Masterplan Pendidikan Kota Bandung PDF
Masterplan Pendidikan Kota Bandung PDF
KABUPATEN BANDUNG
2008-2025
2007
KATA PENGANTAR
Bismillah-Alhamdulillah Sungguh tidak dapat disangkal lagi
bahwa manusia pada saat dilahirkan ke dunia, merupakan sosok
makhluk yang paling tidak berdaya. Tidak berdaya, karena harus diajari
oleh Sang Ibu agar dapat membuka mulut, menetek, bicara, berdiri dan
berjalan, mengenal simbol-simbol benda yang ada di sekelilingnya, dan
diajari pula keterampilan praktis sampai tata pergaulan dengan manusia
lainnya. Itulah pendidikan. Sesungguhnya, di mana pun proses
pendidikan terjadi, menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai nilai-nilai
yang dalam, karena jika mambicarakan pendidikan pada hakekatnya
membicarakan martabat serta nilai-nilai kemanusiaan. Namun ternyata,
belakangan lembaga pendidikan yang namanya sekolah ini hanya
menyediakan waktu yang sangat terbatas, dan penuh dengan aturan
yang ketat.
Seiring perkembangan jaman, dimana pengetahuan dan
keterampilan yang harus dipelajari bertambah dan berkembang semakin
kompleks, kemudian upaya-upaya pembelajaran tersebut mulai
diformalkan dalam bentuk apa yang sekarang dikenal dengan
persekolahan. Dan sekolah tersebut cenderung dianggap sebagaii
satu-satunya wadah pembelajaran generasi. Padahal pengetahuan dan
keterampilan untuk bekal hidup dan kehidupan tidak hanya didapat dan
dipelajari di sekolah, di luar sekolah pun jauh lebih banyak.
Akibat kompleksitas dan heterogenitas jenis, sifat, dan situasi yang
disebut sekolah tersebut, sering diidentikkan dengan pendidikan.
Tatkala membahas sistem pendidikan cenderung yang dibahas sistem
persekolahan. Membicarakan pengelolaan pendidikan, yang dibahas
terbatas pada pengelolaan sekolah. Dan ketika merencanakan
pendidikan, ternyata hanya merencanakan sekolah. Akibatnya,
paradigma pendidikan yang begitu universal hanya dipandang secara
terbatas, dan lebih banyak adaptif daripada inisiatif. Akhirnya, sistem
pengelolaan pendidikan pun lebih banyak tergantung pada sistem politik
yang dianut dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Pandangan tentang pendidikan seperti itu tidaklah mengherankan
karena memang beranjak dari asumsi yang hanya sebatas itu. Namun,
upaya pendidikan yang didasari pada pandangan seperti itu, ternyata
tidak cukup membawa masyarakat kita ke arah tujuan-tujuan pendidikan
yang universal. Gejala denka-densi moral bukan saja terjadi pada
generasi muda, bahkan terjadi pada pada generasi tua. Diakui atau
tidak, denka-densi moral tersebut merupakan sebagian dari kegagalankegagalan yang dicapai proses pendidikan selama ini. Karena itu, untuk
(Ringkasan Eksekutif)
A. PENDAHULUAN
Secara filosofis tanggungjawab pendidikan melekat pada keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Dalam kontek rumah tangga negara
pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka di dalamnya
mengandung makna bahwa negara berkewajiban memberikan layanan
pendidikan kepada warganya. Karena itu pengelolaan sistem
pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara
bermutu, efektif dan efisien. Pelayanan pendidikan harus berorentasi pada
upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga
masyarakat. Dalam konteks inilah Pemerintah Kabupaten Bandung
memiliki kewajiban dan tugas dalam memberikan pelayanan
pembangunan pendidikan bagi warganya sebagai hak warga yang harus
dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Demikian pula bahwa
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung merupakan fondasi
untuk melaksanakan pembangunan dalam berbagai bidang lainnya
mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah untuk
membangun potensi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku
pembangunan diberbagai bidang pembangunan lainnya.
Dalam setiap upaya pembangunan, penting untuk senantiasa
mempertimbangkan karatkteristik dan potensi setempat. Dalam kontek ini,
masyarakat Kabupaten Bandung yang mayoritas suku Sunda memiliki
potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara sosiologis-antropologis
falsafah kehidupan masyarakat Sunda yang telah diakui mengandung
makna yang mendalam adalah Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer.
Dalam kaitan ini filosofis tersebut harus dijadikan pedoman dalam
mengimplementasikan setiap rencana pembangunan termasuk dibidang
pendidikan. Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani.
Bageur berperilaku baik, sopan santun, ramah tamah bertatakrama. Bener
yaitu jujur, amanah, penyayang dan taqwa. Pinter artinya memiliki ilmu
pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif. Sebagai sebuah upaya
untuk mewujudkan falsafah tersebut maka ditempuh pendekatan social
cultural heritage approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir
peran aktif masyarakat dalam pembangunan pendidikan yang digulirkan
pemerintah.
Apa yang tersurat dan tersirat dalam pasal 31 UUD 1945 diperjelas
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
menyatakan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
Ringkasan Eksekutif
kearifan lokal, budi pekerti, kecakapan hidup teknologi dasar yang sesuai
dengan karakteristik jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan.
Dalam garis kebijakan nasional seiring dengan diterbitkanya PP
Nomor 19 tahun 2004, tentang Standar Nasional Pendidikan, maka target
pelayanan pembangunan pendidikan saampai Tahun 2025 dipola dalam
4 tahap, yaitu: (1) Tahun 2006-2010 peningkatan kapasitas dan
modernisasi; (2) Tahun 2011-2015 penguatan pelayanan; (3) Tahun 20162020 mencapai daya saing regional; dan (4) Tahun 2021-2025 mencapai
daya saing internasional.
Untuk mewujudkannya minimal dibutuhkan kondisi: Pertama,
diperlukan daya tampung yang seimbang dengan populasi penduduk
pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan; Kedua, masyarakat harus
memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anaknya; Ketiga, komitmen
sepenuh hati pemerintah dalam melaksanakan pendidikan untuk semua
(education for all) termasuk membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi
masyarakatnya, karena tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya
semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar biaya pendidikan yang
dibutuhkan. Peranan pemerintah adalah membangun akses yang luas
kepada seluruh warga agar dapat memperoleh pelayanan pendidikan
tanpa terkecuali.
C. AGENDA PENDIDIKAN TAHUN 2008-2025
Untuk menyusun agenda pembangunan pendidikan yang
dituangkan dalam prioritas program diperlukan kesepahaman tentang
substansi, proses dan konteks kelembagaan pendidikan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah untuk mengurusnya.
Secara substantif, pembangunan pendidikan di Kabupaten
Bandung akan berkenaan dengan tugas-tugas pengelolaan dalam
bidang: (1) pengembangan dan implementasi kurikulum; (2) pengelolaan
peserta didik; (3) pengelolaan ketenagaan; (4) pengelolaan tanah,
bangunan/gedung/sarana/prasarana dan fasilitas serta sumber belajar;
(5) pengelolaan anggaran dan pembiayaan pendidikan; (6) pengelolaan
kerjasama
kelembagaan
pendidikan
dengan
masyarakat;
(7)
pengelolaan bidang-bidang khusus lainnya yang sesuai dengan jenis dan
karakteristik kelembagaan pendidikan.
Pemahaman tentang proses-proses pendidikan di Kabupaten
Bandung akan berkenaan dengan serangkaian prosedur manajerial,
antara lain: (1) proses pembuatan keputusan yang dituangkan dalam
bentuk-bentuk produk kebijakan; (2) proses perencanaan yang disertai
dengan dokumen-dokumen rencana dan program; (3) pengorganisasian
dan mengkomunikasikan program-program pendidikan; (4) pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi program pendidikan; (5) pelaporan dan
tindak lanjut dari setiap pencapaian program pendidikan.
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amanat konstitusi mengenai peningkatan mutu pendidikan
tercantum dalam UUD 1945, pasal 28C ayat (1), bahwa setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia;
Pasal 31 menyatakan bahwa (1) setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka menghidupkan
kecerdasan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional; serta (5) pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Apa yang tersurat dan tersirat dalam pasal 31 UUD 1945
diperjelas dalam UU.No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban
bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Pemerintah
telah
menjabarkan
mengenai
rencana
pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan untuk
periode 2005-2025, antara lain: periode 2005-2010 ditargetkan untuk
meningkatkan kapasitas dan modernisasi guna terciptanya insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif dalam tataran masyarakat
Bab I : Pendahuluan
Badan
Perencanaan
Daerah
Badan
Perencanaan
Daerah
Badan
Perencanaan
Daerah
Badan
Perencanaan
Daerah
B. Tujuan
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Master Plan
Pendidikan Kabupaten Bandung secara khusus bertujuan, sebagai
berikut:
1. Menyusun dokumen Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan
Tahun 2008-2025 sebagai acuan/pedoman bagi para
pemangku kepentingan di bidang pendidikan dalam rangka
pembangunan Sumber Daya Manusia yang memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi (cerdas), serta berdaya saing
yang berlandaskan Iman dan Taqwa (IMTAK). Dokumen
tersebut dapat menjadi arah kebijakan dan rencana
implementasi bidang pendidikan di Kabupaten Bandung
berdasarkan strategi dan rekomendasi yang diperoleh dari
hasil analisis berupa isu prioritas, indikasi program, kegiatan
dan sasaran dan indikator keberhasilan yang diharapkan
dalam pembangunan bidang pendidikan.
2. Memberikan pedoman dan arah dalam meningkatkan
koordinasi seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan
pemangku kepentingan lainnya yang terkait dalam
Pembangunan Pendidikan.
Badan
Perencanaan
Daerah
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penyusunan Master Plan Pendidikan
di Kabupaten Bandung ini meliputi:
1. Analisis tentang existing condition tentang pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2007, yang
mencakup: (a) Penyelenggaran pendidikan prasekolah di
jalur formal dan nonformal; (b) Penyelenggaraan pendidikan
dasar di jalur formal dan nonformal; (c) Penyelenggaraan
pendidikan menengah di jalur formal dan nonformal;
2. Analisis tentang tujuan dan sasaran pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2025.
3. Analisis tentang strategi manajemen untuk setiap substansi,
proses, dan konteks pembangunan pendidikan di Kabupaten
Bandung sampai Tahun 2025.
4. Program prioritas yang perlu dikembangkan pada setiap
periode pembangunan di Kabupaten Bandung sampai
Tahun 2008-2025, yang mencakup:
a. Peningkatan pemerataan pendidikan pada setiap jenis,
jenjang dan jalur pendidikan yang perlu ditanggulangi
sampai Tahun 2025.
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan
sampai tahun 2025.
c. Peningkatan kualitas tatakelola, akuntabilitas dan
pencitraan publik dalam penyelenggaraan pembangunan
pendidikan sampai tahun 2025.
E. Sumber Data
Bab I : Pendahuluan
Badan
Perencanaan
Daerah
G. Unit Analisis
Unit analisis bagi kepentingan penyusunan Master Plan
Pendidikan di Kabupaten Bandung meliputi: (1) Unsur Kepala
Daerah dan DPRD; (2) Unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
seperti Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pendidikan, Dinas
Tenaga Kerja, Dinas Kependudukan, dan SKPD terkait lainnya; (3)
Unsur Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; (4) Unsur Pelaku
Bab I : Pendahuluan
Badan
Perencanaan
Daerah
H. Kerangka Analisis
Produk akhir dari serangkaian langkah kegiatan ini adalah
Rumusan Master Plan Pembangunan Pendidikan di Kabupaten
Bandung untuk lima tahun ke depan (2008-2015). Fungsinya, akan
dijadikan dokumen akademik dan dokumen yuridis bagi
Pemerintah Daerah dan pengelola pendidikan di Kabupaten
Bandung dalam melaksanakan pembangunan pendidikan yang
menjadi kewenangannya. Karena itu, untuk tujuan tersebut,
dilakukan serangkaian uji-validasi tentang format dan isi dokumen
tersebut dengan stakeholders dan pemangku kepentingan
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung.
Secara skematis, kerangka analisis pelaksanaan kegiatan
penyusunan master plan ini, diilustrasikan pada gambar berikut:
Tuntutan
Peningkatan Mutu
Pendidikan
Kurikulum, Inprastruktu
Ketenaga
r Sosek
an, Sarana Masyarakat
Karakteristik
Kelembag
aan
Pendidikan
Problema
Pembangun
an
Pendidikan
di Kab.
Bandung
Kebijakan
Pendidikan
Nasional,
Provinsi,
dan
Kabupaten
Legalitas
Manajemen
Bab I :Sistem
Pendahuluan
Penyelenggaraa
n Pendidikan di
Daerah
Survey, Telaah
Dokumen & FGD
Implementasi
Penyelenggaraan
Pendidikan di
Kabupaten
Bandung 5 Tahun
Terakhir
Pemerataan
Pendidikan
Mutu dan
Relevansi
Pendidikan
Akuntabilitas,
Tata Kelola dan
Pencitraan
Publik
Asumsi
Pendekatan
dan Strategi
Pembangun
an
Pendidikan
sampai
Pengembang
an Alternatif
Rencana
Pembangunan
Pendidikan di
Kab. Bandung
Sampai Tahun
2025
Tujuan dan
Sasaran
Pembangun
an
Pendidikan
di Kab.
Bandung
Badan
Perencanaan
Daerah
Gambar 1.1
Kerangka Analisis Penyusunan Master Plan Pendidikan
Kabupaten Bandung
Bab I : Pendahuluan
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
Badan
Perencanaan
Daerah
Badan
Perencanaan
Daerah
10
Badan
Perencanaan
Daerah
11
Badan
Perencanaan
Daerah
12
Badan
Perencanaan
Daerah
13
Badan
Perencanaan
Daerah
Peningkatan
Mutu
Pemerataan
Pendidikan
Efisiensi
Manajemen
Peran Serta
Masyarakat
Akuntabilitas
Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan UPI, 2006, hal.59.
Gambar 2.1
Tantangan dalam Pembangunan Pendidikan di Daerah
14
Badan
Perencanaan
Daerah
15
Badan
Perencanaan
Daerah
16
Badan
Perencanaan
Daerah
17
Badan
Perencanaan
Daerah
18
Badan
Perencanaan
Daerah
19
Badan
Perencanaan
Daerah
dan
tingkat
kemampuan
organisasi
pendidikan
dalam
menghadapi
teknologi
baru,
kecenderungan
kehidupan
masyarakat. Sebelum strategi disusun, data tersebut selanjutnya
diinterpretasikan ke dalam pilihan-pilihan tindakan sesuai dengan
kegiatannya, sehingga dapat menentukan pilihan sesuai dengan
kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat.
Untuk mendapatkan data yang akurat maka seorang
perencana pendidikan harus membina kerja sama dengan
beberapa pihak yang memegang peranan, terutama orang-orang
yang berperan dalam pengambilan keputusan. Kemudian
melakukan scanning terhadap pilihan-pilihan tindakan. Ada tiga
cara yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Sistem irregular scanning,
yang menitikberatkan pada kejadian-kejadian yang telah terjadi,
(2) Sistem regular scanning, yang mereview posisi organisasi pada
kondisi tertentu, dan (3) Sistem continuing scanning, sistem ini
secara kontinyu dan terus menerus memonitor komponenkomponen dari lingkungan eksternal dan internal organisasi. Setelah
melakukan scanning, kemudian melakukan forecasting, yaitu
langkah yang paling sulit dalam analisa SWOT. Dalam langkah ini
dilakukan indentifikasi isu-isu strategis yang mempengaruhi posisi
organisasi pendidikan di masa datang. Forecasting dilakukan
misalnya pada masalah kondisi politik, sosial-ekonomi atau laju
perkembangan teknologi. Metoda forecasting posisi biasanya tidak
terlepas dari analisis lintas-dampak dan pendapat para ahli.
b. Mendiagnosa Permasalahan
Pada umumya, hampir semua proses pembaharuan sering
dimulai secara terburu-buru. Para perencana pendidikan sering
tidak sabar menemukan solusinya sebelum dirinya sendiri
mendapat kejelasan posisinya. Permasalahan yang paling krusial
menyangkut: (1) Permasalahan apa yang khusus harus
diutamakan? (2) Apa yang menjadi penyebab masalah ini muncul
dan paling utama mendapat penyelesaian? (3) Aspek apa yang
harus diubah untuk memecahkan permasalahan ini? (4) Kekuatan
apa yang dapat mendukung dan menghalangi jika upaya itu
dilakukan? (5) Apakah tujuan utama penyelesaian masalah itu dan
bagaimana mengukur hasilnya?
Berbagai teknik pengumpulan data untuk mendiagnosa
permasalahan perlu digunakan, misalnya: survei sikap, konferensi,
wawancara informal, pertemuan kelompok. Hasil-hasil dari teknik
ini, selanjutnya dianalisis dengan teknik Critical Success Factor
Identification (CSF-Identification), yaitu analisis untuk mengetahui
Bab II : Kerangka Pemikiran
20
Badan
Perencanaan
Daerah
21
Badan
Perencanaan
Daerah
Teknologi
Struktur
Tugas
Ketenagaan
Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan UPI, 2006, ha1.74.
Gambar 2.2
Alternatif Metode Pembaharuan Pendidikan
22
Badan
Perencanaan
Daerah
23
Badan
Perencanaan
Daerah
24
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB III
PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2003-2006
(Belajar dari Pengalaman)
22
Badan
Perencanaan
Daerah
pada tanggal 20 April 1974 yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten
Bandung yang ke 333.
Rencana kepindahan Ibukota tersebut berlanjut hingga
jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman
(1980 1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis daerah
Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai Ibukota
Kabupaten, maka ketika Jabatan bupati dipegang oleh Kolonel
H.D. Cherman Affendi (1985-1990), Ibukota Kabupaten Bandung
pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Dipinggir Jalan
Raya Soreang tepatnya di Desa Pamekaran inilah di Bangun Pusat
Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 Ha, dengan
menampilkan arsitektur khas gaya Priangan sehingga kompleks
perkantoran ini disebut-sebut sebagai kompleks perkantoran
termegah di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan perkantoran yang
belum rampung seluruhnya dan dilanjutkan oleh bupati berikutnya
yaitu Kolonel H.U. Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut
dirampungkan dalam kurun waktu 1990-1992.
PadaTahun 2007, di bawah kepemimpinan Bupati H. Obar
Sobarna, menata kembali pembangunan sumber daya manusia di
Kabupaten Bandung, seperti yang pernah dirintis pada jaman
Bupati Wiranatakusumah IV, dengan merancang kembali
pembangunan bidang pendidikan melalui Master Plan Pendidikan
Tahun 2008-2025, sebagai penguat Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Kabupaten Bandung Tahun 2008-2025.
Gambaran
wilayah
Kabupaten
Bandung
sebelum
dimekarkan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Bandung secara geografis terletak pada: 6o 41 7o 19 Lintang
Selatan dan diantara 107o 22 108o 5 Bujur Timur. Luas Wilayah
Kabupaten Bandung 307.061 Ha, terbagi ke dalam 45 wilayah
administrasi kecamatan, 431 desa dan 9 kelurahan.
Topografi sebagian besar adalah pegunungan. Di antara
puncak-puncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung
Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076m) di
perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di selatan
terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m),
serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249
m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.
Pencapaian Indikator Makro Kabupaten Bandung sebelum
pemekaran (Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Angka
Rata-rata Sekolah, Daya Beli, dan Indeks Pembangunan Manusia),
sejak Tahun 2003 sampai dengan 2006 senantiasa menunjukkan
peningkatan.
Bab III : Belajar dari Pengalaman
23
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.1
Pencapaian Indikator Makro Kabupaten Bandung Sebelum Pemekaran
No
Komponen
2003
2004
2005
2006
65,4 thn
65,85 thn
66, 23 thn
66,96 thn
97,53 %
98,23 %
98,65 %
98,70 %
7,65 thn
8,03 thn
8,26 thn
8,39 thn
Daya Beli
Rp. 530.200
Rp. 534.320
Rp. 536.490
Rp.
541.930
IPM
67,50
68,52
69,16
70.11
Grafik 3.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bandung Sebelum Pemekaran
Jumlah
407.945
416.793
300.656
169.703
282.452
1.577.549
%
25,86
26,42
19,06
10,76
17,90
100
24
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.3
Prosentase Penduduk Kabupaten Bandung 10 tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis pekerjaan
Tenaga Professional
Tenaga Kepemimpinan dan
Ketatalaksanaan
Pelaksana dan Tenaga TU
Tenaga Usaha Penjualan
Tenaga Usaha Jasa
Tenaga Usaha Pertanian
Tenaga Produksi
Anggota TNI dan Keamanan lainnya
Jumlah
Jumlah
54,177
3.43
13,463
0.85
76,951
292,433
79,387
390,652
664,123
6,363
1,577,549
4.88
18.54
5.03
24.76
42.10
0.40
100
Tabel 3.4
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung Tahun 2002-2005
Tahu
n
Pajak
Daerah
Retribusi
Daerah
Bagian Laba
Usaha
Daerah
Lain-lain
PAD
PAD
Pertum
-buhan
(%)
37.012.000.00
30.241.874.00
1.333.000.000
7.110.820.000
75.697.694.000
20.53
0
0
38.240.500.00
37.962.840.50
10.919.254.00
2003
4.114.853.000
91.237.447.500
31.50
0
0
0
46.190.000.00
43.318.739.50
24.120.265.00
2004
6.347.000.000
119.976.004.000
13.63
0
0
0
52.310.000.00
49.093.000.00
12.610.200.00
22.318.598.00
2005
136.331.798.000
-9.22
0
0
0
0
Sumber: Diolah dari Data Seri Suseda Kabupaten Bandung, Basis Data Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2005.
2002
25
Badan
Perencanaan
Daerah
Gambar 3.1
Peta Wilayah Administratif Kabupaten Bandung Pasca Pemekaran
26
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah
300
200
100
0
Negeri
Sw asta
2003
2004
2005
2006
302
324
367
390
Tahun
Grafik 3.2
Proporsi Kelembagaan TK di Kabupaten Bandung 2003-2006
27
Badan
Perencanaan
Daerah
Kelas
Siswa
755
749
778
896
13051
13237
14065
15569
2,57
2,73
2,75
2,81
Jumlah anak
Usia 0-6 tahun
506908
484890
510742
553217
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
.
2004
2005
2006
Kelas
755
749
778
896
Siswa
13051
13237
14065
15569
Tahun
Grafik 3.3
Jumlah Kelas dan Siswa TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
28
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
2003
2004
2005
2006
Negeri
9
8
8
8
%
0,79
0,69
0,68
0,66
Swasta
1129
1152
1162
1209
%
99,21
99,31
99,32
99,34
Jumlah
1138
1160
1170
1217
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.
Tahun
2003
2004
2005
2006
Tabel 3.8
Status Kepegawaian Guru TK di Kabupaten Bandung 2003-2006
TK
Jumah
PNS DIKNAS
PNS NON DIKNAS
NON PNS
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
147
12,92
26
2,28
965
84,80
1138
150
12,93
26
2,24
984
84,83
1160
62
5,30
0
0,00
1108
94,70
1170
76
5,89
74
5,73
1141
88,38
1291
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
29
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah
300
250
200
150
100
50
0
SLTA
SP G
D1
D2
D3
S1
S2
2003
386
362
175
119
25
67
2004
393
301
179
165
32
90
2005
276
308
210
268
52
91
2006
258
258
249
300
54
104
Jenjang Pendidikan
Grafik 3.4
Jenjang Pendidikan Guru TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
Jumlah
Keguruan
684
669
806
893
3052
Pendidikan Guru TK
%
Non-Keguruan
60.58
445
57.67
491
69.36
356
73.26
326
65.35
1618
%
39.42
42.33
30.64
26.74
34.65
Jumlah
1129
1160
1162
1219
4670
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006.
30
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah
1000
500
2003
2004
2005
2006
Keguruan
684
669
806
893
Non-Keguruan
445
491
356
326
Tahun
Grafik 3.5
Latar Belakang Pendidikan Guru TK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
Tabel 3.11
Proporsi Kelembagaan RA di Kabupaten Bandung 2003-2006
RA
Negeri
Swasta
0
0
0
0
0
0
0
0
116
234
276
327
100
100
100
100
Jumlah
116
234
276
327
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.
Proporsi Kelembagaan RA
400
Jumlah
300
200
100
0
Negeri
Sw asta
2003
2004
2005
2006
0
116
234
276
327
Tahun
Grafik 3.6
Kelembagaan RA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
31
Badan
Perencanaan
Daerah
2003
2004
2005
Kelas
357
447
536
Jumlah anak
Usia 0-6 tahun
0,78
1,60
2,08
506908
484890
510742
2006
676
11897
2,15
553217
Tahun
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Jum lah
10000
8000
6000
4000
2000
0
2003
2004
2005
2006
Kelas
357
447
536
676
Sisw a
3939
7760
10641
11897
Tahun
Grafik 3.7
Jumlah Kelas dan Siswa RA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
32
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
Negeri
0
0
0
0
2003
2004
2005
2006
%
0
0
0
0
Swasta
456
887
1059
1186
Jumlah
%
100
100
100
100
456
887
1059
1186
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
2005
26
2006
10
0,79
2,46
0,84
880
99,21
887
1033
97,54
1059
1176
99,16
1186
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.
Tahun
SLTA
Tabel 3.15
Jenjang Pendidikan Guru RA Kabupaten Bandung 2003-2006
RA
2003
%
2004
%
2005
%
2006
147
31,01
204
23,86
268
25,28
-
%
-
33
Badan
Perencanaan
Daerah
SPG
D1
D2
D3
S1
S2
Jumlah
204
47
39
3
9
25
474
43,04
9,92
8,23
0,63
1,90
5,27
100.00
138
165
193
152
3
0
855
16,14
19,30
22,57
17,78
0,35
0,00
100.00
112
190
258
55
177
0
1060
10,57
17,92
24,34
5,19
16,70
0,00
100.00
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Jumlah
200
150
100
50
0
SLTA
SP G
D1
D2
D3
S1
S2
2003
147
204
47
39
25
2004
204
138
165
193
152
2005
268
112
190
258
55
177
2006
Jenjang
Grafik 3.8
Jenjang Pendidikan Guru RA di Kabupaten Bandung 2003-2006
RA
Guru
309
147
126
-
%
65,19
17,15
11,90
-
Non Guru
165
710
933
-
%
34,81
82,85
88,10
-
Jumlah
474
857
1059
-
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006.
34
Badan
Perencanaan
Daerah
Usia
Jumla
L
Jumlah
0-2
87779
48.06
94880
51.94
182659
2585
2.94
2965
3.13
5550
3.04
2-4
122332
48.43
130271
51.57
252603
8893
7.27
8745
6.71
17638
6.98
4-6
115137
48.77
120952
51.23
236089
17316
15.04
18817
15.56
36133
15.30
20000
Jumlah
15000
10000
5000
0
0-2
4-Feb
4-6
2585
8893
17316
2965
8745
18817
Grafik 3.9
Penduduk 0-6 Tahun yang Terlayani PAUD di Kabupaten Bandung Tahun 2007
35
Badan
Perencanaan
Daerah
Usia
0-2
87779
2-4
4-6
Jml
48.06
94880
51.94
122332
48.43
130271
115137
48.77
120952
Jml
182659
78101
88.97
85712
90.34
163813
89.68
51.57
252603
107996
88.28
115373
88.56
223369
88.43
51.23
236089
95084
82.58
103305
85.41
198389
84.03
120000
Jumlah
100000
80000
60000
40000
20000
0
0-2
2-4
4-6
78101
107996
95084
85712
115373
103305
Grafik 3.10
Penduduk 0-6 Tahun yang Tidak Terlayani PAUD Tahun 2007
Kober
TPA
PAUD
posyandu
SPS
Jumlah
Lembaga
305
71.43
1.17
55
12.88
62
14.52
427
88
82.24
3.74
2.80
12
11.21
107
973
66.51
25
1.71
250
17.09
215
14.70
1463
L+P
1061
67.58
29
1.85
253
16.11
227
14.46
1570
36
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah
800
600
400
200
0
Ko ber
TP A
P A UD
po syandu
SP S
62
305
55
88
12
973
25
250
215
Lembaga
Grafik 3.11
Jumlah Lembaga dan Tenaga Pendidik PAUD di Kabupaten Bandung Tahun 2007
37
Badan
Perencanaan
Daerah
pada lampiran).
Di Kecamatan Baleendah dengan jumlah
penduduk usia 0-6 tahun paling banyak (25.520 orang), tetapi
tingkat partispasinya tergolong sangat rendah (616 orang).
Di samping gambaran kauntitatif tersebut, dari hasil survey
menunjukkan gambaran kualitatif bahwa kondisi TK/RA pada Tahun
2007 hampir 98,61 persen lembaga pendidikan pra sekolah dikelola
oleh masyarakat (swasta), dan sisanya sebesar 1,40 persen dikelola
oleh pemerintah. Jumlah lembaga pendidikan pra sekolah yang
ada paga pendidika pra sekolah adalah tercatat 430 yang
tersebar di 275 desa. Jika dirata-ratakan maka tiap desa ada 1
sampai 2 lembaga. Sebaran lembaga pendidikan pra sekolah
yang paling sedikit penyebarannya ada di Kecamatan Ibun,
Cikancung dan Cilengkrang. Dari jumlah tersebut, masih ada
lembaga yang belum memiliki ijin operasional tapi sudah
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Alasannya karena
sangat rumitnya mengurus perijinan. Sehingga masalah ini
cenderung diabaikan. Namun dari dinas terkait, bagi lembaga
yang belum memiliki ijin operasional terus didorong agar mengurus
perijinannya, sehingga keberadaannya tersebut legal secara
formal.
Kondisi tenaga pengajar atau guru yang mengajar di
lembaga pendidikan pra sekolah sebagian besar berstatus sebagai
guru honorer atau guru yayasan. Hanya sebagian kecil saja guru
pendidikan pra sekolah yang berstatus sebagai PNS. Sedangkan
latar belakang pendidikan sudah cukup banyak guru
berpendidikan sampai dengan D2 PGTK. Namun banyak juga
yang berijazah SMA/Aliyah. Untuk mengatasi pendidikan guru
pendidikan pra sekolah, mereka diharapkan mengikuti program
penyetaraan atau mengikuti pembinaan yang dilakukan di gugusgugus secara rutin. Untuk tenaga administrasi dan kepala sekolah
di lembaga pendidikan pra sekolah kebanyakan dijabat rangkap
oleh guru.
Ketersediaan
sarana
dan
prasarana
dalam
penyelenggaraan pendidikan pra sekolah pun belum memadai.
Bahkan di beberapa kecamatan bangunan yang ada berupa
rumah yang dijadikan tempat belajar (seperti di Cilengkrang dan
Kertasari). Sehingga tempat dan alat bermain anak sangat kurang.
Ditambah dengan alat peraga yang sifatnya edukatif rata-rata
masih kurang memenuhi kebutuhan dalam proses pembelajaran.
Pembiayaan bagi operasional pendidikan pra sekolah lebih
banyak mengandalkan sumbangan dari orang tua siswa. Terutama
lembaga-lembaga yang dikelola oleh Yayasan/Swasta. Sehingga
Bab III : Belajar dari Pengalaman
38
Badan
Perencanaan
Daerah
Negeri
Swasta
jumlah
2140
98,57
31
1,42
2171
2004
2138
98,29
37
1,70
2175
2005
2134
98,02
43
1,97
2177
2006
2132
98,06
42
1,93
2174
39
Badan
Perencanaan
Daerah
Perkembangan Kelembagaan SD
2500
Jumlah
2000
1500
1000
500
0
Negeri
Sw asta
2003
2004
2005
2006
2140
2138
2134
2132
31
37
43
42
Tahun
Grafik 3.12
Perkembangan Kelembagaan SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Jumlah
260000
250000
240000
230000
220000
2003
2004
2005
2006
250723
251247
257941
269689
242128
242331
248073
258053
Tahun
Grafik 3.13
Bab III : Belajar dari Pengalaman
40
Badan
Perencanaan
Daerah
SD
Tahun
Siswa
492851
493578
506014
527742
2003
2004
2005
2006
Kelas
15516
15368
15058
15536
Jumlah
500000
400000
300000
200000
100000
0
2003
2004
2005
2006
Sisw a
492851
493578
506014
527742
Kelas
15516
15368
15058
15536
Tahun
Grafik 3.14
Jumlah Kelas dan Siswa SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
41
Badan
Perencanaan
Daerah
2005
2006
34:1
33:1
29:1
28:1
1:1,29
1:1,28
1: 1,07
1:0,86
GT
GTT
Jumlah
2003
14366
46.87
1921
53.13
16287
2004
13308
92.87
1022
7.13
14330
2005
12548
72.49
4761
27.51
17309
2006
12839
68.40
5932
31.60
18771
Negeri
15979
13887
16711
17719
%
98.11
97.38
96.55
96.36
Swasta
308
443
598
670
%
1.89
2.62
3.45
3.64
Jumlah
16287
14261
17309
18389
42
Badan
Perencanaan
Daerah
43
Badan
Perencanaan
Daerah
44
Badan
Perencanaan
Daerah
Proporsi Kelembagaan M I
300
Jumlah
250
200
150
100
50
0
2003
2005
2006
277
262
258
256
Negeri
Sw asta
2004
Tahun
Grafik 3.15
Proporsi Kelembagaan MI Kabupaten Bandung 2003-2006
Data
menunjukan
bahwa
pada
Tahun
2006
penyelenggaraan MI hampir seluruhnya diselenggarakan oleh
swasta (98,84%) dan hanya 3 sekolah (1,16%) yang berstatus negeri.
Setiap tahunnya MI berstatus swasta mengalami penurunan dari
Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2006.
Tabel 3.27
Penduduk Usia 7-12 Tahun dan Jumlah Siswa MI (Negeri dan Swasta)
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
Penduduk
Usia 7-12
Tahun
Negeri
Swasta
2003
2004
2005
2006
502.092
493.566
494.384
563.195
1063
1098
1134
1194
3.0
3.1
3.1
3.0
34938
34490
35750
38062
97
97
97
97
MI
Jumlah
36.001
35.588
36.884
39.256
7.17
7.21
7.46
6.97
45
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah Siswa MI
40000
Jumlah
30000
20000
10000
0
2003
2004
2005
2006
Negeri
1063
1098
1134
1194
Sw asta
34938
34490
35750
38062
Tahun
Grafik 3.16
Penduduk Usia 7-12 Tahun dan Jumlah Siswa MI (Negeri dan Swasta)
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Berdasarkan data diatas maka dari jumlah penduduk usia 712 Tahun, yang bersekolah di MI tidak lebih dari 9%. Jumlah siswa
yang berada di MI negeri lebih kecil dibandingkan dengan siswa
yang berada di MI swasta.
Tabel 3.28
Jenis Kelamin Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
MI
L
18.148
17.897
18.675
19.706
%
50
50
51
50
P
17.853
17.691
18.240
19.550
%
49.59
49.71
49.41
49.80
Jumlah
(L+P)
36.001
35.588
36.915
39.256
Jumlah
19000
18000
17000
16000
2003
2004
2005
2006
18148
17897
18675
19706
17853
17691
18240
19550
Tahun
Grafik 3.17
Jenis Kelamin Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
46
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
Siswa
36.001
35.588
36.915
39.256
2003
2004
2005
2006
Kelas
1.554
1.551
1.568
1.593
Jumlah
30000
20000
10000
0
2003
2004
2005
2006
Sisw a
36001
35588
36915
39256
Kelas
1554
1551
1568
1593
Tahun
Grafik 3.18
Jumlah Kelas dan Siswa MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MI
Negeri
Swasta
2003
30
1.93
1.524
2004
30
1.93
1.521
2005
34
2.17
1.534
2006
36
2.26
1.557
Sumber: diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
%
98.07
98.07
97.83
97.74
Jumlah
1.554
1.551
1.568
1.593
47
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah
1500
1000
500
0
Negeri
Sw asta
2003
2004
2005
30
30
34
2006
36
1524
1521
1534
1557
Tahun
Grafik 3.19
Jumlah Rombel MI Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
Siswa:
sekolah
129:1
134:1
141:1
151:1
Siswa:
Kelas
23:1
23:1
24:1
25:1
MI
Siswa:
Guru
23:1
19:1
19:1
27:1
Kelas:
RKM
1:1,22
1:1,16
1:1,19
1:1,11
Kelas:
Guru
1:0,80
1:0,82
1:0,82
1:1,30
48
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
2003
2004
2005
2006
Guru Tetap
555
714
806
413
%
35.02
37.62
42.00
27.51
MI
Guru Tidak Tetap
1030
1184
1113
1088
%
64.98
62.38
58.00
72.49
Jumlah
1585
1898
1919
1501
600
400
200
0
Guru Tetap
Guru Tidak Tetap
2003
2004
2005
2006
555
714
806
413
1030
1184
1113
1088
Tahun
Grafik 3.20
Status Guru MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
49
Badan
Perencanaan
Daerah
Penugasan Guru M I
2000
1500
Jum lah 1000
500
0
Negeri
Sw asta
2003
2004
2005
40
47
119
2006
105
1545
1851
1800
1396
Tahun
Grafik 3.21
Penugasan Guru MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
50
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
Jumlah
Penduduk
usia 7-12
Tahun
2003
2004
2005
2006
502092
493566
494384
563195
Tabel 3.34
APK/APM SD Tahun 2003-2006
SD
Siswa usia
7-12 Tahun
Jumlah
Siswa SD
APK
APM
427137
433472
443737
457168
492851
493578
506014
527759
98.16%
100%
102.35%
93.71%
85.07%
87.82%
89.76%
81.17%
Tahun
Tabel 3.35
APK/APM SD + Paket A Tahun 2003-2006
SD+ Paket A
APK
APM
2003
2004
106,13
107,26
91,26
94,07
2005
109,85
96,52
2006
100,73
87,47
51
Badan
Perencanaan
Daerah
APK/APM SD + Paket A
120
100
80
Jum lah
60
40
20
0
2003
2004
2005
2006
APK
106.13
107.26
109.85
100.73
APM
91.26
94.07
96.52
87.47
Tahun
Grafik 3.22
APK/APM SD + Paket A di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
APM
91,21
54,77
96,48
96,48
60
40
20
0
2003
2004
2005
2006
APK
105.33
107.21
109.81
109.81
APM
91.21
54.77
96.48
96.48
Tahun
Grafik 3.23
APK/APM MI+SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
52
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.37
Angka Melanjutkan SD ke SLTP (SMP dan MTs) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
Angka Melanjutkan
Tahun
SMP
MTS
SMP+MTS
58,14
1,88
60,02
2003
59,25
2,25
61,50
2004
65,31
2,49
2005
67,80
65,31
2,49
2006
67,80
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
100
80
60
%
40
SMP
MTS
20
0
SMP+MTS
2003
2004
2005
2006
SM P
58.14
59.25
65.31
65.31
M TS
SM P+M TS
1.88
71.24
2.25
75.14
2.49
82.75
2.49
82.75
Tahun
Grafik 3.24
Angka melanjutkan SD ke SLTP (SMP dan MTs) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
SMP
Negeri
77
80
80
84
%
28.10
28.88
28.07
27.01
Swasta
197
197
205
227
%
71.90
71.12
71.93
72.99
Jumlah
274
277
285
311
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
53
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.25
Jumlah Kelembagaan SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
54
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.26
Jumlah Siswa Berdasarkan Status SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.27
Jumlah Siswa SMP Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Pada Tahun 2006 dari 144.457 siswa SMP tercatat siswa lakilaki sebanyak 71.132 orang (49,24%), siswa perempuan 73.325 orang
(50,76%). Total penduduk laki-laki yang bersekolah di SMP sejak
kurun waktu Tahun 2003-2006 sebanyak 259.618 (49,38%) dan
penduduk perempuan sebanyak 266.157 (50,62%).
Tabel 3.41
Guru SMP Berdasarkan Sekolah Tempat Bekerja di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
Bab III : Belajar dari Pengalaman
55
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
2003
2004
2005
2006
Jumlah
Negeri
Swasta
3825
3851
4019
4155
48.49
47.59
47.84
46.48
4063
4241
4382
4784
51.51
52.41
52.16
53.52
7888
8092
8401
8939
Sumber: Diolah dari Propil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung 2003-2006
2003
2004
2005
2006
Negeri
3825
3851
4019
4155
Swasta
4063
4241
4382
4784
Tahun
Grafik 3.28
Jumlah Guru SMP Berdasarkan Sekolah Tempat Bekerja di Kabupaten Bandung
Tahun 2003-2006
56
Badan
Perencanaan
Daerah
57
Badan
Perencanaan
Daerah
MTs
Negeri
7
7
8
8
%
4.24
3.98
4.42
4.30
Swasta
158
169
173
178
%
95.76
96.02
95.58
95.70
Jumlah
165
176
181
186
58
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.30
Proporsi Lembaga MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Anak usia
13-15 th
228.612
206.656
206.988
269.831
Negeri
3.621
3.821
4.247
4.914
MTs
%
Swasta
14.09
22.079
12.50
26.571
12.85
28.805
12.66
33.894
%
85.91
87.43
87.15
87.34
Jumlah
25.700
30.392
33.052
38.808
11.24
14.71
15.97
14.38
Sumber: Diolah dari Propil dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.31
Jumlah Siswa MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
59
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
2003
Penduduk
usia 13-15
tahun
228.612
2004
206.656
2005
206.988
2006
269.831
MTs
L
12.74
4
15.12
0
16.21
5
19.04
7
49.59
%
50.41
Jumla
h
Siswa
25.700
Jumla
h
Kelas
12.956
49.75
49.06
15.272
678
50.25
50.94
30.392
33.052
632
16.837
49.08
632
50.92
38.807
19.760
632
Grafik 3.32
Jenis Kelamin Siswa MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MTS
Negeri
230
207
271
271
%
9.01
6.08
7.42
7.42
Swasta
2.323
3.198
3.382
3.382
%
90.99
93.92
92.58
92.58
Jumlah
2.553
3.405
3.653
3.653
60
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.33
Penugasan Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.34
Status Kepegawaian Guru MTs Berdasarkan di Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Bab III : Belajar dari Pengalaman
61
Badan
Perencanaan
Daerah
62
Badan
Perencanaan
Daerah
63
Badan
Perencanaan
Daerah
APK
66.23
76.45
80.87
68.87
SLTP
APM
50.03
54.77
63.66
54.06
AM (ke SLTA)
40,28
40,05
46,35
46,35
Grafik 3.35
APK/APM/AM SLTP (SMP+MTs+ Paket B) ke SLTA
Jumlah
107
112
64
Badan
Perencanaan
Daerah
2005
2006
22
23
100
107
78
77
128
139
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.36
Jumlah SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Usia 16-18
Tahun
308240
294739
311347
242236
SMA
Negeri
17932
18469
20849
22647
%
45
47
47
47
Swasta
22064
21016
23629
25379
%
55
53
53
53
Jumlah
39996
39485
44478
48026
13
13
14
20
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006
Grafik 3.37
Jumlah SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tabel 3.53
Jenis Kelamin Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Jumlah
Tahun
Bab III : Belajar dari Pengalaman
65
Badan
Perencanaan
Daerah
2003
2004
2005
2006
%
48
48
48
47
P
20867
20707
23277
25522
%
52
52
52
53
39996
39485
44478
48026
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.38
Jenis Kelamin Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Pada Tahun 2006 dari 48.026 siswa SMA tercatat siswa laki-laki
sebanyak 22.504 orang (47%), siswa perempuan 25.522 orang (53%).
Total penduduk laki-laki yang bersekolah di SMA sejak kurun waktu
Tahun 2003-2006 sebanyak 81.612 (47.45%) dan penduduk
perempuan sebanyak 90.373 (52,55%).
Tabel 3.54
Rombel SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Tahun
Negeri
Swasta
412
541
2003
440
549
2004
486
666
2005
554
694
2006
Jumlah
953
989
1152
1248
Grafik 3.39
Rombongan Belajar Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
66
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.40
Jumlah Kelas dan Siswa SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.41
Penugasan Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Bab III : Belajar dari Pengalaman
67
Badan
Perencanaan
Daerah
Status
GT
1267
1178
1144
1195
%
39
36
31
29
GTT
1947
2057
2581
2879
%
61
64
69
71
Jumlah
3214
3235
3725
4074
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.42
Status Kepegawaian Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003)*
2004
2005
2006
Siswa:
sekolah
275:1
356:1
269:1
340:1
Siswa:
Kelas
42:1
40:1
37:1
38:1
SMA
Siswa:
Guru
11:1
12:1
11:1
12:1
Kelas:
RKM
1: 0,94
1:1.05
1:1.09
1:1.01
Kelas:
Guru
1: 0,26
1:1.06
1:0.28
1:0.31
68
Badan
Perencanaan
Daerah
69
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.59
APK/APM SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
SLTA
Tahun
APK
APM
APK
2003
17.94
12,63
20.77
2004
13.40
9.17
22.02
2005
14.25
9.38
22.35
2006
19.78
13.42
30.91
APM
14.95
16.00
15.56
22.02
Grafik 3.43
APK/APM SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
70
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.44
Perkembangan SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.45
Perkembangan Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
71
Badan
Perencanaan
Daerah
2003
2004
2005
2006
%
65
68
67
61
P
5334
4814
5208
6236
%
35
32
33
39
15349
14930
15593
16147
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006
Grafik 3.46
Perkembangan Jenis Kelamin Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Pada Tahun 2006 dari 16147 siswa SMK tercatat siswa laki-laki
sebanyak 9.911 orang (61%), siswa perempuan 6.236 orang (39%).
Total penduduk laki-laki yang bersekolah di SMK sejak kurun waktu
Tahun 2003-2006 sebanyak 40.427 (65,18%) dan penduduk
perempuan sebanyak 21592 (38,83%).
Tabel 3.63
Jumlah Siswa dan Kelas SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMK
Tahun
Jumlah Siswa
Jumlah Kelas
2003
15349
402
2004
14930
435
2005
15593
492
2006
16147
478
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung tahun 2003-2006
Grafik 3.47
Jumlah Kelas dan Siswa SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
72
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
2003
2004
2005
2006
Negeri
156
172
207
217
Guru SMK
%
Swasta
12
1133
12
1233
14
1302
14
1363
%
88
88
86
86
Jumlah
1289
1405
1509
1580
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.48
Penugasan Guru SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.49
Satus Kepegawaian Guru SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
73
Badan
Perencanaan
Daerah
Proporsi jumlah guru tetap dan tidak tetap pada SMK selalu
didominasi oleh guru tidak tetap dimana pada perkembangan
terakhir perbandingan diantara keduanya adalah 91% berbanding
9%.
Tabel 3.66
Rasio (Siswa:Sekolah), (Siswa:Kelas), (Siswa:Guru), (Siswa:RKM), (Kelas:Guru) SMK
Di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
Siswa:
sekolah
278:1
262:1
256:1
245:1
307:1
Siswa:
Kelas
38:1
35:1
36:1
35:1
30:1
SMK
Siswa:
Guru
12:1
11:1
10:1
10:1
11:1
Kelas:
RKM
1:1.03
1:1.06
1:1.06
1:0.97
1:0.89
Kelas:
Guru
1:0.32
1:0.31
1:0.30
1:0.29
1:1.68
Sumber: data diolah: Hasil Pengolahan dari profil penddikan Tahun 2003-2006
APM
14.95
16.00
15.56
74
Badan
Perencanaan
Daerah
2006
4.80
30.91
22.02
Sumber data diolah: Hasil Pengolahan dari profil penddikan Tahun 2003-2006
Grafik 3.50
APK dan APM SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.51
APK dan APM SLTA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MA
Negeri
3
3
3
3
%
4
4
4
4
Swasta
66
72
76
82
%
96
96
96
96
Jumlah
69
75
79
85
Sumber: Diolah Dari Profil Pendidikan Dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
75
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.52
Proporsi Kelembagaan MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
Penduduk
Usia 16-18
Tahun
308240
294739
311347
242236
MA
Negeri
Swasta
1680
1740
1851
1952
19
16
20
18
7008
8862
7415
9157
81
84
80
82
Jumlah
8688
10602
9266
11109
3
4
3
5
Sumber: Diolah Dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.53
Jumlah Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
76
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.70
Jenis Kelamin Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
MA
L
4144
5186
4372
5159
%
47
49
47
46
P
4574
5416
4894
5950
%
53
51
53
54
Jumlah
8688
10602
9266
11109
Sumber: Diolah Dari Profil Pendidikan Dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.54
Jenis Kelamin Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Negeri
Swasta
36
48
51
51
162
255
242
242
Jumlah
198
303
293
293
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
77
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.55
Rombel MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tabel 3.72
Jumlah Kelas dan Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MA
Tahun
2003
2004
2005
2006
Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
295
572
289
307
8688
10602
9266
11109
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.56
Jumlah Kelas dan Siswa MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tabel 3.73
Penugasan Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tahun
2003
2004
2005
2006
MA
Negeri
117
108
140
140
%
10
8
10
10
Swasta
1074
1330
1229
1229
%
90
92
90
90
Jumlah
1191
1438
1369
1369
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
78
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.57
Penugasan Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
GT
119
158
164
164
2003
2004
2005
2006
%
90
89
88
88
Jumlah
1191
1438
1369
1369
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.58
Status Kepegawaian Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Siswa:
sekolah
126:1
Siswa:
Kelas
44:1
Rasio
Siswa:
Guru
7:1
Kelas:
RKM
1:0.67
Kelas:
Guru
1:0.17
79
Badan
Perencanaan
Daerah
2004
2005
2006
2007
35:1
32:1
38:1
35:1
7:1
7:1
8:1
8:1
1:0.80
1:1.05
1:1.02
1:1.44
1:0.21
1:0.21
1:0.21
1:0.86
Sumber Data Diolah Dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
APM
14.95
16.00
15.56
22.02
Sumber : Data Diolah Dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.59
APK/APM MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
80
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.78
Jumlah Siswa di SLB Per Jenis Ketunaan di Kabupaten Bandung Tahun 2006
A
1
B
22
C
40
Jenis Ketunaan
C1
D
D1
40
2
4
G
3
Autisme
27
24
32
16
10
Siswa
TKLB
SDLB
SMPLB
SMLB
17
114
225
130
20
11
45
13
115
169
127
10
13
12
48
70
55
14
59
68
45
19
23
29
29
23
29
26
81
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.79
Rombongan Belajar/Jumlah Kelas SLB Pada TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMLB
di Kabupaten Bandung Tahun 2006
SLB
A
3
20
12
6
TKLB
SDLB
SMPLB
SMLB
B
23
93
45
25
Autisme
19
32
3
-
Tabel 3.80
Tamatan Sekolah Luar Biasa Per Jenis Ketunaan di Kabupaten Bandung Tahun
2006
Siswa
TKLB
SDLB
SMPLB
SMLB
L
P
L
P
L
P
L
P
A
4
3
7
8
4
3
12
2
B
18
8
23
20
26
17
1
1
C
15
9
25
29
35
26
9
9
Jenis Ketunaan
C1
D
D1
5
23
2
11
1
8
5
6
5
4
1
-
G
2
1
1
1
-
Autisme
-
Tabel 3.81
Status Kepegawaian Guru SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Guru Menurut Status Kepegawaian
Tahun
PNS
PNS DPK
Guru Tetap Guru Tdk TTP
Jumlah
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
2006
998
142
5
3
68
130
1071
275
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006
Tabel 3.82
Ijazah Tertinggi Guru SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Pendidikan
SLB Tahun 2006
< SLTA
68
Sarjana Muda PLB
24
Sarjana Muda Lain
15
Sarjana PLB
103
Sarjana Lain
761
S2 dan S3
7
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006
Tabel 3.83
Jumlah Tenaga Administrasi SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
Tenaga Administrasi SLB
TU
Penjaga Sekolah
Bab III : Belajar dari Pengalaman
Tahun 2006
L
P
L
17
4
-
82
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.84
Kondisi Bangunan Gedung SLB di Kabupaten Bandung Tahun 2006
SLB
Kondisi Bangunan Gedung
Tahun
Milik
Bukan Milik
Baik
Rusak
2006
19
10
9
Sumber: Rangkuman Kuesioner Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2006
83
Badan
Perencanaan
Daerah
84
Badan
Perencanaan
Daerah
c. Kursus-Kursus
Berdasarkan hasil survey, keberadaan kursus yang
dilaksanakan oleh keluarga penyelenggara (masyarakat) pada
umumnya masih rendah, hal ini dapat dilihat banwa negeri tidak
melaksanakan untuk kursus ini, hanya ada 1 oleh swasta untuk
kursus mengemudi yaitu di kecamatan Cicalengka, dimana jumlah
warga belajar yang aktif adalah sebanyak 16 orang. Dari sejumlah
warga belajar tersebut, mereka dibimbing oleh pamong sebanyak
2 orang, tenaga administrasi sebanyak 1 orang dan ketersediaan
tempat belajar dan kantor untuk kegiatan ini sebanyak 1 unit untuk
ruang belajar.
Sedangkan untuk kursus menjahit, yang diselenggraakan oleh
keluarga penyelenggara (masyarakat) yang dikelola oleh swasta
ada 10, sedangkan oleh lembaga lainnya sebanyak 5 buah.
Kecamatan yang melaksanakan kursus menjahit ini adalah
Pasirjambu,
Banjaran,
Ciwidey,
ciparay,
Bojongsoang,
Pangalengan, Cicalengka, Kertasari, Ibun dan Solokanjeruk.
Dimana jumlah warga belajar yang aktif adalah sebanyak 170
orang. Dari sejumlah warga belajar tersebut, mereka dibimbing
oleh pamong tetap sebanyak 17 orang dan pamong tidak tetap
sebanyak 13 orang, jadi keseluruhan pamong yang bertugas
memberikan pendidikan kursus ini sebanyak 30 orang, sedangkan
untuk tenaga administrasi sebanyak 15 orang dan ketersediaan
tempat belajar sebanyak 14 unit untuk ruang belajar dan 13 unti
ruang untuk melaksanakan praktek.
Kursus tata boga, pemerintah tidak melaksanakan untuk
kursus ini, hanya ada 1 oleh swasta untuk kursus ini yaitu di
kecamatan Banjaran, dimana jumlah warga belajar yang aktif
adalah sebanyak 20 orang. Dari sejumlah warga belajar tersebut,
mereka dibimbing oleh pamong sebanyak 1 orang, tenaga
administrasi sebanyak 1 orang dan ketersediaan tempat belajar
dan kantor untuk kegiatan ini sebanyak 1 unit untuk ruang belajar.
Kursus tata buku (accounting) di tiap kecamatan tidak ada
yang menyelenggarakan kegiatan ini. Hal ini terjadi dikarenakan
kurang/tidak ada warga yang berminat untuk mengikuti jenis kursus
tersebut.
Kursus komputer, pemerintah tidak melaksanakan untuk
kursus ini, hanya ada 5 lembaga oleh swasta, adapun kecamatan
yang menyelenggarakan untuk kursus ini yaitu di kecamatan
Arjasari, Rancabali, Pangalengan, rancaekek,dan Majalaya,
dimana jumlah warga belajar yang aktif adalah sebanyak 383
Bab III : Belajar dari Pengalaman
85
Badan
Perencanaan
Daerah
86
Badan
Perencanaan
Daerah
87
Badan
Perencanaan
Daerah
Jender
(PUG)
dan
Pemberdayaan
Perempuan
Berdasarkan hasil survey, keberadaan program PUG dan
pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan oleh keluarga
penyelenggara (masyarakat) pada umumnya masih rendah, hal ini
dapat dilihat banwa hanya ada 1 lembaga yang dikelola oleh
swasta yang melaksanakan proses kegiatan ini, dengan kelompok
sasaran sebanyak 20 kelompok, sedangkan untuk kelompok diskusi
sebanyak 2 kelompok. Dari sejumlah warga belajar tersebut,
mereka dibimbing oleh pendamping sebanyak 2 orang,
keberadaan pendampingan ini untuk membantu warga belajar
yang mendapat kesulitan dalam melakukan pembelajarannya,
adapun jumlah pendampingan yang disediakan oleh swasta
sebanyak 2 orang, dan dari pihak lainnya sebanyak 1 orang.
Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan fasilitas yang seadanya,
salah satu caranya dengan menggunakan fasilitas sarana dan
prasarana sekolah formal atau rumah penduduk.
Jika dilihat dari hal tersebut, penyelenggaraan program ini
hanya ada 1 kecamatan yang mampu menyelenggarakan
Bab III : Belajar dari Pengalaman
88
Badan
Perencanaan
Daerah
89
Badan
Perencanaan
Daerah
Tabel 3.85
Angka Kelulusan, Putus Sekolah dan Mengulang SD di Kabupaten Bandung 20032006
Tahun
SD
Angka Putus Sekolah
(%)
0,38
0,22
0,18
0,18
Lulus
(%)
95,80
98,31
95,26
95,26
2003
2004
2005
2006
Mengulang
(%)
2,32
2,16
1,95
1,95
2003
2004
2005
2006
Lulus
95.8
98.31
95.26
95.26
0.38
0.22
0.18
0.18
Mengulang
2.32
2.16
1.95
1.95
Tahun
Grafik 3.60
Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah, Angka Kelulusan SD
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
90
Badan
Perencanaan
Daerah
2003
2004
2005
2006
Layak
80.35
77.59
79.85
79.85
Semi Layak
19.65
22.41
20.15
20.15
Tidak Layak
Tahun
Grafik 3.61
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SD (%) di Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Baik
28,83
36,16
45,20
45,20
SD
Rusak Ringan
39,15
32,27
27,76
27,76
Rusak Berat
32,02
31,57
27,04
27,04
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan Suseda Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
91
Badan
Perencanaan
Daerah
25
20
15
10
5
0
2003
2004
2005
Baik
28.83
36.16
45.2
2006
45.2
Rusak Ringan
39.15
32.27
27.76
27.76
Rusak Berat
32.02
31.57
27.04
27.04
Tahun
Grafik 3.62
Kondisi Ruang Kelas SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
2006
355
45
389
Jumlah
2003
SLTA
Nonkeguruan
-
208
2080
16287
2004
3067
144
8491
291
2332
14.330
2005
3220
268
10.273
308
3210
30
17.309
2006
3762
228
10.083
394
3943
12
18.424
<SLTA
D-3
S1
S2
>S2
92
Badan
Perencanaan
Daerah
Jumlah
10000
2003
8000
2004
6000
2005
4000
2006
2000
0
<
SLTA
SLTA SLTA
Non Kegu
Kegu ruan
D-1
D-2
D-3
S1
S2
>S2
0
2003
3102
99
10791 208
2080
2004
3067
144
8491
291
2332
2005
3220
268
10273 308
3210
30
2006
3762
228
10083 394
3943
12
Jenjang Pendidikan
Grafik 3.63
Jumlah Guru SD Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
93
Badan
Perencanaan
Daerah
Nilai
7
6.5
6
5.5
5
Rata-rata nilai
NEM/UN
2002
2003
2004
2005
2006
6.77
6.77
5.89
6.98
6.91
Tahun
Grafik 3.64
Perkembangan NEM/UN SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
94
Badan
Perencanaan
Daerah
100
90
80
70
60
%
50
40
Lulus
30
A PS
20
Mengulang
10
0
2003
2004
2005
2006
91.96
98.31
91.68
95.26
APS
0.74
0.77
0.41
0.41
Mengulang
1.12
1.8
1.6
1.6
Lulus
Tahun
Grafik 3.65
Perkembangan NEM/UN SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
6.6
6.4
6.2
rata-rata
6
5.8
Rata-rata
nilai
NEM/UN
5.6
5.4
Rat a-rat a nilai
NEM / UN
2003
2004
2005
2006
6.5
5.89
Tahun
Tabel 3.66
95
Badan
Perencanaan
Daerah
60
40
%
Layak
20
Semi Layak
Tidak Layak
2003
2004
2005
2006
Layak
51.55
36.63
49.61
49.61
Semi Layak
19.05
21.4
18.6
18.6
Tidak Layak
Tahun
Grafik 3.67
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MI (%) di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
96
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
Baik
34,59
27,73
33,41
33,41
2003
2004
2005
2006
Sumber :
MI
Rusak Ringan
33,10
34,08
31,52
31,52
Rusak Berat
32,31
38,19
35,08
35,08
50
P orsentase
40
Baik
30
Rusak Ringan
20
Rusak Berat
10
0
2003
2004
2005
2006
Baik
34.59
27.73
33.41
33.41
Rusak Ringan
33.1
34.08
31.52
31.52
Rusak Berat
32.31
38.19
35.08
35.08
Tahun
Tabel 3.68
Kondisi Ruang Kelas MI di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
MI
97
Badan
Perencanaan
Daerah
2004
15
2005
19
2006
26
Perpustakaan
Tempat Olah
12
12
12
12
Raga
UKS
15
15
15
15
Sumber: data diolah dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Tabel 3.96
Jumlah Guru MI Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Kualifikasi
Tahun
Pendidikan
2003
2004
2005
2006
SLTA Non
Keguruan
SLTA Keguruan
730
46.6
1144
60.12
931
48.41
858 44.14
D-1
38
2.43
62
3.26
38
1.98
37
1.90
D-2
535 34.19
443
23.28
564
29.33
598 30.76
D-3
21
1.34
34
1.79
46
2.39
50
2.57
S1
239 15.27
220
11.56
340
17.68
398 20.47
S2
2
0.13
0.00
4
0.21
3
0.15
Jumlah
1565
100
1903
100
1923
100
1944
100
Sumber : Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung
Tahun 2003-2006
98
Badan
Perencanaan
Daerah
1200
1000
800
Jumlah
600
2003
400
2004
2005
2006
200
0
<
SLTA
SLTA
Non
Kegur
SLTA
Kegur
uan
D-1
D-2
D-3
S1
S2
>S2
2003
2004
730
38
535
21
239
1144
62
443
34
220
2005
931
38
564
46
340
2006
858
37
598
50
398
Jenjang pendidikan
Tabel 3.69
Jumlah Guru MI Menurut Ijazah di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.70
Bab III : Belajar dari Pengalaman
99
Badan
Perencanaan
Daerah
Sumber :
Guru SMP
2003
Layak
74.28
Semi Layak
12.21
Tidak Layak
13.51
2004
2005
77.08
78.38
12.14
9.50
10.79
12.12
2006
78.38
9.50
12.12
Grafik 3.71
Tingkat Kelayakan Mengajar SMP Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
100
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
Baik
2003
2004
2005
2006
2007
78.88
76.76
73.45
73.45
64,82
Sumber :
Rusak
Ringan
14.48
15.46
16.89
16.89
28,33
Rusak Berat
6.64
7.77
9.65
9.65
6,85
Grafik 3.72
Prosentasi Kondisi ruang kelas SMP di Kabupaten Bandung Tahun 20032007
SMP
2003
140
135
166
2004
175
198
219
2005
183
191
301
2006
214
206
332
101
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.73
Jumlah Fasilitas SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
2003
494
572
658
%
6.19
7.17
8.24
2004
126
747
728
MTS
%
1.51
8.98
8.75
2005
435
583
590
1748
21.90
1824
21.93
1533
4510
56.50
4892
58.82
5546
33
7982
0.41
35
8317
0.42
52
8687
100
100
%
5.01
6.71
6.79
17.6
5
63.8
4
0.60
100
2006
584
551
607
%
6.31
5.95
6.56
1536
16.59
5980
64.59
55
9258
0.59
100
Grafik 3.74
Bab III : Belajar dari Pengalaman
102
Badan
Perencanaan
Daerah
Kelulusan
85.41
88.17
74.90
74.90
MTs
Putus Sekolah
1.06
11.37
2.53
2.53
Mengulang
0.10
0.09
0.13
0.13
Grafik 3.75
Angka Mengulang, Putus Sekolah dan Kelulusan MTs di Kabupaten
Bandung
Tahun 2003- 2006
103
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.76
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
104
Badan
Perencanaan
Daerah
Sumber :
2004
55.70
28.16
16.14
2005
55.70
28.16
16.14
2006
55.70
28.16
16.14
Grafik 3.77
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
105
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.78
Prosentase Fasilitas Sekolah MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
106
Badan
Perencanaan
Daerah
Tahun
2003
2004
2005
2006
Sumber :
Lulus
85.41
88,17
74.90
74,90
SMA
Tidak lulus
0.93
0,72
0,92
0,92
Mengulang
0.18
0,20
0,12
0,12
Grafik 3.79
Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan SMA
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
107
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.80
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Melihat data yang ada bahwa secara umum guru SMA yang
masuk katagori layak mengajar semakin meningkat jumlahnya dan
guru yang tidak layak (Semi layak+tidak layak) semakin berkurang.
Dan diharapkan untuk kedepannya lagi pihak sekolah dapat lebih
menekankan akan pentingnya output pendidikan sekolah yang
bermutu yang dihasilkan dari guru-guru yang berkualitas dan layak
sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Tabel 3.108
Kondisi Ruang Kelas SMA di Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006
SMA
Tahun
Baik
Rusak Ringan
Rusak Berat
2003
90.13
6.65
3.22
2004
90.35
6.57
3.08
2005
83.97
8.73
7.29
2006
83.97
8.73
7.29
Sumber: di olah dari Statistik Penddikan Kabupaten Bandung 2003-2006
Tabel 3.81
Kondisi Ruang Kelas SMA di Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006
108
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.82
Jumlah Fasilitas SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
109
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan
2003
200
4
D-2
36
1.12
46
1.42
36
1.06
69
1.69
D-3
346
10.77
310
9.58
294
8.62
305
7.49
Sarjana Muda
283
8.81
6.92
150
4.40
92
2428
75.54
224
254
2
78.58
2785
81.70
3464
2.26
85.0
3
33
1.03
S1
S2
2005
2006
49
1.51
47
1.38
57
1.40
323
Jumlah
3214
100
5
100
3409
100
4074
100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Grafik 3.83
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada SMA di Kabupaten Bandung Tahun
2003-2006
Lulus
89.42
92,85
MA
Putus Sekolah
0.92
0,70
Mengulang
0.27
0,00
110
Badan
Perencanaan
Daerah
2005
77,33
2006
77,33
Rata-rata
89.42
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan dan
Bandung
Tahun 2003-2006
0,58
0,01
0,58
0,01
0.92
0.27
Statistik Pendidikan Kabupaten
Grafik 3.84
Prosentase Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan MA
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
111
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.85
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Grafik 3.86
Presentasi Kondisi Ruang Kelas MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
112
Badan
Perencanaan
Daerah
Perpustakaan
17
17
17
17
Tempat Olah Raga
13
13
13
13
UKS
5
5
5
5
Laboratorium
6
6
6
6
Keterampilan
1
1
1
1
BP
5
5
5
5
Ruang Serbaguna
7
7
7
7
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil dan Statistik Pendidikan 2003-2006
Tabel 3.87
Jumlah Fasilitas MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
39
3.27
10
0.70
0.58
0.58
D-1
31
2.60
28
1.95
24
1.75
24
1.75
D-2
71
5.96
61
4.24
49
3.58
49
3.58
113
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan
D-3
Sarjana
Muda
S1
2004
2005
2006
113
9.49
138
9.60
114
8.33
114
8.33
22
1.85
59
56
4.09
56
4.09
911
76.49
1135
4.10
78.9
3
1111
81.15
1111
81.15
S2
4
0.34
7
0.49
7
0.51
7
0.51
Jumlah
1191
100
1438
100
1369
100
1369
100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Pendidikan di Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Grafik 3.88
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
114
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.89
Presentase Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah dan Kelulusan SMK
di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
115
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.90
Tingkat Kelayakan Mengajar Guru SMK Tahun Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Melihat data yang ada bahwa secara umum guru SMK yang
masuk katagori layak mengajar mengalami peningkatan jumlah
yang cukup baik dan guru yang tidak layak (Semi layak+tidak
layak) mengalami penurunan meskipun penurunannya dalam
kategori cukup dengan prosentase penurunan dihitung dari Tahun
2003-2006 sekitar 1,37 % untuk Semi layak dan 3,20 % untuk guru
yang tidak layak mengajar.
Tabel 3.118
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas SMK Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006
SMK
Tahun
Baik
Rusak Ringan
Rusak Berat
2003
90.13
6.65
3.22
2004
90.35
6.57
3.08
2005
83.97
8.73
7.29
2006
83.97
8.73
7.29
Sumber: Hasil Pengolahan dari Profil Penddikan Kabupaten Bandung Tahun 20032006
Grafik 3.91
Prosentasi Kondisi Ruang Kelas SMK Kabupaten Bandung Tahun Tahun 2003-2006
116
Badan
Perencanaan
Daerah
117
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.92
Jumlah Fasilitas SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2007
118
Badan
Perencanaan
Daerah
Sumber :
2003-2006
Grafik 3.93
Jumlah Guru Menurut Ijazah pada SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
119
Badan
Perencanaan
Daerah
44.652.000.000
46.585.843.080
45.484.815.000
123.491.628.000
Pusat
0
0
0
0
Provinsi
43.963.183.000
218.009.062.000
218.515.386.000
18.523.744.200
Kabupaten
100.779.000
100.779.000
54.019.000
0
Yayasan
9.861.003.000
30.246.765.670
30.246.766.000
0
Orang tua
117.701.000
117.701.000
117.701.050
6.174.581.400
Lainnya
98.694.666.000
269.607.296.080 293.912.363.000
148.189.953.600
Jumlah Total
Sumber : Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Tabel 3.122
Sumber Pembiayaan SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
2003
2004
2005
2006
Sumber Pembiayaan
Jumlah (%)
15,79
15,48
15,43
45,24
Pemerintah pusat
0
0
0
0
Pemerintah provinsi)*
44,54
73,89
74,35
74,35
Pemerintah daerah
0,10
0,03
0,02
0,02
Yayasan
9,99
10,25
10,29
10,29
Orang tua
0,12
0,04
0,04
0,04
Lainnya
200.250
597.800
580.840
580.840
Biaya satuan
Sumber:
500
P
rosentase
400
Pemerintah pusat
Pemerintah provinsi)*
300
Pemerintah daerah
Yayasan
Orang tua
200
Lainnya
Biaya satuan
100
0
2003
2004
2005
2006
Tahun
Grafik 3.94
Sumber Pembiayaan di SD di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
120
Badan
Perencanaan
Daerah
2003
Jumlah
2004
2005
Jumlah
Jumlah
2006
%
Jumlah
Pemerintah
Pusat
1.005.560.000
27.43
1.005.560.000
26.43
1.005.560.000
26.47
9.185.978.880
83.33
Pemerintah
provinsi
0.00
0.00
0.00
0.00
Pemerintah
daerah
733.891.180
20.02
733.891.000
19.29
733.891.000
19.32
1.377.896.832
12.50
Yayasan
135.171.000
3.69
149.171.000
3.92
149.171.000
3.93
0.00
Orang tua
140.948.0850
38.44
1.534.133.000
40.32
152.7971.000
40.22
0.00
Lainnya
382.300.000
10.43
382.300.000
10.05
382.300.000
10.06
459.298.944
4.17
Jumlah
3.666.403.030
100
3.805.055.000
100
3.798.893.000
100
11.023.174.656
100
Sumber Biaya
2003
Pemerintah pusat 7.555.157.000
2004
2005
2006
8.13
5.109.804.000
4.79
10.400.475.000
9.57
38.455.257.000
26.38
2.957.386.000
2.03
Pemerintah
provinsi
Pemerintah
daerah
62.240.436.000
67.00
69.418.010.000
65.12
60.788.365.000
55.96
75.736.544.000
51.95
Yayasan
1.671.201.000
1.80
1.713.770.000
1.61
4.537.871.000
4.18
2.017.159.000
1.38
Orang tua
20.708.651.000
22.29
28.841.793.000
27.05
30.922.399.000
28.47
23.252.526.000
15.95
Lainnya
719.286.000
0.77
1.524.274.000
1.43
1.982.021.000
1.82
3.375.248.000
2.32
100
145.794.120.000
100
Jumlah
92.894.730.000 100
106.607.651.000
100
108.631.131.000
Sumber : Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
121
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.95
Sumber Pembiayaan di SMP di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Sumber Biaya
Pemerintah
pusat
Pemerintah
provinsi
Pemerintah
daerah
2003
2004
2005
2006
497.590
27.91
497.590
27.91
497.590
27.91
8.929.720
76
96.460
5.41
96.460
5.41
96.460
5.41
2.060.704
18
Yayasan
162.625
9.12
162.625
9.12
162.625
9.12
Orang tua
971.000
54.46
971.000
54.46
971.000
54.46
Lainnya
55.430
3.11
55.430
3.11
55.430
3.11
686.901
Jumlah
1.783.105
100
1.783.105
100
1.783.105
100
11.677..325
100
122
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.96
Sumber Pembiayaan di MTs di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
SMA
Jml
5.10
24,341,508
12.78
529,132
0.91
529,132
0.28
24,281,545
41.92
77,194,269
40.54
2003
2004
2005
2006
6,772,911
18,6
0
4,823,368
2.41
9,790,270
17.93
2,954,959
13,661,400
37,5
2
18,453,705
49.13
20,797,619
38.09
Yayasan
1,869,320
5,13
3,126,074
8.32
2,790,482
5.11
2,994,180
5.17
10,780,056
5.66
Orang tua
13,590,893
37,3
2
14,490,056
38.58
19,963,543
36.56
26,297,361
45.40
74,341,853
39.04
Lainnya
520,399
1,43
585,997
1.56
1,256,463
2.30
866,948
1.50
3,229,807
1.70
123
Badan
Perencanaan
Daerah
SMA
Sumber
Biaya
2003
2004
2005
2006
Jumlah
36,415,834
100
41,480,252
100
54,599,605
100
57,925,331
1,206
Biaya Satuan
911
1,052
1,228
(Unit Cost)
Sumber: Diolah dari Profil Pendidikan Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Jml
100
190,416,625
100
4,397
Grafik 3.97
Sumber Pembiayaan di SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Sumber
Biaya
2003
2004
2005
2006
Jml
%
3.99
Pusat
45600
3.99
45600
3.99
45600
3.99
45600
3.99
182400
Provinsi
Pemkab
78700
6.89
78700
6.89
78700
6.89
78700
6.89
314800
6.89
Yayasan
366959
32.12
366959
32.12
366959
32.11
366959
32.12
1467836
32.12
OrgTua
574189
50.26
574189
50.26
574189
50.25
574189
50.25
2296756
50.26
Lainnya
77042
6.74
77042
6.74
77042
6.74
77042
6.74
308168
6.74
Jumlah
1,142,493.958
100
1,142,490.000
100
1,142,719.840
100
1,142,592.840
100
4,569,960.000
100
Biaya
Satuan
3.958
229.84
0.02
102.84
0.01
336.63
124
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.98
Sumber Pembiayaan di MA di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
Jmh
2003
Pusat
Provinsi
2004
754970
9.33
2005
742180
6.41
2006
454050
1.54
225068
1.47
114210
2176268
3.38
114210
0.18
33.3
3
Pemkab
492534
6.09
1948893
16.83
15798115
53.72
3225912
21.04
21465454
Yayasan
540064
6.68
885843
7.65
1407673
4.79
1381215
9.01
4214795
6.54
34094351
52.9
3
Orang tua
Lainnya
Jumlah
Jumlah
satuan (Unit
Cost)
5995665
74.11
7693615
66.43
10761802
36.59
9643269
62.91
307060
3.80
310330
2.68
986446
3.35
739286
4.82
2343122
3.64
100
%
-
8,090,293
100
11,580,861
100
29,408,086
100
15,328,960
100
64,408,200
.
11,944
1,973.96
951.20
14869,16
125
Badan
Perencanaan
Daerah
Grafik 3.99
Sumber Pembiayaan di SMK di Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006
126
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB IV
ARAH KEBIJAKAN UMUM PENDIDIKAN
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008-2025
115
Badan
Perencanaan
Daerah
116
Badan
Perencanaan
Daerah
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
117
Badan
Perencanaan
Daerah
s.
Partisipasi dunia usaha terhadap pembiayaan programprogram pendidikan yang disalurkan melalui pemerintah masih
rendah. Partisipasi yang baru dilakukan hanya disalurkan sendiri
terhadap lembaga-lembaga binaan dunia usaha itu sendiri.
2. Pendidikan Nonformal (PNF)
118
Badan
Perencanaan
Daerah
119
Badan
Perencanaan
Daerah
120
Badan
Perencanaan
Daerah
121
Badan
Perencanaan
Daerah
122
Badan
Perencanaan
Daerah
B. Tantangan ke Depan
Globalisasi
dalam
tatanan
kehidupan
masyarakat
Kabupaten Bandung pengaruhnya sungguh luar biasa, seluruh
tatanan hidup dan kehidupan masyarakat berubah ke arah yang
Bab IV : Arah Kebijakan Umum
123
Badan
Perencanaan
Daerah
124
Badan
Perencanaan
Daerah
125
Badan
Perencanaan
Daerah
126
Badan
Perencanaan
Daerah
127
Badan
Perencanaan
Daerah
MASYARAKAT
KELANGSUNGAN
KEMAMPUAN DAN
ENERGI FISIK
MASYARAKAT
PERTANIAN
KEBUTUHAN
FISIOLOGIK
KETERAMPILAN DAN
KECEKATAN KERJA
MASYARAKAT
INDUSTRI
KEBUTUHAN FISIK
DARI ORDE LEBIH
TINGGI
KEMAMPUAN
BEKERJA CERDAS
MASYARAKAT
PELAYANAN
KEHIDUPAN YANG
NYAMAN
KEHIDUPAN YANG
KEMAMPUAN
MASYARAKAT
BERMAKNA
BEKERJA SAMA
PENGETAHUAN
CERDAS
Hartanto, Mengelola Perubahan di Era Pengetahuan, 1999
Gambar 4.1
128
Badan
Perencanaan
Daerah
129
Badan
Perencanaan
Daerah
130
Badan
Perencanaan
Daerah
131
Badan
Perencanaan
Daerah
132
Badan
Perencanaan
Daerah
133
Badan
Perencanaan
Daerah
134
Badan
Perencanaan
Daerah
135
Badan
Perencanaan
Daerah
136
Badan
Perencanaan
Daerah
Jika hasil Ujian Nasional jadi salah satu standar ukuran mutu
pendidikan yang dicapai, dapat dikatakan bahwa mutu lulusan
pendidikan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan belum
menggembirakan. Rata-rata nilai untuk mata pelajaran yang
diujikan dengan batas minimal kelulusan yang hanya 4,25 (Tahun
2006) sama sekali belum menggambarkan ketuntasan belajar.
Padahal menurut seharusnya seorang peserta didik dapat
melanjutkan ke materi berikutnya jika sudah tuntas pada materi
sebelumnya. Mutu output proses pembelajaran tersebut relatif lebih
mudah diamati dampaknya pada level jenjang pendidikan
menengah ketika memasuki perguruan tinggi dan atau bersaing
dalam meraih pasar kerja pada berbagai sektor baik di dalam
maupun di luar negeri.
Oleh karena itu, tujuan dan sasaran dalam peningkatan
mutu proses pembelajaran, bukan hanya ditujukan pada
banyaknya jumlah pembaharuan yang harus diterapkan dalam
proses pembelajaran, namun diarahkan juga pada regulasi
tuntutan perubahan yang dinamis dan akseleratif. Ujian kelulusan
program pendidikan harus diserahkan kepada lembaga lembaga
satuan pendidikan, dan Ujian Nasional harus diarahkan pada
upaya mendiagnosa pencapaian standarisasi pendidikan yang
ditetapkan pemerintah, bukan dimaksudkan untuk menghalangi
kesempatan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Di samping itu, perubahan tersebut bukan
semata-mata menjadi kewajiban dan tanggungjawab para
pendidik secara formal di lingkungan lembaga satuan pendidikan,
keluarga dan para peserta didik sebagai bagian dari subjek
pembelajaran, tetapi juga harus menjadi bagian yang dinamis,
adaptif, dan penuh inisiatif.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Meningkatnya kualitas sumber daya tenaga pendidikan
keagamaan dan meningkatnya motivasi masyarakat
terhadap pendidikan keagamaan;
b. Tercapainya target-target pencapaian SNP pada setiap
jenis satuan pendidikan baik yang berkenaan dengan
penerapan kurikulum berbasis nilai-nilai religius (keimanan,
ketaqwaan, dan amal shaleh), tata pergaulan/budi-pekerti,
teknologi dasar, olahraga dan seni budaya, kesehatan dan
lingkungan hidup, serta aspek-aspek pembentuk karakter
kehidupan berbangsa dan bernegara;
Bab IV : Arah Kebijakan Umum
137
Badan
Perencanaan
Daerah
c. Meningkatnya
kompetensi
dan
kemampuan
dan
profesionalitas guru/ tutor/pamong bejlajar, dan tenaga
kependidikan lainnya sesuai dengan tugas pokoknya pada
setiap lembaga satuan pendidikan. Rasio siswa SD terhadap
kelas 1:30;
d. Terpenuhinya kebutuhan tentang sarana dan prasarana
(Sapras) dan sumber-sumber belajar yang relevan dalam
pendukung penerapan kurikulum berbasis budaya daerah
dan kearifan lokal, budi pekerti, kecakapan hidup (life skills)
dan jiwa entrepreneur, teknologi dasar, serta lingkungan
hidup yang sesuai dengan Standar Internasional;
e. Meningkatnya lembaga satuan pendidikan (sekolah model)
berbasis keunggulan dalam kecakapan hidup (life-skills), nilainilai religius (keimanan, ketaqwaan, dan amal shaleh), tata
pergaulan/budi-pekerti, teknologi dasar, olahraga dan seni
budaya, kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek
pembentuk karakter kebangsaan, yang memiliki daya saing
internasional;
f. Makin banyaknya murid, guru dan tenaga kependidikan
lainnya yang memiliki kemampuan teruji untuk bersaing baik
pada tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
Dan Makin banyaknya murid, guru dan tenaga kependidikan
lainnya mendapat penghargaan yang memadai;
g. Meningkatnya sekolah-sekolah kejuruan berbasis potensi
wilayah dan berorientasi pasar tenaga kerja lokal, nasional
dan internasional. Rasio SMA:SMK 60:40;
h. Tercapainya proses pembelajaran berbasis TIK di seluruh
mata pelajaran di setiap jenis kelembagaan satuan
pendidikan. Terselenggaranya proses pembelajaran berbasis
TIK sebesar 50% pada setiap jenis satuan pendidikan;
Untuk mengatasi ketiga komponen mutu tersebut dibutuhkan
beberapa kondisi, antara lain: (1) Adanya standarisasi untuk setiap
komponen pendidikan baik yang menyangkut, input, proses, dan
output pada setiap jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan; (2)
Adanya regulasi sosialisasi, pembinaan dan fasilitasi yang
berkesinambungan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan
pendidikan pada setiap tingkatan kelembagaan pendidikan, baik
yang menyangkut perencanaan dan program, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, evaluasi dan
pelaporan,
serta
akuntabilitas
dalam
penyelenggaraan
pendidikan; (3) Adanya kebijakan yang mengatur standarisasi
Bab IV : Arah Kebijakan Umum
138
Badan
Perencanaan
Daerah
139
Badan
Perencanaan
Daerah
140
Badan
Perencanaan
Daerah
f. Terciptanya konsistensi kebijakan dan peraturan perundangundangan tentang penyelenggaraan pendidikan, baik yang
menyangkut bidang garapan maupun proses-proses
manajemen yang dapat dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan pendidikan;
g. Meningkatnya regulasi dan intensitas pelaksanaan sistem
transparansi melalui mekanisme komunikasi dan sosialisasi
perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasil program
pendidikan kepada masyarakat;
h. Meningkatnya kualitas data dan informasi pendidikan yang
cepat, akurat dan dapat dipercaya dalam upaya
mendukung sistem pembuatan kebijakan dan keputusan
yang menyangkut manajemen pembangunan daerah;
Oleh karena itu, untuk mencapai tatakelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik dalam pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung diperlukan beberapa kondisi: (1) Adanya
kebijakan yang mengatur standarisasi kinerja baik yang
menyangkut standarisasi kinerja kelembagaan maupun standarisasi
kinerja individu; (2) Adanya regulasi pemantauan dan evaluasi
pencapaian kinerja, baik individu maupun kelembagaan; (3)
Adanya
regulasi,
fasilitasi,
dan
pendampingan
dalam
meningkatkan kompetensi individu dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya dalam struktur kelembagaan, baik yang
menyangkut kepribadian, professional, dan hubungan sosial; (4)
Adanya regulasi penguatan kapasitas dalam mengelola organisasi
pendidikan, baik yang menyangkut pemahaman tentang
kebijakan dan perundang-undangan pendidikan, pemahaman
tentang perencanaan dan program pendidikan, pemahaman
tentang pengawasan, monitoring dan evaluasi program
pendidikan, dan akuntabilitas/ pertanggungjawaban terhadap
program-program yang telah dihasilkannya; (5) Tersedianya data
dan informasi pendidikan yang akurat, dapat dipercaya dan dapat
diakses secara mudah dan cepat oleh semua lapisan masyarakat
yang membutuhkannya.
141
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB V
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2008-2025
A. Pendekatan Strategis
Pembangunan pendidikan di daerah menurut UU.No.32/2004
bukan lagi suatu konsep tetapi mulai diimplementasikan pada
semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada tatanan
kelembagaan SKPD (Dinas Pendidikan) maupun pada satuan
pendidikan di jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Implementasi pada tatanan kelembagaan pendidikan sungguh
sangat berarti, karena fungsi dan peranan kelembagaan tersebut
sangat strategis dalam pembangunan peradaban masyarakan
Kabupaten Bandung. Sejarah mencatat bahwa pada organisasi
pendidikanlah
kreativitas
kultural
kader-kader
masyarakat
Kabupaten Bandung dapat dikembangkan.
1. Hakekat Otonomi Pengelolaan Pendidikan bagi Pemerintah
dan Masyarakat Kabupaten Bandung
Tiga persoalan mendasar yang patut diantisipasi dalam
otonomi pengelolaan pendidikan, yaitu:
Apakah pemberian
otonomi pengelolaan pendidikan akan menjamin setiap anggota
masyarakat Kabupaten Bandung memperoleh haknya dalam
pendidikan?
Apakah
dengan
pemberian
kewenangan
pengelolaan pendidikan kepada lembaga satuan pendidikan
dapat menjamin peran serta masyarakat akan meningkat? Apakah
pengelolaan pendidikan yang dilakukan di setiap lembaga satuan
pendidikan dapat mencapai hasil-hasil pendidikan yang bermutu?
Untuk menjawab ketiga pertanyan tersebut, perlu merujuk
sistem perundang-undangan tentang penyelenggaraan otonomi
pendidikan. Karakteristik yang melekat pada UU.No.32/2004 telah
membawa implikasi terhadap manajemen pendidikan nasional,
regional dan lokal. Implikasi tersebut diantaranya bahwa setiap
proses pengelolaan pendidikan harus pula berlandaskan bottom
up approach, karena pengelolaannya harus acceptable dan
accountable dalam melayani masyarakat terhadap kebutuhan
pendidikan. Secara teknis, pengelolaan pendidikan tingkat
kabupaten eksistensinya tidak terlepas dari rekomendasi kebutuhan
Bab V : Pendekatan dan Metodologi
138
Badan
Perencanaan
Daerah
139
Badan
Perencanaan
Daerah
140
Badan
Perencanaan
Daerah
yang
dilaksanakan
dengan
meletakan
semua
urusan
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
(sekolah). Model pengurangan administrasi pusat merupakan
konsekuensi dari model pertama. Pengurangan administrasi pusat
diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan pada masingmasing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada
inovasi kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan
persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum ini disesuaikan
benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-sekolah dan
tersebar pada daerah yang bervariasi.
Akan tetapi, otonomi pengelolaan pendidikan bisa
mencakup seluruh bidang garapan pengelolaan pendidikan, dan
dapat juga hanya salah satu atau beberapa bidang garapan saja,
antara lain kurikulum, tenaga kependidikan, keuangan, dan
sarana-prasarana pendidikan. Otonomi kurikulum dapat dibedakan
dari aspek jenis dan muatannya, antara kurikulum bermuatan
internasional, nasional, regional dan lokal. Otonomi manajemen
tenaga kependidikan, dapat dibedakan dari aspek rekrutmen,
pendayagunaan, pembinaan profesional, penggajian dan
pengembangan kariernya. Otonomi keuangan dapat dibedakan
dari
aspek
alokasi
kebutuhan
dan
penganggaran,
pendayagunaan, dan pertanggungjawabannya. Otonomi saranaprasarana pendidikan juga dapat dibedakan dari aspek
pengadaan, pendayagunaan dan pemeliharaannya. Namun
demikian, bidang-bidang garapan manajemen yang diotonomikan
akan ditentukan oleh isi dan luas kewenangan yang diberikan,
karena tidak setiap kewenangan yang diberikan disertai dengan
sumber pembiayaan, sarana dan prasarananya.
Terlepas dari bidang garapan mana yang diotonomikan,
sebetulnya aspek utama yang perlu disiapkan ialah adanya
deregulasi peraturan perundang-undangan sebagai produk dari
kebijakan pemerintah daerah yang dijadikan perangkat kendali
sistem pengelolaan pendidikan, sekaligus yang mengatur isi dan
luas kewenangan setiap bidang garapan yang diotonomikan.
Aspek inilah yang akan memberi corak, jenis dan bentuk otonomi
pengelolaan pendidikan.
Bidang hukum dan perundang-undangan dalam konteks
otonomi pengelolaan pendidikan, merupakan perangkat kendali
manajemen yang akan menentukan isi dan luas wewenang dan
tanggung jawab untuk melaksanakan setiap bidang tugas yang
diotonomikan. Setiap penataan organisasi sebagai konsekuensi
dari wewenang yang diterima, tidak terlepas dari adanya asas
Bab V : Pendekatan dan Metodologi
141
Badan
Perencanaan
Daerah
142
Badan
Perencanaan
Daerah
143
Badan
Perencanaan
Daerah
144
Badan
Perencanaan
Daerah
145
Badan
Perencanaan
Daerah
146
Badan
Perencanaan
Daerah
147
Badan
Perencanaan
Daerah
148
Badan
Perencanaan
Daerah
B. Pengembangan Model
Di muka telah dibahas bahwa saat ini, dunia pendidikan di
Kabupaten Bandung sedang dihadapkan pada tantangan
kebermaknaan. Hasil-hasil yang selama ini diupayakan melalui
proses pendidikan, dianggap tidak memberikan manfaat nyata
bagi kehidupan. Apalagi bila hasil pendidikan tersebut
dibandingkan dengan di daerah lain, hasil pendidikan di
Kabupaten Bandung dianggap masih terpuruk. Keterpurukan itu
sebetulnya sangat beralasan, karena di Kabupaten Bandung masih
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat mendasar,
yaitu kemiskinan dan kesehatan yang buruk. Di samping itu juga,
masih terdapat anak usia sekolah yang ke luar dari sistem
pendidikan persekolahan, masih banyak lulusan SD, SLTP, SLTA yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, masih banyaknya
jumlah penduduk angkatan kerja yang menganggur karena tidak
mampu bersaing dalam pasar kerja.
Berbagai kebijakan dan pembaharuan telah banyak
dilakukan, dengan berbagai model dan kemasan, namun tetap
saja belum dapat menyelesaikan persoalan-persoalan khusus
dalam dunia pendidikan. Kebijakan pembaharuan pada
prakteknya bukan hanya sekedar isu, atau hanya sekedar merubah
aspek-aspek tertentu, tetapi dengan melihat kepentingan yang
lebih besar dan pandangan jauh ke depan. Posisi dan peran pihakpihak yang terkena pembaharuan (masyarakat) bukan lagi hanya
sekedar objek dari suatu kebijakan, akan tetapi berperan sebagai
mitra pemerintah dalam pembangunan. Tuntutan reformasi
pembangunan
pendidikan
yang
diamanatkan
melalui
UU.No.32/2004 dan peraturan perundang-undangan yang
menyertainya, menuntut pula perubahan-perubahan mendasar
dalam pendekatan dan metodologi pembangunan dalam
pendidikan.
Salah satu pilihan dalam pendekatan pembangunan
dewasa ini ialah Community Based Development (CBD).
Pendekatan ini dianggap mempunyai kemampuan dalam
mendorong masyarakat ke arah pemberdayaan dan kemandirian.
Sehingga masyarakat dapat meningkatkan prakarsa dan
partisipasi, peningkatan kemampuan kelembagaan yang selama
ini berakar di masyarakat, serta menjalin sinergi penanggulangan
kemiskinan
yang
berkelanjutan
melalui
kemitraan
antar
kelembagaan masyarakat. Masyarakat yang demikian itu
diharapkan akan mengetahui pentingnya keputusan yang harus
Bab V : Pendekatan dan Metodologi
149
Badan
Perencanaan
Daerah
Equality/ Equity
Participatory
Partnership
Economic
Improvement
Income Generating, job
creation, small business,
redistribution of growth
Empowerment
Democracy
Improvement
of Basic
imprastucture
Improvement of
human
Improvement / New
developmen of
infrastructure
Community/
Institutional
Capacity building
SUSTAINABILITY
Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 130.
150
Badan
Perencanaan
Daerah
Gambar 5.1
Strategi dan Pola Pikir Community Based Development
151
Badan
Perencanaan
Daerah
152
Badan
Perencanaan
Daerah
153
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendekatan
CBD
PEMERINTAH
MASYARAKAT
ANALISIS POSISI
Rasa
Kebersama
BOTTOM
UP
Rasa
Kesatuan
Program
Aksi
Kelompok
Sasaran
Gerakkan
SWASTA
Organisasi
Masyarakat Sivil
Program
Intervensi
Grup
Diskusi
TOP
DOWN
Organisasi
Masyarakat Sivil
Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 134.
Gambar 5.2
Implementasi Konsep Community Based Development
154
Badan
Perencanaan
Daerah
Sekses Sentra
Pemberdayaan
Masyarakat
Sekses Program
Pendidikan
Sekses
Kelembagaan
Pendidikan
Teknologi
Program
Sekses
Kelompok Satuan
Program
Manajemen
Program
Sekses Kader
Komunitas
Keberlanjutan
Sekses Koordinasi
dan Penguatan
Pemerintah
Sekses
Fasilitator
Gambar 5.3
Indikator Sukses Pembangunan Berbasis Masyarakat
155
Badan
Perencanaan
Daerah
156
Badan
Perencanaan
Daerah
157
Badan
Perencanaan
Daerah
158
Badan
Perencanaan
Daerah
159
Badan
Perencanaan
Daerah
160
Badan
Perencanaan
Daerah
Menerapkan
Menyimpulkan
Mengungkapkan
Mengolah
Sumber: Yoyon Bahtiar Irianto, Pembangunan Manusia dan Pembaharuan Pendidikan, Bandung:
Laboratorium Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonsia, 2006, hal 141.
Gambar 5.4
Daur Pengalaman Berstruktur
161
Badan
Perencanaan
Daerah
162
Badan
Perencanaan
Daerah
163
Badan
Perencanaan
Daerah
yang
bertaraf
164
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB VI
AGENDA DAN PRIORITAS PROGRAM PENDIDIKAN
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008-2025
160
Badan
Perencanaan
Daerah
161
Badan
Perencanaan
Daerah
(14) Jenis
kelembagaan
satuan
pendidikan
nonformal
keagamaan pada jenjang pendidikan sering disebut Mualimin;
Jenis kelembagaan satuan pendidikan akan lebih variasi lagi
apabila dilihat secara faktual diselenggarakan pada jalur
pendidikan nonformal, terutama bila melihat eksistensi pendidikan
berkelanjutan, seperti halnya Kelompok Belajar Usaha (Kejar
Usaha/KBU), kursus-kursus, magang, pendidikan kepemudaan
(kelompok
pemuda
sebaya),
pemberdayaan
wanita/
pengarusutamaan jender, kelompok wanita usaha, kader
pembangunan dan sejenisnya, dan pusat-pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM), Sanggar Kebiatan Belajar (SKB) dan Pesantrenpesantren yang secara nyata telah lebih dahulu melaksanakan
program-program pendidikan nonformal keagamaan, baik secara
individu maupun kelompok, yang merentang dari jenjang MDA
sampai ke jenjang Mualimin.
Di samping itu, kelembagaan lain yang secara eksis telah
menggali, melestarikan, memlihara dan mengembangan nilai-nilai
sosial budaya melalui pendidikan nonformal ialah lembagalembaga atau kelompok-kelompok kesenian dan kebudayaan,
seperti halnya padepokan seni-budaya, lingkung seni budaya
daerah, taman/cagar budaya, sejarah dan kepurbakalaan, dan
jenis-jenis kelembagaan lainnya yang bergerak dalam penggalian,
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai kebudayaan masyarakat
daerah.
Merujuk agenda Pembangunan Nasional sebagaimana telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional, maka
agenda pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
ditetapkan dalam empat periode, yaitu (1) peningkatan kapasitas
dan modernisasi (2008-2010); (2) penguatan pelayanan
kelembagaan (2011-2015); (3) pengembangan ke arah daya saing
regional (2016-2020); dan (4) pengembangan ke arah daya saing
internasional (2021-2025).
Kemudian, dengan merujuk misi dan tujuan pembangunan
pendidikan jangka panjang (RPJP bidang Pendidikan) di
Kabupaten Bandung Tahun 2008-2025, maka misi, tujuan, sasaran,
kebijakan dan program pendidikan dan kebudayaan di
Kabupaten Bandung Tahun 2008-2025, dapat diuraikan sebagai
berikut.
162
Badan
Perencanaan
Daerah
163
Badan
Perencanaan
Daerah
164
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Keaksaraan
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan keaksaraan; Tujuannya ialah memperluas kesempatan
bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh pelayanan Pendidikan
Keaksaraan Fungsional, sehingga memiliki bekal pengetahuan dan
keterampilan untuk dapat meningkatkan penghasilan keluarga.
Target yang harus dicapai pada Tahun 2025 ialah seluruh
masyarakat usia dewasa sudah terbebas dari buta huruf, baik huruf
latin maupun huruf arab. Bahkan untuk membebaskan masyarakat
dari buta huruf latin, harus dicapai pada ahir Tahun 2010.
g. Pendidikan Kepemudaan
Misi yang diemban ialah menumbuhkembangkan keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pemerataan dan perluasan
pendidikan
kepemudaan;
Tujuannya
ialah
memperluas
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
165
Badan
Perencanaan
Daerah
166
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Keluarga
167
Badan
Perencanaan
Daerah
168
Badan
Perencanaan
Daerah
169
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Keaksaraan
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, kemandirian masyarakat berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan melalui peningkatan mutu dan relvansi pendidikan
keaksaraan; Tujuannya ialah membebaskan seluruh masyarakat
dari buta huruf latin agar dapat membaca dan menulis, sehingga
mendapat kesempatan untuk mengikuti perkembangan iptek yang
fungsional bagi kehidupannya.
Target pada tahun 2025 ialah seluruh program pendidikan
keaksaraan fungsional bagi kelompok masyarakat usia dewasa
sangat relevan dengan kebutuhan, sehingga lulusannya memiliki
pengetahuan dan keterampilan fungsional dalam meningkatkan
penghasilan keluarganya (income generating).
g. Pendidikan Kepemudaan
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas,
keterampilan,
produktivitas,
dan
kemandirian
masyarakat
berdasarkan keimanan dan ketaqwaan melalui
peningkatan mutu, relvansi dan daya saing pendidikan
kepemudaan; Tujuannya ialah meningkatkan mutu, relevansi dan
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
170
Badan
Perencanaan
Daerah
171
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Keluarga
Misi yang diemban ialah meningkatkan kecerdasan,
kreativitas dan kemandirian masyarakat melalui peningkatan
mutu, relvansi dan daya saing pendidikan keluarga; Tujuannya
ialah Meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan informal
agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang sederajat dengan hasil persekolahan; Dan target pada tahun
2025 ialah seluruh masyarakat dapat memahami tentang eksistensi
pendidikan keluarga, sehingga keluarga-keluarga penyelenggara
homeschooling dapat menghasilkan lulusan yang setara dengan
pendidikan formal.
k. Kesenian dan Kebudayaan Daerah
Misi yang diemban ialah meningkatkan mutu
keimanan,
ketaqwaan, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, produktivitas,
dan kemandirian masyarakat melalui pengem-bangan mutu senibudaya daerah dan nasional; Tujuannya ialah memperdalam
wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai kesenian
dan kebudayaan daerah dan nasional, sehingga dapat
menumbuh-kembangkan rasa kebanggaan sebagai anggota
masyarakat dan bangsanya.
Target yang harus dicapai pada tahun 2025 ialah seluruh
padepokan seni budaya, musium, taman-taman budaya daerah
dan nasional dapat berfungsi sebagai lembaga penggali, pelestari
dan pengembang kesenian dan kebudayaan, sehingga seluruh
nilai-nilai kebudayaan daera dapat diapresiasi dan dikembangkan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, dan diakui dunia
internasional sebagai kekayaan kesenian dan kebudayaan milik
masyarakat dan Bangsa Indonesia.
172
Badan
Perencanaan
Daerah
173
Badan
Perencanaan
Daerah
174
Badan
Perencanaan
Daerah
175
Badan
Perencanaan
Daerah
i.
176
Badan
Perencanaan
Daerah
j.
177
Badan
Perencanaan
Daerah
178
Badan
Perencanaan
Daerah
179
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Keaksaraan
Kebijakan dalam pendidikan keaksaraan, diprioritaskan pada
percepatan penuntasan program keaksaraan bagi kelompok
masyarakat golongan dewasa, melalui pengembangan
program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan jumlah kelompok-kelompok sasaran program
keaksaraan fungsional sampai ke pelosok pedesaan;
2) Peningkatan jumlah sarana peralatan
dan sumber
belajar/berlatih serta sarana peribadatan pada satuan
program pendidikan keaksaraan fungsional;
180
Badan
Perencanaan
Daerah
j.
Pendidikan Informal
181
Badan
Perencanaan
Daerah
182
Badan
Perencanaan
Daerah
183
Badan
Perencanaan
Daerah
184
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Keaksaraan
Kebijakan dalam pendidikan keaksaraan, diprioritaskan pada
peningkatan efektivitas dan relevansi program keaksaraan
fungsional dengan aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat,
melalui pengembangan program-program yang berkaitan
dengan:
1) Peningkatan relevansi muatan kurikulum keaksaraan
fungsional;
2) Peningkatan mutu sarana sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih
pada satuan program
pendidikan
keaksaraan fungsional;
3) Fasilitasi dan pendampingan penerapan keterampilan
fungsional;
4) Penyediaan
biaya
operasional
mutu
penuntasan
pendidikan keaksaraan;
5) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan keaksaraan.
g. Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
peningkatan kapasitas muatan kurikulum program pendidikan
kepemudaan yang relevan dengan kebutuhan pembangunan
masyarakat, melalui:
1) Peningkatan relevasi muatan kurikulum
program
kepemudaan
yang
relevan
dengan
kebutuhan
pembangunan masyarakat;
2) Moderniasi peralatan dan sumber belajar/berlatih yang
mendukung pembelajaran pendidikan kepemudaan;
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
185
Badan
Perencanaan
Daerah
186
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, diprioritaskan pada
intensitas monitoring penyelenggaraan pendidikan informal.
187
Badan
Perencanaan
Daerah
188
Badan
Perencanaan
Daerah
189
Badan
Perencanaan
Daerah
190
Badan
Perencanaan
Daerah
i.
j.
191
Badan
Perencanaan
Daerah
192
Badan
Perencanaan
Daerah
3) Pemenerataan
peralatan
edukatif
(APE)
proses
pembelajaran PAUD berbasis keunggulan;
4) Pemerataan
guru/pengasuh
/pembimbing
pada
kelembagaan PAUD berbasis keunggulan;
5) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak tidak mampu
untuk medapatkan PAUD.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan kelembagaan pendidikan dasar
dalam rangka merintis wajib belajar 12 tahun, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan pelayanan SD/MI, SMP/MTs, SDLB/SMPLB, SLB
Autis, SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu atap, pusat
pendidikan anak korban narkoba, MI-MTs satu atap dan
SMP-MTs Terbuka menjadi lembaga pendidikan dasar
terpadu
berbasis
keunggulan
dalam
seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur, serta
penerapan teknologi dasar;
2) Pemerataan pelayanan pendidikan MDA/MDW, Paket A/B,
bagi anak putus sekolah, pekerja anak dan anak jalanan
usia wajib belajar secara terpadu;
3) Pemerataan UGB/RKB dan sarana perlengkapan pada
sekolah, PKBM/SKB dan Pesantren penyelenggara satuan
pendidikan dasar berbasis keunggulan;
4) Pemerataan
peralatan
laboratorium,
workshop,
perpustakaan dan sumber belajar/berlatih serta sarana
peribadatan yang mendukung proses pembelajaran
pendidikan dasar berbasis keunggulan;
5) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan;
6) Penyediaan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan yang
berprestasi dalam perintisan wajar dikmen;
7) Penyediaan beasiswa bagi anak tidak mampu untuk
medapatkan pendidikan dasar dan anak berprestasi untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c. Pendidikan Menengah
Kebijakan dalam pendidikan menengah, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan kelembagaan satuan pendidikan
menengah dalam rangka rintisan wajib belajar 12 tahun,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
193
Badan
Perencanaan
Daerah
1) Pemerataan pelayanan
SMK/MAK, dan atau satuan
SMA/MA, SMALB, Paket C, MDU, satuan program pendidikan
menengah terpadu yang berbasis keunggulan;
2) Pemerataan
UGB/RKB
dan
sarana
perlengkapan
pendidikan menengah formal (sekolah-sekolah), maupun
pendidikan nonformal (PKBM, SKB dan Pesantren
penyelenggara
pendidikan
menengah)
berbasis
keunggulan
dalam
seni-budaya,
keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, serta penerapan
teknologi menengah;
3) Pemerataan
peralatan
laboratorium,
workshop,
perbustakaan dan sumber belajar/berlatih serta sarana
peribadatan yang mendukung pembelajaran pendidikan
menengah berbasis keunggulan;
4) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan dan tenaga administrasi kantor pada
satuan pendidikan menengah berbasis keunggulan;
5) Pemerataan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa/kecamatan berprestasi
dalam perintisan wajar dikmen;
6) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak tidak mampu untuk medapatkan pendidikan
menengah berbasis keunggulan.
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, diprioritaskan pada
pemerataan
dan perluasan pelayanan kelembagaan
pendidikan tinggi yang ada di wilayah Kabupaten Bandung,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Memfasilitasi masyarakat dalam pendirian kelembagaan
satuan pendidikan tinggi ke arah pengembangan
pendidikan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan, kecakapan hidup dan entreupreneur;
2) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak lulusan pendidikan
menengah yang berprestasi untuk medapatkan layanan
pendidikan tinggi.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan dalam pendidikan berkelanjutan, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan program pendidikan berkelanjutan,
bagi masyarakat, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan kelompok-kelompok sasaran program Kejar
Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus berbasis keunggulan
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
194
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
pemerataan pelayanan program pendidikan kepemudaan
yang komprehensif, melalui pengembangan program yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan aktivitas kelompok-kelompok kepemudaan
berbasis keunggulan dalam seni-udaya, keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur, penerapan teknologi
dasar, serta nilai-nilai kebangsaan;
2) Pemerataan sarana peralatan dan sumber belajar/berlatih,
media dan saluran komunikasi dialogis antar generasi pada
satuan program kepemudaan berbasis keunggulan;
3) Pemerataan pembina/pelatih/fasilitator pada program
kepemudaanl berbasis keunggulan.
195
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal diprioritaskan pada
fasilitasi dan pendampingan penyelenggaraan pendidikan
informal.
j.
196
Badan
Perencanaan
Daerah
197
Badan
Perencanaan
Daerah
198
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan dan kepemudaan, diprioritaskan
pada penguatan relevansi muatan kurikulum program
pendidikan kepemudaan, melalui pengembangan program
yang berkenaan dengan:
1) Penguatan
relevansi
muatan
kurikulum
program
kepemudaan berbasis keunggulan;
2) Penguatan intensitas pendayagunaan peralatan dan
sumber belajar/berlatih pendidikan kepemudaan berbasis
keunggulan;
3) Peningkatan kemampuan dan intensitas pemeliharaan
sarana perlengkapan pendidikan kepemudaan unggulan;
4) Penguatan kemampuan fasilitator pada satuan program
pendidikan kepemudaan berbasis keunggulan;
5) Penguatan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator pada
satuan program pendidikan kepemudaan;
6) Penyediaan
biaya
operasional
peningkatan
mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan
berbasis keunggulan;
199
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Informal
200
Badan
Perencanaan
Daerah
201
Badan
Perencanaan
Daerah
202
Badan
Perencanaan
Daerah
g. Partisipasi Masyarakat
Kebijakan dalam partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
diprioritaskan pada peningkatan peranserta masyarakat, dunia
usaha, dan stakeholders pendidikan pembangunan pendidikan
203
Badan
Perencanaan
Daerah
j.
204
Badan
Perencanaan
Daerah
205
Badan
Perencanaan
Daerah
206
Badan
Perencanaan
Daerah
207
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan daya saing satuan program
pendidikan kepemudaan yang mampu bersaing ke tingkat
regional, melalui pengembangan program yang berkenaan
dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
kepemudaan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur,
penerapan teknologi dasar, serta nilai-nilai kebangsaan
standar nasional;
2) Pemerataan dan perluasan sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih, media dan saluran komunikasi dialogis
antar generasi pada program
kepemudaan berbasis
keunggulan standar nasional;
3) Pemerataan
pembina/pelatih/fasilitator pada program
kepemudaan berbasis keunggulan standar nasional.
208
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, masih diprioritaskan
pada
fasilitasi
dan
pendampingan
penyelenggaraan
pendidikan informal, agar memiliki kesetaraan dengan
pendidikan formal.
j.
209
Badan
Perencanaan
Daerah
210
Badan
Perencanaan
Daerah
211
Badan
Perencanaan
Daerah
3)
4)
5)
6)
7)
8)
d. Pendidikan Tinggi
Kebijakan dalam pendidikan tinggi, masih diprioritaskan pada
peningkatan intensitas fasilitasi dan pendampingan terhadap
kelembagaan pendidikan yang ada di Kabupaten Bandung
untuk meningkatkan program school-sisters dengan beberapa
perguruan
tinggi
standar
nasional
maupun
bertaraf
internasional, sehingga memiliki kemandirian manajemen
dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, melalui:
1) Pengembangan program studi yang relevan dengan
kebutuhan ketenagakerjaan berdaya saing regional;
2) Bantuan operasional peningkatan mutu SDM.
e. Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan
dalam
program
pendidikan
berkelanjutan,
diprioritaskan pada pengembangan dan perluasan daya saing
relevansi muatan kurikulum satuan program pendidikan
berkelanjutan yang mampu bersaing ke tingkat regional,
melalui pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program Kejar Usaha/KBU, magang dan kursus-kursus
berbasis keunggulan standar nasional;
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
212
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan dan kepemudaan, diprioritaskan
pada pengembangan dan perluasan daya saing relevansi
muatan kurikulum satuan program pendidikan kepemudaan
yang mampu bersaing ke tingkat regional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pengembangan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program pendidikan kepemudaan
nggulan standar
nasional;
2) Pengembangan dan perluasan pendayagunaan peralatan
dan sumber belajar/berlatih pendidikan kepemudaan
unggulan standar nasional;
3) Peningkatan
kemandirian
pemeliharaan
sarana
perlengkapan pendidikan kepemudaan unggulan standar
nasional;
4) Pengembangan kualifikasi dan kompetensi fasilitator pada
satuan program pendidikan kepemudaan
unggulan
standar nasional;
5) Pengembangan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator
program pendidikan kepemudaan standar nasional;
6) Peningkatan
biaya
operasional
peningkatan
mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan
unggulan standar nasional;
213
Badan
Perencanaan
Daerah
214
Badan
Perencanaan
Daerah
2) Pengembangan
intensitas
pemeliharaan
buku-buku
bacaan, sarana dan fasilitas TBM dan Perpustakaan
masyarakat unggulan standar nasional;
3) Pengembangan kualifikasi dan kompetensi pustakawan
TBM dan Perpustakaan Masyarakat berbasis keunggulan
standar nasional;
4) Pengembangan kreativitas, inovasi
dan daya nalar
pustakawan TBM dan perpustakaan masyarakat standar
nasional;
biaya
operasional
peningkatan
mutu
5) Peningkatan
manajemen kelembagaan
TBM
dan
Perpustakaan
Masyarakat berbasis keunggulan standar nasional;
6) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
TBM dan Perpustakaan Masyarakat.
j.
215
Badan
Perencanaan
Daerah
216
Badan
Perencanaan
Daerah
g. Partisipasi Masyarakat
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
217
Badan
Perencanaan
Daerah
218
Badan
Perencanaan
Daerah
219
Badan
Perencanaan
Daerah
TPA/Kober/Pos
PAUD
berbasis
keunggulan
standar
internasional;
3) Pemerataan dan perluasan
peraalatan edukatif (APE)
proses pembelajaran PAUD bertaraf internasional;
4) Pemerataan
guru/pengasuh
/pembimbing
pada
kelembagaan PAUD bertaraf internasional;
5) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak tidak mampu
untuk medapatkan PAUD unggul bertaraf internasional.
b. Pendidikan Dasar
Kebijakan dalam pendidikan dasar, diprioritaskan pada
pemerataan dan perluasan kelembagaan pendidikan dasar
yang mampu bersaing ke tingkat
internasional, melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan SD/MI, SMP/MTs, SDLB/SMPLB,
SLB Autis, SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu atap, pusat
pendidikan dan rehabilitasi anak korban narkoba, atau MIMTs satu atap dan SMP-MTs Terbuka serta pendidikan dasar
terpadu dalam seni-udaya, keolahragaan,
kecakapan
hidup dan entreupreneur, serta penerapan teknologi dasar
bertaraf internasional;
2) Pemerataan dan perluasan pelayanan MDA/MDW, Paket
A/B, bagi anak putus sekolah, pekerja anak dan anak
jalanan usia wajib belajar secara terpadu bertaraf
internasional;
3) Perluasan UGB/RKB dan perlengkapan pada sekolah,
PKBM/SKB dan Pesantren penyelenggara pendidikan dasar
berbasis keunggulan bertaraf internasional;
4) Perluasan peralatan laboratorium, workshop, perpustakaan
dan sumber belajar/berlatih serta sarana peribadatan yang
mendukung proses pembelajaran pendidikan dasar berbasis
keunggulan bertaraf internasional;
5) Pemerataan guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar,
laboran, pustakawan, dan tenaga administrasi kantor pada
satuan program pendidikan dasar berbasis keunggulan
bertaraf internasional;
6) Penyediaan biaya operasional manajemen dan reward
bagi sekolah, pemerintah desa dan kecamatan yang
berprestasi dalam perintisan wajar dikmen;
7) Pemerataan fasilitas beasiswa bagi anak berprestasi dan
anak tidak mampu untuk medapatkan pendidikan dasar
berbasis keunggulan bertaraf internasional.
c. Pendidikan Menengah
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
220
Badan
Perencanaan
Daerah
221
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan
dalam
kepemudaan,
diprioritaskan
pada
pemerataan dan perluasan daya saing satuan program
pendidikan kepemudaan yang mampu bersaing ke tingkat
internasional,
melalui
pengembangan
program
yang
berkenaan dengan:
1) Pemerataan dan perluasan aktivitas kelompok-kelompok
kepemudaan berbasis keunggulan dalam seni-udaya,
keolahragaan,
kecakapan hidup dan entreupreneur,
penerapan teknologi dasar, serta nilai-nilai kebangsaan
bertaraf internasional;
2) Pemerataan dan perluasan sarana peralatan dan sumber
belajar/berlatih, media dan saluran komunikasi dialogis
antar generasi
pada satuan program
kepemudaan
berbasis keunggulan bertaraf internasional;
3) Pemerataan pembina/pelatih/fasilitator pada program
kepemudaan berbasis keunggulan bertaraf internasional.
222
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Informal
Kebijakan dalam pendidikan informal, diprioritaskan pada
fasilitasi dan pendampingan penyelenggaraan pendidikan
informal.
j.
223
Badan
Perencanaan
Daerah
224
Badan
Perencanaan
Daerah
225
Badan
Perencanaan
Daerah
226
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Kepemudaan
Kebijakan dalam pendidikan kepemudaan, diprioritaskan pada
peningkatan dan perluasan daya saing relevansi muatan
kurikulum satuan program pendidikan kepemudaan yang
mampu
bersaing
ke
tingkat
internasional,
melalui
pengembangan program yang berkenaan dengan:
1) Peningkatan dan perluasan relevansi muatan kurikulum
program pendidikan kepemudaan unggulan bertaraf
internasional;
2) Peningkatan intensitas pendayagunaan peralatan dan
sumber
belajar/berlatih
pembelajaran
pendidikan
kepemudaan unggulan bertaraf internasional;
3) Peningkatan
kemandirian
pemeliharaan
sarana
perlengkapan pendidikan kepemudaan unggulan bertaraf
internasional;
4) Peningkatan kemampuan fasilitator pada satuan program
pendidikan kepemudaan unggulan standar internasional;
5) Peningkatan kreativitas/inovasi pemuda dan fasilitator
program pendiidkan kepemudaan bertaraf internasional;
6) Peningkatan
biaya
operasional
peningkatan
mutu
manajemen kelembagaan pendidikan kepemudaan
unggulan bertaraf nasional;
7) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada
satuan program pendidikan kepemudaan.
227
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan Informal
228
Badan
Perencanaan
Daerah
229
Badan
Perencanaan
Daerah
230
Badan
Perencanaan
Daerah
g. Partisipasi Masyarakat
Kebijakan dalam partisipasi masyarakat, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan peran sistem kerjasama kelembagaan
pendidikan dan kebudayaan dengan stakeholder yang lebih
erat dan harmonis, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
POS kerjasama kelembagaan dengan stakeholders
2) Peningkatan kemampuan tenaga hubungan masyarakat.
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pada unit
hubungan dengan masyarakat.
Bab VI : Agenda dan Prioritas Program
231
Badan
Perencanaan
Daerah
Manajemen SDM
Kebijakan dalam manajemen SDM, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan peran
sistem manajemen
pengembangan sumber daya manusia (PSDM) pendidikan dan
kebudayaan yang lebih efektif, transparan, akuntabel dan
berkeadilan, melalui:
1) Peningkatan fungsi dan peran Peraturan Daerah tentang
Grand
Design
Manajemen
SDM
pendidikan
dan
kebudayaan.
2) Peningkatan kemampuan tenaga bidang Manajemen SDM
kependidikan dan kebudayaan;
3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan pendidikan dan
kebudayaan pada unit pengelola kepegawaian.
j.
232
Badan
Perencanaan
Daerah
233
Badan
Perencanaan
Daerah
BAB VII
CATATAN PENUTUP
(Rekomendasi)
terbesar
Kabupaten
dalam
Bandung
masyarakat
pembangunan
ialah,
Kabupaten
bagaimana
Bandung
pendidikan
pemerintah
dapat
di
dan
mencegah
dapat
mencegah
masyarakatnya,
yaitu
terjadinya
musibah
keputusasaan.
besar
Kebijakan
bagi
tentang
sebetulnya
tidak
akan
menjadi
persoalan
bagi
Bandung.
pembangunan
Oleh
manusia
karena
di
itu
tidak
Kabupaten
ada
pilihan,
Bandung
harus
dan
bangsa,
yaitu
SDM
yang
memiliki
ilmu
diwujudkan
dalam
perilaku
kehidupan
berkeluarga,
273
Badan
Perencanaan
Daerah
Bagian
naskah
ini,
Tim
Perumus
ingin
penyesuaian
diri
setiap
anggota
masyarakat
kemerdekaan
itu
merupakan
perwujudan
274
Badan
Perencanaan
Daerah
sendiri,
dan
modal
terbesar
adalah
kemandirian
karena
masyarakat
Kabupaten
Bandung
merupakan
demi
pergaulan
internasional.
Padahal
sesungguhnya,
YME
karena
telah
memberikan
karunia,
keberanian,
275
Badan
Perencanaan
Daerah
dan
keimanan
dalam
mengelola
dan
memanfaatkan
276
Badan
Perencanaan
Daerah
YME. Ketiga unsur ini, yaitu ilmu, iman dan amaliah, menurut
pandangan Tim Perumus
pendidikan
dalam
melaksanakan
pembangunan
pendidikan
dan
kebudayaan
di
Kabupaten
277
Badan
Perencanaan
Daerah
Kabupaten
Namun
demikian,
bagi
masyarakat
ialah
seluruh
bidang
garapan
pendidikan
dapat
garapan
yang
menjadi
kewenangan
untuk
pendidikan
dapat
dilaksanakan
sesuai
dengan
peruntukannya.
2. Diperlukan keputusan dan keberanian politik dari Pemerintah
Daerah untuk menjadikan Marter Plan Pendidikan ini sebagai
produk kebijakan yang mempunyai ketetapan hukum yang
mengikat
bagi
seluruh
aparatur
pengelola,
pelaksana,
278
Badan
Perencanaan
Daerah
masyarakat
dan
stakeholder
pendidikan
di
Kabupaten
ditindaklanjuti
menjadi
Peraturan
Daerah
atau
demikian,
pertama
di
berpengaruh
atas,
pada
sebagaimana
konfigurasi
adanya
pernyataan
politik
pada
butir
pemerintahan
sejumlah
bidang
akan
garapan,
Kebudayaan,
pembaharuan
merupakan
pembangunan
langkah
pendidikan.
maju
dalam
Kesenian
dan
(sebagai
representasi
masyarakat
dan
untuk
membahas
berbagai
penyesuaian,
dan
279
Badan
Perencanaan
Daerah
pendidikan,
dan
komunitas-komunitas
stakeholders
pula
Prosedur
Operasional
Standar
(norma,
280
Badan
Perencanaan
Daerah
Pendidikan
rujukan
utama
dalam
merumuskan,
melaksanakan, mengendalikan dan mengevaluasi programprogram strategis pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan
posisi, peran dan kewenangannya.
Demikian sebuah refleksi yang dapat Tim Penulis sampaikan,
mudah-mudahan
sekecil
apa
pun
naskah
ini
kami
buat,
281
Badan
Perencanaan
Daerah
REFERENSI
Ace Suryadi, 2002, Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan:
Isu, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Balai Pustaka.
Alfred, Richard L. & Patricia Carter, 1995, Building the Future:
Comprehensive Educational Master Planning Report 1995-2005,
University of Alabama & Community College Consortium.
BPKB Jayagiri, 2002, Kumpulan Makalah Vocational Educational,
Bandung: BPKB Jayagiri.
Cresswell, J.W., 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative
Approach,
London:
SAGE
Publication,
International
Educational and Professional.
Davey, K.J., 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah: Praktek dan
Relevansi bagi Dunia Ketiga, Jakarta: Universitas Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional, 2006, Rencana Strategis
Pendidikan
Nasional:
Konferensi
Nasional
Revitalisasi
Pendidikan, Jakarta: Sesjen Depdiknas.
Fasli Jalal, 2003, Problematik Pendidikan Luar Sekolah/Dikmas di
Indonesia, Makalah, Pertemuan V Sentra Pemberdayaan dan
Pembelajaran Masyarakat (SPPM), Lembang-Jawa Barat, 27-31
Januari 2003.
Grindle, Merilee S., 1990, Politics and Policy Implementation in the
Third World, NJ: Priceton Press.
Gubbels, Peter & Chateryn Koss, 2001, Dari Akar Rumput: Buku
Panduan Pengembangan Kapasitas (Memperkuat Kapasitas
Organisasi Melalui Proses Penilaian Diri Terpadu), Bandung:
Studio Driya Media.
Ibtisam Abu-Duhou, 2003, School-Based Management (Manajemen
Berbasis Sekolah), Terjem: Noryamin Aini, Suparto & Abas AlJauhari, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran.
Maswood, Javed, 2000, International Political Economy and
Globalization, London: World Scientific Publishing Co.
Nataatmadja, Hidajat, 1982, Krisis Global Ilmu Pengetahuan dan
Penyebuhannya (Al-Furqon), Bandung: Penerbit Iqro.
Obsborne, David and Ted Gaebler, 1992, Reinventing Government:
How The Enterpreneurial Spirit is Transforming the Public Sector,
Mass: Addison-Wesley Publishing.
Referensi
280
Badan
Perencanaan
Daerah
Patton, Carl V. & Sawicki, David S., 1986, Basic Methods of Policy
Analysis and Planning, New Jersey: Prentice-Hall Englewood
Cliffs.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, 2007, Perencanaan
Pendidikan Dasar dan Menengah Provinsi Jawa Barat,
Bandung: Bapeda Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, 2006, Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Daerah
(RPJMD)
Kabupaten Bandung Tahun 2006-2010), Bandung: Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung.
--------, 2007, Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung, Bandung: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung.
--------, 2007, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bandung Tahun 2007-2026, Bandung: Badan Perencanaan
Daerah Kabupaten Bandung.
--------, 2007, Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung Tahun 2007,
Bandung: Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Kurikulum untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional 2003, Jakarta:
CV. Ekajaya.
Sepandji, Kosasih Taruna, 2000, Manajemen Pemerintahan Daerah:
Era Reformasi Menuju Pembangunan Otonomi Daerah,
Bandung: Penerbit Universal.
Solihin Abu Izzudin, 2006, Zero to Hero, Yogyakarta: Pro U-Media.
SPPM, 2003, Membangun Masyarakat Pembelajar: Panduan
Metodologi Pendidikan Non-Formal untuk Fasilitator Lapang,
Bandung: Studio Driya Media.
Stewart, M. Aileen, 1994, Empowering People, Singapore: Pitman
Publishing.
Referensi
281
Badan
Perencanaan
Daerah
Referensi
282