CHF Ec ASHD
CHF Ec ASHD
ASHD
Atheroskerosis dapat terjadi pada arteri dengan rentang diameter dari aorta sampai kurang
lebih 3 mm. Arteri yang paling sering terkait: aorta, koroner, karotis, serebral, dan femoral.
Lesi yang paling awal: lapisan/plaque lemak pada tunika intima (terdiri dari foam cells
(makrofag yang menelan lemak dan sel limfosit T) yang akan meluas ke tunika media (terdiri
dari foam cells dan otot polos). Kemudian lesi ini akan diselubungi oleh fibrous cap. Plaque
lalu akan akan mengalami vaskularisasi (dari vasa vasorum arteri), yang akan memberi
akses kepada sel-sel inflamasi dan menyebabkan perdarahan intraplaque yang akan
melemahkan plaque tersebut. Plaque yang robek dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
dan thrombosis.
Pada fase awal pembentukan plaque, arteri masih dapat berkompensasi dengan
meningkatkan diameternya, sehingga tidak ada gangguan aliran (koroner normal dapat
melebar dan meningkatkan aliran darah 5-6 kali di atas tingkat istirahat). Ketika plaque
menutupi > 40% lumen, arteri tidak bisa berkompensasi lagi dan aliran darah ke organ akan
terganggu menyebabkan iskemia (keadaan kekurangan oksigen, sementara dan reversibel)
(gejala: stable angina). Iskemia > 30-45 menit dapat menyebabkan kerusakan seluler yang
irreversibel. Jika terjadi erosi superfisial pada plaque (ditambah dengan trombosis yang
terbatas), meskipun tidak ada hambatan pada aliran, dapat menyebabkan terjadinya unstable
angina atau myocard infarction. Ruptur dalam dari plaque dengan penyumbatan total arteri
koroner dapat menyebabkan myocard infaction. Atherosklerosis pada arteri yang telah lemah
akibat proses penuaan menyebabkan aneurisma dan ruptur dapat terjadi.
Faktor risiko:
1. Usia: penyakit yang serius jarang sebelum usia 40 tahun.
2. Jenis kelamin: wanita relatif terlindung sampai setelah menopause (akibat efek
perlindungan estrogen)
3. Riwayat keluarga: dapat akibat kelainan genetik (gangguan lipid familial) atau lingkungan
(gaya hidup)
4. Ras: Amerika-Afrika lebih rentan dibandingkan kulit putih.
5. Peningkatan lipid serum
6. Hipertensi: mempercepat atherogenesis dengan meningkatkan sheer stress (robekan),
meningkatkan pembentukan hidogen peroksida dan radikal bebas, mengurangi
pembentukan nitrit oksida oleh endotelium dan meningkatkan adhesi leukosit.
7. Merokok: tergantung jumlah rokok yang diisap perhari (bukan pada lamanya), mereka
yang merokok satu pak rokok 2x lebih rentan dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Asap rokok dapat menyebabkan pembentukan oxidatively modified LDL.
8. Gangguan toleransi glukosa: penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi lebih
tinggi, mekanismenya belum pasti tapi mungkin akibat kelainan metabolisme lemak atau
predisposisi degenerasi vaskular berkaitan dengan gangguan toleransi glukosa.
Hiperglisemia dapat memacu glukosilasi non enzimatik dari LDL yang menginisiasi
terjadinya atherosklerosis dengan cara yang sama dengan oxidatively modified LDL.
Iskemia: terjadi bila kebutuhan oksigen melebihi supply yang ada. Fungsi ventrikel kiri dapat
terganggu akibat: gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia akibat
penurunan pembentukan fosfat berenergi, asidosis yang cepat akibat hasil akhir metabolisme
anaerob (asam laktat). Pada EKG gambaran yang tampak: gelombang T terbalik dan depresi
segmen ST. Angina pektoris: nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanismenya
belum jelas, sepertinya karena reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun
atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat
kontraksi miokardium yang abnormal. Gambaran khasnya: tekanan substernal, kadangkadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri (banyak penderita dengan nyeri yang tidak
khas). Umumnya angina dipicu oleh aktivitas ayang meningkatkan kebutuhan akan oksigen
dan akan menghilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin. Angina Prinzmetal lebih
serig pada waktu istirahat akibat spasme setempat dari arteri epikardium (mekanisme
penyebabnya belum jelas).
kretinin
fosfokinase
(CK/CPK),
glutamat
oksaloasetat
transaminase
(SGOT/GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH). Yang paling spesifik: isoenzim MB-CK.
3. EKG: Q wave nyata, elevasi segmen ST,dan T wave terbalik.
Komplikasi ASHD:
1. CHF
2. Syok kardiogenik
3. Disfungsi otot papilaris
4. VSD
5. Ruptura jantung
6. Aneurisma ventrikel
7. Tromboembolisme
8. Perikarditis
9. Sindrom Dressler
10. Aritmia: merupakan komplikasi paling sering (90%) pada miokard infark. Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Gambaran aritimia bisa dilihat dari
EKG.
CHF (gagal jantung kiri dan kanan) akibat ASHD merupakan akibat disfungsi miokardium
atau kontraktilitasnya (gagal jantung bisa disebabkan tiga hal: preload, afterload, dan
contractility). Komplikasi yang paling sering setelah miokard infark ialah gagal jantung kiri
yang menyebabkan kongesti vena pulmonalis. Adanya peningkatan tekanan vaskular paruparu membebani ventrikel kanan yang berakibat pada kongesti vena sistemik.
Klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association) menyatakan hubungan antara
gejala dan derajat aktivitas fisik:
1. NYHA I: gejala tidak muncul pada kegiatan sehari-hari
2. NYHA II: gejala muncul pada kegiatan sehari-hari
3. NYHA III: gejala muncul pada kegiatan lebih ringan dari kegiatan sehari-hari
4. NYHA IV: gejala muncul ketika istirahat
vena
paru-edema
interstitial-edema
alveolar)
sehingga
mengurangi
1. Gejala saluran cerna: anoreksia, rasa penuh, mual, akibat bendungan hati dan usus.
2. Peningkatan JVP
3. Bendungan vena leher
4. Uji refluks hepatojugular positif: peningkatan JVP pada kompresi manual kuadran kanan
atas abdomen.
5. Hepatomegali
6. Nyeri tekan hati: peregangan kapsula hati.
7. Edema perifer: sekunder terhadap penimbunan cairan di ruang interstitial, mula-mula di
daerah yang tergantung terutama di malam hari.
8. Edema anasarka: gagal jantung yang berlanjut.
9. Peningkatan berat badan: retensi cairan, biasanya mendahului edema.
10. Kuat angkat substernal: terangkatnya sternum pada sistolik, karena pembesaran
ventrikel kanan.
Rontgen
1. Kongesti vena paru: berkembang jadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung
yang lebih berat
2. Redistribusi vaskular pada lobus atas paru
3. Kardiomegali
Laboratorium
1.
Hiponatremia pengenceran
2.
Kalium dapat normal atau menurun sekunder akibat terapi. Hiperkalemia dapat
terjadi akibat tahap lanjut gagal jantung karena gangguan ginjal.
3.
BUN dan kreatinin dapat meningkat sekunder akibat perubahan laju filtrasi
glomerulus.
4.
Urine: lebih pekat, berat jenis lebih tinggi, kadar natrium berkurang.
5.
6.
Peningkatan bilirubin dan enzim hati, aspartat aminotransaminase (AST) dan alkali
fosfatase serum: terutama pada gagal jantung akut.
Penanganan
1. Bedrest untuk meringankan beban jantung
2. Diet jantung 3
3. Oxygen 3 L/menit
4. IVFD D 5% gtt VIII/minute (micro drip) bila BSS tidak tinggi
5. Diuretik oral/parenteral sampai edema hilang: furosemid IV 1x 40 mg karena mempunyai
onset kerja yang cepat dan masa kerja yang singkat sehingga sesuai untuk situasi yang
akut
6. ACE inhibitor: captopril 3 x 6.25 mg untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
karena
paradigma
baru
menyatakan
terdapat
korelasi
antara
penghambat
CHF (gagal jantung kiri dan kanan) akibat ASHD merupakan akibat
disfungsi miokardium atau kontraktilitasnya (gagal jantung bisa
disebabkan tiga hal: preload, afterload, dan contractility). Komplikasi
yang paling sering setelah miokard infark ialah gagal jantung kiri yang
menyebabkan kongesti vena pulmonalis. Adanya peningkatan tekanan
vaskular paru-paru membebani ventrikel kanan yang berakibat pada
kongesti vena sistemik.
1.
2.
Klasifikasi
fungsional NYHA
Trias Infark
2.
Komplikasi ASHD
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Radiologi
Tatalaksana
Hiponatremia pengenceran
Kalium dapat normal atau menurun sekunder akibat terapi.
Hiperkalemia dapat terjadi akibat tahap lanjut gagal jantung
karena gangguan ginjal.
o BUN dan kreatinin dapat meningkat sekunder akibat perubahan
laju filtrasi glomerulus.
o Urine: lebih pekat, berat jenis lebih tinggi, kadar natrium
berkurang.
o Kelainan fungsi hati: pemanjangan masa protrombin ringan.
o Peningkatan bilirubin dan enzim hati, aspartat aminotransaminase
(AST) dan alkali fosfatase serum: terutama pada gagal jantung
akut.
Rontgen
o
Kongesti vena paru: berkembang jadi edema interstitial atau
alveolar pada gagal jantung yang lebih berat
o
Redistribusi vaskular pada lobus atas paru
o
Kardiomegali
Bedrest untuk meringankan beban jantung
Diet jantung 3
Oxygen 3 L/menit
IVFD D 5% gtt VIII/minute (micro drip) bila BSS tidak tinggi
Diuretik oral/parenteral sampai edema hilang: furosemid IV 1x 40
mg karena mempunyai onset kerja yang cepat dan masa kerja
yang singkat sehingga sesuai untuk situasi yang akut
ACE inhibitor: captopril 3 x 6.25 mg untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas karena paradigma baru menyatakan
terdapat korelasi antara penghambat neurohormonal dalam
mencegah progresitivitas gagal jantung
Beta bloker dosis kecil dapat dimulai setelah diuretik dan ACEI
diberikan
Digitalis bila ada aritmia supravemtrikulaer (fibrilasi atrium atau
SVT lainnya) atau ketiga obat di atas belum memuaskan.
Intoksikasi dapat dipermudah bila terjadi gangguan fungsi ginjal
(ureum/kretinin meningkat) atau kadar kalium kurang (<3.5
meq/L): digoxin 1x 0,5 mg (sifatnya meningkatkan kekuatan
kontraktilitas dan memperbaiki irama jantung)
Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau
pada pasien dengan hipokalemia: Spironolakton 1 x 25 mg
o
o
Prognosis
Gejala RHD
Keluhan
(Subjektif)
terbentuk Ab
stenosis, regurgitasi
CHF
Mayor:
- artritis
(radang
sendi,
berpindah-pindah,
nyeri
sendi,
pembengkakan sendi)
- karditis
- chorea
- eritema marginatum
- nodul subkutan
Minor:
- demam (remitent)
- eritema nodosum
Umumnya penderita datang dengan keluhan sesak
- sesak ketika beraktifitas (dyspnue d effort)
aktifitas butuh O2 lebih banyak jantung takikardia untuk
meningkatkan
cardiac output waktu diastolik memendek banyak
darah yang terbendung bendungan paru sesak
- sesak dalam posisi berbaring (orthopnue)
posisi baring bendungan paru sesak
- terbangun malam hari karena sesak (paroksismal nokturnal dyspnue)
posisi tidur bendungan paru sesak
Pada penderita dengan keluhan sesak perlu dipertimbangkan kelainan2
sbb.:
- kelainan pulmonal
sesak dipengaruhi cuaca, debu asma
sesak dengan keluhan batuk lama TB paru
10
- Kelainan ginjal
sesak disebabkan pendorongan diafragma ke atas oleh asites. Sesak
disertai sembab kelopak mata pagi hari dan asites, TD tinggi, BAK sedikit.
- Kelainan hepar
sesak disebabkan pendorongan diafragma ke atas oleh asites. Sesak
disertai asites, BAK kuning teh, BAB darah.
- Kelainan darah
disertai keluhan badan lemas, anemis.
- Kelainan neuromuskular
sesak disertai ganguan otot-otot pernapasan
Pemeriksaan
Fisik
(Objektif)
Pemeriksaan
Penunjang
Tatalaksana
Keluhan tambahan:
- palpitasi AF
- Nyeri dada LVH dan iskemik miokard
- fatique
- hemoptisis ruptur v bronkhial yang melebar akibat bendungan
- suara parau kompresi n laryngeus reccurent kiri oleh a pulmonalis yang
membesar
Umum: Nadi :normal/bisa AF, irregular
RR : normal/
Organ:
Mata: conjungtiva palpebra pucat +/+
Sklera ikterik -/Leher:
- JVP meningkat tek RV
Pulmo: RB
Cor: ictus cordis bisa terlihat dan teraba
batas atas jantung naik, batas kanan jantung bergeser ke lateral
M1 , murmur sistolik, diastolik, opening snap
Abdomen: cembung jika terjadi asites, hepatomegali akibat bendungan
jantung kanan.
Ekstremitas: edema tungkai akibat bendungan perifer
Rontgen thorax: cardiomegali
EKG
Echocardiografi
Kateterisasi
Nonfarmakologis:
- Istirahat/ tirah baring kebutuhan O2
- Diet rendah garam retensi cairan beban jantung
Farmakologis
- Diuretik umumnya digunakan furosemid
- Digoksin AF
- Antikoagulan warfarin
- Salisilat
- Kortikosteroid
- Antibiotik
11
ASMA BRONKHIAL
Definisi
Patogenesis
dan etiologi
Patofisiologi
Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society)
Sampai saat ini pathogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti,
namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma
adalah inflamasi dan respons salauran napas berlebihan.
Asma sebagai penyakit inflamasikalor, rubor, tumor, dolor, functio laesa
dan infiltrasi sel radang. 2 jalur yang ditempuh untuk mencapai keadaan
inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas yaitu jalur imunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom.
Hiperaktivitas Saluran Napas (HSN)Pasien Asma sangat peka terhadap
rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamine dan metakolin), dan fisis
(kegiatan jasmani). Pada asma alergik , selain peka terhadap rangsangan
tersebut, pasien juga sangat peka terhapdap lergen spesifik.
Inflamasi Saluran napas
Kerusakan Epitelsalah satu konsekuensi inflamasi dalah kerusakan epitel.
Perubahan struktur karena kerusakan epitel ini meningkatakan penetrasi
allergen, mediator serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf otonom
mudah terangsang. Sel-sel bronkus sendiri sebenarnya mengandung
mediator yang bersifat bronkodilator. Kerusakan sel epitel bronkus akan
mengakibatkan bronkokontriksi lenih mudah terjadi.
Mekanisme neorologisterjadi peningkatan respons saraf parasimpatis
Gangguan Intriksikotot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada
saluran napas diduga berperan pada HSN.
Obstruksi Saluran NapasMeskipun bukan factor utama. Obstruksi saluran
napas diduga ikut berperan pada HSN .
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mucus, edema, dan inflamasi diniding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama fase ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien
akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas tetap lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan
bantuan otot-otot bantu napas.
Patofisiologi asma terbagi kedalam ketiga fase. Pertama, munculnya
asma ditandai adanya peningkatan respon dinding bronkial. Kedua, reaksi
asma fase ini, berupa bronkokonstriksi, dimana terjadi : (1) rangsangan
antigen terhadap dinding bronkial; (2) terjadinya proses degranulasi sel mest
yang melepaskan histamin, kemotaktik, proteolik serta heparin; dan (3)
bronkokonstriksi otot polos. Ketiga, reaksi asma fase lanjut, berupa inflamasi
alergi dimana terjadi : (1) sel-sel inflamasi melibatkan sel mast, eosinofil; (2)
pelepasan sitokin, bahan-bahan vasoaktif dan asam arakhidonat; (3) inflamasi
12
sel-sel epitelial dan endotelial; (4) pelepasan interleukin 3 (IL-3) dan IL-6,
tumor necrotic factor (TNF), Interferon-gamma.
Keluhan
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
penunjang
-Gejala klasik paling umum adalah batuk, sesak napas dan mengi yang
timbul secara tiba-tiba (relative cepat) dan dapat hilang segera dengan
spontan atau dengan pengobatan
- Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi
dada, takikardi dan pernapasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.
-pada beberapa orang biasa didahului gejala pendahuluan yang biasa
disebut aura asmatik berupa sensasi atau perasaan abnormal, seperti rasa
tidak enak didada, rasa gatal di dagu, dada depan atau didaerah antar
belikat atau bersin-bersin sesudah terpapar oleh suatu pencetus. Sesudah
itu timbullah gejala asma yang biasa dimulai dengan rasa tercekik pada
seluruh dada, rasa dingin atau terbuka disternum. Kemudian timbul
rasasesak napas yang berangsur menjdi semakin berat.
- batuk dimula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya semakin produktif kemudian semakin keras seterusnya menjadi
produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bias kekuningan atau kehijauan terutama bila
ada infeksi sekunder.
Dalam keadaan serangan, tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi
pernapasan dan denyut nadi juga meningkat. Mengi (wheezing) sering dapat
didengar tanpa stetoskop. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan
ekspirasi memanjangdisertai ronhki kering sibilantis dan mengi (wheezing).
Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan lebih. Jika tidak ditemukan kelainan paru, dapat dicoba pasien
bernapas dalam dengan cepat 3-4x. Pada pasien asma hal ini dapat
menginduksi serangan-serangan batuk bahkan mengi.
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Pasien dalam keadaan capek dengan posisi duduk lemah, bahu
terangkat, lengan di samping berpegangan pada meja atau sisi tempat
tidur
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otototot bantu napas, sehingga tampak retraksi supra sterna, supraklavikula
dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
Takikardi makin hebat disertai dehidrasi. Timbul pulsus paradoksus
dimana terjadiu penurunan tekanan sistolis >10 mmHg pada saat
inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5mmHg, pada asma berat bias
sampai 10 mmHg atau lebih.
Penderita gelisah, banyak keringat, sukar tidur dan susah bicara.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan Wheezing tidak terdengar
(silent chest). Tekanan darah menurun, sianosis, gangguan irama jantung,
kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati sampai koma. Pada
pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema pupil.
1.
Pemeriksaan radiology
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
13
2.
3.
4.
5.
Tatalaksanaan
14
Prognosis
Dubia ad Bonam
Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pneumotoraks
Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
Atelektasis
Aspergilosis bronkopulmoner alergik
Gagal napas
Bronchitis
Fraktur iga
TUBERKULOSIS PARU
I.1Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Penyakit ini biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga
dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, ingesti susu tercermar yang tidak
dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit. Sebagian besar kuman (>80%)
Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil mengenai organ tubuh lain
(Braunwald et. al., 2002, Depkes RI, 2002). Tuberkulosis paru dapat memberikan gejala
berupa gejala respiratorik yaitu batuk kering, batuk berdahak, bahkan batuk berdarah, dapat
juga ditemukan gejala sesak napas dan nyeri dada. Selain gejala pernapasan pada
tuberkulosis paru ditemukan pula gejala sistemik yaitu demam menjelang malam hari,
keringat malam, nafsu makan menurun diikuti penurunan berat badan.
Di bidang penyakit paru dikenal beberapa keadaan kegawatan yang memerlukan
tindakan
yang
segera
dan
atau
intensif.
Hemoptisis
terutama
yang
masif
merupakankegawatan yang cukup sering dijumpai sealin asma atau pneumotoraks. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai batuk darah. Batuk
darah atau hemoptysis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang bercampur darah yang
berasal dari saluran napas di bawah glotis. Batuk darah harus dipastikan apakah benarbenar merupakan batuk darah. Hal ini penting dibedakan terutama menyangkut
penatalaksanaannnya.
Hemoptisis bisa dalam jumlah banyak atau hanya berupa garis merah cerah pada
dahak. Batuk darah masif merupakan keadaan gawat dalam bidang kedokteran, dan tidak
ada kegawatan penyakit paru yang lebih menakutkan dibandingkan hemoptysis. Kriteria
batuk darah masif sendiri adalah:
Bila batuk darah kurang lebih 600 cc dalam 24 jam, dan dalam pengamatan batuk darah
tidak berhenti.
Bila penderita batuk darah kurang lebih 600 cc per 24 jam tetapi lebih dari250 cc per 24
jam. Kadar HB kurang dari 10 gr%, sedngkan batuk darah berlangung terus.
15
Batuk darah kurang dari 600 cc tetapi lebih dari 250 cc per 48 jam pad pemeriksaan HB
lebih dari 10 gr%, dari pengamatan selama 48 jam ternyata batuk darah tidak berhenti.
Ada tiga mekanise bagamana batuk darah dapat menyebabkan kematian seketika, yaitu:
Asfiksia
I.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis, kuman penyebab penyakit TB, termasuk ke dalam famili
Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Mycobacterium tuberculosis adalah parasit
intraseluler fakultatif yang menimbulkan penyakit dengan pertumbuhan dalam makrofag,
tetapi dapat juga berproliferasi dalam ruangan ekstraseluler dari jaringan yang terinfeksi, dan
mampu in vitro dalam sistem biakan bebas sel.
I.3 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara.. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran
partikel < 5m. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari
cabang trakeo-bronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau focus Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga
dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis lokal+limfadenitis regional= kompleks primer (Ranke). Semua
proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1. sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (ini yang banyak terjadi).
16
dapat juga
merupakan bagian dari sndrome lobus tengah kanan (right middle lobe sndrome), yaitu
17
obstruksi bronkus lobus tengah kanan paru yang mengakibatkan atelektasis dan/atau
pneumonitis. Obstruksi tersebut dapat disebabkan oleh parut dan/atau peradangan
karena infeksi, termasuk tuberkulosis, maupun penekanan kelenjar getah bening yang
juga dapat disebabkan oleh tuberculosis.
I.4 Terminologi
Terminologi yang dipakai pada penulisan ini mengacu pada terminologi standar yang
dikeluarkan oleh WHO dan Depkes RI. Secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok, yaitu: terminologi yang berkaitan dengan tipe penderita, terminologi yang
berkaitan dengan diagnosis, dan terminologi yang berkaitan dengan pengobatan.
I.4.1 Terminologi yang berkaitan dengan tipe penderita
Kasus baru
Penderita TB paru yang sebelumnya tidak pernah mendapat OAT atau yang pernah
mendapat OAT kurang dari satu bulan.
Kasus kambuh
Penderita TB paru BTA positif yang sebelumnya sudah dinyatakan sembuh, tetapi kini
datang lagi dan pada pemeriksaan BTA memberikan hasil positif.
Kasus gagal
Penderita TB paru BTA positif yang sudah mendapat OAT, tetapi sputum BTA tetap
positif pada akhir pengobatan fase awal setelah mendapat terapi sisipan, 1 bulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan. Batasan ini juga berlaku untuk
penderita TB paru BTA negatif yang sudah mendapat OAT, tetapi sputum BTA justru
menjadi positif pada akhir pengobatan fase awal.
Kasus pindahan (Transfer in)
Penderita TB paru di Kabupaten / Kotamadya lain yang sekarang menetap di
Kabupaten / Kotamadya ini.
Kasus berobat setelah lalai
Penderita TB paru yang menghentikan pengobatan (2 bulan atau lebih) dalam keadaan
belum dinyatakan sembuh dan kini datang lagi untuk berobat dengan BTA positif.
Kasus kronik
Penderita TB paru dengan BTA yang tetap positif, walaupun sudah mendapatkan
pengobatan ulang yang adekuat dengan pengawasan yang baik.
18
Sputum BTA positif paling sedikit 1 kali dengan kultur M. tuberculosis positif
Sputum BTA positif paling sedikit 1 kali, klinis/radiologis sesuai dengan TB paru.
Gejala klinis tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang ditinggalkan
19
Gagal
Penderita TB paru yang BTA nya tetap positif / menjadi positif pada akhir fase awal
pengobatan dengan sisipan , satu bulan sebelum AP atau pada AP (lihat atas).
Meninggal
Penderita TB paru yang meninggal karena sebab apapun selama pengobatan.
Lalai (default)
Penderita TB paru yang pindah ke Kabupaten / Kotamadya lain dengan hasil
pengobatan yang tidak diketahui.
I.5 Diagnosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, gambaran foto
toraks, pemeriksaan basil tahan asam dan pemeriksaan laboratorium penunjang.
I.5.1
Gejala klinis
Gejala klinis sangat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali sampai gejala yang
sangat berat seperti gangguan pernapasan dan gangguan mental. Secara garis
besar gejala dibagi atas gejala sistemik (umum) dan gejala respiratorik (paru).
1. Gejala sistemik
Gejala ini mencakup demam lama pada malam hari, keringat malam, badan terasa
lemah, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.
2. Gejala respiratorik
Gejalanya antara lain : batuk, sesak napas dan rasa nyeri pada dada. Batuk
biasanya lebih dari 3 minggu, kering sampai produktif dengan sputum yang bersifat
mukoid atau purulen, batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek,
sesak napas biasanya terjadi pada penyakit yang sudah lanjut.
1.5.2 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subferis),
badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
20
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan pada paru ialah foto
toraks PA dan lateral. Kelainan yang didapat harus dinilai secara arif dan cermat,
penilaian aktif atau tidaknya suatu lesi sebaiknya berdasarkan foto serial, bukan
berdasarkan pada pembacaan foto tunggal. Gambaran lesi yang menyokong
kearah TB paru aktif biasanya berupa infiltrat nodular berbagai ukuran di lobus
atas paru, kavitas (terutama lebih dari satu), bercak milier ataupun adanya efusi
pleura unilateral. Gambaran lesi tidak aktif biasanya berupa fibrotik, atelektasis,
kalsifikasi, penebalan pleura, penarikan hilus dan deviasi trakea.
Berdasarkan luas lesi pada paru, ATS (American Thorasic Society) membagi
kelainan radiologik paru atas 3 kelompok :
1. Lesi minimal
Lesi dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas, pada satu atau
dua paru dengan luas total tidak melebihi volume satu paru yang terletak
diatas sendi kondrosternal kedua atau korpus vertebra torakalis V (kurang
dari 2 sela iga)
2. Lesi sedang
Lesi terdapat pada 1 atau 2 paru dengan luas total tak melebihi batas
sebagai berikut :
Lesi dengan densitas sedang, luas seluruh lesi tidak melebihi satu
volume paru.
Lesi dengan densitas tinggi / konfluen, luas seluruh lesi tidak melebihi
luas 1/3 paru.
Bila ada kavitas ukurannya tak melebihi 4 cm.
3. Lesi luas
Luas melebihi lesi derajat sedang
3. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan sputum BTA mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis TB paru. Dahak yang terbaik adalah dahak yang diambil
pada pagi sebelum makan, kental, purulen dengan jumlah minimal 3 5 ml.
Dahak tersebut diperiksa tiga hari berturut-turut dengan pewarnaan Ziel Neellsen
atau Kinyoun Gabbet. Untuk lebih efisien, Depkes RI menganjurkan pengambilan
21
dahak sewaktu, dahak pagi dan dahak sewaktu yang dikumpulkan hanya dalam
2 hari.
Kesulitan mendapatkan dahak dapat diatasi dengan minum satu gelas teh
manis atau tablet GG 200 mg pada malam hari sebelum tidur. Esok harinya
penderita disuruh melakukan aktifitas ringan dan menarik napas dalam beberapa
kali, bila merasa akan batuk, napas ditahan selama mungkin baru dibatukkan.
Pengeluaran dahak dapat juga di induksi dengan inhalasi larutan garam
hipertonik atau dengan bronchial washing, memperlihatkan peningkatan jumlah
kuman yang bermakna setelah pemberian 1 tablet GG (200 mg) pada 75
penderita (55,1%) TB paru yang diperiksanya.
BTA dinyatakan positif bila BTA dijumpai setidaknya pada dua dari tiga
pemeriksaan BTA yang dilakukan. Pemeriksaan ulang BTA harus dilakukan bila
BTA hanya dijumpai pada 1 kali pemeriksaan, adanya BTA pada pemeriksaan
ulang (walaupun satu kali) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis BTA
positif. Pembacaan BTA berdasarkan skala IUALTD (tabel 1)
Tabel 1. Pembacaan hasil BTA berdasarkan skala IUALTD
Hasil
Negatif
Ragu- ragu
++
+++
22
I.6 Pengobatan
Penatalaksanaan batuk darah
Kecepatan
perdarahan
dan
efek
terhadap
pertukaran
gas
menentukan
penatalaksanaan hemoptysis. Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak di
dahak dan umumnya pertukaran gas tidak teganggu, maka penegakan diagnosis menjadi
prioritas. Namun bila terjadi perdarahan masif, maka usaha untuk mempertahankan jalan
napas dan pertukaran gas harus didahulukan.
Dasar-dasar pengobatan yang diberikan dalam penatalaksanaan batuk darah masif
adalah sebagai berikut:
menghentikan perdarahan
Penderita
yang masih memiliki reflek batuk yang baik dapat diletakkan dalam posisi duduk, atau
setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang masih terasa menyumbat
saluran napas. Pasien dapat di bantu dengan penghisapan darah dari jalan napas
dengan alat penghisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk.
Penderita yang tidak mempunyai reflek batuk yang baik , diletakkan dalam posisi
tidur miring kesebelah yang diduga menjadi sumber perdarahan dan sedikit
trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat karena dapat
mengakibatkan penyumbatan dan asfiksia. Kematian akibat hemoptysis sendiri lebih
sering diakibatkan oleh asfiksia daripada oleh karena perdarahan. Pada perdarahan
masif terkadang dibutuhkan intubasi dan bahkan ventilator mekanik untuk menjaga
jalan napas dan pertukaran udara.
23
0bat-obat antitusif tidak dianjurkan untuk digunakan dengan alasan batuk yang
adekuat mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan darah dari jalan napas dan
mencegah asfiksia. Obat antitusif mungkin dibutuhkan pada kasus batuk darah dengan
bercak minimal tetapi batuk sangat kuat. Batuk-batuk yang terlalau banayk malah akan
merangsang terjadinya perdarahan.
I.6.2. Memperbaiki keadaan umum penderita
Pada keadaan batuk darah masif bila perlu dapat dilakukan:
1.pemberian oksigen jika ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi
2.pemberian cairan untuk hidrasi
3.tranfusi darah
4.memperbaiki keseimbangan asam dan basa
I.6.3. Menghentikan perdarahan
Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam
kepustakaan disebutkan hemoptisis berhenti dalam 7 hari. Pemberian kantongan es
diatas dada, hemostatik, vasopresin (pitrissin), ascorbic acid belum diketahui
khasiatnya secara jelas.
Apabila ada kelainan di dalam faktor-faktor pembekuan darah, lebih baik
meberikan faktor tersebut dengan infus. Obat-obat antitrombosit hendaknya
dihentikan.
Di biro pulmonologi RSAL Mintohardjo masih memberikan hemostatika (Adona
Decynone) intravena 3-4 x 100 mg/ hari atau peroral. Walaupun khasiatnya belum
jelas, diharapkan paling tidak dapat memnerikan ketenangan bagi pasien maupun
dokter sendiri.
I.6.4. Mengobati penyakit yang mendasari
Bila sebabnya infeksi (misalnya bronkiektasis, bronkitis kronik dan fibrosis kistik
yang terinfeksi) antibiotik harus di berikan disertai teofilin atau agonis beta adrenergik
(sebagai peangsang gerakan mukosiliar). Pada tuberkulosis paru yang terinfeksi selain
obat antituberculosis antibiotik non spesifik juga harus diberikan. Pada penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), antibiotik belum pernah diteliti betul namun tampaknaya
antibiotika spektrun luas membantu mempercepat penghentian hemoptysis. Bila
penyebabnya gagal jantung maka terapi gagal jantung harus diberikan. Keganasan di
bronkus harus diupayakan untuk direseksi.
Terapi lain yang di gunakan di dunia kedokteran saat ini mencakup terapi foto
laser, terapi emboli, dan reseksi bedah dari paru atau lobus yang berdarah. Terapi foto
laser sulit digunakan untuk g\hemoptysis yang sangat masif. Reseksi bedah
tampaknya berguna pada kasus-kasus yang berindikasi bedah misalnya keganasan,
24
trauma serta fistula arteri trakealis. Namun untuk tuberkulosis, bronkiektasis terinfeksi,
bronkitis maupun kelainan koagulasi, tindakan bedah masih kontroversial. Tidak ada
kematian pada kasus-kasus tersebut pada perdarahan kuarang dari 200 ml/hari. Di
indonesia dimana terapi embolisasi dan laser umumnya belum tersedia, terapi bedah
harus dipertimbangkan pada perdarahan lebih dari 250 ml/hari. Namun pada sentra
dengan kemapuan embolisasi dan terapi laser, tindakan bedah hanya dibatasi pada
kasus yang dapat dioperasi pada perdarahan 1 liter/ hari atau lebih.
Penatalaksanaan tuberkulosis paru
Sebelum ditemukannya OAT, prinsip pengobatan TB paru terdiri dari : isolasi penderita
di sanatorium, tirah baring, sinar matahari sebanyak mungkin, diet tinggi kalori tinggi protein,
terapi simptomatis dan tindakan bedah. Cara ini tidak memeberikan hasil yang memuaskan,
angka kesembuhan hanya 25%, 60% kasus meninggal dan sisanya menjadi kronik.
Kebijakan
OAT
Sanatorium
S + PAS
H + S + PAS
H+S+E
R + H + E/S
R + H + Z + E/S
R + H + Z +E/S
25
Lama terapi
Keberhasila
(bulan)
n
25%
24
18 24
18
69
6
6
50%
50 90%
> 95%
sensitifitas
tersebut,
Mitchison
mengelompokkan
kuman
untuk
memusnahkan
populasi
kuman
yang
semi-dormant.
Untuk
mendapatkan efek tersebut, paling sedikit kita harus memberikan 2 OAT selama 4
sampai 11 bulan, dapat dosis harian ataupun dosis berkala.
26
OAT
CARA KERJA
HARIAN
Bakterisidal
3 (4 6)
3x/Mg
10 (8 12)
2x/Mg
15 (13 17)
Bakterisidal
10 (8 12)
10 (8 12)
10 (8 12)
Bakterisidal
25 (20 30)
35 (30 40)
50 (40 60)
Bakterisidal
15 (12 18)
15 (12 18)
15 (12 18)
Bakteriostatik
15 (15 20)
30 (25 35)
45 (40 50)
INTERMITENT
27
yang sudah tetap, sehingga penyesuaian dosis untuk kasus-kasus dengan penyulit dan
penyesuaian dosis berdasarkan berat badan tidak dapat dilakukan. Alur pengobatan dapat dilihat
pada gambar 1
Kategori I
Kategori ini diindikasikan untuk penderita baru BTA positif, penderita baru BTA negatif
dengan kelainan radiologis yang luas dan penderita TB ekstra paru yang berat. Contoh TB ekstra
paru berat, antara lain TB ginjal, TB miliar, meningitis TB, peritonits TB, perikarditis TB, pleural
efusi bilateral dan osteomielitis / spondilitis.
Pengobatan dibagi atas fase awal dan fase lanjutan. Pada fase awal diberikan RHZE
setiap hari selama 2 bulan (2RHZE), sedangkan pada fase lanjutan diberikan RH tiga kali
seminggu selama 4 bulan (4R3H3). Alternatif lain yang diperbolehkan WHO dapat dilihat pada
tabel 6.
Kategori-2
Kategori-2 diindikasikan untuk kasus gagal, kambuh dan pengobatan setelah lalai.
Kategori ini terdiri atas 3 bulan fase awal dan 5 bulan fase lanjutan, pada fase awal diberikan
suntikan streptomisin setiap hari selama 2 bulan pertama dan paduan RHZE setiap hari
(2RHZES/1RHZE), pada fase lanjutan diberikan RHE tiga kali seminggu (5R 3H3E3).
Dosis dan alternatif OAT menurut WHO dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.
Kategori-3
Kategori ini diindikasikan untuk kasus baru TB paru dengan BTA negatif dan TB ekstra
paru ringan. Contoh TB ekstra paru ringan adalah TB kelenjar, TB kulit, TB tulang (selain tulang
belakang), TB sendi dan pleural efusi unilateral. Pengobatan terbagi atas 2 bulan fase awal dan 4
bulan fase lanjutan, pada fase awal diberikan paduan RHZ setiap hari (2RHZ), pada fase lanjutan
diberikan paduan RH tiga kali seminggu (4R3H3).
Dosis dan alternatif OAT menurut WHO dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.
Tabel 6.
I.1 Kategor
i
I
II
Fase Awal
2 RHZE (RHZS)
Fase Lanjutan
6 EH
4 RH
2 RHZE (RHZS)
4 R3H3*
2 RHZE (RHZS)*
2 RHZES / 1 RHZE*
2 RHZES / 1 RHZE
28
5 R3H3E*
III
IV
Putus berobat
Kasus baru BTA (-)
TB ekstraparu ringan
Kasus kronik
2 RHZ
2 RHZ
6 EH
4 RH
2 RHZ*
4 R3H3*
Epidemiologi Tuberkulosis
Distribusi dan Prevalensi
Tuberkulosis ditemukan di seluruh dunia. Dahulu, sewaktu hubungan antarnegara
masih sulit, masih ada beberapa rumpun suku bangsa yang bebas TB (misalnya suku
eskimo sebelum kedatangan orang-orang Denmark dan beberapa suku penghuni pulaupulau terpencil di Samudera Pasifik). Tetapi dengan makin mudahnya hubungan
antarnegara sejak abad XVI, sekarang TB menjadi salah satu penyakit mancanegara yang
mematikan. Berbagai faktor memang berperan di sini, termasuk kemiskinan, program
penanggulangan yang tidak baik, dan timbulnya infeksi HIV/AIDS.
I.9
1.
yaitu
komitmen
politis,
diagnosis
akurat
dengan
pemeriksaan
mikroskopis, pengobatan dengan OAT dan ketaatan berobat, ketersediaan OAT yang
tidak terputus, dan pencatatan serta pelaporan.
Program TB nasional merencanakan untuk meningkatkan peran masyarakat
melalui inisiatif berbasis masyarakat (Community Based Initiative atau COMRI) pada
2004, dan juga akan melakukan beberapa riset operasional tentang anggota
keluarga yang menjadi PMO. Salah satu strategi DOTS yang sangat efektif dalam
menurunkan prevalensi kematian akibat TB paru adalah PMO (pengawas menelan
obat). PMO umumnya masih anggota keluarga.
2.
29
nasional.
Gerdunas
TB
adalah
satu
gerakan
multisektor
dan
multikomponen dalam masyarakat yang terkait dalam P2TB (Depkes RI, 2000) yang
berupaya untuk mempromosikan percepatan pemberantasan tuberkulosis. Gedurnas
merupakan pendekatan terpadu yang mencakup rumah sakit dan sektor swasta dan
semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyarakat. Tujuan
Gedurnas TB secara internal organisasi Depkes adalah untuk mengkoordinasikan
manajemen P2TB secara lintas bidang dan secara ekstrernal adalah untuk
melibatkan sektor lain yang bersedia secara aktif dalam P2TB.
3.
Penyuluhan TB
Salah satu bentuk perhatian pemerintah dalam usahanya untuk menurunkan
jumlah penderita TB paru adalah dengan penyuluhan TB. Penyuluhan TB sangat
perlu dilakukan karena masalah TB berkaitan dengan masalah pengetahuan dan
perilaku masyarakat. Tujuan
Komitmen Internasional
Pemerintah
Indonesia
menyediakan
sejumlah
besar
dana
untuk
pengendalian tuberkulosis, dan telah menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obat-obatan
dan gaji staf. Anggaran
sebesar US$ 36,5 juta. Hal ini merupakan bukti dari komitmen politis untuk
menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberkulosis pada 2015. Komitmen
internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun 2000, dimana Menteri
Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70% angka deteksi kasus pada 2005 dan
keberhasilan pengobatan sebesar 85%.
CIRRHOSIS HEPATIS
Subjektif:
Keluhan Utama:
Keluhan Tambahan:
RPP
Pemeriksaan Fisik
Perut membesar
Nafsu makan menurun, mual, muntah, mudah lemas. Pada lakilaki sering muncul impotensi,dan hilangnya dorongan
seksualitas.
R/ Sakit Kuning
R/ Minum Alkohol
R/ Minum Jamu
S: Spider nevi
E: Eritema Palmar
K: Kolateral Vein
A: Ascites
S: Splenomegali
I: Inversi albumin globulin
H: Hematemesis melena
Pemeriksaan yang lain adalah jari gada, atrofi testis, ikterus,
asterixis bilateral, Demam yang tidak begitu tinggi akibat
30
Faktor Risiko
Patofisiologi
Keluhan
(Subjektif)
31
Pemeriksaan
Fisik
(Objektif)
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium
Tidak jarang ditemukan pada pasien PPOK dan ini menunjukkan komponen
reversibel dari penyakitnya, biasanya disebabkan karena udara lewat
saluran nafas yang sempit akibat radang atau adanya sikatrik
Batuk kronik:
Batuk kronik dengan dahak yang episodik dan memberat pada saat pagi
hari. Dahak biasanya mukoid dan bisa menjadi purulen pada eksasrbasi.
Batuk darah:
Terutama dijumpai saat eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas
yang mengalami peradangan khasnya Blood-streaked purulen sputum.
Nyeri dada:
Disebabkan oleh pleuritis, pneumothorak, dan emboli paru.
Organ: Thorak (Pulmo)
Inspeksi:
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/ mencucu)
- Barrel chest (diameter anteroposterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot-otot bantu pernapasan
- Hipertropi otot-otot bantu pernapasan
- Pelebaran sela iga
- Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat JVP meningkat dan terjadi
edema tungaki.
- Penempilan pink puffer (emfisema) dan Blue bloater (Bronkitis
kronik)
Palpasi :
- Pada emfisema stemfremtus melemah, sela iga melebar
Perkusi :
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong kebawah.
Auskultasi :
- Suara nafas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki basah di basal dan atau mengi pada waktu
bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
* Udem tungkai, JVP meningkat, hepar teraba dan tanda hipertensi
pulmonal
Adalah tanda kor pulmonale kronikum dekompensata.
Spirometri :
Merupakan pemeriksaan gold standar.
Pemeriksaan VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/ KVP
VEP1/ VEP1 prediksi < 80 %, VEP1/KVP < 75%
Radiologi :
Pada emfisema:
- Diafragma datar
- Volume paru bertambah besar
- Gambaran jantung menggantung (Pendulum, tear drop, eye drop
appearence)
- Ruang retrosternal melebar.
- Hiperinflasi dan hiperlusen
Pada bronkitis kronik:
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.
Darah
- Pemeriksaan darah rutin seperti Hb, Ht, Leukosit
32
Diagnosis
Tatalaksana
HEPATOMA
Subjektif:
Keluhan
RPP
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium
Tumor marker
Radiologi
33
Histopatologi
Tatalaksana
Prognosis
SINDROM NEFROTIK
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Keluhan
(Subjektif)
34
Pemeriksaan
Fisik
(Objektif)
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium
keluarga) DM
- Riwayat bengkak disertai kemerahan pada wajah pada sisi yang sama
(Malar rash) SLE
- Riwayat bercak-bercak merah pada tungkai dan bokong disertai nyeri
sendi Purpura Henoch-Schonlein
- Riwayat sakit kuning Hepatitis
- Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria Malaria
- Riwayat minum obat-obatan atau toksin (emas, penisilamin, kaptopril,
heroin, probenesid, air raksa, antiinflamasi nonsteroid) Efek obat dan
toksin
Umum: TD biasanya dijumpai hipertensi ringan.
Organ:
Kepala:
- Puffy face dan edema palpebra
- Konjungtiva tak anemis menyingkirkan DD/ GGK
- Sklera tak ikterik menyingkirkan DD/ kelainan hepar
- Pernafasan cuping hidung dan sianosis perioral (-)
menyingkirkan sesak krn jantung/paru
- Kelenjar parotis membesar merupakan tanda malnutrisi pada
hipoalbuminemia berat dan berlangsung lama.
- Malar rash (-) menyingkirkan DD/ nefropati lupus
Leher:
- JVP tdk meningkat menyingkirkan DD/ edema krn jantung
Thoraks:
- Spider naevi (-) untuk menyingkirkan DD/ kelainan hepar
- Cor: dbn untuk menyingkirkan DD/ kelainan jantung
- Pulmo: adakah tanda efusi pleura dan pneumonia yang dpt terjadi
pada penderita SN akibat hipoalbuminemia dan infeksi.
Abdomen:
- Cembung, pekak samping, shifting dullness (+) ascites
- Venektasi (-) untuk menyingkirkan DD/ kelainan hepar.
Genitalia:
- Edema scrotum/labia
Ekstremitas:
- Edema pretibial dan dorsum pedis serta Muercke line (garis putih di
kuku).
- Sianosis dan clubbing (-) untuk menyingkirkan DD/ kelainan
jantung.
- Eritema palmaris (-) untuk menyingkirkan DD/ kelainan hepar.
Darah
- Hb normal, kecuali bila telah terjadi penurunan fs. ginjal
- Leukosit normal, kecuali bila ada infeksi yang sering didapati pd
penderita SN (akibat terbuangnya Ig)
- LED meningkat (akibat inflamasi)
- Profil lipid meningkat (bila telah terjadi hipoalbuminemia berat),
sedangkan pada lupus nefritis dan nefropati DM normal.
- Elektrolit (Na, K) umumnya normal, tapi dpt terjadi hipokalemi
akibat aldosteronisme sekunder (peningkatan reabsorbsi Na,
menyebabkan loss K) dan pemberian diuretik tdk hemat K.
- Ureum & Kreatinin bervariasi, dpt meningkat bila telah terjadi
komplikasi GGA akibat kompresi tubulus proximal krn edema
intrarenal.
Urin
35
Biopsi ginjal
Tatalaksana
Prognosis
Komplikasi
Cenderung oliguri
Proteinuria (5-30 g/hari), Esbach (protein urin kuantitatif u/
mengukur kadar protein urin dalam 24 jam): > 3,5 g/dl
Sedimen sel, silinder, oval fat bodies dapat +
ABSES HEPAR
Etiologi
Subjektif:
Keluhan
36
RPP
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Kultur dan Resistensi
Radiologi
Histopatologi
Tatalaksana
Prognosis
EDEMA
Pada penderita dengan keluhan edema perlu dipertimbangkan kelainan2 sbb.:
- Kelainan ginjal
Edema pada awalnya timbul pada kelopak mata pada pagi hari dan hilang di siang hari.
Edema kemudian menjalar ke tungkai, kemaluan, dan perut.
- Kelainan jantung
Keluhan bengkak disertai sesak nafas. Penderita tidur dengan bantal yang lebih tinggi.
Terbangun di malam hari karena sesak atau ingin BAK.
- Kelainan hepar
Perlu ditanyakan adakah riwayat sakit kuning atau berkontak dengan penderita sakit
kuning, adakah riwayat tranfusi.
- Alergi (angioedema)
Tanyakan mengenai adanya atopi baik terhadap makanan maupun obat-obatan (juga
riwayat alergi pada keluarga).
Ajukan pertanyaan terhadap masing2 keluhan yang mewakili tiap kelainan sehingga satu per
satu kelainan dapat disingkirkan.
37