Anda di halaman 1dari 4

Vektora Volume 6 Nomor 2, Oktober 2014: 68 - 72

GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL Rattus norvegicus


INFEKTIF Leptospira
Arief Mulyono*
,Ristiyanto*, Farida DH*, Noor Soesanti H**
*
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Jl. Hasanudin No. 123 Salatiga,
**
Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email arief_reservoir@yahoo.com
HISTOPATHOLOGY OF Rattus norvegicus KIDNEY INFECTED BY Leptospira
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang struktur histopalogi organ ginjal tikus got (Rattus norvegicus) terinfeksi
Leptospira. Tujuan penelitian untuk mengetahui perubahan struktur jaringan ginjal R. norvegicus akibat
patogenitas bakteri Leptospira. Penelitian dilakukan di kelurahan Miroto, Kecamatan Semarang Tengah,
Kota Semarang. Rattus norvegicus ditangkap dengan perangkap dan tikus tertangkap diambil spesimen
darah dan ginjal. Darah diperiksa secara serologis dengan Leptotek Dri-Dot. Sedangkan ginjal diperiksa
secara histopatologis dengan pewarnaan Haemotoxylin-Eosin dan diperiksa di bawah mikroskop. Jumlah R.
norvegicus yang tertangkap dan diperiksa sebanyak 11 ekor. Pemeriksaan serologi menunjukkan R. norvegicus
infektif Leptospira sebanyak 8 ekor. Hasil pemeriksaan histopatologis ginjal R. norvegicus terinfeksi Leptospira,
menunjukkan terjadinya perubahan struktur berupa dilatasi kapiler dan hialinisasi pada glomerulus.
Kata Kunci: Ginjal, Histopatologi, Rattus norvegicus, Leptospirosis
Abstract
A study on the histological structure of Rattus norvegicus kidney infected by Leptospira has been conducted.
The purpose of this study was to determine the change of kidney tissue structure of R. norvegicus due to the
patogenicity of Leptospira bacteria. The study was done in Miroto, Central Semarang District, Semarang
Municipality. Rattus norvegicus was caught with live trap. The blood and kidney specimen were taken from
all the caught rat. Then the blood was serologically examined by using Leptotek Dri-Dot, whereas the kidney
was histopatologically observed under the microscope by using Hematoxylin-Eosin staining. The data were
collected qualitatively and then analyzed descriptively by describing histological kidney appearance of R.
norvegicus which were infected by Leptospira. The results of this research showed that 11 individuals of R.
norvegicus caught and 8 induvidual infected by Leptospira. The results of R. norvegicus histological kidney
examination which were infected by Leptospira show capillaries dilatation and hyalinization in glomerulus.
Key Words: Kidney, Histophatology, Rattus norvegicus, Leptospirosis
Submitted: 03 September 2014, Review 1: 10 September 2014, Review 2: 22 September 2014, Eligible article: 30 September 2014

Pendahuluan
Leptospira adalah bakteri penyebab leptospirosis
dapat menginfeksi berbagai jenis mamalia dan dapat
menyebabkan penyakit bersifat akut maupun kronis.
Infeksi Leptospira bersifat akut menimbulkan gejala
klinik berupa gangguan fungsi hati dan ginjal yang
progresif. Penyakit bersifat kronis tidak menimbulkan

gejala sakit pada inang (inang karier). Ginjal adalah


target utama bagi Leptospira selama infeksi baik akut
maupun kronis. Leptospira akan berkoloni di tubulus
proksimal ginjal inang karena kondisi di dalam tubulus
proksimal ginjal sangat mendukung Leptospira untuk
tumbuh dan memperbanyak diri (Faine et al, 1999 dan
Yang et al, 2001). Di dalam tubulus proksimal ginjal
69

Gambaran Histopatologi Ginjal ... (Arief Mulyono)

tersedia amonia yang merupakan sumber nitrogen bagi


Leptospira. Kondisi tubulus proksimal ginjal dengan
kondisi alkalin sangat cocok untuk Leptospira (Visith
dan Kearkiat, 2005).
Ginjal inang karier (reservoir) leptospirosis adalah
komponen kunci dalam penularan leptospirosis. Lep
tospira yang berkoloni dalam tubulus proksimal ginjal
inang karier akan dikeluarkan melalui urin secara terus
menerus selama hidupnya. Hewan liar maupun hewan
domestik khususnya tikus dan hewan berkantong ke
cil, sapi, babi dan anjing bisa menjadi inang karier lep
tospirosis, bahkan hampir semua mamalia (termasuk
mamalia air) dan hewan berkantung (marsupialia) di
seluruh dunia terbukti sebagai inang karier leptospirosis
(Adler dan Pena, 2010).
Menurut Tucunduva et al (2007) tikus adalah
inang karier alamiah utama yang paling berpotensi
menularkan leptospirosis ke manusia. Meskipun tikus
berperan penting dalam penularan leptospirosis ke ma
nusia akan tetapi sedikit laporan yang membahas ten
tang histopatologi ginjal tikus akibat infeksi Leptospira.
Hingga saat ini hasil studi histopatologi jaringan ginjal
tikus akibat infeksi Leptospira masih belum jelas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan struktur
jaringan ginjal Rattus norvegicus terinfeksi Leptospira,
yang ditangkap di daerah endemis leptospirosis kota
Semarang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
landasan ilmiah bagi para peneliti selanjutnya dalam
memahami proses kerusakan jaringan ginjal akibat
infeksi Leptospira.
Bahan dan Metode
Lokasi/Pengambilan Sampel Tikus
Penangkapan tikus dilakukan di Kelurahan Miro
to, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa
Tengah. Lokasi ini merupakan daerah endemis leptos
pirosis di kota Semarang. Penangkapan tikus dilakukan
dengan menggunakan 100 perangkap tikus (live trap)
selama 3 hari berturut-turut pada bulan Maret sampai
Oktober 2008. Penangkapan tikus dilakukan dengan
memasang perangkap pada sore hari mulai pukul 16.00
WIB. Perangkap diambil keesokan harinya antara pu
kul 06.00 09.00 WIB. Pada penangkapan di dalam
rumah, digunakan 2 buah perangkap dengan meletakan
perangkap di dapur atau kamar, yang merupakan tempat
yang diperkirakan sering dikunjungi tikus. Jumlah ru
mah yang dipasangi perangkap sebanyak 25 rumah.
Pada penangkapan tikus di luar rumah/kebun digunakan
50 perangkap. Tiap area seluas lebih kurang 10 m2
dipasang 1 perangkap. Umpan yang digunakan adalah
kelapa bakar yang diganti 2 hari sekali. Tikus yang
tertangkap segera dimasukkan ke dalam kantong kain.

Pengambilan Serum
Pengambilan serum dimaksudkan untuk diagnosis
leptospirosis. Sebelum diambil darahnya tikus dianestesi
terlebih dahulu dengan menggunakan ketamin HCl, do
sis 50-100 mg/kg berat badan. Obat anestesi tersebut
diberikan secara intramuskular dengan jarum suntik 21
G. Efek anestesi terjadi selama 20 40 menit setelah
penyuntikan dan siuman sempurna tercapai setelah
1,5 jam. Untuk mengurangi pengeluaran saliva, lebih
dahulu diberikan atropin (0,02-0,04 mg/kg) secara
intramuskular. Setelah tikus pingsan, kapas beralkohol
70 % dioleskan di bagian dada dan selanjutnya jarum
suntik ditusukkan di bawah tulang rusuk sampai ma
suk lebih kurang 50 75 % panjang jarum. Posisi ja
rum membentuk sudut 450 terhadap badan tikus yang
dipegang tegak lurus. Setelah posisi jarum tepat menge
nai jantung, secara hati-hati darah dihisap sampai di
usahakan alat suntik terisi penuh. Darah dalam alat
suntik dimasukkan ke dalam tabung lalu diputar selama
15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Serum yang
terbentuk dibagian atas endapan selanjutnya diambil
dengan pipet secara hati-hati agar jangan sampai bagian
selanjutnya
dengan pipet secara hati-hati agar jangan sampai bagian endapan
endapandiambil
terhisap.
terhisap.

Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan leptotek
Pemeriksaan
dilakukan
leptotek
Dri-Dot.
Serum sebanyak
Dri-Dot.
Serumserologi
sebanyak
10 ldengan
diambil
dengan
menggu
nal
kan
mikropipet
kemudian diteteskan
pada kertas
Lep
10
diambil
dengan menggunakan
mikropipet kemudian
diteteskan
pada kertas
totek Dri-Dot tepat pada lingkaran biru. Selanjutnya se
Leptotek Dri-Dot tepat pada lingkaran biru. Selanjutnya serum diratakan sampai
rum diratakan sampai menutupi lingkaran biru dengan
menutupi
lingkaran spatula
biru dengan
menggunakan
spatula
dan didiamkan
selama 30
menggunakan
dan
didiamkan
selama
30 detik.
Serum
dinyatakan
positifbakteri
bakteri
Leptospira
jikaagglutinasi
terjadi partikel
detik.
Serum
dinyatakan positif
Leptospira
jika terjadi
agglutinasi partikel pada antigen Leptospira (Gambar 1)

Pemeriksaan Serologi

pada antigen Leptospira (Gambar 1)

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Serologi positif Leptospira (b) serologi negatif

Gambar 1. (a) Serologi positif Leptospira (b) serologi


negatif
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Ginjal diambil segera setelah tikus mati untuk dibuat sediaan histopalogi.
Pembuatan
Sediaan Histopatologi
Ginjal
diambil
setelah
tikus mati
di difiksasi
Ginjal selanjutnya dicuci segera
dengan larutan
Phosphate
Buffer untuk
Saline dan
buat sediaan histopalogi. Ginjal selanjutnya dicuci de
dengan larutan Bouin selama 24 jam. Sampel ginjal dipotong kecil dan didehidrasi di
ngan larutan Phosphate Buffer Saline dan difiksasi
dalam
seri larutan
larutan alkohol
konsentrasi
bertingkat
pekat
(70% sampai
dengan
Bouindengan
selama
24 jam.
Sampelmakin
ginjal
dipo
tong kecil dan didehidrasi di dalam seri larutan alkohol
5

70

Hasil pemeriksaan sediaan histopatologi ginjal R. norvegicus terinfeksi


Leptospira, menunjukkan adanya kerusakan struktur jaringan ginjal berupa dilatasi
Vektora Volume 6 Nomor 2, Oktober 2014: 68 - 72

kapiler (1 ekor) dan hialinisasi (7 ekor) pada glomerulus (gambar 2).

2. Penampang
korpuskulus
renalisR.korteks
R. norvegicus
infektif patogenik
Gambar 2. Gambar
Penampang
melintangmelintang
korpuskulus
renalis korteks
norvegicus
infektif Leptospira
Leptospira
pada dilatasi
perbesaran
100 glomerulus,
x. (a) terjadi(b)
dilatasi
pada perbesaran
100patogenik
x. (a) terjadi
kapiler
terjadikapiler
hialinisasi pada
glomerulus, (b) terjadi hialinisasi pada glomerulus.
glomerulus.
Pembahasan
dengan konsentrasi
bertingkat makin pekat (70% sampai
Leptospira sebanyak 8 ekor dan negatif sebanyak 3
100%) selama 24 jam. Sampel selanjutnya dijernihkan
ekor. Dari 8 ekor positif, 4 ekor adalah tikus jantan dan
dengan xilol selama Gambaran
6 jam. Setelah
proses penjernihan,
tikus
betina. dan lesi (gambar 2)
histopatologi
menunjukkan4 ekor
adanya
hialinisasi
dilakukan embedding dengan parafin yang telah dicair
Hasil pemeriksaan sediaan histopatologi ginjal R.
Hasil
pemeriksaan
sama seperti
hasil
kan pada 58pada
60glomerulus
C selama 6(glomerulonefritis
jam. Selanjutnya kronik).
blok
norvegicus
terinfeksiini
Leptospira,
menunjukkan
adanya
parafin dipotong serial pada ketebalan 5 m dengan
kerusakan struktur jaringan ginjal berupa dilatasi kapi
penelitian
dilakukan
oleh Bernard di Beirut, Libanon tahun 1947. Hasil
menggunakan
mikrotom. yang
Potongan
tersebut dimasukkan
ler (1 ekor) dan hialinisasi (7 ekor) pada glomerulus
ke dalam air hangat dan dipindahkan ke atas kaca benda,
(gambar 2).
lalu dibiarkan mengering. Sediaan selanjutnya diwarnai
7
dengan teknik pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Dalam
Pembahasan
pewarnaan sediaan, setelah parafinnya dihilangkan, xilol
Gambaran histopatologi menunjukkan adanya
yang tersisa dihilangkan dengan menggunakan kertas
hialinisasi dan lesi (gambar 2) pada glomerulus (glo
filter dan berturut-turut dicelupkan beberapa kali ke
merulonefritis kronik). Hasil pemeriksaan ini sama
dalam alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 30%,
seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Bernard di
akuades, dan dimasukan ke dalam Ehrlichs hematoxylin
Beirut, Libanon tahun 1947. Hasil penelitian Bernard,
selama 3-7 detik. Pada proses selanjutnya sediaan dicuci
menunjukkan terdapatnya penebalan benda-benda hia
dengan air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya
lin pada jaringan ginjal Rattus norvegicus. Hialinisasi
sediaan dicelupkan ke dalam akuades, alkohol 30%,
adalah akumulasi di dalam anyaman glomerulus yang
50%, 60%, 70% beberapa kali celupan lalu dimasukkan
terdiri dari bahan eosinofilik homogen. Dalam proses
ke dalam eosin Y 1-2% dalam alkohol 70% selama 1-2
hialinisasi, kapiler glomerulus menyempit atau obli
menit. Setelah itu sediaan dicelupkan ke dalam alkohol
terasi, dan struktur halus glomeruli menghilang (Robbin
70%, 80%, 90%, 96% beberapa celupan, lalu dikeringkan
dan Kumar, 1997).
di antara kertas filter dan dimasukkan ke dalam silol
Glomerulonefritis merupakan manifestasi awal
selama 10 menit. Selanjutnya sediaan ditetesi dengan
dari leptospirosis akut, terjadi beberapa hari setelah
entelan dan ditutup dengan kaca tutup dan diberi label.
infeksi. Berbeda dengan infeksi akut, glomerulonefritis
Sebagai kontrol juga dibuat sediaan histopatologi ginjal
pada hewan karier terjadi berminggu-minggu atau
yang berasal dari tikus sehat. Sediaan diperiksa di bawah
berbulan-bulan setelah Leptospira berkoloni di ginjal
mikroskop dengan perbesaran 100 X.
(Monahan et al, 2009). Selama berkolonisasi di ginjal,
Data hasil pemeriksaan histopalogis ginjal dianalisis
Leptospira akan dikeluarkan lewat urin ke lingkungan.
secara deskriptif dengan membandingkan gambaran
Oleh karena itu hewan karier berperan sebagai sumber
perubahan struktur histopatologi antara R. norvegicus
penular leptospirosis. Menurut Monahan et al (2009),
yang positif dan yang negatif Leptospira berdasarkan
glomerulonefritis adalah lesi yang paling umum terkait
uji serologi.
dengan infeksi kronis, dan dapat berkembang menjadi

Hasil
Rattus norvegicus yang tertangkap dari hasil pe
masangan perangkap sebanyak 11 ekor (5 jantan dan
6 betina). Hasil pemeriksaan serologi dengan leptotek
Dri-Dot menunjukkan bahwa R. norvegicus infektif

fibrosis dan gagal ginjal, akan tetapi sampai saat ini


belum ada literatur yang menjelaskan apakah kerusakan
yang disebabkan Leptospira pada inang karier mampu
menyebabkan kematian.
Glomerulonefritis merupakan penyakit yang ber
kaitan dengan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
71

Gambaran Histopatologi Ginjal ... (Arief Mulyono)

infeksi atau racun yang masuk ke dalam tubuh. Pada


glomerulonefritis reaksi terhadap infeksi dan racun
yang masuk ke dalam tubuh tidak berhenti, tetapi te
rus berkembang. Mekanisme dari penyakit ini belum
diketahui (Pudji, 2000). Penyebab penyakit glomerulus
yang diketahui cuma sedikit; terdiri dari sejumlah
reaksi sensitifitas terhadap sejumlah mikroorganisme
dan beberapa obat-obatan, dan reaksi-reaksi autoimun
terhadap glomerulus sendiri atau sel-sel tubuli ginjal
(Robbin dan Kumar, 1997).
Terdapat empat mekanisme yang berperan dalam
menimbulkan kelainan ginjal, yaitu efek migrasi para
sit, proses imunologik, reaksi nonspesifik dan nefro
toksisitas langsung. Mekanisme kerusakan yang
disebabkan oleh Leptospira adalah nefrotoksisitas lang
sung. Pada percobaan dengan mencit, Lepstopira di
dapatkan di glomerulus dan interstisium 3 jam dan di
tubulus proksimal 9 jam sesudah inokulasi Lepstropira.
Lesi patologis permulaan terjadi di glomerulus dan
interstisium yang kemudian bisa mengenai tubulus yang
merupakan akibat langsung karena adanya Leptospira
(Susalit et al, 1887). Leptospira mempunyai protein
membrane luar (outer membrane protein) yang terdiri
dari OmpL1, LipL41, dan Lip36 yang beracun bagi
ginjal (Visith dan Kearkiat, 2005). Pada jaringan ginjal,
racun yang dikeluarkan oleh Leptospira menyebabkan
albumin serum dalam jaringan ginjal bergabung dengan
sel-sel endotel yang rusak membentuk massa aseluler
yang disebut sebagai benda-benda hialin. Selain itu
endotoksin juga menyebabkan inflamasi berat dalam
glomerulus, sehingga kapiler glomerulus mengalami
dilatasi dan di dalamnya penuh dengan leukosit terutama
Poly Morpho Nuclear (PMN) untuk mengatasi serangan
endotoksin tersebut.
Hasil pemeriksaan histopatologi ginjal delapan
ekor tikus got, R. norvegicus infektif Leptospira dan
menunjukkan perubahan pada glomerulus yang tidak
sama. Satu tikus mengalami pelebaran atau dilatasi kapi
ler sedangkan tujuh tikus lainnya mengalami hialinisasi
pada glomerulus. Perbedaan ini dimungkinkan jenis atau
serovar Leptospira yang menginfeksi tiap tikus berbeda
sehingga kerusakan yang ditimbulkan juga berbeda. Di
Indonesia ditemukan 3 jenis Leptospira yang diisolasi
dari ginjal tikus got, R. norvegicus, yaitu: L. bataviae, L.
javanica, dan L. tarassovi (Nurisa dan Ristiyanto, 2004).
Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa struk
tur jaringan ginjal R. norvegicus terinfeksi Leptospira
mengalami perubahan patologis yaitu dilatasi kapiler
pada satu ekor tikus dan pada tujuh ekor lainnya
terbentuk benda-benda hialin di glomerulus.
72

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan di laboratorium
tentang studi histopatologi ginjal tikus got R. norvegicus
pasca diinfeksi bakteri Leptospira yang diisolasi dari
kota Semarang. Kepada pemegang program untuk
memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang
pengendalian tikus dan pencegahan leptospirosis.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
B2P2VRP Salatiga yang telah mengijinkan penulis
melakukan penelitian ini, Dinas Kesehatan Kota
Semarang yang telah memberikan bantuan selama
proses sampling tikus, Kepala Laboratorium Terpadu
MIPA UNS Surakarta yang telah membantu dalam
penyediaan alat-alat laboratorium selama penelitian
dilaksanakan serta semua pihak yang telah membantu
penelitian ini.
Daftar Pustaka
Adler B, Pena MA. Leptospira and Leptospirosis. Vet
Microbiol, 2010, 287-296.
Bernard, HK. Leptospira icterohaemorrhagiae in rats
of Beirut. Transactions of The Royal Society of
Tropical Medicine and Hygiene, 1947, 40 (6).
Faine S, Adler B, Bolin C, Perolat P. Leptospira and
Leptospirosis, 2nd ed. MediSci, Melbourne,
Australia, 1999, 63.
Monahan AM, Callanan JJ, dan Nally JE. Review
Paper: Host-Pathogen Interactions in the Kidney
during Chronic Leptospirosis. Vet Pathol. 2009,
46:792799.
Nurisa I, dan Ristiyanto. Penyakit bersumber tikus di
Indonesia. Bull. Kes. 2004, 4 (1) : 22-27.
Pudji. Infeksi dan racun merusak ginjal, www. pdpersi.
co.id. 2000.
Robbin dan Kumar. Buku ajar patologi (diterjemahkan
oleh Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anato
mik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995.
Susalit E, Roesma J, Rahardjo P, dan Sidabutar RP.
Kelainan ginjal pada penyakit tropik. Cermin
Dunia Kedokteran, 1987, (47) 21 22.
Tucunduva MT, Athanazio DA., Gonalves Ramos EA.
et al. Morphological alterations in the kidney of
rats with natural and experimental Leptospira
infection. J Comp Pathol, 2007, 137(4):231238.
Visith S dan Kearkiat P, Nephrophaty in leptospirosis.
Postgrad Med. 2005, Vol 51: 184-188.
Yang CW, Wu MS, Pan MJ, Leptospirosis renal disease.
Nephrol Dial Transplant 2001, 16 (Suppl 5):7377.

Anda mungkin juga menyukai