Anda di halaman 1dari 4

PEMERIKSAAN FISIK KADIOVASKULER

1. Tekanan Vena Jugularis (JVP = jugular venous pressure) : peningkatan tekanan di atrium
kanan mengakibatkan meningkatnya tekanan vena jugularis.
Pengukuran JVP dapat dilakukan sebagai berikut :
Pasien dalam posisi tidur terlentang dengan kepala ditinggikan membentuk sudut
30O dengan bidang datar.
Kepala sedikit menoleh ke kiri
Identifikasi angulus Ludovici
Tarik bidang datar melalui angulus Ludovici, bidang ini adalah lebih kurang 5cm
dari atrium kanan
Identifikasi V. jugularis interna kanan, lakukan penekanan ringan pada distal V.
Jugularis interna di bawah mandibula, sehingga tampak bagian vena yang kolaps
Tarik bidang datar melalui batas V. Jugularis yang kolaps tadi
Lakukan pengukuran, tegak lurus dari bidang datar yang melalui angulus Ludovici
ke bidang datar yang melalui pulsasi V. jugularis dalam cm
Seandainya penguran tadi 2 cm, maka tekanan vena jugularis (JVP) adalah 5+2
cmH2O (JVP normal 5-2 cmH2O)

2. Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan dengan meraba A. Radialis dengan menggunakan 3 jari
tangan pemeriksa (jari II, III, IV). Dapat juga dilakukan pada A. Brachialis, A. Femoralis,
A. Poplitea, dan A. Dorsalis Pedis. Perlu dibandingkan antara kiri dan kanan.
a. Frekuensi Nadi
Normal 60-100 x/menit
Bradikardia : nadi 60 x/menit
Takikardia: nadi 100 x/menit
b. Irama Nadi
Dalam keadaan normal denyut nadi lebih lambat pada saat inspirasi dari pada ekspirasi
Teratur (reguler)
Tidak teratur (irreguler)
Pulsus Defisit: irama nadi tidak teratur sama sekali dengan frekuensi lebih rendah
dibandingkan dengan denyut jantung (atrial fibrilasi)
Pulsus Bigeminus: setiap dua denyut nadi dipisah oleh interval yang panjang
Pulsus trigeminus: setiap tiga denyut nadi dipisah oleh interval yang panjang
Pulsus Bisferiens (pulsus dikrotik): teraba nadi dengan dua puncak (febris)
Pulsus Anakrotik: nadi yang lemah dengan puncak yang tumpul (stenosis aorta)

Pulsus alternan: nadi yang kuat dan lemah terjadi secara bergantian (penyakit
jantung koroner)
c. Isi Nadi
Dinilai apakah cukup, kecil (pulsus parvus) atau besar (pulsus magnus), apakah selalu
sama (ekual) atau tidak sama (anekual)
Pulsus parvus: nadi yang kecil dan lemah ( perdarahan, MCI, efusi perikard, dan
stenosis aorta)
Pulsus magnus (febris, aktivitas)
Pulsus paradoksus: denyut nadi menurun sepanjang inspirasi dan kembali normal
pada awal ekspirasi, terdapat penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
saat inspirasi (tamponade jantung)
d. Kualitas Nadi: ditentukan oleh tekananb nadi (pulse pressure)
Pulsus celer: terjadi pada tekanan nadi yang besar sehingga pengisian dan
pengosongan nadi terjadi mendadak
Pulsus tardus: bila pengisian dan pengosongan nadi berlangsung lambat (stenosis
aorta)
3. Pemeriksaan Fisik Jantung
Inspeksi
Voussoure cardiac : prekordial tampak lebih menonjol dari sekitarnya
Ictus cordis : normal terlihat pada sela iga V satu jari medial dari linea
midklavikularis kiri
Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH) : iktus terlihat di sela iga VI lateral dari linea
midklavikularis kiri
Hipertrofi Ventrikel Kanan : tampak pulsasi di area trikuspid
Palpasi
Thrill : getaran dapat dirasakan pada dinding dada akibat adanya aliran turbulen
intrakardiak yang cukup kuat (terdengar murmur grade IV atau lebih)
Perkusi
Untuk menentukan batas atas, kiri, kanan dan pinggang jantung
a. Batas atas jantung
Dari batas atas linea parasternal kiri, lakukan perkusi ke kaudal. Perubahan suara dari
sonor ke redup merupakan batas atas jantung. Normal pada sela Iga II
b. Batas kiri jantung
Tentukan dulu batas paru-lambung dengan melakukan perkusi pada linea mid-aksilaris
kiri dari arah kradial ke kaudal. Perubahan suara sonor ke timpani adalah batas paru
lambang. Dari titik ini naik 2 jari ke arah kranial. Dari titik baru ini lakukan lagi
perkusi ke arah medial, perubahan suara dari sonor ke redup merupakan batas relatif
kiri jantung. Perkusi dilanjukan lagi ke medial, perubahan suara dari redup ke pekak
meraupakan batas absolut kiri jantung. Normal: 2 jari medial linea midklavikularis
kiri, sela iga V
c. Batas kanan jantung
Tentukan dulu batas paru-hati dengan melakukan perkusi dari dari arah kranial ke
kaudal pada linea midklavikularis kanan. Perubahan suara dari sonor ke pekak
merupakan batas paru-hati. Dari titik ini geser 2 jari ke kranial, kemudian lakukan
perkusi dari titik baru ini ke medial sampai terdengar perubahan suaara dari sonor ke
redup yang merupakan batas relatif kanan jantung. Normal pada linea parasternalis
kanan.
d. Pinggang jantung
Lakukan perkusi dari batas atas linea parasternalis kiri ke arah kaudal. Normal terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup pada sela iga III. Bila batas ini pada sela iga II
berarti pinggang jantung menghilang, seperti pada kasus stenosis mitral dimana terjadi
pembesaran atrium kiri.
2

Auskultasi
a. Bunyi Jantung (BJ) pokok
BJ I: bunyi jantung sebagai akibat penutupan katup mitral dan katup trikuspidalis
BJ II : bunyi jantung sebagai akibat penutupan katup semilunaris (katup aorta dan
pulmonal)
Untuk menentukan yang mana BJ I, dapat dibantu dengan melakukan perabaan arteri
karotis, dimana BJ I sinkron dengan denyut nadi ini.
Fase Sistolik : fase antara BJ I dan BJ II
Fase Diastolik : fase antara BJ II dan BJ I
b. Bunyi Jantung Tambahan
BJ III : bunyi berintensitas rendah, terjadi 0,12-0,14 detik setelah BJ II, sebagai
akibat dari aliran darah yang mendadak dan dalam jumlah banyak dari atrium ke
ventrikel kiri (insufisiensi mitral)
BJ IV: terdengar sesaat sebelum BJ I sebagai akibat dari kontraksi atrium kiri yang
kuat memompakan darah ke ventrikel (gagal jantung)
Splitting BJ II: terjadi akibat penutupan katup pulmonal dan katup aorta tidak
bersamaan (ASD)
Opening snap: terjadi akibat terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak,
sehingga terdengar bunyi dengan intensitas yang tinggi sesudah BJ II (mitral
stenosis)
Ejection click: bunyi yang terjadi akibat katup aorta yang membuka secara cepat
(aorta stenosis)
Pericardial friction rub: bunyi kasar yang terdengar paa fase sistolik dan diastolik
sebagai akibat gesekan antara pericark parietal dan viseral pada perikarditis
konstriktiva.
Gallop (derap kuda): bunyi jantung terdengar cepat, terdiri dari tiga atau empat
komponen: BJ I-BJ II dan BJ III; atau BJ IV-BJ I-BJ II; atau keduanya BJ IV-BJ IBJ II-BJ III.
c. Bising Jantung (murmur)
Beberapa hal yang harus diperhatikan jika mendengar bising jantung (murmur)
Terletak di fase mana murmur tersebut: sistolik atau diastolik atau keduanya. Untuk
itu pertama harus di tentukan terlebih dahulu bunyi jantung I dan II
Murmur diastolik (early-, mid-diastolik atau pra sistolik)
Rumbling diastolic murmur, bising kasar berintensitas rendah yang terdengar di
daerah mitral dapat dijumpai pada stenosis mitral
Murmur Sistolik (early-, late atau pan/holo sistolik)
Pansistolik murmur, bising dengan intensitas tinggi, terdengar pada sepanjang fase
sistolik sering dijumpai pada insufisiensi mitral.
Murmur sistolik tipe ejeksi dengan nada keras dapat didengar pada stenosis aorta
Continuous murmur, bising jantung yang terdengar terus menerus, pada fase
sistolik dan diastolic dapat dijumpai pada PDA (patent ductus arteriosus). Bising ini
juga terdengar seperti suara mesin sehingga dikenal juga dengan nama machinery
murmur.
Punktum maksimum bising jantung harus ditentukan, dimana bising tersebut paling
kuat terdengar. Apakah di daerah Aorta, pulmonal, mitral atau tricuspid.
Setelah punktum maksimum didapat, kemudian tentukan penjalaran bising tersebut.
Pada kasus insufisiensi mitral, punktum maksimum bising sistolik di area mitral
dengan penjalaran ke lateral bahkan sampai ke punggung.
Kemudian tentukan derajat intesitas murmur
Derajat 1: murmur terdengar samar-samar
Derajat 2: terdengar halus
Derajat 3: terdengar jelas, agak keras

Derajat 4: terdengar keras


Derajat 5: terdengar sangat keras
Derajat 6: sudah terdengar meskipun stetoskop belum ditempel di dinding dada
4. Hepatomegali
Kongesti vena akibat gagal jantung, dapat menyebabkan kongesti hati (hepatomegali)
sehingga hati dapat diraba.
Cara melakukan palpasi hati sebagai berikut.
Posisi pasien tidur terlentang, posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien
Kedua tungkai pasien ditekuk, supaya dinding perut menjadi lemas
Letakkan jari tangan kanan pemeriksa (jari II, III dan IV) pada dinding perut
penderita di bawah arkus kosta kanan
Lakukan tekanan ringan, seraya penderita diminta untuk inspirasi.
Jika hati membesar , pada saat inspirasi hati akan bergerak ke bawah dan
menyentuh jari pemeriksa.
Normal: hati tidak dapat diraba.
Jika teraba tentukan lokasinya, lakukan pengukuran (dalam sentimeter atau berapa
jari jaraknya) dari arkus kosta untuk lobus kanan dan dari prosesus xifoideus untuk
lobus kiri.
5. Edema perifer
Pada gagal jantung kanan atau gagal jantung kongestif (biventrikuler) terjadi
penimbunan cairan akibat bendungan vena di perifer.
Pitting edema dimaksudkan jika jari ditekan pada kulit yang edema menimbulkan
lekukan pada kulit dan jaringan subkutan yang tidak segera kembali setelah tekanan
dihilangkan. Jika penderita tidur terlentang maka pitting edema ini timbul di daerah
sakral.
6. Sianosis
Yaitu warna biru pada kulit, akibat darah banyak mengandung reduced-Hb red Hb.
Sianosis umum : sianosis sentral, misalnya pada sianosis pulmonal (PPOK) dan sianosis
kardial (penyakit jantung congenital)
Sianosis lokal : sianosis perifer, biasanya disebabkan oleh karena sirkulasi perifer yang
buruk.
Sianosis vera : sianosis yang disebabkan oleh meningkatnya red-Hb
Sianosis spuria : sianosis yang disebabkan meningkatnya sulf-Hb atau met-Hb

Anda mungkin juga menyukai