PENDAHULUAN
BAB II
BRONKIEKTASIS
2.1. Definisi
Bronkiektasis didefinisikan sebagai dilatasi permanen dari jalan nafas
dengan diameter lebih dari 2 mm yang mengakibatkan pengeluaran mukus dan
sekresi mukopurulen dan mengurangi aliran ekspirasi udara dari paru-paru.
Bronkiektasis pertama kali ditemukan oleh Rene Theophile Hyacinthe Laennec
pada awal abad 19, ia menemukan gambaran perubahan destruktif pada jalan
nafas. 3,5
2.2. Etiologi
Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.1
a. Kelainan kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang
bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital
biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik,
Kertagener Syndrome, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn Syndrome,
dan lain-lain.1
Diskinesia silia primer merupakan suatu kondisi di mana fungsi silia
berkurang berhubungan dalam mempertahankan sekresi dan infeksi berulang yang
akhirnya menyebabkan bronkiektasis. Sindrom ini diturunkan sebagai autosomal
resesif dengan penetrasi variabel. Frekuensi 1 dalam 15.000 : 1 dalam 40.000
kelahiran. Penyebab defek silia pada sindrom ini adalah tidak adanya atau
memendeknya lengan dynein lengan yang bertanggung jawab akan kelenturan
akson. Sekitar setengah dari pasien dengan diskinesia silia primer memiliki
Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia
organisme
Aspergillus
juga
mungkin
menginfeksi.
Tidak
2. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab seperti
korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap
bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi
bronkus tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis. Diduga
mungkin masih ada faktor instrinsik (yang sampai sekarang belum diketahui) ikut
berperan dalam timbulnya bronkiektasis.1
Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi6 :
Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau lingula,
biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat, dapat juga karena
penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan dari luar (kompresi
oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di lobus tas biasanya
disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis bronkopulmonar.
Postinfective
_ Severe pneumonia
_ Tuberculosis
_ Pertussis
_ Measles
_ Impaired mucociliary clearance
_ CF
_ Primary ciliary dyskinesia
_ Youngs syndrome
_ Immune deficiency
_ Common variable immune deficiency
_ Specific polysaccharide antibody deficiency
_ Secondary immunodeficiency, eg, malignancy (chronic lymphocytic
leukemia) or human immunodeficiency virus infection
_ Exaggerated immune response
_ Allergic bronchopulmonary aspergillosis
_ Graft versus host disease
_ Inflammatory bowel disease (ulcerative colitis and Crohns disease)
_ Congenital abnormalities of the bronchial wall
_ Mounier-Kuhn syndrome
_ Williams-Campbell syndrome
_ Marfan syndrome
_ Inflammatory pneumonitis
_ Aspiration of gastric contents
_ Smoke inhalation
_ Fibrosis (traction bronchiectasis)
_ Sarcoidosis
_ Idiopathic pulmonary fibrosis
_ Mechanical obstruction
_ Foreign body
_ Tumor
_ Extrinsic compression (eg, lymph node)
_ Miscellaneous conditions
_ Primary Mycobacterium avium complex infection (Lady Windermere
syndrome)
_ Connective tissue diseases, eg, rheumatoid arthritis, systemic lupus
erythematosus, Sjo gren syndrome
_ Pulmonary sequestration
_ Yellow nail syndrome
_ Infertility (primary ciliary dyskinesia, cystic fibrosis, Young syndrome)
_ Diffuse panbronchiolitis
_ a1-Antitrypsin deficiency
2.3.
2.3.1. Anatomi
Dari gambar 2.1. dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan
kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin
kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak
mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1
mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke
tempat pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus
primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan
mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari
alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori
Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel
saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu
dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.
tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai
lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat
inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh
sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim
biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang
adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis
serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang
mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan
penyakit lainnya. 6
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra
dan bronchus sinistra. Bronkus dextra mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih
pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan
oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga
benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira
2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena
Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya
berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk
tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior
letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar ter ialis. Cabang
bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal
a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut
mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.
Bronkus sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae,
menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah
dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang
menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.
Pada
tepi
lateral
batas
trachea
dan
bronkus
terdapat
lymphonodus
lymphonodus
tracheobronchialis
inferior.
Bronkus
memperoleh
oleh dua tipe sel, yaitu sel silia dan sel sekretori. Sel sekretori dibagi menjadi
subtipe berdasarkan penampakan mikroskopik (misalnya Sel clara, goblet dan
serous ). Selain musin, sel sekretori juga melepaskan beberapa molekul
antikmikroba
(sebagai
contaoh
defensin,
lisosim,
dan
IgA),
molekul
Kelenjar submukosa
Pada saluran napas besar (diameter lumen >2mm), kelenjar submukosa
adalah cairan, dengan kerakteristik fisik solid. Kandungan normal mukus adalah
97% air dan 3 % solid (musin, protein nonmusin, garam, lemak dan sel debris).
Patogenesis
Belum diketahui secara sempurna, namun diperkirakan yang menjadi
penyebab utama adalah peradangan dengan destruksi otot, jaringan elastik dan
tulang rawan dinding bronkus, oleh mukopus yang terinfeksi yang kontak lama
dan erat dengan dinding bronkus (gambar 2.3).5
10
2.5.
Diagnosis
2.5.1.
Gambaran klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum
berat.
Namun
sekarang,
berat
ringannya
bronkiektasis
11
Variabel
Penyebab
PPOK
Merokok
Infeksi
Predominan organisme
dalam sputum
Obstruksi saluran napas
dan hiperresponsif
Rontgen thoraks
Sekunder
S. pneumoniae, H.
influenzae
Sputum
Mukoid, jernih
Hiperlusens, hiperinflasi,
dilatasi saluran napas
Bronkiektasis
Infeksi/genetik/imun
defek
Primer
Heamophilus influenzae,
Pseudomonas aeroginosa
+
Dilatasi dan penebalan
saluran napas, mukous
plug
Purulen, 3 lapis
Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan
rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk memaksa
volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV 1
menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir,
dimana saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada
paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan.
Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien
memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV 1 setelah pemberian
agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat
penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin atau
methacholine.3
Gambaran radiologis
Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
a.
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai
diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga
membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches
of grapes
(gambar 5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada
bronkus.11
12
b.
Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan ini terlihat
terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah
berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah
parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada
daerah parahilus.6,11
Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya
dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang
penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini
khas untuk bronkiektasis (gambar 2.5).11
(A)
(B)
13
Gambar 2.5. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B).
Gambaran tubular shadow
Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam
sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini
selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentukbentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis),
sakuler (kistik) dan varikosis. Pada gambar 2.6, didapatkan gambaran glove finger
shadow yang menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti
jari-jari pada sarung tangan.11
Gambar 2.6. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat
menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus bawah
CT-Scan thorax
14
terkena,
terutama
penting
untuk
menentukan
apakah
diperlukan
pembedahan.6
CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar yang
menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan ketebalan 1,0-1,55
mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah
teknik standar atau untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis.4
Gambar 2.7. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada
kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas
menunjukan ringlike appearance.
2.6.
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau
Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar)
Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru
2.7.
Penatalaksanaan1,3,5,8
2.7.1. Konservatif
Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:
efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien
diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama
10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4
kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum dengan
bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase
postural harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk
menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus
paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar.
Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas belum
diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan
memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).
2.7.2. Pengelolaan khusus
Kemoterapi
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk
mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut
16
Keperluannya antara lain adalah untuk 1). Menentukan darimana asal sekret, 2).
Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan
obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada
pengobatan atelektasis paru).
2.7.3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin
menganggu atau membahayakan pasien.
faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu
dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas
sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes
bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.
Pengobatan hipoksia
17
Pengobatan hemoptisis
Apabila
perdarahan
cukup banyak
(masif),
mungkin
merupakan
dan
sementara
harus
diberikan
transfusi
darah
untuk
Pengobatan demam
Pada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika
terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai,
dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya.
2.7.4.
Pembedahan
Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi tidak
yang paling rusak dan diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang
sangat kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan
abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai
menyembunyikan organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga
pusat bedah telah menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut
selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun.
Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan
mortalitas perioperatif kurang dari 3 %.3,5,8
Reseksi komplit dilaporkan pada 118 dari 143 pasien bronkiektasis (ratarata usia 23,4 tahun) dengan angka morbiditas 23% dan angka mortilitas 1,3%.
Bronkiektasis stadium berhasil diterapi dengan transplantasi paru. Beime et al
melaporkan 86% pasien yang menerima satu atau dua transplantasi paru memiliki
angka kelangsungan hidup 1 tahun.5,8
Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas dan
resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan
pasien bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptisis masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan
PPOK, pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonum
kronik dekompensata.1
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis
antara lain:
19
2.9 Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara
tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada
kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan
lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,
empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.1
20
BAB III
KESIMPULAN
Pengobatan
pada
bronkiektasis
bertujuan
untuk
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sudoyo AW et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Pusat.
2.
Pasteur MC, Bilton D, Hill AT. 2010. BTS Guideline for non-CF
Bronchiectasis : A Quick Reference Guide. Volume 2 No.2. https://www.britthoracic .org.uk
3.
4.
Fauci AS et al. 2008. Harrisons Principlesof Internal Medicine. Edisi 17. The
McGraw-Hill Companies.
5.
6.
Patel PR. 2005. Lecture Notes Radiology. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga,
hal 40-41.
7.
8.
9.
22