Anda di halaman 1dari 7

Khie Chen, Herdiman T.

Pohan, Robert Sinto

Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak. Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Sampai
saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian
akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005)
terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%
(2007).4-5
Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti.6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

31

Pendahuluan

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini,
infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh
World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada
tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4-5
Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan
dan penyebaran kasus DBD, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi.4
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping
pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuan
menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai
saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama
dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran
klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang


disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk

Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009

DBD.7 DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.

Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus Dengue8

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut


(gambar 1):5
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri
kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan
pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang
sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi
dan waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi


dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous
infection theory) dan hipotesis immune enhancement.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan


perdaran lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder9

Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,


1977 (gambar 2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,
menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan
titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi
limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue.
Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
4

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah


dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan
peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya
cairan dalam rongga serosa.9,10
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan
secara
tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus
lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan
dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai
tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9,10

Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua


hal ini terpenuhi:2,5,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,5,9
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.

Gambar 3. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997)5

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari
ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke
3 demam.5
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain
yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik
melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi
molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai
baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari
1-2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan
ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan
deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse
transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR
memberikan
hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif
semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.
Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat
sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi
primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi
sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.11
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen
nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di
permukaan
sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam

Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009

berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1


dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan
mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat
terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue
atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.
Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan
deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.11
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan
lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma
hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks.
Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
USG.5,9

Gambar 4. Penanganan tersangka DBD tanpa syok5

Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen
darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi
cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga
6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap
dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan
cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites
yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat)
dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi
yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa
parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena
berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna
bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen
utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar
4).
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di
ruang rawat (gambar 5).
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (gambar 6).
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD
dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
(gambar 7).

Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat5

Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009

yang akan diberikan. Karena


tujuan terapi cairan adalah
untuk mengganti kehilangan
cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid
(ringer laktat, ringer asetat,
cairan salin) maupun koloid
dapat diberikan. WHO menganjurkan
terapi
kristaloid
sebagai cairan standar pada
terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid
lebih mudah didapat dan lebih
murah. Jenis cairan yang ideal
yang sebenarnya dibutuhkan
dalam penatalaksanaan antara
lain memiliki sifat bertahan
lama di intravaskular, aman
dan relatif mudah diekskresi,
tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek
alergi yang minimal.1-3
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping
yang dilaporkan terkait dengan
penggunaan
kristaloid
adalah edema, asidosis laktat,
instabilitas hemodinamik dan
hemokonsentrasi.12,13
Kristaloid memiliki waktu bertahan
6

Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan
khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama
adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan

yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg
BB) akan menyebabkan efek
penambahan volume vaskular
hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan
ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut
dalam waktu satu jam hanya
5 ml yang tetap berada dalam
ruang intravaskular dan 15
ml masuk ke dalam ruang interstisial.14 Namun demikian,
dalam aplikasinya terdapat
beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain
mudah tersedia dengan harga
terjangkau, komposisi yang
menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam
temperatur ruang, dan bebas
dari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16
Dibandingkan cairan
kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu:
pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume
plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu
lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan
koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik
terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan

Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009

modinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus

Dibandingkan cairan kristaloid,


cairan
koloid
memiliki
beberapa
keunggulan
yaitu:
pada
jumlah
volume yang sama akan
didapatkan ekspansi volume
plasma (intravaskular) yang
lebih besar dan bertahan untuk
waktu lebih lama di ruang
intravaskular. Dengan
kelebihan
ini, diharapkan koloid
memberikan oksigenasi jaringan lebih
baik dan hemodinamik
terjaga
lebih stabil.
dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan
biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).15,16 Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid pada
sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter
stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan
hasil sebanding pada kedua jenis cairan. 17,18 Sebuah penelitian lain
yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai
dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya
kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut
masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan
diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk
mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma
yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000
ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan
hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun
demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah
cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.
Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien,
stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi he-

Anda mungkin juga menyukai

  • Arif CKD
    Arif CKD
    Dokumen14 halaman
    Arif CKD
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik Kadiovaskuler
    Pemeriksaan Fisik Kadiovaskuler
    Dokumen4 halaman
    Pemeriksaan Fisik Kadiovaskuler
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Multiple
    Fraktur Multiple
    Dokumen9 halaman
    Fraktur Multiple
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • HHD Dislipidemia
    HHD Dislipidemia
    Dokumen18 halaman
    HHD Dislipidemia
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Hipertensi
    Penatalaksanaan Hipertensi
    Dokumen41 halaman
    Penatalaksanaan Hipertensi
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkhial
    Asma Bronkhial
    Dokumen4 halaman
    Asma Bronkhial
    Arief Aqshal Hadi
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen3 halaman
    PPOK
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Patogenesa Dari TB Paru
    Patogenesa Dari TB Paru
    Dokumen1 halaman
    Patogenesa Dari TB Paru
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • RHD
    RHD
    Dokumen2 halaman
    RHD
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • EDEMA
    EDEMA
    Dokumen1 halaman
    EDEMA
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • He Mot Horaks
    He Mot Horaks
    Dokumen1 halaman
    He Mot Horaks
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • EDEMA
    EDEMA
    Dokumen1 halaman
    EDEMA
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Hepatoma
    Hepatoma
    Dokumen2 halaman
    Hepatoma
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Abses Hepar
    Abses Hepar
    Dokumen1 halaman
    Abses Hepar
    Dian DW Spoofer
    Belum ada peringkat
  • Status PDL
    Status PDL
    Dokumen14 halaman
    Status PDL
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Case Bronchiolitis
    Case Bronchiolitis
    Dokumen5 halaman
    Case Bronchiolitis
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Multiple
    Fraktur Multiple
    Dokumen9 halaman
    Fraktur Multiple
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Kasus Marasmus
    Kasus Marasmus
    Dokumen19 halaman
    Kasus Marasmus
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Trauma Kapitis
    Trauma Kapitis
    Dokumen10 halaman
    Trauma Kapitis
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Gagal Jantung Kongestif
    Gagal Jantung Kongestif
    Dokumen24 halaman
    Gagal Jantung Kongestif
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Alergi Susu
    Alergi Susu
    Dokumen44 halaman
    Alergi Susu
    hendra_kurniawan_7
    Belum ada peringkat
  • Fisio 2 Els
    Fisio 2 Els
    Dokumen9 halaman
    Fisio 2 Els
    Jordy Voundation
    Belum ada peringkat
  • 1 Menit
    1 Menit
    Dokumen59 halaman
    1 Menit
    Andika Putra S
    Belum ada peringkat