11 dapat diperoleh model persamaan regresi logistik sebagai
berikut :
Ln

= -0,751 6,247 PDKI + 0,088 UP + 0,589 LEV

Keterangan :
j

: probabilitas bahwa factor atau covariate ke j mempunyai

respons sama dengan 1 (income smoother) dan 0 (non income smoother)


dari regresi logistik

: konstanta

59

1-3 : koefisien regresi


X1

: proporsi komisaris independen pada perusahaan perusahaan

manufaktur
X2

: ukuran perusahaan pada perusahaan perusahaan manufaktur

X3

: rasio leverage pada perusahaan perusahaan manufaktur

Makna pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen


dapat dilihat pada tabel 4.11 :
-

Berdasarkan koefisiennya proporsi dewan komisaris independen


berpengaruh negatif terhadap income smoothing. Hal ini berarti
setiap

bertambahnya proporsi dewan

komisaris independen

sebesar 1% maka peluang melakukan income smoothing akan


turun sebesar 0,002 kali.
-

Berdasarkan koefisiennya ukuran perusahaan berpengaruh positif


terhadap income smoothing. Hal ini berarti setiap bertambahnya
total asset sebesar 1% maka peluang melakukan income
smoothing akan naik sebesar 1,092 kali.

Berdasarkan koefisiennya leverage berpengaruh positif terhadap


income smoothing. Hal ini berarti setiap bertambahnya leverage
sebesar 1% maka peluang melakukan income smoothing akan naik
sebesar 1,802 kali.

60

4.3

Pembahasan

4.3.1 Proporsi Dewan Komisaris Independen


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris
independen mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap income
smoothing. Keputusan Direksi BEJ nomor : KEP-399/BEJ/07-2001 yang
mensyaratkan bahwa 30% dari anggota komisaris haruslah independen.
Rata-rata dari 79 sampel perusahaan yang digunakan telah mempunyai
proporsi dewan komisaris independen sebesar 39,115%. Nilai ini lebih
tinggi dari angka 30% yang ditetapkan oleh BEI dan terbukti berpengaruh
signifikan negatif terhadap tindakan income smoothing yang dilakukan
pada perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel. Hasil koefisien
menunjukkan semakin besar proporsi dewan komisaris independen akan
semakin rendah tingkat terjadinya income smoothing.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sherly
(2012 : 77) komisaris independen dinyatakan berpengaruh negatif
terhadap praktik perataan laba karena perusahaan telah memiliki proporsi
dewan komisaris yang sesuai dengan ketentuan dan telah menjalankan
peran dan fungsinya sebagaimana mestinya. Dari hal ini dapat
disimpulkan bahwa

proporsi dewan komisaris independen mampu

mengurangi aktivitas perataan laba.

61

4.3.2 Ukuran Perusahaan


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak
mempunyai pengaruh terhadap income smoothing. Teori mengenai biaya
politikal pada perusahaan terkait dengan tindakan manajemen laba yang
diperkirakan mempengaruhi income smoothing ternyata kurang sesuai
dengan penelitian ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan
perlakuan pemerintah antara negara maju dan berkembang. Di negara
maju, pemerintah akan membebankan biaya politikal semakin besar untuk
perusahaan dengan ukuran perusahaan yang semakin besar pula.
Sedangkan, di negara berkembang pemerintah lebih mendorong
perkembangan perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
negara tersebut. Oleh karena itu, ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap praktik perataan laba (Ilmainir yang diacu dalam Utomo dan
Siregar, 2008 : 122). Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang
dilakukan Gusnadi dan Budiharta (2008 : 136), di mana baik perusahaan
besar maupun kecil seringkali memilih untuk mengurangi laba periodiknya
dibandingkan

meratakan

laba

periodiknya

untuk

menghindari

pembebanan pajak yang tinggi dari pemerintah Hal ini menyebabkan


ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap perataan laba.

4.3.3 Leverage
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage mempunyai pengaruh
positif signifikan terhadap income smoothing. Hasil penelitian ini sejalan

62

Gusnadi dan Budiharta (2008 : 136) menyatakan leverage berpengaruh


terhadap praktik perataan laba. Hal ini

menunjukkan bahwa leverage

merupakan salah satu pendorong manajer untuk melakukan praktik


perataan laba. Perusahaan yang memiliki tingkat utang yang tinggi dalam
struktur modalnya akan cenderung untuk mengelola laba nya dengan baik
agar terlihat lebih stabil sehingga semakin besar leverage maka semakin
besar pula kemungkinan manajer melakukan praktik perataan laba.
Berbeda dengan hasil penelitian Zuliani (2013 : 10) dimana
leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba karena naik atau
turunnya nilai leverage tidak menyebabkan perubahan pada perataan laba
perusahaan.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi dewan


komisaris independen, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap tindakan
income smoothing pada perusahaan manufaktur. Pengklasifikasian antara
perusahaan dengan status perata dan bukan perata laba dilakukan dengan
menggunakan Indeks Eckel terhadap laba bersih sebelum pajak untuk
perusahaan yang terdaftar di BEI.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 79
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama
tahun 2010 dan 2011. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan
analisis regresi logistik biner.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan
terhadap income smoothing. Hal ini disebabkan karena perusahaan
telah memiliki proporsi dewan komisaris independen yang sesuai
dengan peraturan dan telah menjalankan tugas dan fungsinya
sebagaimana mestinya. Dengan demikian dapat mempengaruhi
tindakan manajer dalam melakukan tindakan income smoothing.
2. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap income smoothing.
Hal ini dikarenakan suatu perusahaan cenderung mengurangi laba

63

64

dibanding meratakan laba perusahaan untuk menghindari biaya politik


yang dibebankan pemerintah. Di samping itu, adanya perbedaan
perlakuan pembebanan biaya politik antara negara maju dan negara
berkembang

juga

menyebabkan

ukuran

perusahaan

tidak

berpengaruh terhadap income smoothing.


3. Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap income smoothing.
Hal ini dikarenakan perusahaan akan cenderung meratakan labanya
agar tetap stabil untuk meningkatkan kredibilitas terhadap kreditor
untuk mendapatkan pinjaman.

5.2

Saran

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan keterbatasan yang dapat


diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Beberapa saran membangun yang
dapat digunakan untuk memperbaiki penelitian selanjutnya adalah :
1. Penelitian berikutnya untu mengetahui apakah suatu perusahaan
melakukan tindakan income smoothing dapat menggunakan indeks
lain, seperti Indeks Mickhaelson.
2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 tahun,
yang masih terlalu singkat dibanding penelitian sebelumnya yang
dapat mencapai periode waktu lima tahun bahkan lebih. Populasi juga
dapat diperluas tidak terbatas pada perusahaan manufaktur saja
tetapi menggunakan sektor perusahaan lain yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).

65

3. Jumlah

variabel

independen

masih

dapat

diperluas

dengan

menambahkan variabel independen lainnya yang terkait dengan


perataan laba, seperti rencana bonus, harga saham, atau kebijakan
akuntansi.
4. Keterbatasan pengukuran corporate governance. Dalam penelitian ini
hanya digunakan proporsi dewan komisaris independen. Sebaiknya
pada

penelitian

selanjutnya

ditambahkan

variabel

pengukuran

corporate governance lain, seperti komite audit, ukuran dewan direksi,


ukuran KAP, dan lain-lain.

LAMPIRAN A
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN MANUFAKTUR
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Kode Emiten
ADES
ADMG
AKPI
AKRA
AMFG
ARNA
ASGR
AUTO
BAJA
BATA
BRAM
BUDI
CEKA
CLPI
CTBN
DLTA
DVLA
ETWA
FAST
FASW
GDYR
GGRM
GJTL
HDTX
HMSP
INAF
INDF
INDR
INDS
INKP
INTA
JECC

Nama Perusahaan
PT Akasha Wira International Tbk
PT Polychem Indonesia Tbk
PT Argha Karya Prima Industry Tbk
PT AKR Corporindo Tbk
PT Asahimas Flat Glass Tbk
PT Arwana Citramulia Tbk
PT Astra Graphia Tbk
PT Astra Otoparts Tbk
PT Saranacentral Bajatama Tbk
PT Sepatu Bata Tbk
PT Indo Kordsa Tbk
PT Budi Acid Jaya Tbk
PT Cahaya Kalbar Tbk
PT Colorpak Indonesia Tbk
PT Citra Tubindo Tbk
PT Delta Djakarta Tbk
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk
PT Eterindo Wahanatama Tbk
PT Fast Food Indonesia Tbk
PT Fajar Surya Wisesa Tbk
PT Goodyear Indonesia Tbk
PT Gudang Garam Tbk
PT Gajah Tunggal Tbk
PT Panasia Indo Resources Tbk
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
PT Indofarma Tbk
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
PT Indorama Syntetics Tbk
PT Indospring Tbk
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
PT Intraco Penta Tbk
PT Jembo Cable Company Tbk

66

67

LAMPIRAN A ( LANJUTAN )
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

JPRS
KBLI
KDSI
KKGI
KLBF
KONI
LION
LMPI
LMSH
LTLS
MASA
MDRN
MERK
MLBI
MLPL
MRAT
MTDL
MYOR
PBRX
PICO
PSDN
PTSP
PYFA
RDTX
RICY
ROTI

59
60
61
62
63
64
65

SCCO
SIAP
SKLT
SMAR
SMCB
SMGR
SMSM

PT Jaya Pari Steel Tbk


PT KMI Wire and Cable Tbk
PT Kedawung Setia Industrial Tbk
PT Resource Alam Indonesia Tbk
PT Kalbe Farma Tbk
PT Perdana Bangun Pusaka Tbk
PT Lion Metal Works Tbk
PT Langgeng Makmur Industri Tbk
PT Lion Mesh Prima Tbk
PT Lautan Luas Tbk
PT Multistrada Arah Sarana Tbk
PT Modern Indonesia Tbk
PT Merck Tbk
PT Multi Bintang Indonesia Tbk
PT Multipolar Tbk
PT Mustika Ratu Tbk
PT Metrodata Electronics Tbk
PT Mayora Indah
PT Pan Brothers Tex Tbk
PT Pelangi Indah Canindo Tbk
PT Prasidha Aneka Niaga Tbk
PT Pioneerindo Gourmet International Tbk
PT Pyridam Farma Tbk
PT Roda Vivatex
PT Ricky Putra Globalindo Tbk
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk
PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce
Tbk
PT Sekawan Intipratama Tbk
PT Sekar Laut Tbk
PT Sinar Mas Agro Resources Technology Tbk
PT Holcim Indonesia Tbk
PT Semen Gresik (Persero) Tbk
PT Selamat Sempurna Tbk

68

LAMPIRAN A ( LANJUTAN )
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79

SQBB
STTP
TBMS
TIRA
TKIM
TOTO
TRST
TSPC
TURI
UNIC
UNTR
UNVR
VOKS
YPAS

PT Taisho Phamaceutical Indonesia Tbk


PT Siantar TOP Tbk
PT Tembaga Mulia Semanan Tbk
PT Tira Austenite Tbk
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
PT Surya Toto Indonesia Tbk
PT Trias Sentosa Tbk
PT Tempo Scan Pasific Tbk
PT Tunas Ridean Tbk
PT Unggul Indah Cahaya Tbk
PT United Tractors Tbk
PT Unilever Indonesia Tbk
PT Voksel Electric Tbk
PT Yanaprima Hastapersada Tbk

DAFTAR RUJUKAN

Atawarman, R. J. (2011). Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan,


Profitabilitas, dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Praktik Perataan
Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan Manufaktur pada Bursa Efek
Indonesia (BEI). Jurnal Ilmu Ekonomi Advantage, 2, 67-79.
Budiasih, I. (2009). Faktor-Faktor yang mempengaruhi Praktik Perataan
Laba. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 4(1), 44-50.
Bursa Efek Indonesia. (2012). Indonesian Capital Market Directory. Institute
for economic and Financial Research. .
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21: Update PLS Regresi (7th ed.). Semarang: Universitas Diponegoro.
Guna, W.I. dan Herawaty, A. (2010). Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya
Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 12 (1), 5368.
Gusnadi dan Budiharta, P. (2008). Analisis Pengaruh Karakteristik
Perusahaan dan Penerapan Good Corporate Governance Terhadap
Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal MODUS, 20(2), 126-138.
Handayani, S. dan Rachadi, A.D. (2009). Pengaruh Ukuran Perusahaan
Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 11(1). 3356.
Hery. (2009). Akuntansi Keuangan Menengah I. Jakarta : Bumi Aksara.
Hery. (2011). Teori Akuntansi. Jakarta : Kencana.
Hikmah, N., Chairina, dan Rahmayanti, D. (2011). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Governance Dalam
Laporan Tahunan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh 2011.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan:
Penyajian Laporan Keuangan (Rev. ed.). Jakarta: Ikatan Akuntan
Indonesia.

69

70

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2007). Standar akuntansi keuangan per 1


September 2007. Jakarta : Salemba Empat
Jin, L.S. & Machfoedz, M. (1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik
perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Jurnal Riset dan Akuntansi Indonesia. 1(2), 174-191.
Juniarti & Corolina. (2005). Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) pada PerusahaanPerusahaan Go Public . Jurnal Akuntansi dan Keuangan. (Vol.7,
No.2). 148-161.
Kustono, A. S. (2009). Pengaruh Ukuran, Devidend Payout, Risiko Spesifik,
dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Praktik Perataan Laba pada
Perusahaan Manufaktur Studi Empiris Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Ekonomi Bisnis. 2 (3), 200-205.
Purwanto, A. (2009). Karakteristik perusahaan, praktik corporate governance,
keputusan keuangan, perataan laba, dan nilai perusahaan. Jurnal
Manajemen Akuntansi & Sistem Informasi, 9 (2), 175-189.
Rahmawati. (2012).Teori Akuntansi Keuangan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rofika & Zirman. (2012). Reaksi Pasar Terhadap Tindakan Perataan Laba
dengan Mekanisme Good Corporate Governance. Jurnal Akuntansi, 1
(1), 38-52.
Schroeder, R.G., Clark, M.W., & Cathey, J.M. (2011). Financial Accounting
Theory and Analysis: Text and Cases (10th ed.). Hoboken, N.J.: John
Wiley & Sons.
Scott, W.R. (2009). Financial Accounting Theory (5th ed.). Boston : Pearson
Education.
Siregar, S. (2010). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian : Dilengkapi
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta.
Stice, J.D., Stice, E.K., & Skousen, K.F. (2010). Intermediate Accounting
(17th ed.). Australia: South-Western.
Utomo, S.B. dan SIregar, B. (2008). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, dan Kontrol Kepemilikan Terhadap Perataan Laba pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Akuntansi & Manajemen. 19(2). 113-125.

71

Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Jakarta : Graha
Ilmu.
Warren, C.S., Reeve, J.M., & Fees. (2009). Principles of accounting (23rd
ed.). Australia : South Western.

Anda mungkin juga menyukai