Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Kornea adalah selaput bening mata yang membentuk 1/6 bagian depan bola mata
yang dapat menembus cahaya, avaskular, berdiameter 8-10 mm dan kaya akan
ujung-ujung serat saraf. Kornea merupakan salah satu media refraksi sehingga
harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses
pembiasan sinar. Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Peradangan tersebut dapat terjadi di epitel, membran bowman, stroma, membran
descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu
lapisan kornea. Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya Infeksi
virus,

bakteri

maupun

jamur,

paparan sinar ultraviolet,

Iritasi

dari

penggunaan lensa kontak yang berlebihan, dan masih banyak lagi.


Klasifikasi keratitis dapat dibagi berdasarkan lapisan yang terkena dan
penyebabnya. Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi keratitis
pungtata, marginal dan interstisial. Berdasarkan penyebabnya, keratitis dibagi
menjadi keratitis bakteri, virus, jamur maupun alergi. Jika keratitis tidak ditangani
dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat
merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan
penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan
keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang
merugikan di masa yang akan datang.

DATA PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Iyon Prasetyo

Usia

: 36 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Buruh harian

Agama

: Islam

Suku/bangsa

: Jawa/Indonesia

Alamat

: Sekampung udik

Tanggal Periksa

: 31 Maret 2016

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kanan terasa mengganjal sejak 10 hari yang lalu
Keluhan tambahan:
Penglihatan kabur, rasa silau, merah dan nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Rumah sakit Ahmad Yani dengan keluhan mata kanan
terasa mengganjal sejak 10 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengaku
kelilipan binatang malam pada mata kanan setelah pulang dari bermain futsal.
2 hari kemudian pasien mengeluhkan mata kanan kabur, silau jika melihat
cahaya, merah dan nyeri. Kemudian pasien berobat ke dokter dan diberi obat
minum maupun tetes. 4 hari kemudian gejala mata merah, silau dan nyeri pada
mata kanan sudah sedikit berkurang namun mata kanan terasa mengganjal dan
penglihatan kabur tidak ada perubahan. Pasien tidak mengeluh ada sekret.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Sebelumnya pasien memiliki keluhan serupa sekitar 20 tahun yang lalu pada
mata kiri. Pasien tidak pernah operasi mata dan tidak ada riwayat penyakit
Diabetes.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Anggota keluarga tidak ada yang mengalami penyakit serupa.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan Umum : Baik
Tanda Vital
: Tekanan darah
Suhu badan
Nadi
Respirasi
Status Generalis
Kepala
: Dalam batas normal
Thoraks
: Dalam batas normal
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstremitas
: Dalam batas normal

: 120/70 mmHg
: 36,6 c
: 80x/menit
: 20x/menit

D. STATUS OPHTHALMOLOGI

Oculus Dextra (OD)


6/30
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Tidak ada kelainan

Visus
Koreksi
Supersilia
Palpebra superior
Palpebra inferior
Silia

Oculus Sinistra (OS)


6/6
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Tidak ada kelainan
3

Orthoforia,

Bulbus Oculi

Orthoforia,

eksoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)
Bebas ke segala arah
Injeksi (-)

Gerak bola mata


Konjungtiva Bulbi

strabismus (-)
Bebas ke segala arah
Injeksi (-)

Sekret (-)
Hiperemi (-)

Konjungtiva Fornices
Konjungtiva Palpebra

Sekret (-)
Hiperemi (-)

Sikatrik (-)
Siliar injeksi (+), hiperemis Sklera

Sikatrik (-)
Siliar injeksi (-), hiperemis

(+)

(+)

Infiltrat halus bertitik-titik Kornea

Jernih,

pada permukaan (+), keruh

Infiltrat (-)

(+)

Ulkus (-),

Ulkus (-),

Permukaan cembung

Permukaan cembung
Kedalaman cukup,

COA

Kedalaman cukup,

Bening
Kripta (+),

Iris

Bening
Kripta (+),

Warna: coklat
Bulat,
sentral,

regular, Pupil

Warna: coklat
Bulat,
sentral,

regular,

diameter 3 mm, refleks pupil

diameter 3 mm, refleks pupil

(+) N
Shadow test (-)
Jernih
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan
Dalam batas normal

(+) N
Shadow test (-)
Jernih
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan
Dalam batas normal

Shadow test
Lensa
Fundus Refleks
Corpus vitreum
Tekanan bola mata
Sistem Canalis
Lakrimalis

E. RESUME
Seorang pasien laki-laki 36 tahun datang ke poliklinik Mata RSUD Ahmad
Yani dengan keluhan mata kanan terasa mengganjal sejak 10 hari yang lalu.
Selain itu pasien merasa penglihatan mata kanan kabur, silau jika melihat
cahaya, merah dan nyeri. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD

6/30, pada sklera didapatkan Siliar injeksi

dan hiperemis, kornea keruh

berupa Infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea


F. DIAGNOSIS BANDING
Keratitis Pungtata Superfisial
Keratitis Pungtata Subepitelial
uveitis anterior
G. ANJURAN PEMERIKSAAN
Slitlamp
Tajam penglihatan
Tes fluoresin
H. DIAGNOSIS KERJA
Keratitis Pungtata Superfisial Okuli Dekstra
I. PROGNOSIS
Kesembuhan (Sanam)
: dubia ad bonam
Jiwa (Vitam)
: dubia ad bonam
Kosmetika (Kosmeticam) : dubia ad bonam
J. PENATALAKSANAAN

K.
Debrid
ini
dilakuka
aplikator
dengan
s
yang
a
ujungny
kapas.
terdapat
Obat
seperti
gik
pin
homatro
5%
an
ditetesk
ke
saccus
ivalis,
konjungt
n
kemudia
dibalut
P.
tekan
Epitel
ement
Kornea
V.
dement
yang
im
dement
idement
us
yang
egik
ment
Debride
Kornea
Epitel
dengan
dilakukan
teka
aplikator
ujungnya
yang
kapas.
terdapat
Obat
k
homatrop
seperti
in
diteteska
5% ini
n
ke
konjungti
saccus
kemudian
valis,
tekan
dibalut

Debridement Epitel Kornea


Obat siklopegik seperti atropine 1% diteteskan ke dalam saccus
konjungtivalis, kemudian dibalut tekan

Terapi Medikamentosa

Cendo Lfx eyedrop 6x2 tetes


Cendo mycos salep secukupnya sebelum tidur
Ciprofloxacin tab 2 x 500 mg
Metil prednisolon tab 3 x 4 mg
Asam mefenamat tab 3 x 500 mg

K. EDUKASI

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, rencana pengobatan,


serta komplikasi yang dapat terjadi.

Istirahat

Menyarankan menghindari debu, daerah kering dan berangin, dan paparan


sinar matahari.
5

Menyarankan memakai kacamata hitam dan apabila keluar rumah mata


yang sakit diperban.

Menghindari mata terkena air.

minum obat teratur

Kontrol ulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang membentuk 1/6 bagian depan bola
mata yang dapat menembus cahaya, avaskular, berdiameter 8-10 mm dan kaya
akan ujung-ujung serat saraf. Pemberian nutrisi pada kornea berasal dari
Aquous humor, glandula lakrimal maupun sel kornea itu sendiri. Kornea
terdiri dari beberapa lapisan dari luar ke dalam antara lain:
1. Epitel
Tebalnya 550 m, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, satu lapis sel basal, poligonal dan gepeng. Epitel berasal
dari ektoderm permukaan. Kerusakan pada epitel akan sembuh dengan
segera dan peka terhadap sentuhan sebagai proteksi.
2. Membrane Bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
tersusun tidak teratur seperti strorma. Lapisan ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
3. Stroma
Menyusun 90% ketebalan kornea. terdiri atas lamel dan keratosit. Lamel
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya.
Sedangkan keratosit merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen.
4. Membrane descement

Merupakan membran aseluler, bersifat sangat elastis dan berkembang terus


seumur hidup.

5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.

Gambar 1. Lapisan Kornea


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman
melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong
didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang
merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu
sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan
tempat pembiasan sinar terkuat, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan
sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

B. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahaya disebabkan struktur kornea yang
uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes atau keadaan dehidrasi relatif
7

jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh
lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya
cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat
yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air
dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi
hipertonik. Proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan
keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi
larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut
lemak dan juga larut air.
C. Definisi dan Etiologi Keratitis
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Proses peradangan tersebut umumnya ditandai dengan adanya edema kornea,
infiltrasi seluler, serta kongesti silier. Peradangan kornea dapat terjadi di
epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel.
Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Keratitis
dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. infeksi virus, bakteri mapun Jamur
2. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps.
3. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata
4. Adanya benda asing di mata
5. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
6. Efek samping obat tertentu

D. Patofisiologi Keratitis
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang

avaskuler dan membran Bowman mudah terinfeksi. Kornea adalah struktur


yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak
dapat

segera ditangani seperti

pada

jaringan

lainnya

yang banyak

mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan


bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea.
Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear,
sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. Mediator
inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris
dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris
dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat
terbentuk hipopion.
E. Klasifikasi Keratitis
keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.
Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:
1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel) Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan
infiltrate berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial
memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada
permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau
bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah
keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman
2. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis
kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya
terdapat

pada

pasien

setengah

umur

dengan

adanya

blefarokonjungtivitis.
3. Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya

pembuluh

darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi

kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis


adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

(Keratitis Pungtata)

(Keratitis Marginal)

(Keratitis interstisial)
Gambar 2. Perbedaan Keratitis pungtata, marginal dan interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:


1.

Keratitis Bakteri
Temuan dari pemeriksaan kornea pada keratitis bakteri yang diperoleh
adalah adanya defek epitel dengan infiltrat berwarna putih kelabu
dengan batas tegas. Defek kemudian meluas dan terjadilah efema
stromal serta pelipatan membran Descemet serta uveitis anterior.

2.

Keratitis Jamur
Pada keratitis jamur mata pasien akan terlihat infiltat kelabu, disertai
hipopion, peradangan dan ulserasi superfisial. sulit membedakan ciri
khas jamur. Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik
dengan KOH 10% terhadap

kerokan kornea yang menunjukkan

adanya hifa.

10

3.

Keratitis Virus
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi
virus

tersering

menempati

pada

manusia

kornea.
sebagai

Virus
host,

herpes

simpleks

merupakan

parasit

intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga


hidung, rongga mulut, vagina dan mata. herpes simpleks dibagi
dalam 2 bentuk :

Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus


intraepitelial

mengakibatkan

kerusakan

sel

epitel

dan

membentuk tukak kornea superfisial.

Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus


yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel
radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak
stroma di sekitarnya.

(keratitis bakteri)

(keratitis jamur

11

(keratitis virus)

(keratitis alergi)

Gambar 3. Perbedaan Keratitis bakteri, jamur, virus maupun alergi

4.

Keratitis Alergi
- Keratokonjungtivitis flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi
imun yang mungkin sel mediasi pada jaringan yang sudah sensitif
terhadap antigen.
- Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar
dari limbus ke arah kornea.
- Keratitis Konjungitivitis vernal
Merupakan penyakit rekunen, dengan peradangan tarsus dan
konjungtiva bilateral.

Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis


Bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat yang bundar berkelompok
dan di tepinya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo.

Keratitis Filamentosa
Keratitis yang disertai adanya filament mukoid dan deskuamasi sel epitel
pada permukaan kornea.

Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus di mana kelopak tidak
dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.

Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat
kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.

12

Keratokonjungtivitis Sika
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.

Keratitis Sklerotikan
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sklera
atau skleritis.

F.

Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur.
Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea,
blefarospasme, edema kornea,infiltrasi kornea.

G. Diagnosis

1. Anamnesis
Melalui anamnesis, dikumpulkan data mengenai riwayat trauma,
mengingat keberadaan benda asing dan abrasi merupakan penyebab yang
cukup sering pada penyakit kornea. Di samping itu, ditanyakan pula
mengenai riwayat penyakit kornea sebelumnya, misalnya pada keratitis
akibat infeksi herpes simpleks. Riwayat imunodefisiensi maupun
penggunaan obat obatan topikal, terutama kortikosteroid, juga penting
untuk ditanyakan karena dapat menjadi faktor predisposisi bagi
pertumbuhan bakteri, jamur, maupun virus. Karena kornea memegang
peranan sebagai salah satu media refraksi, adanya lesi kornea umumnya
menurunkan ketajaman penglihatan, terutama untuk lesi yang berada di
bagian tengah kornea, sehingga pandangan menjadi buram seringkali
menjadi salah satu keluhan yang muncul. Pada kornea, terdapat serabut
saraf yang dapat menghantarkan nyeri. Oleh karena itu, setiap lesi pada
kornea umumnya akan menimbulkan nyeri maupun fotofobia. Rasa nyeri
akan bertambah buruk dengan adanya pergerakan dari kelopak mata.
Fotofobia pada penyakit kornea muncul sebagai akibat dari rasa nyeri pada

13

kontraksi iris yang mengalami inflamasi. Dapat pula ditemukan adanya


dilatasi pembuluh darah iris sebagai respons terhadap iritasi pada ujung
saraf korneal. Gambaran keluhan sebagaimana disebutkan di atas dapat
saja tidak ditemukan pada kasus tertentu, misalnya fotofobia pada kasus
keratitis herpetikus sebagai akibat dari hipestesia yang menjadi salah satu
bagian dari perjalanan penyakitnya.

2. Pemeriksaan Kornea
Hal yang harus dievaluasi dari kornea adalah transparansi (adanya opasitas
stroma dan epitelium menunjukkan scarring atau infiltrasi) dan luster pada
permukaan (absensi menunjukkan defek epitel atau lesi kornea
superfisial). Pemeriksaan kornea hendaknya dilakukan dalam pencahayaan
yang memadai, dapat pula dilakukan setelah pemberian agen anestetik
lokal. Umumnya, seorang oftalmologis akan menggunakan slit lamp dalam
pemeriksaan. Adapun pulasan dengan satu tetes larutan fluorescein atau
rose bengal 1%, dengan sifatnya yang umumnya tidak diabsorbsi oleh
epitelium, dapat memperjelas gambaran lesi epitel superfisial yang sulit
terlihat pada pemeriksaan biasa, mulai dari keratitis pungtata superfisial
hingga erosi kornea. Pencahayaan dengan cobalt blue filter akan
mempertegas efek floresensi. Topografi permukaan kornea secara kasar
dapat dievaluasi menggunakan keratoskop / Placidos disk. Akan tetapi,
hasil yang lebih akurat dapat diperoleh melalui pemeriksaan topografi
kornea yang terkomputerisasi (videokeratoskopi). Sensitivitas kornea
secara sederhana dapat dinilai dengan cotton swab. Dalam hal ini, secara
kasar dinilai adanya infeksi viral atau neuropati fasialis atau trigeminalis.
Densitas epitelium kornea secara kasar dapat dinilai menggunakan slit
lamp atau teknik mikroskop spekular untuk keperluan kuantifikasi. Ukuran
kornea dapat diukur menggunakan penggaris sederhana atau keratometer
Wessely.
H. Prinsip Tatalaksana Keratitis

14

Pada seluruh kasus keratitis, tatalaksana yang umumnya dilakukan meliputi


kontrol infeksi serta inflamasi dan promosi penyembuhan epitel. Infeksi dapat
dikontol dengan agen antimikrobial sesuai dengan etiologinya. Penggunaan
steroid topikal dengan tujuan supresi inflamasi harus dilakukan dengan hati
hati karena dapat melemahkan imunitas tubuh dan mendukung pertumbuhan
mikroorganisme tertentu serta memperlambat proses reepitelisasi. Pada kasus
keratitis akibat penyakit autoimun, agen imunosupresif dapat digunakan.
Promosi penyembuhan epitel dapat dilakukan dengan reduksi pajanan pada
obat obatan toksik, lubrikasi dengan air mata buatan dan salep, penutupan
kelopak mata sementara, cangkok membran ambrionik pada defek epitel
persisten yang unresponsif, maupun perekat jaringan untuk menutup perforasi
kecil.

BAB III
ANALISA KASUS

1. Dari pemaparan status pasien di atas, apakah penegakan diagnosa kasus


tersebut sudah tepat?
Berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
dapat ditegakkan diagnosa OD keratitis dan diagnosa sudah tepat
dikarenakan :

15

Pada anamnesis didapatkan keluhan rasa kelilipan setelah terkena


binatang malam, pandangan menjadi kabur, rasa silau, merah dan

nyeri pada mata kanan setelah kejadian.


Pemeriksaan oftalmologi didapatkan pada OD, Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan visus 6/30, terdapat siliar injeksi dan
hiperemis pada sklera, kornea keruh dan terdapat Infiltrat halus
bertitik-titik pada permukaan kornea.

Hal yang didapatkan pada anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi sesuai


dengan gejala dan tanda yang ada pada keratitis. jika keratitis tidak
ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu
ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan
menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan
kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak
menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang. Pada
pasien ditemukan keluhan rasa kelilipan dan penglihatan kabur mendadak.
Hal ini diakibatkan adanya peradangan pada kornea dan permukaannya
tidak rata sehingga menghalangi proses pembiasan sinar dan terasa
terdapat benda asing pada mata. Selain itu terdapat keluhan silau pada
mata karena stimulasi ujung saraf, selain itu keluhan nyeri dikarenakan
kornea kaya akan ujung-ujung serat saraf. kemerahan pada mata
dikarenakan kongesti pembuluh darah.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat berupa Cendo Lfx eyedrops
6x2 tetes yang mengandung antibiotik levofloksasin dan Cendo mikos
salep sebelum tidur yang mengandung hidrokortison 0,5% dan
kloramfenikol 0,2 % serta ciprofloksasin 2x500 mg untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi bakteri. Keluhan nyeri pada mata
pasien diberikan terapi berupa asam mefenamat 3x500 mg yang
merupakan analgesic. Pemberian steroid pada kasus ini berupa metil
prednisolone 2x 4 mg digunakan untuk mengurangi inflamasi.

16

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. 2008. External Eye Disease and Cornea.
SanFransisco: American Academy of Ophthalmology
Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Kanski JJ. 2007. Clinical ophtalmology 6th edition. Edinburg : Elsevier Publisher
Ltd.
Lang G. 2000. Ophtalmology A Short Text Book. New York: Thieme Stuttgart
Publisher
Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Roderick B. 2009. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta :EGC.
Tortora GJ dan Sandra RG. 2003. Principle of Anatomy and Physiology 10th
Edition. USA: John Wiley & Sons Inc
Yanoff M dan Duker JS. 2004. Ophtalmology second edition. ST Louis, MO:
Mosby

17

Anda mungkin juga menyukai