Abstracts
The objective of the research is to recognize the effects of the General Allocation Fund
towards the Capital Expenditures and the Quality of Human Development (which is
measured by Human Development Index HDI). The sample of the research is 35
regencies/ municipalities in Central Java. The data used is the secondary data of the
Regional Revenues and Expenditures Budget of regional government of regencies/
municipalities in Central Java, which includes Regional Expenditures Actual Report,
General Allocation Fund (DAU) and Human Development Index (HDI) in the fiscal
years of 2004-2006
The result of the research shows that the General Allocation Fund has positive effects on
the Capital Expenditures. This means that the Regional Government is highly dependant
on the disbursement of funds from the central government, especially the General
Allocation Fund for their expenditures, in particular their capital expenditures. These
expenditures are beneficial towards the Human Development Index, which means that the
Regional Capital Expenditures Allocation more greatly supports the development of the
regional welfare.
Key words: General Allocation Fund (DAU), Capital Expenditures, Human Development
Index (HDI)
Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan yang begitu luas bagi
daerah. Hal ini di satu sisi merupakan berkat, namun disisi lain sekaligus merupakan beban
yang pada saatnya nanti akan menuntut kesiapan daerah untuk dapat melaksanakannya.
Dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat, maka beberapa aspek harus
dipersiapkan, antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan
prasarana, serta organisasi dan manajemennya (Darumurti et.al.2003)
Kemampuan daerah dalam mengolah sumber daya yang dimiliki dapat dijadikan
sebagai sumber kekayaan bagi daerah. Pengelolaan daerah dapat menciptakan lapangan
kerja baru dan dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi, dan dapat menambah
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page1
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
pendapatan bagi daerah. Daerah otonom dapat memiliki pendapatan yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya secara efektif dan efisien dengan
memberikan pelayanan dan pembangunan. Tujuan pemberian otonomi daerah tidak lain
adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat,
pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah (Sidik et al,2002:54). Visi
otonomi dari sudut pandang ekonomi mempunyai tujuan akhir untuk membawa
masyarakat ketingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu (Syaukani
et.al., 2005).
Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat,
dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya, pemerintah
pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap kebijakan otonominya. Hal ini tidak
hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun
juga terlihat dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah (Simanjuntak, 2001).
Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer dana ini berupa
dana perimbangan. Dana perimbangan adalah pengeluaran alokatif anggaran pemerintah
pusat untuk pemerintah daerah yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah
(www.ksap.org). Kuncoro (2007) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu
membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Kemandirian bagi daerah
belum sepenuhnya terlaksana, karena mereka masih menggantungkan dengan adanya
aliran dana dari pemerintah pusat, khususnya DAU.
Berkaitan dengan hal itu, strategi alokasi belanja daerah memainkan peranan yang
tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah.
Page2
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
di
daerah
melalui
peningkatan
dalam penyusunan
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page3
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page4
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
(fiscal capacity) yang merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Belanja Modal
Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan
aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan
aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap
lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan
membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan membeli.
Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun
sendiri atau membeli.
Menurut Halim (2001), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan
menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Munir (2003:36) juga
menyatakan hal senada, bahwa belanja modal memiliki karakteristik spesifik dan
menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset
tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang
akan datang (Bland & Nunn, 1992).
Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal adalah
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah
aset tetap / inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Kualitas Pembangunan Manusia
Hakekat
pembangunan
pada
dasarnya
adalah
pembangunan
manusia
pendidikan,
maupun
aspek
ekonomi.
IPM
juga
digunakan
untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page5
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi
terhadap kualitas hidup (UNDP, 1996).
IPM mulai digunakan oleh UNDP sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya
pencapaian pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indikator komposit
tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah
dilakukan di suatu wilayah (UNDP, 2004). Walaupun tidak dapat mengukur semua
dimensi dari pembangunan, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan
manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities)
penduduk.
IPM merupakan gabungan dari tiga unsur utama pembangunan manusia, yaitu
lamanya hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) yang diukur oleh tingkat melek orang
dewasa (dengan timbangan dua pertiga) serta rata-rata tahun bersekolah (timbangan : satu
pertiga), standar hidup layak (standard of living) yang diukur oleh PDB per kapita setelah
disesuaikan
dengan
paritas
daya
beli
(purchasing
power
parity
/PPP)
(www.cifor.cgiar.org).
Pembangunan manusia yang dimaksudkan dalam IPM tidak sama dengan
pengembangan sumber daya manusia yang biasanya dimaksudkan dalam teori ekonomi.
Sumber daya manusia menunjuk pada manusia sebagai salah satu faktor produksi, yaitu
sebagai tenaga kerja yang produktivitasnya harus ditingkatkan. Dalam hal ini manusia
hanya sebagai alat (input) untuk mencapai tujuan yaitu peningkatan output barang dan jasa.
Sedangkan manusia di dalam IPM lebih diartikan sebagai tujuan pembangunan yang
berorientasi akhirnya pada peningkatan kesejahteraan manusia (Gevisioner, 2004).
Salah satu ukuran IPM adalah besarnya pendapatan nasional yang digunakan untuk
belanja pendidikan (Kuncoro, 2004). Untuk meningkatkan IPM khususnya dalam bidang
pendidikan, caranya dengan memberantas buta aksara. Hal ini akan menjadikan
masyarakat menjadi melek aksara. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan
manusia terdapat empat hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu produktifitas,
pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan (UNDP, 1995:12).
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari pertumbuhan ekonomi
(Saragih, 2005). Kenaikan PAD dapat berpengaruh terhadap jumlah DAU yang ditransfer
dari pemerintah pusat. Sejak diterapkannya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page6
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
mengharapkan daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya
mengandalkan DAU. Dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena karena
kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et al,
2002).
Setiap transfer DAU yang diterima daerah akan ditujukan untuk belanja pemerintah
daerah,maka tidak jarang apabila pemerintah daerah menetapkan rencana daerah secara
pesimis dan rencana belanja cenderung optimis supaya transfer DAU yang diterima daerah
lebih besar (http://www.Balipost.co.id).
Dalam penelitiannya Holtz-Eakin et al (1994) menunjukkan adanya keterkaitan
sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja modal. Pada studi yang
dilakukan oleh legrenzi & Milas (2001) dalam Abdullah dan Halim (2003) menemukan
bukti empiris bahwasanya dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja
modal dan pengurangan jumlah transfer dapat menyebabkan penurunan dalam pengeluaran
belanja modal.
Penelitian Abdullah dan Halim (2003), menunjukkan kecenderungan yang sama
dimana daerah lebih mengandalkan penerimaan DAU daripada PAD untuk kepentingan
pembiayaan daerah. Perilaku belanja daerah lebih ditentukan oleh besar-kecilnya DAU
daripada PAD. Prakoso (2004) serta Harianto dan Adi (2007) memberikan fakta empirik
yang sama dimana DAU mempunyai pengaruh positif terhadap belanja modal pemerintah
daerah
Berbagai pemaparan ini menunjukkan bahwa besarnya Dana Alokasi Umum
(DAU) akan memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan Belanja Modal. Dengan
demikian hipotesis yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1 (H1) : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.
Pengaruh Belanja Modal terhadap Kualitas Pembangunan Manusia
Dengan total penerimaan daerah yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya
dan juga bantuan dari pemerintah yang berupa DAU, maka alokasi dana untuk
mensejahterakan masyarakat juga akan semakin baik. Pengalokasian dana belanja modal
untuk kesejahteraan khususnya di bidang pendidikan, diharapkan lebih besar untuk
kemajuan daerah dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Belanja modal ni dapat berupa
pembangunan gedung, sarana dan prasarana yang memadai untuk kenyamanan bersekolah.
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page7
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
Jadi, yang dipikirkan saat ini bukan hanya alokasi tinggi bagi kemajuan bangsa
yang dilihat dari kekayaan, melainkan juga pengalokasian dana yang lebih tinggi bagi
belanja untuk peningkatan kesejahteraan. Saat ini yang terjadi, belanja modal total untuk
gedung, peralatan dan kenderaan bermotor meliputi lebih dari setengah total belanja modal
pemerintah daerah secara keseluruhan (World Bank, 2006).
Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh PAD masing-masing daerah, serta berapa
banyak sektor yang harus dibiayai oleh Pemkot / Pemda. Daerah yang PAD-nya tinggi
mungkin akan bisa merealisasikan anggaran minimal 20% dari APBD untuk belanja modal
dalam peningkatan aset untuk masyarakat. Sementara daerah yang PAD nya kecil atau
bahkan tidak ada sumber pendapatan yang bisa diandalkan akan merasa terbebani.
Kemajuan dalam pendidikan juga akan meningkatkan kualitas manusia. Dalam UU No. 20
Th 2003, Bab XIII tentang Pendanaan Pendidikan pasal 46 ayat 1 dinyatakan bahwa
pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan masyarakat.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM didasarkan kepada
pemikiran bahwa pendidikan tidak sekedar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk
dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu upaya
pembangunan watak bangsa (national character building) seperti kejujuran, keadilan,
keikhlasan, kesederhanaan dan keteladanan. Penggunaan indikator kesejahteraan yang
komprehensif dan akomodatif terhadap konsepsi pembangunan yang berkelanjutan sangat
penting. Arah kebijakan peningkatan, perluasan dan pemerataan pendidikan untuk belanja
modal dilaksanakan melalui antara lain; penyediaan fasilitas layanan pendidikan berupa
pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas dan penyediaan fasilitas
Kemajuan pendidikan ini dilihat dari indikator: dapat membaca dan menulis, penduduk
usia sekolah, penduduk masih sekolah, sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi
murni, dan tamat sekolah (Badan Pusat Statistik, 2006).
Sedangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan dasar kesehatan dan pemerataan
pembangunan di bidang kesehatan, fokus kegiatan akan ditekankan pada: (i) peningkatan
akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama bagi
masyarakat miskin; (ii) peningkatan ketersediaan tenaga medis dan paramedis, terutama
untuk pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil dan tertinggal; (iii) pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular; (iv) penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk
pada ibu hamil, bayi dan anak balita; (v) peningkatan pemanfaatan obat generik esensial,
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page8
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
pengawasan obat, makanan dan keamanan pangan; serta (vi) revitalisasi program KB
(BPS, 2004).
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah harus
semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh karena itu,
alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan pelayanan ini.
Sejalan dengan peningkatan pelayanan ini (yang ditunjukkan dengan peningkatan belanja
modal) diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang diharapkan.
Berbagai pemaparan ini menunjukkan bahwa alokasi belanja modal akan
memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan demikian,
hipotesis yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut:
Hipotesis 2 (H2) : Belanja Modal berpengaruh terhadap Kualitas Pembangunan Manusia
Model Penelitian
Dari uraian di atas dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut:
DANA
ALOKASI
UMUM
H1
BELANJA
MODAL
H2
KUALITAS
PEMBANGUNAN
MANUSIA
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Sumber data di dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data anggaran dan
realisasi pendapatan daerah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 pada Kabupaten
dan Kota se-Jawa Tengah. Data pendapatan daerah ini berupa DAU, dan pengeluaran
daerah berupa belanja modal. Tahun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari
tahun 2004 sampai tahun 2006. Data penelitan diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Tengah secara online (download) dari situs resmi Data Statistik Indonesia
(http://www.datastatistik-indonesia.com).
Penelitian ini mengambil daerah penelitian kabupaten/kota di Jawa Tengah, dengan
data DAU, Belanja Modal, dan Human Development Index (HDI). Jumlah kabupaten dan
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page9
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
kota yang datanya memenuhi syarat untuk diteliti adalah 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa
Tengah.
Teknik Analisis
Dalam penelitian ini digunakan
Regresi =
1.
Y = a + bx
BM = a + b (DAU)
hipotesis 1
IPM = a + b (BM)
hipotesis 2
ANALISIS DATA
Statistik Diskriptif Variabel Penelitian
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa selama tahun 2004 sampai dengan 2006,
secara umum pemerintah daerah mendapatkan alokasi DAU yang semakin besar. Hal ini
menunjukkan adanya kebutuhan pembiayaan daerah yang semakin besar pula. Kebutuhan
ini meningkat tajam pada tahun 2006, yaitu sebesar 52% dari tahun sebelumnya. Kenaikan
tajam ini lebih disebabkan karena terjadi perubahan harga yang cukup besar pada tahun
2005, sehingga APBD daerah mengalami banyak penyesuaian. Hal ini bisa dilihat dari
alokasi belanja modal yang mengalami penurunan pada tahun 2005. Perubahan harga yang
cukup besar menyebabkan pemerintah perlu melakukan prioritasi kembali rencana
anggaran belanja modalnya. Untuk mengatasi persoalan ini, maka pada tahun berikutnya,
pemerintah pusat menaikkan pasokan DAU ke pemerintah daerah agar alokasi belanja
modal dapat lebih ditingkatkan (lihat tabel 1). Dari tabel 1 dapat diperoleh gambaran
bahwa alokasi belanja pemerintah sebagian besar digunakan untuk pembiayaan belanja
rutin; alokasi kebutuhan pembiayaan untuk belanja modal selama tahun 2004 2006 ratarata 18,19%, lebih dari 80% pembiayaan daerah digunakan untuk kebutuhan belanja rutin.
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page10
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
2004
2005
2006
Rerata
272.972.431,70
284.324.136,00
432.013.000,00
Minimum
Maksimum
Deviasi Standar
107.734.000,00
124.117.000,00
189.007.000,00
405.543.790,00
404.869.000,00
661.263.000,00
70.883.297,69
74.620.206,97
118.814.931,00
49.459.895,71
44.148.068,86
90.437.280
13.492.010,00
10.175.440,00
36.437.180,00
93.194.410,00
72.907.380,00
226.107.780,00
20.255.130,83
18.975.887,66
42.070.207,00
68,40
61.30
73,60
2,94
69,66
63,40
75,80
2,68
70,29
64,30
76,00
2,50
Rerata
Minimum
Maksimum
Deviasi Standar
Sumber : Data sekunder (diolah)
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
dapat
digunakan
untuk
mengukur
peningkatan IPM selama tahun 2004 2006. Bisa jadi hal ini mengindikasikan bahwa
sepanjang pemerintah tetap mempertahankan kualitas layanan publiknya, maka hal ini
dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat (yang dalam hal ini
ditunjukkan dengan naiknya nilai IPM)
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang diuji terdistribusi normal
atau tidak. Hasil pengujian ditunjukkan dalam tabel 2.
Tabel 2 : Hasil Pengujian Normalitas Data
Variabel
Signifikansi
Keterangan
0,487
Normal
Belanja Modal
0,000
Tidak Normal
0,777
Normal
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page11
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
IPM terbukti
berdistribusi normal (nilai signifikansi > 0,05). Belanja modal tidak berdistribusi normal,
namun demikian setelah dilakukan transformasi data dan dilakukan pengujian kembali,
dana belanja modal ini telah terdistribusi secara normal.
Pengujian Hipotesis dan Interpretasi Hasil
Hipotesis 1 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal
Analisis dengan menggunakan regresi sederhana menunjukkan nilai signifikasi
yang sangat kecil yaitu sebesar 0,002, dengan nilai t sebesar 3,23. Model regresi ini
memberikan fakta empirik bahwa besaran DAU yang diterima pemerintah kabupaten/kota
dapat digunakan untuk mempredikasi besarnya belanja modal. Hal ini berarti hipotesis 1
yang dikembangkan yang menyatakan bahwa dana alokasi umum mempunyai pengaruh
positif terhadap belanja modal dinyatakan diterima.
Tabel 3 : Regresi Sederhana Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Model Summary
Model
1
R
R Square
.304a
.092
Adjusted
R Square
.083
Std. Error of
the Estimate
.49403
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
DAU
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
17.107
.193
2.149E-09
.000
Standardized
Coefficients
Beta
.304
t
88.827
3.233
Sig.
.000
.002
Nilai adjusted R2 adalah sebesar 0,083, dalam hal ini dapat diartikan 8,3% belanja
modal dapat dijelaskan oleh DAU dan selebihnya dijelaskan oleh variabel lain. Hasil
pengujian ini konsisten temuan Prakoso (2004) serta Harianto dan Adi (2007) yang
menunjukkan bahwa dana alokasi umum berpengaruh secara positif terhadap belanja
modal. Nilai signifikasi yang sangat kecil (0,002) mengindikasikan ketergantungan
pemerintah daerah yang sangat tinggi terhadap DAU untuk kebutuhan pembelanjaan
daerah. Hal ini juga mendukung temuan Abdullah dan Halim (2003) yang menunjukkan
bahwa perilaku belanja daerah lebih banyak ditentukan oleh DAU daripada oleh PAD
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page12
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
Dengan demikian
Model
1
R
R Square
.672a
.452
Adjusted
R Square
.436
Std. Error of
the Estimate
1.88977
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
LN
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
150.055
15.276
-4.487
.860
Standardized
Coefficients
Beta
-.672
t
9.823
-5.220
Sig.
.000
.000
Belanja Modal untuk kesejahteraan masyarakat tidak bisa lepas dari kebijakan
pemerintahnya. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM didasarkan
kepada pemikiran bahwa pendidikan tidak sekedar menyiapkan peserta didik agar mampu
masuk dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu
upaya pembangunan watak bangsa (national character building) seperti kejujuran,
keadilan, keikhlasan, kesederhanaan dan keteladanan. Sehingga pendidikan merupakan
landasan untuk menjadikan masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Hasil penelitian ini sejalan dengan argumentasi Mardiasmo (2002) yang menyatakan
bahwa pemerintah daerah perlu untuk lebih mendekatkan diri pada berbagai pelayanan
dasar untuk masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah ini diharapkan dapat
memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan kualitas pembangunan manusia (yang
dalam penelitian ini diukur dengan IPM)
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page13
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page14
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sukriy dan Abdul Halim.2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi Kasus
Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi IV. Yogyakarta.
Abimanyu, Anggito. 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih.
Bapekki Depkeu
Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se
Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Bland, Robert L. and Samuel Nunn. 1992. The Impact of Capital Spending on Municipal
Operating Budgets. Public Budgeting & Finance. Vol. 12, No. 2: 32-47.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan. 2005. Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Pekalongan. Pekalongan.
Darumurti, Khrisna D.Umbu Rauta dan Daniel D. Kameo. 2003. Otonomi Daerah
Perkembangan pemikiran, Pengaturan dan Pelaksanaan, PT. Citra Aditya Bakti,
Jakarta.
Dewi, Adha. 2006. Kajian Penerapan Akuntansi Biaya pada Anggaran Belanja Daerah
Kota Singkawang. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Halim, Abdul. 2001.Bungai Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP-AMP YKPN.
Yogyakarta
Harianto, David dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum,
Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Pendapatan Perkapita. Simposium
Nasional Akuntansi X, Makasar.
Holtz-Eakin, Doglas, Harvey S, & Schuyley Tilly. 1994. Intertempora Analysis of State An
Local Government Spending: Theory and Tests. Journal of Urban Economics 35:
159-174
Http://www.datastatistik-indonesia.com
Kuncoro, Haryo. 2007. Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X.
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page15
HubunganAntaraDAU,BelanjaModaldanKualitasPembangunanManusia
The3rdNationalConferenceUKWMS
Surabaya,October10th2009
Page16