Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi


(ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik,
persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahanperubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos
brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena
umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar
umumnya jarang.1
Insidensinya bervariasi, populasinya sekitar 3,7/100.000 untuk anak-anak
di New Zealand sampai 52/100.000 untuk dewasa di USA. Di Inggris tidak ada
penelitian terbaru, walaupun gambaran radiologi bronkiektasis sejak tahun 1950
menunjukkan prevalensi 100/100.000. prevalensi meningkat sesuai usia.2 Ada
laporan tentang prevalensi tinggi didapatkan pada populasi yang relatif terisolasi
dengan akses yang sulit ke perawatan kesehatan dan tingginya tingkat infeksi
pernapasan pada anak, seperti Alaska Pribumi di Delta Yukon-Kuskokwim.3
Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar 110.000 pasien dengan
bronkiektasis di Amerika serikat. Yang dimana penyakit ini sering terjadi pada
usia tua dengan duapertiga adalah wanita. Weycker et al melaporkan prevalensi
bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan usia 18-34 tahun
dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75 tahun. Tsang dan Tipoe, melaporkan
prevelensi bronkiektasis 1 per 6.000 orang di Auckland, New Zealand.
Didapatkan peningkatan frekuensi bronkiektasis dikarenakan penggunaan CTScan resolusi tinggi.4

BAB II
BRONKIEKTASIS

2.1. Definisi
Bronkiektasis didefinisikan sebagai dilatasi permanen dari jalan nafas
dengan diameter lebih dari 2 mm yang mengakibatkan pengeluaran mukus dan
sekresi mukopurulen dan mengurangi aliran ekspirasi udara dari paru-paru.
Bronkiektasis pertama kali ditemukan oleh Rene Theophile Hyacinthe Laennec
pada awal abad 19, ia menemukan gambaran perubahan destruktif pada jalan
nafas. 3,5
2.2. Etiologi
Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.1
a. Kelainan kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang
bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital
biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik,
Kertagener Syndrome, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn Syndrome,
dan lain-lain.1
Diskinesia silia primer merupakan suatu kondisi di mana fungsi silia
berkurang berhubungan dalam mempertahankan sekresi dan infeksi berulang yang
akhirnya menyebabkan bronkiektasis. Sindrom ini diturunkan sebagai autosomal
resesif dengan penetrasi variabel. Frekuensi 1 dalam 15.000 : 1 dalam 40.000
kelahiran. Penyebab defek silia pada sindrom ini adalah tidak adanya atau
memendeknya lengan dynein lengan yang bertanggung jawab akan kelenturan
akson. Sekitar setengah dari pasien dengan diskinesia silia primer memiliki

Sindrom Kartagener's (bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus atau partial


lateralizing abnormality).3
b. Kelainan didapat
Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus.
Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat dan kebanyakan
merupakan akibat dari proses berikut :
1.

Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia

yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia merupakan komplikasi


pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan
sebagainya.1
Imunisasi pada masa kanak-kanak yang efektif ditandai dengan
penurunan insidensi bronkiektasis yang disebabkan oleh pertusis atau batuk rejan.
Infeksi saluran pernapasan pada anak-anak lainnya dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada saluran pernapasan. Kehadiran Staphylococcus aureus dikaitkan
dengan fibrosis kistik atau aspergillosis bronkopulmonalis alergi. Aspergillus
fumigatus merupakan organisme komensal. Aspergillosis bronkopulmonalis alergi
adalah suatu keadaan yang mempengaruhi pasien asma dan melibatkan kerusakan
saluran napas yang disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien
dengan aspergillosis bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh reaksi imun
pada aspergillus, kerja dari mikotoksin, elastase dan interleukin-4 dan interleukin5 dan pada tahap kemudian terjadi invasi jamur secara langsung pada saluran
napas. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan peningkatan dan penurunan
fungsi paru dengan penggunaan kortikosteroid setelah terapi itrakonazol
menunjukkan

organisme

Aspergillus

juga

mungkin

menginfeksi.

Tidak

mengherankan bahwa bronkiektasis dapat digambarkan pada pasien dengan


Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), menyebabkan terjadinya infeksi
saluran pernapasan berulang dan merusak respons host. Kebanyakan pasien
memiliki jumlah CD4 yang rendah, sebelumnya ada infeksi piogenik,
pneumocystic, dan infeksi mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik
(pada anak).3
3

2. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab seperti
korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap
bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi
bronkus tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis. Diduga
mungkin masih ada faktor instrinsik (yang sampai sekarang belum diketahui) ikut
berperan dalam timbulnya bronkiektasis.1
Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi6 :

Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau lingula,
biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat, dapat juga karena
penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan dari luar (kompresi
oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di lobus tas biasanya
disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis bronkopulmonar.

Menyeluruh (generalized), biasanya karena infeksi sistem pernapasan yang


berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilliary clearance.
Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi -1-antitripsin, AIDS, sindrom
merfan, SLE, sindrom syorgen dan sarkoidosis.

Tabel 1. Penyebab dari bronkiektasis8 :


Etiologi Bronkiektasis
4

Postinfective
_ Severe pneumonia
_ Tuberculosis
_ Pertussis
_ Measles
_ Impaired mucociliary clearance
_ CF
_ Primary ciliary dyskinesia
_ Youngs syndrome
_ Immune deficiency
_ Common variable immune deficiency
_ Specific polysaccharide antibody deficiency
_ Secondary immunodeficiency, eg, malignancy (chronic lymphocytic
leukemia) or human immunodeficiency virus infection
_ Exaggerated immune response
_ Allergic bronchopulmonary aspergillosis
_ Graft versus host disease
_ Inflammatory bowel disease (ulcerative colitis and Crohns disease)
_ Congenital abnormalities of the bronchial wall
_ Mounier-Kuhn syndrome
_ Williams-Campbell syndrome
_ Marfan syndrome
_ Inflammatory pneumonitis
_ Aspiration of gastric contents
_ Smoke inhalation
_ Fibrosis (traction bronchiectasis)
_ Sarcoidosis
_ Idiopathic pulmonary fibrosis
_ Mechanical obstruction
_ Foreign body
_ Tumor
_ Extrinsic compression (eg, lymph node)
_ Miscellaneous conditions
_ Primary Mycobacterium avium complex infection (Lady Windermere
syndrome)
_ Connective tissue diseases, eg, rheumatoid arthritis, systemic lupus
erythematosus, Sjo gren syndrome
_ Pulmonary sequestration
_ Yellow nail syndrome
_ Infertility (primary ciliary dyskinesia, cystic fibrosis, Young syndrome)
_ Diffuse panbronchiolitis
_ a1-Antitrypsin deficiency
2.3.

Anatomi dan Fisiologi

2.3.1. Anatomi

Dari gambar 2.1. dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan
kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin
kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak
mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1
mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke
tempat pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus
primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan
mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari
alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori
Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel
saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu
dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.

Gambar 2.1. Anatomi saluran napas


Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu

tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai
lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat
inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh
sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim
biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang
adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis
serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang
mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan
penyakit lainnya. 6
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra
dan bronchus sinistra. Bronkus dextra mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih
pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan
oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga
benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira
2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena
Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya
berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk
tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior
letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar ter ialis. Cabang
bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal
a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut
mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.
Bronkus sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae,
menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah
dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang
menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.
Pada

tepi

lateral

batas

trachea

dan

bronkus

terdapat

lymphonodus

tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal)


terdapat

lymphonodus

tracheobronchialis

inferior.

Bronkus

memperoleh

vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n.


Recurrens, dan truncus sympathicus.6
2.3.2. Fisiologi
a.

Struktur dan fungsi saluran napas normal5,7 :


Sel epitel permukaan
Sel epitel permukaan pada saluran intrapulmoner pada dasarnya dibentuk

oleh dua tipe sel, yaitu sel silia dan sel sekretori. Sel sekretori dibagi menjadi
subtipe berdasarkan penampakan mikroskopik (misalnya Sel clara, goblet dan
serous ). Selain musin, sel sekretori juga melepaskan beberapa molekul
antikmikroba

(sebagai

contaoh

defensin,

lisosim,

dan

IgA),

molekul

immunomodulator (sekretoglobin dan sitokin) dan molekul pelindung (protein


trefoil dan heregulin), semuanya ini tergabung dalam mukus.

Kelenjar submukosa
Pada saluran napas besar (diameter lumen >2mm), kelenjar submukosa

berkontribusi pada sekresi musin (gambar 2.2). Kelenjar dihubungan dengan


lumen saluran napas oleh duktus silia superfisial yang mendorong sekresi keluar
dan duktus kolektus nonsilia profundus. Kelenjar sumukosa berlokasi diantara
otot polos dan kartilago. Sel mukous membentuk 60% volume kelenjar. Sel serous
yang berlokasi didistal, membentuk 40% volume kelenjar, mensekresi
proyeoglikan dan protein antimikroba. Pada keadaan patologi, volume kenjar
submukosa dapat meningkat melebihi volume normal.

Lapisan mukosa (lapisan lendir)


Lendir melapisi seluruh saluran napas, dimana kandungan terbanyaknya

adalah cairan, dengan kerakteristik fisik solid. Kandungan normal mukus adalah
97% air dan 3 % solid (musin, protein nonmusin, garam, lemak dan sel debris).

Gambar 2.2. Mukus klirens pada saluran napas yang normal

Mekanisme klirens saluran napas


Pertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan silia,

yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan menghilangkan


bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru. Musin polimerik secara
terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk melapisi lapisan mukosa.
Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik, menghasilkan kecepatan 1mm/menit
untuk membersihkan lapisan mukosa. Kecepatan mucociliary clearance
meningkat dalam keadaan hidrasi tinggi. Dan kecepatan gerakan silia meningkat
oleh aktivitas purinergik, adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin,
serta bahan iritan kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan mukus
dengan refleks batuk. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa
penyakit paru yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia tidak terlalu berat
dibandingkan dengan yang disebabkan

dehidrasi, yang menghalangi kedua

mekanisme klirens saluran napas. Meskipun batuk berkontribusi dalam


membersikan mukus pada penyakit dengan peningkatan produksi mukus atau
gangguan fungsi silia, ini dapat menyulitkan gejala.
2.4.

Patogenesis
Belum diketahui secara sempurna, namun diperkirakan yang menjadi

penyebab utama adalah peradangan dengan destruksi otot, jaringan elastik dan
tulang rawan dinding bronkus, oleh mukopus yang terinfeksi yang kontak lama
dan erat dengan dinding bronkus (gambar 2.3).5

Gambar 2.3. Gambaran bronkus pada bronkiektasis


Mekanisme mukus klirens yang efektif adalah sesuatu yang esensial untuk
paru yang sehat, dan kelainan saluran napas disebabkan oleh buruknya mekanisme
klirens mukus. Mukus yang sehat dalah sutau lendir dengan viskositas rendah dan
elastis sehingga dapat dengan mudah diangkut oleh silia. Sedangkan mukus yang
tidak sehat ditandai dengan viskositas yang tinggi dan keelastisan sehingga sulit
untuk dibersihkan. Akumulasi dari mukus yang dihasilkan dari beberapa
kombinasi seperti peningkatan produksinya dan penurunan klirens, dan akumulasi
persisten dapat memicu infeksi dan peradangan dengan tersedianya lingkungan
untuk pertumbuhan mikrobakteri.1,5,7,8
Mukopus mengandung produk-produk neutrofil yang bisa merusak
jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit, sitokininflamasi
(IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan mucociliary clearance.
Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik bronkus yang telah lunak
oleh pengaruh proteolitik. Inflammatory insult yang pertama akan diikuti oleh
kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan
predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak
terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru
sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah sehingga
terjadi distorsi. Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru sekitar bronkus
yang menyebabkan bronkus mendapatkan tekanan intratorakal yang lebih besar.8,9

10

2.5.

Diagnosis

2.5.1.

Gambaran klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum

harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Batuk


kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90%
pasien.3,5,8,9
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari
kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang dihasilkan dapat
berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi
sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika
terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap.
Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat
ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan
sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis

berat.

Namun

sekarang,

berat

ringannya

bronkiektasis

dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik,


volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab
bronkiektasis lainnya. Dispnea dan mengi terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada
pleuritis terjadi pada 50 % pasien dan mencerminkan adanya distensi saluran
napas perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan permukaan pleura
viseral.3,5,8,9
2.5.2. Pemeriksaan fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada,
termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %) adalah petunjuk
untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari tabuh adalah gambaran yang
sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit
utama yang mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Perbandingan gambaran dari dua kondisi disajikan pada Tabel 2.3
Tabel 2. Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis

11

Variabel
Penyebab

PPOK
Merokok

Infeksi
Predominan organisme
dalam sputum
Obstruksi saluran napas
dan hiperresponsif
Rontgen thoraks

Sekunder
S. pneumoniae, H.
influenzae

Sputum

Mukoid, jernih

Hiperlusens, hiperinflasi,
dilatasi saluran napas

Bronkiektasis
Infeksi/genetik/imun
defek
Primer
Heamophilus influenzae,
Pseudomonas aeroginosa
+
Dilatasi dan penebalan
saluran napas, mukous
plug
Purulen, 3 lapis

2.5.3. Pemeriksaan penunjang

Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan

rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk memaksa
volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV 1
menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir,
dimana saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada
paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan.
Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien
memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV 1 setelah pemberian
agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat
penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin atau
methacholine.3
Gambaran radiologis
Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
a.
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai
diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga
membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches

of grapes

(gambar 5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada
bronkus.11

12

b.

Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan ini terlihat

terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah
berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah
parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada
daerah parahilus.6,11

Gambar 2.4. Gambaran honeycomb appearance.


c.

Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya
dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang
penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini
khas untuk bronkiektasis (gambar 2.5).11

(A)

(B)

13

Gambar 2.5. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B).
Gambaran tubular shadow
Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam
sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini
selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentukbentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis),
sakuler (kistik) dan varikosis. Pada gambar 2.6, didapatkan gambaran glove finger
shadow yang menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti
jari-jari pada sarung tangan.11

Gambar 2.6. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat
menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus bawah
CT-Scan thorax

14

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik


untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan
melihat letak kelainan jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax.
CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas
sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana
yang

terkena,

terutama

penting

untuk

menentukan

apakah

diperlukan

pembedahan.6
CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar yang
menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan ketebalan 1,0-1,55
mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah
teknik standar atau untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis.4

Gambar 2.7. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada
kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas
menunjukan ringlike appearance.
2.6.

Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau

berhadapan dengan bronkiektasis1 :


Bronkitis kronik
Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru
berupa bronkiektasis)
15

Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar)
Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru
2.7.

Penatalaksanaan1,3,5,8

2.7.1. Konservatif
Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien


Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah

atau menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan


sebagainya.

Memperbaiki drainase sekret bronkus


Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling

efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien
diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama
10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4
kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum dengan
bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase
postural harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk
menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus
paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar.
Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas belum
diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan
memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).
2.7.2. Pengelolaan khusus

Kemoterapi
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk

mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut

16

pada bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat


antibiotik tertentu. Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya
berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik. Antibiotik hanya
diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut.
Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa
antibiotik, samapai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi
warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih).
Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi
dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah
sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi keadaan
ini hanya bersifat sementara.

Drainase sekret dengan bronkoskopi


Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien.

Keperluannya antara lain adalah untuk 1). Menentukan darimana asal sekret, 2).
Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan
obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada
pengobatan atelektasis paru).
2.7.3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin
menganggu atau membahayakan pasien.

Pengobatan obstruksi bronkus


Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji

faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu
dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas
sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes
bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.

Pengobatan hipoksia
17

Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya


eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat
komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan
aliran rendah (cukup 1 liter/menit).

Pengobatan hemoptisis
Apabila

perdarahan

cukup banyak

(masif),

mungkin

merupakan

perdarahan arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan


perdarahannya,

dan

sementara

harus

diberikan

transfusi

darah

untuk

menggantikan darah yang hilang.


Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari)
dapat terjadi pada pasien dengan bronkiektasis. Setelah jalan napas telah
dilindungi dengan pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau
dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan
membantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika
intervensi radiologi tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk
memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga
embolisasi yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk
direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan.

Pengobatan demam
Pada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika

terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai,
dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya.
2.7.4.

Pembedahan
Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi tidak

menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor termasuk menghilangkan


tumor obstruktif atau residu dari benda asing, pengangkatan segmen atau lobus
18

yang paling rusak dan diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang
sangat kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan
abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai
menyembunyikan organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga
pusat bedah telah menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut
selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun.
Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan
mortalitas perioperatif kurang dari 3 %.3,5,8
Reseksi komplit dilaporkan pada 118 dari 143 pasien bronkiektasis (ratarata usia 23,4 tahun) dengan angka morbiditas 23% dan angka mortilitas 1,3%.
Bronkiektasis stadium berhasil diterapi dengan transplantasi paru. Beime et al
melaporkan 86% pasien yang menerima satu atau dua transplantasi paru memiliki
angka kelangsungan hidup 1 tahun.5,8
Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas dan
resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan
pasien bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptisis masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan
PPOK, pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonum
kronik dekompensata.1
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis
antara lain:

Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering


mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi saluran
napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan drainase
sputum kurang baik.

Pleuritis, komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya


pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang
terkena.

Hemoptisis, terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena


(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkial) atau anastomosis

19

pembuluh darah. Hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan


tindakan bedah gawat darurat.

Korpulmonale, sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang


berat dan lanjut.
Kegagalan pernapasan, merupakan komplikasi paling akhir yang timbul
pada bronkiektasis lanjut dan luas.

2.9 Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara
tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada
kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan
lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,
empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.1

20

BAB III
KESIMPULAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi


(ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik,
persisten atau irrevesibel. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran
sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.
Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui
berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai
dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang menggangau sistem
pertahannya.

Pengobatan

pada

bronkiektasis

bertujuan

untuk

mengendalikan infeksi, mengendalikan pembentukan dahak, membebaskan


penyumbatan saluran pernapasan serta mencegah komplikasi.
Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat
memperbaiki prognosis penyakit. B r o n k i e k t a s i s d a p a t d i c e g a h d e n g a n
me l a k u k a n i mu n i s a s i c a mp a k d a n p e r t u s i s p a d a ma s a k a n a k - kanak.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya
tidak akan lebih dari 5-15 tahun.

21

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sudoyo AW et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Pusat.

2.

Pasteur MC, Bilton D, Hill AT. 2010. BTS Guideline for non-CF
Bronchiectasis : A Quick Reference Guide. Volume 2 No.2. https://www.britthoracic .org.uk

3.

Barker AH. 2002. Broncheictasis. The New English Journal of Medicine,


346 : 1383-1393.

4.

Fauci AS et al. 2008. Harrisons Principlesof Internal Medicine. Edisi 17. The
McGraw-Hill Companies.

5.

ORegan AW, Berman JS. 2004. Baums Textbook of Pulmonary Disease 7 th


edition. Editor James D. Crapo MD. Philadelphia : Lippincott William and
Walkins.

6.

Patel PR. 2005. Lecture Notes Radiology. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga,
hal 40-41.

7.

Wilson LM. 2006. Patofisiologi : Proses-proses Penyakit. Edisi Keenam.


Editor Hartanto Huriawati dkk. Jakarta : EGC Hal 737-740.

8.

Feldman C. 2011. Bronchiectasis : New Approaches to Diagnosis and


Management. J Clin Chest Med 32, 535-546.

9.

Benditt JO. 2008. Lung and Airway Disorders : Bronchiectasis.


https://www.merck.com

10. Sutton D. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume I. Tottenham :


Churchill Livingstone hal 45, 163, 164, dan 168.
11. L. Tao, K. Kendall. 2013. Sinopsis Organ System Pulmonologi. Tanggerang
Selatan. Karisma Publishing Group. Hal.111-116

22

Anda mungkin juga menyukai