A. Definisi
Abses
paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim
paru pada satu lobus atau lebih. Kavitas ini berisi material purulen sel radang akibat
proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm
dan
jumlahnya
banyak
(multiple
small
pneumonia.
B. Epidemiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya
abses paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait,
diantaranya :
Tabel 2.1. Faktor Predisposisi Abses Paru
No
Faktor Predisposisi
Alkoholik (50%)
3
Penel
itian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru. Dari
Contoh
Bronkopneumonia Meningitis Osteomyelitis
Septicemia
Abses dinding perut Abses peritonsilar
Endocarditis
Penyakit dental
Alkoholisme
epilepsi
faring
Infeksi nasal
Infeksi oral
laring
penyakit sinus
caries gigi
Infeksi farigeal
pouch
Infeksi
striktur
C. Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses paru
disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob
dan aerob.
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan hematogen.
Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat aspirasi. Hal
ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus maupun tumor.
Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan dengan infeksi.
D. Patogenesis
1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang
pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi
terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan
fibrotik.
Patofisiologi
Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor
predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan
proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air-fluid
level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan
penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses
abses ditempat lain (nesisitatum) misalnya abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis dengan
kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada
penderita empisema paru atau polikistik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses abses
paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang
sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang
dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limfe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.Pertumbuhan massa kanker bronkogenik
yang cepat tidak diimbangi peningkatan
suplai
pembuluh
darah,
sehingga
terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan
ronki basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tandatanda efusi pleura.
Apabila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dadakadang-kadang
terdengar suara amforik, usara nafas bronchial atau amforik terjadi bila
kavitasnya besar dank arena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka
disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik.
Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan
dinding dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi
redup/pekak bunyi nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda pendorongan
mediastinum terutama pendorongan jantung kearah kontralateral tempat lesi.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih
3
dari 12.000/mm (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai
3
dengan 32.700/mm . Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left.
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH
b.
bila
abses
tersebut mengalami
ruptur
sehingga
terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, maka akan
tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (airfluid level) di dalamnya. Kavitas ini berukuran 2 20 cm.
Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan
foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada paru anaerobik kavitasnya
singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer,
sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen)
lesinya bisa multipel.
Posisi Lateral : Kavitas terlihat di lobus kiri atas dengan udara dan cairan
didalamnya (panah putih).
Gambaran
CT
scan
contrast-enhanced
axial
menunjukkan lesi kavitas yang besar di lobus bawah kiri dengan
dinding yang relatif tebal (black arrow). Kavitas memiliki batas dalam
yang halus dan air-fluid level (white arrow). Terdapat reaksi inflamasi
pada sekitar paru-paru (yellow arrow). Terlihat adanya sudut lancip
dengan dinding posterior dada.
c. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru.
Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic
bulat dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya
tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kirakira sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and
process) dengan dinding membran. Setelah pengobatan, hanya
terdapat sisa gambaran hipoechoic di tempat abses sebelumnya
(setelah beberapa minggu)
gambaran
MRI
yang
berbeda..
Studi-studi
terdahulu
kemampuan
ahli
anak-anak
radiologi
dan
dapat
untuk membedakan
gangguan paru.
F. Diagnosa Banding
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi
Pada penyakit ini biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur.
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru.
Pada tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
Pada penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan
kavitas, sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang
berbentuk garis
Terjadi pada segmen apical atau posterior pada lobus atas atau
segmen superior dari lobus bawah, biasanya pada lobus atas bilateral.
Kavitas berdinding tipis, halus pada batas dalam tanpa air-fluid level
3. Empiema
Pada gambaran TK empiema tampak pemisahan pleura parietal dan
visceral (pleura split) dan kompresi paru.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Medis
Abses paru merupakan kasus jarang dan beberapa dokter meningkatkan
pengetahuannya dalam penatalaksanaannya. Antibiotik tunggal tidak adakan
menghasilkan keluaran yang memuaskan kecuali pus bisa didrainase dari
kavitas abses. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui
cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen. Hal ini mungkin terbantu
melalui drainase postural.
2. Antibiotik
Pilihan awal biasanya dibuat jika tidak ada bakteriologi definitif, tetapi
perkiraan yang beralasan bisa dibuat berdasarkan gambaran klinis yang
mendasarinya dan pada aroma pus dan gambarannya pada pewarnaan gram.
Pada kebanyakan abses paru mengandung streptokokus kelompok milleri dan
anaerob, antubiotik atau kombinasinya yang melawan organisme ini harus
dipilih. Terdapat banyak regimen awal yang mungkin diberikan. Penisilin
termasuk sefalosporin, makrolide, kloramfenikol dan klindamisin semuanya
telah
resisten
terhadapnya.
Kombinasi
klaritromisin
atau
baik.
Kecuali
abses
paru
penempatan
kateter
tetapi
USG
mengizinkan
lebih
banyak
4. Reseksi pembedahan
atau
patologis,
abses
kronik
setelah
H. Komplikasi
Keberhasilan pengobatan abses paru diindikasikan pertama melalui resolusi
demam, kedua melalui penutupan kavitas dan terakhir melalui bersihnya
gambaran radiologis infiltrat parenkim paru.
Demam biasanya hilang dalam beberapa hari, menetap dalam 2 minggu
jarang terjadi dan membuktikan tidak adekuatnya drainase. Sekitar 50% kavitas
akan menutup dalam sebulan dan meninggalkan gejala selama 4 8 minggu.
Turunnya nilai PCR, dan pasien yang merasa lebih baik dan berat badan yang
bertambah merupakan tanda pembaikan semua stage penanganan abses paru.
Infiltrasi radiologis mungkin menetap selama 3 bulan atau lebih dan tidak
memberikan peningkatan untuk memperhatian perkembangan pasien.
Komplikasi dan sequelae jangka panjang kini tampak kurang sering
terjadi dibandingkan era sebelum antibiotik tetapi abses paru masih berhubungan
dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah empiema. Pasien mungkin tidak akan datang pada dokter
hingga hal ini terjadi. Seiring membesarnya abses, ia mungkin akan merapuhkan
pembuluh darah dan memunculkan hemoptisis. Jarangnya, tetapi khusus pada
pasien dengan penurunan daya tahan tubuh, nekrosis mungkin menyebar sangat
cepat melalui paru.
Abses yang telah didrainase dan disterilisasi dengan menggunakan antibiotik
mungkin membentuk kavitas yang persisten. Lini awal melalui granulasi
jaringan, hal ini digantikan oleh jaringan fibrosa dan diikuti epitel skuamos atau
siliata. Beberapa kavitas bisa direinfeksi kembali atau dikolonisasi ketika abses
asli yang dibentuk berhubungan dengan bronkus, lebih sering daripada
saluran napas kecil, destruksi dinding bronkus diikuti epitelialisasi memunculkan
bronkiektasis sakuler lokal. Penyebaran infeksi ke dalam vena paru bisa
menyebabkan abses serembral emboli, tetapi komplikasi ini sangat jarang terjadi.
I. Prognosis
Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20% merupakan
penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 3040%.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
Sekitar 80-90% penderita sembuh dengan pengobatan anti biotik. Beberapa
faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut:
a. Anemia dan Hipo Albuminemia
b. Abses yang besar ( > 5-6 cm) (hisberg juga)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob, seperti : S.aureus, K.Pneumoniae and P.aeruginosa.
e. Immune Compromised
f. Gangguan intelegensia
g. Perawatan yang terlambat
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ajronline.org/cgi/reprint/141/1/163.pdf
16. Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility
Patterns of Microorganism in acute Commuity Acquired Lung Abscess ;
Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 41.
17. Bartelett, 2011, Treatment of anaerobic pulmonary infections, Division of
Infectious Disease. The Johns Hopkins Hospital, USA. Available from
http://jac.oxfordjournals.org/content/24/6/836.full.pdf [accessed on 21
Februari 2011]
18. Haight,dkk. Surgical Treatmenr of Peripheral Lung Abscess. Yale Journal
of
Biology
and
Medicine.
235-240.
Available
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2606313/pdf/yjbm005770030.pdf [accessed on 21 Februari 2011]
19. Werber, Y.B., 2001. Massive hemoptysis from a lung abscess due to
retained gallstones. Ann Thorac Surg 72. 278-279. Available from
http://ats.ctsnetjournals.org/cgi/content/full/72/1/278 [accessed on 21
Februali 2011]
20. Wali, S.O., dkk. 2002. Percutaneous drainage of pyogenic lung abscess.
Scand Jurnal Infection Disease 34 (9): 673-676. Available from :
http://www.kau.edu.sa/Files/140/Researches/50029_20495.pdf [accessed
21 Februari 2011]
21. Hishberg, B.,dkk 1999 Factors Predicting Mortality of Patients with Lung
Abscess.
Chest.
Halaman
746-752.
Available
from
http://chestjournal.chestpubs.org/content/115/3/746.abstract [accessed on
21 Februari 2011)