PENDAHULUAN
Kornea adalah selaput bening mata yang membentuk 1/6 bagian depan bola mata
yang dapat menembus cahaya, avaskular, berdiameter 8-10 mm dan kaya akan
ujung-ujung serat saraf. Kornea merupakan salah satu media refraksi sehingga
harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses
pembiasan sinar. Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Peradangan tersebut dapat terjadi di epitel, membran bowman, stroma, membran
descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu
lapisan kornea. Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya Infeksi
virus,
bakteri
maupun
jamur,
Iritasi
dari
DATA PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Iyon Prasetyo
Usia
: 36 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Buruh harian
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Alamat
: Sekampung udik
Tanggal Periksa
: 31 Maret 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kanan terasa mengganjal sejak 10 hari yang lalu
Keluhan tambahan:
Penglihatan kabur, rasa silau, merah dan nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Rumah sakit Ahmad Yani dengan keluhan mata kanan
terasa mengganjal sejak 10 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengaku
kelilipan binatang malam pada mata kanan setelah pulang dari bermain futsal.
2 hari kemudian pasien mengeluhkan mata kanan kabur, silau jika melihat
cahaya, merah dan nyeri. Kemudian pasien berobat ke dokter dan diberi obat
minum maupun tetes. 4 hari kemudian gejala mata merah, silau dan nyeri pada
mata kanan sudah sedikit berkurang namun mata kanan terasa mengganjal dan
penglihatan kabur tidak ada perubahan. Pasien tidak mengeluh ada sekret.
: 120/70 mmHg
: 36,6 c
: 80x/menit
: 20x/menit
D. STATUS OPHTHALMOLOGI
Visus
Koreksi
Supersilia
Palpebra superior
Palpebra inferior
Silia
Orthoforia,
Bulbus Oculi
Orthoforia,
eksoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Bebas ke segala arah
Injeksi (-)
strabismus (-)
Bebas ke segala arah
Injeksi (-)
Sekret (-)
Hiperemi (-)
Konjungtiva Fornices
Konjungtiva Palpebra
Sekret (-)
Hiperemi (-)
Sikatrik (-)
Siliar injeksi (+), hiperemis Sklera
Sikatrik (-)
Siliar injeksi (-), hiperemis
(+)
(+)
Jernih,
Infiltrat (-)
(+)
Ulkus (-),
Ulkus (-),
Permukaan cembung
Permukaan cembung
Kedalaman cukup,
COA
Kedalaman cukup,
Bening
Kripta (+),
Iris
Bening
Kripta (+),
Warna: coklat
Bulat,
sentral,
regular, Pupil
Warna: coklat
Bulat,
sentral,
regular,
(+) N
Shadow test (-)
Jernih
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
(+) N
Shadow test (-)
Jernih
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Shadow test
Lensa
Fundus Refleks
Corpus vitreum
Tekanan bola mata
Sistem Canalis
Lakrimalis
E. RESUME
Seorang pasien laki-laki 36 tahun datang ke poliklinik Mata RSUD Ahmad
Yani dengan keluhan mata kanan terasa mengganjal sejak 10 hari yang lalu.
Selain itu pasien merasa penglihatan mata kanan kabur, silau jika melihat
cahaya, merah dan nyeri. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD
K.
Debrid
ini
dilakuka
aplikator
dengan
s
yang
a
ujungny
kapas.
terdapat
Obat
seperti
gik
pin
homatro
5%
an
ditetesk
ke
saccus
ivalis,
konjungt
n
kemudia
dibalut
P.
tekan
Epitel
ement
Kornea
V.
dement
yang
im
dement
idement
us
yang
egik
ment
Debride
Kornea
Epitel
dengan
dilakukan
teka
aplikator
ujungnya
yang
kapas.
terdapat
Obat
k
homatrop
seperti
in
diteteska
5% ini
n
ke
konjungti
saccus
kemudian
valis,
tekan
dibalut
Terapi Medikamentosa
K. EDUKASI
Istirahat
Kontrol ulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang membentuk 1/6 bagian depan bola
mata yang dapat menembus cahaya, avaskular, berdiameter 8-10 mm dan kaya
akan ujung-ujung serat saraf. Pemberian nutrisi pada kornea berasal dari
Aquous humor, glandula lakrimal maupun sel kornea itu sendiri. Kornea
terdiri dari beberapa lapisan dari luar ke dalam antara lain:
1. Epitel
Tebalnya 550 m, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, satu lapis sel basal, poligonal dan gepeng. Epitel berasal
dari ektoderm permukaan. Kerusakan pada epitel akan sembuh dengan
segera dan peka terhadap sentuhan sebagai proteksi.
2. Membrane Bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
tersusun tidak teratur seperti strorma. Lapisan ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
3. Stroma
Menyusun 90% ketebalan kornea. terdiri atas lamel dan keratosit. Lamel
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya.
Sedangkan keratosit merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen.
4. Membrane descement
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
B. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahaya disebabkan struktur kornea yang
uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes atau keadaan dehidrasi relatif
7
jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh
lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya
cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat
yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air
dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi
hipertonik. Proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan
keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi
larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut
lemak dan juga larut air.
C. Definisi dan Etiologi Keratitis
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Proses peradangan tersebut umumnya ditandai dengan adanya edema kornea,
infiltrasi seluler, serta kongesti silier. Peradangan kornea dapat terjadi di
epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel.
Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Keratitis
dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. infeksi virus, bakteri mapun Jamur
2. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps.
3. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata
4. Adanya benda asing di mata
5. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
6. Efek samping obat tertentu
D. Patofisiologi Keratitis
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang
pada
jaringan
lainnya
yang banyak
pada
pasien
setengah
umur
dengan
adanya
blefarokonjungtivitis.
3. Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya
pembuluh
(Keratitis Pungtata)
(Keratitis Marginal)
(Keratitis interstisial)
Gambar 2. Perbedaan Keratitis pungtata, marginal dan interstisial
Keratitis Bakteri
Temuan dari pemeriksaan kornea pada keratitis bakteri yang diperoleh
adalah adanya defek epitel dengan infiltrat berwarna putih kelabu
dengan batas tegas. Defek kemudian meluas dan terjadilah efema
stromal serta pelipatan membran Descemet serta uveitis anterior.
2.
Keratitis Jamur
Pada keratitis jamur mata pasien akan terlihat infiltat kelabu, disertai
hipopion, peradangan dan ulserasi superfisial. sulit membedakan ciri
khas jamur. Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik
dengan KOH 10% terhadap
adanya hifa.
10
3.
Keratitis Virus
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi
virus
tersering
menempati
pada
manusia
kornea.
sebagai
Virus
host,
herpes
simpleks
merupakan
parasit
mengakibatkan
kerusakan
sel
epitel
dan
(keratitis bakteri)
(keratitis jamur
11
(keratitis virus)
(keratitis alergi)
4.
Keratitis Alergi
- Keratokonjungtivitis flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi
imun yang mungkin sel mediasi pada jaringan yang sudah sensitif
terhadap antigen.
- Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar
dari limbus ke arah kornea.
- Keratitis Konjungitivitis vernal
Merupakan penyakit rekunen, dengan peradangan tarsus dan
konjungtiva bilateral.
Keratitis Filamentosa
Keratitis yang disertai adanya filament mukoid dan deskuamasi sel epitel
pada permukaan kornea.
Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus di mana kelopak tidak
dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.
Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat
kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
12
Keratokonjungtivitis Sika
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.
Keratitis Sklerotikan
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sklera
atau skleritis.
F.
Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur.
Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea,
blefarospasme, edema kornea,infiltrasi kornea.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Melalui anamnesis, dikumpulkan data mengenai riwayat trauma,
mengingat keberadaan benda asing dan abrasi merupakan penyebab yang
cukup sering pada penyakit kornea. Di samping itu, ditanyakan pula
mengenai riwayat penyakit kornea sebelumnya, misalnya pada keratitis
akibat infeksi herpes simpleks. Riwayat imunodefisiensi maupun
penggunaan obat obatan topikal, terutama kortikosteroid, juga penting
untuk ditanyakan karena dapat menjadi faktor predisposisi bagi
pertumbuhan bakteri, jamur, maupun virus. Karena kornea memegang
peranan sebagai salah satu media refraksi, adanya lesi kornea umumnya
menurunkan ketajaman penglihatan, terutama untuk lesi yang berada di
bagian tengah kornea, sehingga pandangan menjadi buram seringkali
menjadi salah satu keluhan yang muncul. Pada kornea, terdapat serabut
saraf yang dapat menghantarkan nyeri. Oleh karena itu, setiap lesi pada
kornea umumnya akan menimbulkan nyeri maupun fotofobia. Rasa nyeri
akan bertambah buruk dengan adanya pergerakan dari kelopak mata.
Fotofobia pada penyakit kornea muncul sebagai akibat dari rasa nyeri pada
13
2. Pemeriksaan Kornea
Hal yang harus dievaluasi dari kornea adalah transparansi (adanya opasitas
stroma dan epitelium menunjukkan scarring atau infiltrasi) dan luster pada
permukaan (absensi menunjukkan defek epitel atau lesi kornea
superfisial). Pemeriksaan kornea hendaknya dilakukan dalam pencahayaan
yang memadai, dapat pula dilakukan setelah pemberian agen anestetik
lokal. Umumnya, seorang oftalmologis akan menggunakan slit lamp dalam
pemeriksaan. Adapun pulasan dengan satu tetes larutan fluorescein atau
rose bengal 1%, dengan sifatnya yang umumnya tidak diabsorbsi oleh
epitelium, dapat memperjelas gambaran lesi epitel superfisial yang sulit
terlihat pada pemeriksaan biasa, mulai dari keratitis pungtata superfisial
hingga erosi kornea. Pencahayaan dengan cobalt blue filter akan
mempertegas efek floresensi. Topografi permukaan kornea secara kasar
dapat dievaluasi menggunakan keratoskop / Placidos disk. Akan tetapi,
hasil yang lebih akurat dapat diperoleh melalui pemeriksaan topografi
kornea yang terkomputerisasi (videokeratoskopi). Sensitivitas kornea
secara sederhana dapat dinilai dengan cotton swab. Dalam hal ini, secara
kasar dinilai adanya infeksi viral atau neuropati fasialis atau trigeminalis.
Densitas epitelium kornea secara kasar dapat dinilai menggunakan slit
lamp atau teknik mikroskop spekular untuk keperluan kuantifikasi. Ukuran
kornea dapat diukur menggunakan penggaris sederhana atau keratometer
Wessely.
H. Prinsip Tatalaksana Keratitis
14
BAB III
ANALISA KASUS
15
16
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. 2008. External Eye Disease and Cornea.
SanFransisco: American Academy of Ophthalmology
Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Kanski JJ. 2007. Clinical ophtalmology 6th edition. Edinburg : Elsevier Publisher
Ltd.
Lang G. 2000. Ophtalmology A Short Text Book. New York: Thieme Stuttgart
Publisher
Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Roderick B. 2009. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta :EGC.
Tortora GJ dan Sandra RG. 2003. Principle of Anatomy and Physiology 10th
Edition. USA: John Wiley & Sons Inc
Yanoff M dan Duker JS. 2004. Ophtalmology second edition. ST Louis, MO:
Mosby
17