Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kehadirat tuhan yang maha esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul Kelainan Refraksi. Referat ini diajukan sebagai persyaratan untuk
mengikuti KKS pada ilmu Mata di RSUD Bangkinang.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Marjis, SpM. selaku pembimbing yang telah bersedia membimbing saya, baik
dalam penulisan dan pembahasan referat ini.
Dalam penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan penulis
juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan penulisan referat berikutnya.

Bangkinang, 30 Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN....................................................................................

II.1. Definisi...........................................................................................................

II.2. Etiologi...........................................................................................................

II.3 Indikasi.....................................................................................................

II.4 Bantuan hidup dasar........................................................................................

II.5 Bantuan hidup lanjut.......................................................................................

18

II.6 Bantuan hidup jangka panjang....................

23

II.7 Penghentian resusitasi jantung paru....................

23

BAB III. KESIMPULAN....................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

26

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan
tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma. World Health Organization (WHO), menyatakan terdapat
45 juta orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.
Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada
satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami
kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di negaranegara miskin dan terbelakang. Prevalensi kebutaan tersebut disebabkan salah satunya
adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan
bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami kelainan refraksi. 1,2
Kebanyakan anak secara fisiologis sudah mengalami kelainan refraksi seperti
hipermetropia pada waktu lahir, terutama bayi lahir prematur mengalami miopia dan sering
ada sedikit astigmatisma. Sesuai dalam tahap pertumbuhan, keadaan refraksi cenderung
untuk berubah dan harus dievaluasi secara periodik. Insidensi miopia meningkat selama
tahun-tahun sekolah, terutama sebelum dan usia sepuluhan. Mata dengan hipermetropia
lebih tinggi akan mengakibatkan mata malas atau ambliopia (anisometropik ambliopia),
hal ini sering berhubungan dengan esotropia akomodatif (starbismus konvergen) karena
adanya hubungan intrinsik antara akomodasi, konvergensi dan miosis (trias dekat).1,2
Menurut perhitungan WHO, tanpa ada tindakan pencegahan dan pengobatan
terhadap kelainan refraksi, hal ini akan mengakibatkan jumlah penderita akan semakin
meningkat. Kenyataan ini sangat kontradiktif dengan pentingnya hak asasi manusia yakni
hak memperoleh penglihatan yang optimal (right to sight) yang harus terjamin
ketersediaannya. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi
sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak
pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan
oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan
panjangnya bola mata.1
Pada orang normal susunan media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda yang melalui media penglihatan dibiaskan tepat di
daerah makula lutea. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi seperti Pungtum
Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas,
sedangkan Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau
foveola bila mata istirahat.2,3

2.2 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna
di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula
lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6
atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar
tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka
penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan
sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola
mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea
(mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek)
bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut
ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang
dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan
yang disebut presbiopia.1
2.3 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan
sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat.1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang
atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan
ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisme.1
2.4 Miopia
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari
jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien
dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh
kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik
terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.1,3

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf
optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis
negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi
dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik
sesudah dikoreksi.1
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction.
Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat
dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling
esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terusmenerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.1

Gambar 1. Miopia
2.4.1 Klasifikasi
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi4
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang
bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal.
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada mata.
Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :

Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan
refraktif mata, terutama kornea

Index myopia
6

Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior. Misal: pasca operasi glaukoma
4. Myopia Indeks
Terjadi akibat akomodasi yang berlebihan. Misal: pada penyakit diabetes
melitus
b. Klasifikasi Berdasarkan Onset4
1. Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang
disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata
yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan
kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor
risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan
prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada lakilaki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin
besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun
biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia
biasanya berhenti pada usia remaja ( pada usia 16 tahun, pada usia 15
tahun).
2. Adult-Onset Myopia (AOM)4
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40
tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi
setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang
berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan
miopia.
c. Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat1,3
Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Miopia ringan

< -3,00 D

2. Miopia sedang

-3,00 s/d -6,00 D

3. Miopia berat

-6,00 s/d -9,00 D

4. Miopia sangat berat

>-9,00 D

d. Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis4


1. Miopia Kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia
2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang
terjadi bilateral.
Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain
seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia
kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya.

Miopia ini

meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena


banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan School
Myopia.
Etiologi:
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
1) Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan
dengan neurologi pada masa anak-anak.
2) Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan
kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan
yang belum terbukti.
3) Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata,
dengan faktor resiko;
Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada
anaknya sekitar 20 %
Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi
anaknya menderita miopi sekitar 10%.
Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi, prevalensi
miopi pada anak sekitar 5 %.
4) Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja
dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori
ini belum terbukti secara pasti.
Gejala Klinis:
8

Gejala subjektif :
Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
Anak sering menyipitkan mata, merupakan hal yang sering dikeluhkan
oleh orang tua.
Gejala objektif :
Bola mata yang besar dan menonjol.
Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
Pupil yang lebih lebar
Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi
jarang.
Biasanya terjadi saat usia 5 10 tahun dan meningkat sampai usia 1820 tahun. Dengan rata rata 0.5 0.3 per tahun.
3. Miopia patologis/ degeneratif
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia
patologis sudah terjadi saat usia 5 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa
muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata.
Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang
axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata
banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang
bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini
berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.
1) Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor
sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang bersifat familial,
banyak terjadi pada bangsa Cina, Arab dan Jepang. Namun jarang
ditemukan pada bangsa Afrika dan Sudan. Ini menunjukkan hubungan
herediter yang mempengaruhi pertumbuhan retina dalam perkembangan
miopi.
2) Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan
miopia, Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya
sepanjang masa pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat
pertumbuhan aktif berhenti. Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi,

defisiensi, gangguan hormon, dan

penyakit yang terjadi saat

pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.

Gambar 2. Pemanjangan bola mata


Gejala Klinis:
Gejala subjektif :
Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah
dibanding dengan miopi simplek.
Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada
penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi
tinggi.
Gejala objektif :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainankelainan pada
o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan
atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda
yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan
ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya
dengan keadaan myopia
o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian
temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil

10

sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi


dan pigmentasi yang tidak teratur.

Gambar 3. Gambaran fundus pada miopia

Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi


tinggi. Ditandai dengan plak berwarna keputihan pada makula
dengan sedikit pigmen yang mengelilinginya. Foster fuchs spot
dapat terlihat di makula.

Gambar 4. Gambaran fundus pada miopia

Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan


koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid
tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.1

2.4.6

Komplikasi4
a. Strabismus divergens
b. Ablasio retina
c. Perdarahan badan kaca.
d. Perdarahan koroid
11

2.4.7

Penatalaksanaan4,5
a. Nonfarmakologi
1. Kaca Mata
2. Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan
kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

Gambar 5 : Koreksi pada Mata Miopia


Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan
untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita miopia. Dalam ilmu
keratologi kontak lensa yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau
kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.
b. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma
setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul,
seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka

12

yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa
silau saat malam hari.

Gambar 6. Radial keratotomy


2. Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer

(193 nm sinar UV) yang bisa

menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk
miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
Penyembuhan postoperatif yang lambat
Keterlambatan

penyembuhan

epitel

menyebabkan

keterlambatan

pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama
beberapa minggu.
Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
PRK lebih mahal dibanding RK

Gambar 7. Photorefractive keratotomy


13

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)


Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser, akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
Umur lebih dari 20 tahun.
Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

Gambar 8. LASIK
Keuntungan LASIK
Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma setelah operasi,
Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
LASIK jauh lebih mahal
Membutuhkan skill operasi para ahli mata.

2.5 HIPERMETROPIA
14

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar
sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa
akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan terbentuk di
belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal
ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pembiasan kornea dan lensa
terlalu lemah. Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal
dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia,
yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.2,3
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa
koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi dengan
lensa positif.3

Gambar 9. Hipermetropia
2.5.1 Etiologi4
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia aksial
Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek
b. Hipermetropia refraktif
Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermetropia kurvatur
Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di
d.

e.

belakang retina
Hipermetropia indeks
Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan diabetes.
Hipermetropia posisional
15

f.

Posisi lensa yang posterior.


Afakia

2.5.2 Klasifikasi
a. Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis4
1. Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam
pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur
2. Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar vaiasi
biologi normal :

Hipermetropia indeks

Hipermetropia posisional

Afakia

Consecutive hypermetropia

3. Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi seperti


yang terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan oftalmoplegia
internal.
b. Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya3
1. Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
c. Klasifikasi berdasarkan status akomodasi mata4
1. Hipermetropia Laten

Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hiperopia yang


dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata

Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia

Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang


dimilikinya

2. Hipermetropia Manifes

Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa


menggunakan sikloplegia
16

Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang


digunakan dalam pemeriksaan subjektif

Terdiri dari
o Hiperopia Fakultatif

Hipermetropia

yang

bisa

diukur

dan

dikoreksi

dengan

menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses


akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa

Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif

Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak


pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya.

Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas


tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan
menggunakan lensa positif

o Hipermetropia Absolut

Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi

Penglihatan subnormal

Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia
lanjut

2.5.3

Gejala Klinis4
a. Gejala Subyektif
1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang
terang atau penerangan kurang
3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka
waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
5. Mata sensitif terhadap sinar
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

17

7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti


konvergensi yang berlebihan pula
b. Gejala Obyektif
1. Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otototot
akomodasi di corpus ciliare.
2. Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik
N III.
3. Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil
(miosis).
4. Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperemi dari mata. Mata
kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga
memeberi kesan adanya radang dari N II.
5. Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga
dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.4
b.5.4 Komplikasi4
a. Blefaritis atau chalazia
b. Accommodative convergent squint
c. Ambliopia
d. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup
b.5.5 Penatalaksanaan Hipermetropia5
a. Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa dengan memakai
kaca mata atau lensa kontak.
b. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia
dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif
termasuk

Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)


Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
Photorefractive keratectomy (PRK)
Conductive keratoplasty (CK)

b.6 ASTIGMATISA
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada
18

satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki
astigmat yang ringan.1,4
2.6.1 Klasifikasi Astigmatisma4
a. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Etiologi
1. Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea
2. Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :

Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa

Posisional peralihan atau posisi lensa yang oblik

Indeks indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda

Retinal posisi macula yang oblik.

Klasifikasi
1. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat
jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian ini
dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple
myopic astigmatism.
2. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di
retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk
refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan
Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic astigmatism.
3. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang
lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada
satu arah dan miop pada yang lainnya.

19

Gambar 10. Jenis astigmatisma


Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbusumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka
astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk),
dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal, dan
astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang
lebih besar terletak dimeridian horizontal.4 Astigmatisme lazim lebih sering
ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada
orang tua.
b. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang
sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau
orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi
atau akibat kelainan pembiasan.

2.6.2 Astigma dapat terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain.3

20

a. Miopia : bila kurvatura kornea selalu melengkung atau jika aksis mata lebih
panjang dari normal. Bayangan terfokus didepan retina dan menyebabkan objek
dari jauh terlihat kabur
b. Hipermetropia : ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata
lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus dibelakang retina dan menyebabkan
objek dekat terlihat kabur
2.6.3 Gejala Klinis3
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan :
a. Memiringkan kepala untuk melihat
b. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
c. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
d. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
e. Sakit kepala
f. Mata tegang dan pegal
g. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.
2.6.3 Diagnosis5
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa
kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang
disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan
pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Placidos Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis
saja.11
21

Gambar 11. Kipas Astigmat

Gambar 15.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
2.6.4 Penatalaksanaan5
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif
dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila
dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule
dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
22

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi


astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
2.7 PRESBIOPIA
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kecembungan
lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa atau menurunnya
kekuatan otot badan siliar sehingga terjadi gangguan akomodasi. 2,3
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Gambar 12. Presbiopia


2.7.1 Etiologi1
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:

Kelemahan otot badan siliar


Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis
lensa

2.7.2 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
23

sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.1,2

2.7.3 Klasifikasi 3,5


a. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
b. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa.
c. Presbiopia Absolut
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
d. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan
dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
e. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.
2.7.4

Gejala Klinis 2,4


a. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan
sering terasa pedas.
b. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan
pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan
kecil.
c. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga
mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.

24

d. Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk
ras lainnya.
2.7.5 Penatalaksanaan 4,5
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun
(umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi sferis + 0.50.
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain

25

BAB III
KESIMPULAN
1.

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada

2.

mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.


Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia
yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia,astigmat, dan

3.

presbiopia
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari
jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.

4.

Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif.


Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak
di belakang retina. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis

5.

positif.
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada

6.

satu titik.
Presbiopia merupakan kelainan penglihatan yang diakibatkan makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.

26

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009.

2.

Khurana
AK.
Comprehensive
Ophtalmology. Edisi ke 4. New Age International. New Delhi.
3.
Langston, D.P; Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott Wlliams & Wilkins; Philadelphia;
4.
Vaughn DG, Asbury T, Riordan-Eva P.
Editor.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Penerbit Widya Medika;1996.
5.
Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil.
Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2011.

27

Anda mungkin juga menyukai