Anda di halaman 1dari 4

LTM Pemicu 3

Modul Muskuloskeletal 2010


Oleh Wynne Oktaviane Lionika, 0906640015
Patofisiologi Osteoporosis dan Osteomielitis Kronik
A. Pendahuluan
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroartsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik,
termasuk osteoporosis akan menjadi masalah muskuloskeletal yang memerlukan perhatian khusus,
terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.1
B. Isi
1.
1.1

Osteoporosis
Klasifikasi Osteoporosis2,3
Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer dan sekunder.
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang penyebabnya pasca menopause, senilis, dan
idiopatik. Sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang penyebabnya kelainan
endokrin, neoplasia, gastrointestinal, obat-obatan, dan lain-lain. Pada tahun 1983, Riggs dan
Melton membagi osteoporosis primer menjadi 2 bagian yaitu tipe I dan tipe II.
Osteoporosis tipe I (disebut juga osteoporosis pasca menopause) disebabkan oleh defisiensi
estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II (disebut juga osteoporosis senilis) disebabkan
oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder
yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Ternyata estrogen juga mempunyai peran yang
menonjol pada osteoporosis tipe II. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada osteoporosis
tipe II juga tidak memberikan hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun 1990-an, Riggs dan
Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang
sangat berperan dalam timbulnya osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.

1.2

Patofisiologi Osteoporosis Pasca Menopause dan Senilis4

1.3

Patogenesis Osteoporosis Tipe I2,4


Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat terutama pada dekade awal setelah
menopause. Hal ini menyebabkan insidens terjadinya fraktur, terutama fraktur vertebra dan
radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh
bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuclear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause
akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di usus
dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga membawa 1,25(OH) 2D,
sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan
meningkat pada wanita menopause sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause,
kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi asidosis respiratorik.

Umur (tahun)
Perempuan : Laki-laki
Tipe kerusakan tulang
Bone turnover
Lokasi fraktur terbanyak
Fungsi paratiroid
Efek estrogen
Etiologi Utama
1.4

Tipe I
50-75
6:1
Terutama trabekular
Tinggi
Vertebra, radius distal
Menurun
Terutama skeletal
Defisiensi estrogen

Patogenesis Osteoporosis Tipe II2,3,4

Tipe II
>70
2:1
Trabekular dan kortikal
Rendah
Vertebra, kolum femoris
Meningkat
Terutama ekstraskeletal
Penuaan, defisiensi estrogen

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan
kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke delapan dan sembilan kehidupannya
terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang akan meningkat sedangkan
formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan massa tulang hilang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi osteoblas pada orang
tua, diduga karena penurunan kadar estrogen dan IGF-1.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering ditemukan pada orang tua. Hal ini disebabkan
oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar
matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang
persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang.
Faktor lain yang mempengaruhi kehilangan massa tulang adalah faktor genetik dan
lingkungan (merokok, alkohol, obat obatan, imobilisasi yang lama). Pengurangan aktivitas
fisik dapat meningkatkan kehilangan massa tulang karena tekanan mekanika dapat menstimulasi
remodeling tulang. Resistance exercise lebih efektif dalam menstimulasi peningkatan massa
tulang daripada endurance activities.
2.

Osteomielitis Kronik4,5
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang panjang
dan banyak terdapat pada anak-anak. Bakteri mencapai tulang dapat secara langsung
(perkontunuitatum) atau dari aliran darah (hematogen). Streptococcus dan Staphylococcus
aureus terutama menyerang anak dan dewasa. Secara klinis terbagi menjadi osteomielitis akut,
osteomielitis subakut, dan osteomielitis kronik. Osteomielitis kronik merupakan perkembangan
dari osteomielitis akut.
Cara bakteri masuk ke dalam tulang melalui hematogenous spread, implantasi secara
langsung, dan perluasan dari sisi yang berdekatan. Pada orang dewasa, osteomielitis terjadi
akibat komplikasi dari fraktur terbuka, prosedur bedah dan infeksi diabetes pada kaki.

Daftar Pustaka
1. Nasution AR dan Sumariyono. Introduksi Reumatologi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
3. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. hal. 2355.
2. Setiyohadi B. Osteoporosis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. hal. 2652
3. Anderson JJB. Nutrition and Bone Health in Krauses Food, Nutrition, & Diet Therapy. 11 th edition.
Pennsylvania: Saunders; 2004. p. 654-656.

4. Rosenberg AE. Bones, Joints, and Soft-Tissue Tumors in Pathologic Basis of Disease. 8 th edition.
Philadelphia: Sauders; 2010. p. 1214-1215, 1221-1223.
5. Setiyohadi B dan Tambunan AS. Infeksi Tulang dan Sendi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. hal. 2641.

Anda mungkin juga menyukai