Anda di halaman 1dari 4

Abortus / Terminasi

Kehamilan atas Indikasi


Non-Medik
Prof.dr. Ratna Suprapti Samil
Gurubesar Obstetri Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
(dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (PIT-POGI XI), Semarang, 1999)
Kembali ke Menu
Seminar Etika dalam Kesehatan
Reproduksi
Kuliah berikutnya
Problem Oriented Medical Record
Menu / Daftar Isi CAKUL
ADA KOREKSI / TAMBAHAN !?!? EMAIL ABUD !!!!
Homepage Abud

Pendahuluan
Pada kesempatan ini yang akan kita bicarakan adalah masalah terminasi kehamilan (induced abortion), dan
bukan gangguan-gangguan dalam kehamilan yang mengakibatkan terminasi kehamilan (miscarriage).
Terdapat dua pandangan dunia dan dua sistem pandang nilai terhadap abortus.
Dalam masalah ini terdapat 2 (dua) hal yang harus kita bahas. Pertama, kita ingin mengetahui dasar sistim
etika, dari mana masyarakat mengambil kesimpulan tentang apa yang benar, dan apa yang salah. Kedua,
kita ingin menerangkan dari mana dasar-dasar sistem etika tersebut.
Terdapat cara yang beraneka ragam dalam memandang dunia di mana kita sekarang hidup, yang akan
mebawa kita ke pandangan-pandangan yang sangat bertentangan mengenai abortus.
Abortus, sesungguhnya merupakan suatu contoh yang sangat baik untuk menjawab pertanyaan
mengenai pandangan terhadap etika. Abortus adalah suatu masalah, terhadap apa terdapat tanggapan
yang kuat, dan terdapat tanggapan yang bertentangan yang amat kuat pula, sehingga menimbulkan
tanggapan yang bermacam-macam.
Pada mulanya di Amerika Serikat, seperti halnya telah dianjurkan di indonesia, tiap-tiap rumah sakit atau
lembaga kesehatan agar mempunyai sebuah panitia, yang dimintai persetujuannya untuk melakukan
tindakan terminasi kehamilan atas indikasi yang telah ditetapkan oleh panitia tersebut. Indikasi yang umum
adalah : untuk menyelamatkan hidup wanita hamil atau mempertahankan kehidupan wanita hamil, tetapi
kemudian keadaan si janin juga dapat merupakan indikasi untuk terminasi, yang dapat mengakhiri atau
membahayakan kehidupannya.

Perubahan-perubahan dalam pandangan tentang terminasi kehamilan


Seorang dokter spesialis obstetri ginekologi (SpOG) selalu menganggap dirinya pertama-tama sebagai

seorang dokter. Peran dokter didasarkan suatu pendidikan, latar belakang, dan pengalaman untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan pasiennya yang hamil serta janinnya. Akibatnya, timbul suatu
konflik dalam pendidikan, pengalaman dan latar belakang. Hal ini karena terjadinya perubahan-perubahan
sosial dalam masyarakat, maka terjadi pula perubahan interpretasi dalam pendidikan, praktek, dan hukum.
Karena perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran yang semakin maju dengan pesat, maka terutama
dalam subspesialisasi feto-maternal, para SpOG di satu pihak dapat mencegah terjadinya defek-defek berat
pada fetus, tetapi juga menyetujui terminasi kehamilan.
Ilmu pengetahuan selalu membawa perubahan dan perubahan ini memiliki dinamika, sehingga terdapatlah
suatu perubahan universal dalam praktek kedokteran. Perubahan-perubahan ini mula-mula ditentang
dengan sangat secara hukum dan moral.
Ketika population explosion merupakan kenyataan bagi seluruh dunia, praktek kedokteran dan tindakan
bedah diselenggarakan untuk membatasi kependudukan. Keluarga Berencana (KB, pendidikan keluarga
dalam sikap-sikap yang etis (ethical family counselling), pendidikan seks dan penyediaan alat-alat
kontrasepsi, sterilisasi dan abortus sekarang dibicarakan secara terbuka oleh pihak kedokteran secara jujur
dan benar kepada para individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Sejarah terminasi kehamilan dalam ilmu falsafah


Pada dasarnya wanita telah melakukan terminasi kehamilannya sejak permulaan sejarah tercatat. Dalam
sejarah Yunani dan Romawi, terminasi kehamilan diselenggarakan untuk mengontrol populasi. Dewa-dewa
tidak melarangnya dan tidak terdapat hukum negara yang berhubungan dengan hal itu.
Ahli-ahli falsafah Yunani bahkan menganjurkan terminasi, atau tidak melarangnya. Tetapi Phytagoras tidak
menyetujui terminasi kehamilan ini, karena ia berpendapat bahwa pada saat fertilisasi, telah masuk suatu
Roh. Hipocrates adalah salah seorang pengikutnya, sehingga dalam Sumpah Hipocrates terdapat sanksi
terhadap perbuatan abortus / terminasi kehamilan. Hal tersebut tidak dilaksanakan dan ajaran Hipocrates
diabaikan, dokter-dokter Yunani dan Romawi tetap melaksanakan terminasi kehamilan atas perminataan
para wanita.
Menurut Fletcher dalam pandangannya mengenai kepribadian (personhood), terminasi kehamilan secara
moral diperbolehkan.
Konsep mengenai telah memiliki kepribadian atau roh (soul) merupakan pusat dari moralitas, dalam hal
diperbolehkan melaksanakn terminasi kehamilan, karena konsep mengenai waktu si embrio atau si janin
dimasuki Roh atau memiliki kepribadian merupakan hal yang pokok.
Di dalam ajaran Islam terdapat pula macam-macam aliran, tetapi dengan indikasi medis, baik yang berasal
dari ibu maupun yang berasal dari janin, terutama sebagai hasil dari kemajuan subspesialisasi fetomaternal
berupa imunologi, amniocentesis, USG dan lain-lain, maka indikasi adalah jelas dan terminasi dapat
dilaksanakan.
Abdul Fadi M.Ebrahim (CapeTown, 1999), dari Universitas Natal, Durban, Afrika Selatan, tentang begitu
banyaknya STD, berpendapat : para bayi adalah merupakan korban yang paling menyedihkan sebagai
akibat revolusi seksual di Afrika Selatan, terutama karena dewasa ini terdapat + 25 macam STD, dengan
angka HIV/AIDS yang sangat tinggi.

Konklusi
Pengontrolan reproduksi, sebenarnya harus diselenggarakan sebelum terjadinya pembuahan. Menurut
pandangan Islam, untuk mencegah kelahiran seorang anak yang cacat, sebaiknya digunakan cara-cara
kontrasepsi daripada memilih terminasi kehamilan.
Dalam suatu debat mengenai terminasi kehamilan ada sebuah kata yang dianggap sangat penting.
Kehidupan (life), kehidupan potensial (potential life) dan hidup (alive). Ada yang berpendapat bahwa
embrio atau janin adalah hidup (alive) atau memiliki kehidupan manusia yang hidup. Dalam hal ini apakah
janin memiliki kehidupan sebagai manusia (life) atau memiliki kehidupan yang potensial sebagai manusia
(potential life).
Yang juga membingungkan adalah kata janin dan embrio. Secara emosional janin akan lebih berarti jika
dibandingkan dengan embrio.

Alasan-alasan untuk permintaan terminasi kehamilan


Keadaan ketakutan dan panik yang sering dialami dalam suatu kehamilan, adalah :
1. Kehamilan akibat perkosaan
2. Janin yang telah terbukti memiliki defek yang berat
3. Ibu yang dalam riwayatnya selalu menyiksa anak-anaknya
4. Tiap kehamilan yang menyebabkan emotional distress pada wanita, atau akan mengakibatkan
ketidakmampuan atau akan mempersulit kehidupan anak yang akan dilahirkan
Semua ini mengakibatkan usaha dilakukannya terminasi kehamilan.
Hal tersebut mengakibatkan suatu konsep : abortion on demand. Keadaan ini digunakan oleh mereka yang
pro-abortus (pro-choice), karena melihatnya sebagai suatu justifikasi (pembenaran) untuk mendahului hak
dan kebutuhan wanita hamil di atas hak dan kebutuhan si janin. Bagi mereka yang anti-abortus (pro-life),
mereka juga menggunakan keadaan tersebut sebagai alasan moral yang menyatakan bahwa kehidupan si
janin lebih penting daripada wanita yang mengandungnya.

Status dari janin (fetus)


Yang menjadi pokok persoalan dalam masalah terminasi kehamilan berupa : mana yang lebih penting, hak
si janin atau hak si wanita hamil. Untuk menjawab masalah ini, kita harus memandang status si janin,
apakah ia harus dianggap sebagai kepribadian (a person) atau sebagai manusia (a human person).
Suatu hal yang perlu diketengahkan adalah : apakah si janin telah memiliki roh / jiwa (soul), ya atau tidak.
Tentang hal ini, ada beberapa ajaran dalam agama. Agama Katolik berpendapat, ya, janin sudah memiliki
jiwa sejak saat fertilisasi. Ada yang berpendapat, antara lain beberapa ajaran Islam, bahwa baru pada saat
kelahiran, seorang neonatus mempunyai jiwa.
Pada waktu dilahirkan, janin telah menjadi seorang manusia, yang telah berhak akan kewajiban moral
terhadapnya. Sehingga terdapat perbedaan yang besar antara terminasi kehamilan dan infanticide.
Terjelmanya seorang manusia memiliki dua sifat :
1. Seorang manusia mempunyai kesadaran akan dirinya, yang sebenarnya baru timbul kemudian.
2. Seorang neonatus akan memasuki suatu lingkungan sosial, antara lain dalam keluarganya.
Sebagai kesimpulan : kelompok konservatif percaya bahwa si janin memiliki status moral yang penuh,
seperti seseorang yang telah lahir. Kelompok liberal beranggapan bahwa janin tidak memiliki status moral.

Alasan-alasan mengapa seorang wanita


memilih terminasi kehamilan (induced abortion)
Di Amerika Serikat, seorang wanita memilih terminasi kehamilan, karena ia tidak ingin melanjutkan
kehamilannya, dengan alasan bahwa memilikii anak dalam kehidupannya dapat mengakibatkan masalahmasalah yang kompleks, sehingga kualitas hidupnya terancam.
Alasan-alasannya, biasanya pertimbangan pragmatis, sedangkan pembenaran (justifikasinya)
mengikutsertakan etika, moral dan juga sering sekali rasional.
Dengan bermacam-macam alasan seorang wanita memilih terminasi kehamilan :
1. Ia mungkin seorang yang menjadi hamil di luar pernikahan
2. Pernikahannya tidak kokoh seperti yang ia harapkan sebelumnya
3. Ia telah cukup anak, dan tidak mungkin dapat membesarkan seorang anak lagi
4. Janinnya ternyata telah terpapar (exposed) pada suatu substansi teratogenik.
5. Ayah anak yang dikandungnya bukan suaminya
6. Ayah anak yang dikandungnya bukan pria / suami yang diidamkan untuk perkawinannya
7. Kehamilannya adalah akibat perkosaan
8. Wanita yang hamil menderita penyakit yang berat
9. Ia memiliki alasan eugenik, ingin mencegah lahirnya bayi dengan cacat bawaan
Indikasi-indikasi tersebut di atas dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian :
1. Alasan kesehatan
2. Alasan mental
3. Alasan cacat bawaan si janin
4. Alasan seksual

Terminasi kehamilan dipandang dari segi hukum


Amerika Serikat dan banyak negara maju, berkesimpulan bahwa seorang warga negara berhak akan
privacy, termasuk hak wanita untuk mengontrol tubuhnya. Negara sekarang tidak lagi berintervensi atau
mencegah seorang wanita memperoleh pelaksanaan terminasi kehamilan terutama sebelum kehamilan
berusia 22 minggu (WHO).
Debat mengenai abortus (terminasi kehamilan) berkisar pada seksualitas, karena di dalam masyarakat
masih banyak warga yang berpandangan sangat puritan terhadap seks.
Menurut Williams Obstetrics, 18th ed., 1989, dokter / SpOG yang berlatar belakang ilmu kedokteran, ilmu
filsafat dan teologi, tidak dapat sampai pada konsensus kapan kehidupan itu dimulai. Pada hal tersebut,
terutama dengan kemampuan ilmu yang sedang berkembang pesat, belum dapat diperoleh jawaban.

Kesimpulan
Di negara-negara dengan rasio abortus / terminasi kehamilan yang tinggi, jumlah terminasi secara drastis
menurun, karena tersedianya bermacam-macam cara kontrasepsi.
Ternyata legalitas abortus / terminasi kehamilan dan akses terhadap pelayanannya tidak mengakibatkan
terjadinya peningkatan hal ini untuk kontrol fertilitas.
Kekerapan terminasi kehamilan di dunia + 180 juta kasus per tahun. Tingginya jumlah ini biasanya akibat
kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancies) tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara
berkembang, meskipun penggunaan cara-cara KB sudah sangat maju.
Ternyata di negara-negara di mana hukum membatasi tindakan terminasi, tindakan abortus / terminasi
kehamilan di negara tersebut masih kira-kira 30 dalam 1000 kehamilan per tahun.
Antara negara-negara Islam, Tunisia yang paling maju, yang melegalisasi terminasi kehamilan dalam
trimester pertama, sedangkan di negara-negara Amerika Latin terdapat kecenderungan memperoleh
keluarga kecil (small family), sedangkan ternyata kegiatan seksual sebelum nikah, terutama di kalangan
remaja, terus meningkat, sehingga keputusan sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini yang
menerima usulan tentang hak fertilitas wanita dan kebutuhan pendidikan seks, merupakan kemajuan dalam
hal terjadinya terminasi kehamilan / abortion for non-medical reasons dapat dibenarkan.
Kembali ke Menu
Seminar Etika dalam Kesehatan
Reproduksi
Kuliah berikutnya
Problem Oriented Medical Record
Menu / Daftar Isi CAKUL
ADA KOREKSI / TAMBAHAN !?!? EMAIL ABUD !!!!
Homepage Abud

Anthonius Budi Marjono, FKUI 1992 (npm 0192000012), drPLD 1999


Disusun dengan sumbangan catatan cukup banyak juga dari teman2 lain.
Segala kekurangan / kesalahan yang mungkin ada, berasal HANYA dari kelalaian penyusun.
Mohon koreksi / tambahan juga dari teman2/dokter2/guru2/pembaca yang baik, terimakasih.
(musik latar : "Island of Life" - Kitaro)

Anda mungkin juga menyukai