Anda di halaman 1dari 12

BAB 3

GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi,


struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan
prasarana yang terdapat di wilayah studi. Bab ini bertujuan untuk memberikan
pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi wilayah studi yang berpengaruh
terhadap sektor perindustrian di Kota Batam.

3.1

Gambaran Fisik Wilayah


Kota Batam yang terletak di Pulau Batam secara geografis mempunyai

kedudukan yang strategis sebagai salah satu wilayah Indonesia yang paling dekat
dari negara tetangga, yakni berjarak 12,5 mil laut dari Singapura dan 15,6 mil laut
dari Malaysia. Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam
2004-2014, luas keseluruhan wilayah darat dan laut Kota Batam mencapai 3.990
Km2 dan memiliki batas wilayah meliputi:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Singapura;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Senayang Kabupaten
Kepulauan Riau;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Karimun dan Kecamatan
Moro Kabupaten Karimun; dan
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten
Kepulauan Riau.

Kota Batam pada awalnya merupakan Kotamadya Administratif yang


termasuk didalam wewenang wilayah administratif Provinsi Riau. Namun sejak
dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah serta didukung dengan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kota Batam maka status administratif Kota Batam saat ini berubah
menjadi Daerah Otonomi Kota Batam.

29

30

Dengan adanya keuntungan geografis yang dimiliki oleh Kota Batam


berupa letaknya yang berdekatan dengan negara tetangga yakni Singapura dan
Malaysia, serta didukung dengan status administrasi daerah otonomi, maka hal ini
akan mempermudah dalam terjadinya interaksi impor ekspor barang dan jasa
lintas negara diantara ketiga negara tersebut (Indonesia-Malaysia-Singapura)
terutama didalam sektor perindustrian.
Keuntungan geografis yang dimiliki oleh Pulau Batam ini pernah dibahas
dalam penelitian Triantoro (1996) yang mendapat temuan bahwa perkembangan
perekonomian Singapura berbanding lurus dengan perkembangan wilayah Kota
Batam, meskipun pengaruh tersebut bersifat tidak langsung. Hal ini semakin
menguatkan argumentasi mengenai keuntungan geografis yang dimiliki oleh
Pulau Batam.
Wilayah Kota Batam memiliki topografi lahan yang relatif datar dengan
sedikit variasi perbukitan di tengah Pulau Batam. Kondisi ini sesuai dengan jenis
peruntukan guna lahan yang diprioritaskan pada Kota Batam yakni kegiatan
perkotaan. Variasi kemiringan tanah di Kota Batam terdiri dari:
1. Kemiringan 0-3% terdapat di pesisir pantai Teluk Senimba, Teluk
Jodoh, Teluk Tering dan Teluk Duriangkang;
2. Kemiringan 3-10% terdapat di hampir seluruh wilayah Kota Batam;
3. Kemiringan 10-20% terdapat di daerah kaki bukit dibagian tengah
Kota Batam;
4. Kemiringan 20-40% terdapat pada jalur sempit disepanjang bukit
Dangas Pancur dan Bukit Senyum; dan
5. Kemiringan diatas 40% terdapat disepanjang bukit Dangas Pancur.

Bila dilihat dari topografi lahannya, sebagian besar wilayah di Kota Batam
memiliki kemiringan 3-10%, dimana kemiringan lahan seperti ini cocok untuk
dimanfaatkan sebagai guna lahan perkotaan dengan sub guna lahan industri,
pariwisata, perumahan dan hutan konversi. Lahan dengan kemiringan 10-20%
sebenarnya masih cukup potensial untuk dikembangkan bagi beberapa guna lahan

31

tertentu namun membutuhkan proses cut and fill yang cukup signifikan,
sedangkan lahan dengan kemiringan diatas 20% kurang potensial untuk
dikembangkan karena membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar.

3.2

Gambaran Sosial Ekonomi


Penduduk Kota Batam berdasarkan pencatatan tahun 2006 adalah sebesar

713.960 jiwa yang terdiri dari 347.575 jiwa penduduk laki-laki dan 366.385 jiwa
penduduk perempuan serta memiliki sex ratio sebesar 94,87 dengan laju
pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2001-2006 sebesar 6,36 persen (lihat
gambar 3.1). Jumlah penduduk Kota Batam tersebut tersebar secara tidak merata
pada 12 kecamatan dengan konsentrasi penduduk tertinggi berada di Kecamatan
Sagulung dengan 112.277 jiwa dan konsentrasi penduduk terendah berada di
Kecamatan Bulang dengan 8.766 jiwa.

GAMBAR 3.1
PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA BATAM TAHUN 2001-2006
800000
700000
600000
500000

Laki-laki

400000

Perempuan

300000

Jumlah

200000
100000
0
2001

2002

2003

2004

2005

2006

Sumber: Batam dalam Angka, 2007

Kualitas penduduk Kota Batam sendiri dapat dikatakan baik, dan hal ini
mendukung pertumbuhan dan perkembangan Kota Batam secara umum. Salah
satu indikator kualitas penduduk Kota Batam yang baik adalah semakin
meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Batam. IPM merupakan
sebuah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yakni indeks

32

pendidikan yang menggambarkan tingkat pendidikan serta kemampuan akademik


dan keterampilan, indeks harapan hidup yang menggambarkan tingkat kesehatan
masyarakat, dan indeks kemampuan daya beli yang menggambarkan kemampuan
finansial (ukuran pendapatan). IPM Kota Batam pada tahun 2005 mencapai angka
76,5 poin dan telah mengalami peningkatan dari IPM tahun 1999 yakni 70,9 poin.
Peningkatan IPM ini terutama didorong oleh tingginya indeks pendidikan dan
membaiknya indeks kemampuan daya beli, sebagaimana terlihat pada gambar 3.2
dibawah ini.

GAMBAR 3.2
IPM KOTA BATAM TAHUN 1999-2005
100

90
Indeks Harapan Hidup
Indeks Pendidikan

80
Indeks Daya Beli
IPM

70

60
1999

2002

2004

2005

Sumber: Pengolahan data, 2009

Kuantitas dan kualitas penduduk di Kota Batam memiliki hubungan


dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia bagi berbagai sektor perkerjaan yang
tersedia, terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan jumlah tenaga kerja.
Tenaga kerja yang dimaksudkan disini adalah jumlah penduduk dalam golongan
usia kerja yakni golongan usia 15-54 tahun. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk
tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang tersedia di Kota Batam tercatat sebesar
408.193 jiwa, atau sebanding dengan 57 persen dari jumlah keseluruhan penduduk
Kota Batam.

33

Bila dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan, mayoritas


tenaga kerja yang tersedia (46,6%) merupakan lulusan SMA, disusul dengan
lulusan SMP (13,4%), lulusan Perguruan Tinggi (5,2%), sedangkan 34,8% sisanya
belum tercatat. Kondisi ketenagakerjaan ini memiliki potensi yang cukup baik bila
dilihat dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas tenaga kerja yang tersedia,
serta dapat dikatakan cocok bagi pemenuhan tenaga kerja sektor industri dimana
mayoritas membutuhkan tenaga kerja dengan latar pendidikan SMA dan sederajat.

Tabel III-1
JUMLAH TENAGA KERJA DI KOTA BATAM
MENURUT SEKTOR EKONOMI TAHUN 2006
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah
No
Sektor
Perusahaan
WNI
WNA
1 Pertanian
24
2.010
2 Pertambangan
24
730
16
3 Industri
839
192.787
3.260
4 Listrik, Gas dan Air
14
1.262
4
5 Bangunan
602
20.719
7
6 Perdagangan dan Hotel
824
19.624
92
7 Pengangkutan dan Komunikasi
167
3.062
31
8 Keuangan
121
3.476
7
9 Jasa-jasa
291
8.997
47
Jumlah
2.906
252.667
3.464
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, 2006

Sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling banyak berdasarkan


pencatatan Disnaker Kota Batam adalah sektor industri (lihat tabel III-1). Dari
keseluruhan 839 industri yang berada di Kota Batam dapat menyerap 192.787
tenaga kerja atau setara dengan 76 persen dari total penyerapan tenaga kerja.
Sedangkan sektor lain yang turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja
adalah sektor bangunan (8 persen) dan sektor perdagangan dan hotel (7 persen).
Sektor bangunan yang umumnya terdiri dari kegiatan konstruksi (termasuk
konstruksi bangunan komersial seperti pusat perbelanjaan, hotel, resor wisata, dan
lain sebagainya) dan sektor pendukung pariwisata (sektor perdagangan dan hotel)
merupakan sektor yang cukup berkembang di Kota Batam. Hal ini dikarenakan

34

pesatnya pengembangan fisik Kota Batam serta didukung pula oleh semakin
terkenalnya objek wisata yang berada di Kota Batam sehingga menarik minat
wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke Kota Batam.
Selain berperan dalam penyerapan tenaga kerja, sektor industri juga
memegang peranan penting dalam distribusi PDRB Kota Batam, dimana pada
tahun 2004-2006 sekitar persen pendapatan domestik yang diterima oleh Kota
Batam merupakan hasil kontribusi dari sektor industri (lihat tabel III-2). Sesuai
dengan penyerapan tenaga kerjanya, sektor perdagangan dan hotel juga
menyumbang pendapatan yang cukup besar bagi Kota Batam, mencapai rata-rata
23 persen dari total pendapatan Kota Batam. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
perdagangan dan hotel telah berkembang dengan baik dan memiliki potensi
pengembangan yang cukup besar. Menarik untuk dicermati bahwa bertolak
belakang dengan penyerapan tenaga kerjanya, sektor bangunan sebagai sektor
ketiga terbesar dalam penyerapan tenaga kerja menyumbangkan pendapatan yang
cukup kecil (sekitar 2 persen) sehingga kurang signifikan pengaruhnya terhadap
penerimaan domestik Kota Batam. Hal ini menunjukkan rendahnya nilai tambah
yang dapat dihasilkan oleh sektor bangunan yang ada di Kota Batam.

Tabel III-2
PERSENTASE DISTRIBUSI PDRB KOTA BATAM TAHUN 2004-2006
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000
No
Sektor
2004
2005
2006
1
Pertanian
1,45
1,48
1,38
2
Pertambangan
0,32
0,32
0,31
3
Industri
63,30 63,20 63,32
4
Listrik, Gas dan Air
0,26
0,26
0,25
5
Bangunan
2,09
1,98
1,88
6
Perdagangan dan Hotel
22,83 23,04 23,50
7
Pengangkutan dan Komunikasi
2,86
2,94
2,90
8
Keuangan
5,55
5,47
5,18
9
Jasa-jasa
1,34
1,31
1,27
Jumlah
100,00 100,00 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007

35

3.3

Struktur Industri Wilayah


Kota Batam memiliki kinerja ekonomi yang sangat baik dan hal ini

ditunjukkan pada tahun 1998 dimana ketika krisis ekonomi menghantam


pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka minus 13,1%, nyatanya
pertumbuhan ekonomi Kota Batam tetap tumbuh diatas 3%. Bahkan dalam kurun
waktu 2002-2005 pertumbuhan ekonomi Kota Batam tumbuh diatas 7%. Hal ini
terutama disebabkan oleh dukungan industri manufaktur, industri elektronika,
investasi asing, dan aktivitas ekonomi yang berorientasi ekspor (Kuncoro, 2005).
Kegiatan industri yang berpotensi untuk dikembangkan di Kota Batam
harus memenuhi ketentuan Negative List, yaitu melarang pendirian industri yang
membutuhkan lahan dengan jumlah besar dikarenakan terbatasnya lahan di Kota
Batam, serta harus pula memenuhi Keputusan Ketua OPDIP Batam No. 045/APKPTS/IV/1990 yang mengatur jenis industri yang tidak dipromosikan di Kota
Batam. Menurut kedua ketentuan tersebut, maka jenis industri yang tidak
dianjurkan dikembangkan di Kota Batam, meliputi industri padat lahan, industri
padat karya, industri tekstil, industri kimia, dan industri perabotan dari rotan dan
kayu. Sedangkan jenis industri yang direkomendasikan untuk dikembangkan di
Kota Batam harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Berorientasi ekspor;
2. Menggunakan teknologi menengah sampai tinggi;
3. Intensif (padat) modal;
4. Menggunakan tenaga ahli;
5. Tingkat konsumsi air yang rendah; dan
6. Tidak menyebabkan polusi.
Kebijakan Pemerintah Kota Batam yang mengedepankan pengembangan
sektor industri berpengaruh pada pertumbuhan jumlah industri. Pada tahun 2006,
golongan industri besar yakni industri yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau
lebih mengalami peningkatan menjadi 148 perusahaan dari tahun 2005 yang
berjumlah 132 perusahaan. Sedangkan golongan industri sedang yakni industri
dengan tenaga kerja antara 20-99 orang pada tahun 2006 hanya mengalami sedikit

36

peningkatan menjadi 73 perusahaan dibandingkan tahun 2005 yang berjumlah 70


perusahaan (lihat tabel III-3). Perkembangan jumlah industri ini sejalan dengan
ketentuan Negative List dimana tidak ada industri kayu serta sedikitnya industri
barang galian bukan logam di Kota Batam. Penyimpangan terhadap Negative List
sendiri dapat ditemukan pada banyaknya industri kimia, minyak bumi, dan batu
bara di Kota Batam, namun hal ini mungkin dikarenakan karena industri-industri
tersebut dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar.

Tabel III-3
BANYAKNYA TENAGA KERJA KOTA BATAM
MENURUT SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2006
Industri Besar
Industri Sedang
Jenis Industri
Perusahaan
T.K.
Perusahaan T.K.
Makanan, minuman, dan
tembakau
Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit
Kayu dan Barang dari Kayu
Kertas dan Barang dari Kertas
Kimia, Minyak Bumi, dan Batu
Bara
Barang Galian Bukan Logam
Barang dari Logam
Lain-lain
Jumlah

109

9
5

2.382
2.425

6
7

315
462

26

9.036

14

660

2
791
97 86.598
4
1.392
143 102.624

4
37
1
73

102
2.154
23
3.825

Sumber: Batam dalam Angka 2007

3.4

Gambaran Sarana dan Prasarana


Perkembangan sektor industri yang pesat di Kota Batam tidak terlepas dari

dukungan yang diberikan oleh sektor-sektor lainnya diluar sektor penduduk dan
tenaga kerja yang telah dibahas sebelumnya, diantaranya sektor energi, sektor
sarana prasarana transportasi, dan sektor kebijakan pemerintah. Sektor energi
yang meliputi penyediaan listrik dan air bersih merupakan sektor yang berperan
penting dalam pengembangan sektor perindustrian di Kota Batam. Hal ini
berkaitan dengan posisi geografis Kota Batam yang dikelilingi oleh lautan dan
memiliki jarak yang cukup jauh dari wilayah Indonesia lainnya, sehingga kondisi

37

ini menyebabkan Kota Batam tidak dapat meminta bantuan energi dari daerah
lainnya dalam bentuk sambungan energi antar kota sehingga penyediaan energi di
Kota Batam harus disediakan secara mandiri. Hal ini menjadikan sektor energi di
Kota Batam menjadi sebuah sektor yang penting bagi perkembangan sektor
perindustrian.
Kondisi ketersediaan energi di Kota Batam saat ini adalah PT. PLN Batam
dapat membangkitkan listrik sebesar 1.094,2 MWh, serta PT. ATB Batam sebagai
dapat menyediakan pengolahan air bersih sebesar 2.115 liter/detik. Energi listrik
dan air yang tersedia didistribusikan pada tiga golongan pelanggan utama, yakni
golongan rumah tangga, industri dan usaha, serta umum (lihat tabel III-4). Pada
pendistribusian energi air dan listrik ini terdapat hal yang menarik, dimana sektor
industri dan usaha merupakan pengguna energi listrik terbesar (62,6% dari total
distribusi listrik) sekaligus sebagai pengguna energi air terkecil (13,44% dari total
distribusi air). Hal ini kemungkinan terkait dengan kebijakan Negative List bagi
industri yang didorong untuk dikembangkan di Kota Batam, yakni industri dengan
tingkat konsumsi air yang rendah dan menggunakan teknologi tinggi (yang
kemungkinan dalam pengoperasian mesin industri berteknologi tinggi tersebut
mengkonsumsi energi listrik dalam jumlah besar).

Tabel III-4
PERSENTASE PENDISTRIBUSIAN ENERGI LISTRIK
DAN AIR BERSIH DI KOTA BATAM TAHUN 2005
Distribusi
Distribusi
Jenis Pelanggan
Listrik
Air Bersih
Rumah Tangga
29.16%
70,43%
Industri dan Usaha
62,6%
13,44%
Umum
8,24%
16,13%
Sumber: Pengolahan data, 2009

Sektor sarana dan prasarana transportasi terutama transportasi darat dan


laut memiliki kaitan dengan sektor industri dikarenakan keberlangsungan kegiatan
lalu lintas bahan baku dan barang jadi bagi kebutuhan sektor industri menuntut
tersedianya jaringan transportasi baik yang dapat menjamin kemudahan lalu lintas

38

dari maupun keluar Kota Batam. Dalam kegiatan lalu lintas ini, transportasi udara
dianggap kurang kompeten dikarenakan tarif transportasi yang cukup mahal bila
dibandingkan dengan transportasi darat dan laut sehingga moda transportasi udara
ini kurang memiliki pengaruh terhadap sektor perindustrian.
Kondisi dukungan sektor transportasi darat dapat terlihat dari pertumbuhan
panjang jalan yang ada dimana pada tahun 2006 mencapai panjang 1.087,78 km
atau mengalami pertambahan panjang jalan rata-rata 46,8 km dari tahun 20012006 (lihat tabel III-5). Pertumbuhan panjang jalan ini tentunya akan semakin
mempermudah transportasi di Kota Batam, namun kondisi ini masih terkendala
oleh semakin banyaknya jalan yang berada dalam kondisi rusak dan rusak berat.
Hal ini masih ditambah dengan terjadinya stagnansi dalam penyediaan jalan kelas
arteri (kelas I) dimana diperkirakan kelas jalan ini akan lebih sering digunakan
oleh transportasi bagi kebutuhan sektor industri.

Tabel III-5
PERKEMBANGAN KONDISI DAN KELAS JALAN
KOTA BATAM TAHUN 2001-2006 (DALAM KM)
Tahun
Deskripsi
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Kondisi Jalan
Baik
651,40 714,64 778,74 788,64
795,42
805,99
Sedang
101,70 109,7 110,47 110,47
144,32
148,46
Rusak
51,16 41,16 41,16 41,16
79,48
68,92
Rusak Berat
- 10,00 20,70 26,00
64,42
64,42
Jumlah
807,26 875,50 951,07 966,27 1.083,64 1.087,78
Kelas Jalan
Arteri (I)
238,54 250,54 260,90 260,90
260,90
260,90
Kolektor (II)
124,40 124,40 138,05 138,05
138,05
138,05
Lokal (III)
444,32 500,56 552,12 567,32
684,69
688,83
Jumlah
807,26 875,50 951,07 966,27 1.083,64 1.087,78
Sumber: Batam dalam Angka, 2007

Kondisi dukungan sektor transportasi laut saat ini di Kota Batam adalah
tersedianya tujuh buah pelabuhan dimana empat pelabuhan merupakan pelabuhan
penumpang bertaraf internasional sedangkan tiga pelabuhan lainnya difokuskan
sebagai pelabuhan barang. Arus barang yang melalui pelabuhan di Kota Batam

39

pada tahun 2005 berjumlah 2.665.129 Ton sedangkan arus peti kemas pada tahun
yang sama berjumlah 199.187 TEUs (Twenty Foot Equivalent Units/Satuan
Ukuran Kontainer). Untuk mengetahui kondisi dan proyeksi pengembangan
pelabuhan barang di Kota Batam dapat dilihat pada tabel III-6.
Tabel III-6
KONDISI DAN PROYEKSI PENGEMBANGAN
PELABUHAN BARANG DI KOTA BATAM TAHUN 2006-2016
Batu Ampar
Sekupang
Kabil
Deskripsi
Kondisi Proyeksi Kondisi Proyeksi Kondisi Proyeksi
Kapasitas
sandar (DWT)
35.000
35.000 10.000
15.000 35.000
150.000
Panjang
pelabuhan (m)
1.250
3.500
177
1.200
420
5.500
Kedalaman
perairan (m)
14
14
9
12
13
18
Luas gudang
terbuka (m2)
214.000 900.000 116.100 143.600 100.000 2.500.000
Luas Gudang
Tertutup (m2)
19.500 208.950 42.240
92.000
1.890
100.000
Sumber: Pengolahan data, 2009

Kebijakan pemerintah Kota Batam dalam penyediaan sarana dan prasarana


sektor transportasi darat dan laut ini telah menggambarkan keseriusan pemerintah
dalam memberikan dukungan bagi perkembangan sektor perindustrian di Kota
Batam. Hanya saja, masih dibutuhkan dukungan yang lebih besar dalam sektor
transportasi darat dalam bentuk perbaikan jalan yang rusak serta penyediaan ruas
jalan arteri yang lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan transportasi bagi sektor
industri.
Kebijakan Pemerintah Kota Batam terhadap sektor perindustrian telah
dijabarkan dalam salah satu misi dari Kota Batam, yakni mengembangkan Kota
Batam sebagai kota pusat kegiatan industri, perdagangan, pariwisata, kelautan dan
alih kapal... dan dalam pelaksanaannya didukung pula oleh berbagai kebijakan
berupa Keputusan Presiden (Keppres), Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah
(Perda) dan lain sebagainya. Beberapa kebijakan yang penting dalam mendukung

40

pengembangan sektor industri di Kota Batam antara lain dapat dilihat pada tabel
III-7.

Tabel III-7
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI KOTA BATAM
Jenis Kebijakan
Isi Kebijakan
Keppres No. 74 Tahun Pembangunan Pulau Batam dengan membentuk Badan
1971
Pimpinan Daerah Industri
Keppres No. 41 Tahun Penetapan Pulau Batam sebagai daerah industri
1973
Keppres No. 33 Tahun Penetapan beberapa wilayah di Pulau Batam sebagai
1974
kawasan berikat (bonded warehouse)
Kepmenhub No.
Pengembangan lalu lintas perdagangan
KM.119/0/Phb/1977
Keppres No. 41 Tahun Penetapan keseluruhan Pulau Batam sebagai kawasan
1978
berikat (bonded warehouse)
Keppres No. 7 dan No. Penambahan wilayah lingkungan kerja daerah industri
56 Tahun 1984
Pulau Batam dan penetapan sebagai wilayah usaha
kawasan berikat (bonded warehouse)
Keputusan MPR
Rekomendasi perumusan UU yang menetapkan Batam
Nomor 5/MPR/2003
sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ)
MoU kerjasama SEZkerjasama SEZ-BBK (Special Economic Zone BatamBBK 2003
Bintan-Karimun) dengan IDR (Iskandar Development
Region, Malaysia)
PP No. 46 Tahun 2007 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam
Sumber: Pengolahan data, 2009

Anda mungkin juga menyukai