Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan diseluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kebelakang kepala. Berdasarkan kausa nya
digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah
nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau
sejenisnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan
anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progressif antara lain
meliputi kelainan non-vaskular.
.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

NYERI KEPALA
A. Definisi
Nyeri kepala atau headache, dimana pada orang awam sering disebut
sebagai istilah sakit kepala, pening kepala dan lain-lainnya, adalah rasa nyeri atau
rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari
dagu sampai ke daerah belakang kepala (region occipital dan sebagian daerah
tengkuk). Berdasarkan kausanya, digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat
kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya. Sedangkan nyeri kepala
sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan
struktur atau sejenisnya. Kronis progressif menunjukkan kemungkinan nyeri
kepala sekunder, yaitu nyeri kepala lebih dari 3 bulan, yang mengalami
pertambahan dalam derajat berat, frekuensi dan durasi nya serta dapat disertai
munculnya defisit neurologis yang lain selain nyeri kepala.
B. Klasifikasi
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders edisi
2 tahun 2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri kepala dibagi atas :
Nyeri kepala primer, meliputi :
1. Migren.
2. Nyeri kepala tipe tegang.
3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lain.
4. Nyeri kepala primer lainnya.

Nyeri kepala sekunder, meliputi :


1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher.
2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau
2

servikal.
3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler
intracranial.
4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi.
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi.
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan homeostasis.
7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan
cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
fasial atau cranial lainnya.
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.
9. Neuralgia cranial dan sentral yang menyebabkan nyeri wajah.
10. Nyeri kepala lainnya, neuralgia cranial, nyeri wajah primer atau
sentral.

A. DIAGNOSIS NYERI KEPALA


1. Anamnesis
- Anamnesis khusus atau spesifik, meliputi :
a. Lamanya menderita sakit. Bersifat akut,, sub akut, atau kronis.
Nyeri kepala berat timbul mendadak unuk pertama kalinya, disertai gangguan
kesadaran atau defisit neurologis lainnya maka akan member kecurigaan adanya
perdarahan subarachnoid atau meningitis. Nyeri kepala sudah berlangsung lama,
maka akan member kecurigaan adanya nyeri vaskuler, nyeri kepala tipe tegang,
atau karena tumor otak.
b. Frekuensi nyeri kepala. Untuk nyeri kepala yang berulang : nyeri kepala tipe
klaster, migren, neuralgia trigeminus, nyeri kepala tipe tegang.
c. Lamanya serangan nyeri kepala. Berapa jam sampai dengan berapa hari saat\
terjadi serangan nyeri kepala.
d. Lokasi nyeri kepala . bilateral atau unilateral. Nyeri kepala muncul unilateral,
3

maka member kecurigaan adanya migren (pada 2/3 kasus), nyeri kepala klaster,
neuralgia trigeminal, nyeri kepala karena gangguan local di mata atau sinus
paranasal, maupun pada neoplasma intracranial pada salah satu hemisfer serebral.
Nyeri kepala muncul bilateral, maka member kecurigaan adanya migren (pada 1/3
kasus), hidrosefalus karena neoplasma intracranial, atau nyeri kepala tipe tegang.
e. Kualitas nyeri. Nyeri kepala berdenyut menunjukkan nyeri kepala vaskuler
misalnya pada migren, hipertensi, atau pada demam. Nyeri kepala konstan
terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk adalah
pada neuralgia trigeminal.
f. Kuantitas nyeri kepala. Nyeri kepala mempengaruhi kegiatan hidup sehari-hari
pasien atau tidak.
g. Intensitas nyeri kepala. Nyeri kepala diukur derajat ringan, sedang, beratnya
nyeri.
h. Saat timbulnya nyeri kepala. Nyeri kepala klaster dapat timbul siang atau malam
hari, dan sering membangunkan pasien pada 1-2 jam setelah tidur. Migren timbul
saat bangun pagi atau membangunkan pasien pada dini hari.
i. Gejala yang mendahului. Pada migren klasik, terdapat gejala prodromal berupa
gangguan visus, gangguan lapang pandang, skotoma, atau gangguan neurologis
lainnya seperti parestesi.
j. Faktor pencetus. Area wajah yang diusap atau disentuh, berbicara, mengunyah,
menelan, tiupan angin dapat cetuskan nyeri neuralgia trigeminal. Nyeri kepala tip
tegang dan migren dicetuskan oleh yang menyilaukan , suara keras, makanan
tertentu seperti coklat, keju, dan jeruk.
k. Gejala yang menyertai. Migren sering disertai anoreksia, muntah, fotofobia. Nyeri
kepala klaster disertai gangguan vegetatifipsilateral seperti keluar air mata, lendir
dari hidung, dan hidung tersumbat.
l. Faktor yang memperberat. Nyeri kepala vaskuler apapun sebabnya akan makin
berat dengan goncangan, gerakan kepala mendadak, batuk, bersin, maupun\
mengejan.
m. Faktor yang memperingan. Pasien migren cenderung mematikan lampu dan
berada di ruang yang tenang. Pasien nyeri kepala klaster justru gelisah dengan
berjalan berkeliling ruangan.

- Anamnesis umum, meliputi :


a. Kesehatan umum pasien, yaitu tingkat kesadaran pasien, status gizi.
b. Tinjauan sistemik, yaitu adakah kelainan di setiap system tubuh yang dapat
menyebabkan nyeri keluhan kepala misalnya dari bidang mata, gigi, telinga,
hidung maupun tenggorok.

c. Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat trauma kepala, riwayat muntah dan
mabuk perjalanan yang mendasari migren.
d. Riwayat keluarga, yaitu pada migren dan nyeri kepala tipe tegang biasanya
didapatkan juga pada keluarga pasien.
e. Latar belakang pasien berupa :
1. Pekerjaan yaitu adakah kontak dengan zat-zat kimia toksik yang dapat
menyebabkan nyeri kepala.
2. Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor bagi pasien.
3. Kebiasaan pasien yaitu adakah pasien tidak tahan terhadap makanan
tertentu yang dapat menyebabkan nyeri kepala.
4. Emosi, yaitu adakah keadaan depresi pada pasien dan keadaan apa
yang mendasari depresi tersebut.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya, dan reaksinya terhadap cahaya,
pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan, serta pemeriksaan gerakan bola
mata.
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus

(N.II) atau atrofi papil nerbus optikus et causa papil oedema tahap lanjut.
c. Pemeriksaan saraf kranialis yang lain.
d. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tonus, trofi, reflex fisiologis, reflex
patologis, klonus.
e. Pemeriksaan sensibilitas.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai
penyebab nyeri kepala.
b. Spesimen CSS bila ada indikasi kecurigaan perdarahan subarahnoid atau infeksi
SSP.
c. Electroencephalography (EEG) dengan indikasi berupa :
- Adanya kecurigaan neoplasma intracranial.
- Adanya nyeri kepala pada satu sisi yang menetap disertai kelainan
visual, motorik, atau sensibilitas atau sensibilitas sisi kontralateral.

- Adanya defek lapang pandang, deficit motorik atau sensibilitas yang


menetap.
- Adanya serangan migren disertai sinkope.
- Adanya perubahan intensitas, lamanya, dan sifat nyeri kepala.

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah


berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragik atau stroke non hemoragik. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis
harus dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan
perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.2
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke iskemik berdasarkan anamnesis.

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut : 2
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3. Scoring untuk menentukan jenis stroke


Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.Terdapat beberapa algoritma untuk
membedakan stroke antara lain dengan :
a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada.2,3

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score.2,3

Catatan :
1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. -1 > SS > 1 = perlu pemeriksaan penunjang (ST-Scan)
3. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor resiko stroke yang dapat diterapi
atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal, polisitemia, trombosit, gula darah, cholesterol,
dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
EKG / Echokardiogram
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. EKG dilakukan untuk melihat apakah
adanya kelainan jantung. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang
dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui
esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor
Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada

10

dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang
abnormal.
Computerized tomography (CT scan)
Untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke. Suatu CT scan
digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak. CT Scan berguna untuk
menentukan jenis patologi, lokasi lesi, ukuran lesi, menyingkirkan lesi non vaskuler
Magnetic resonance imaging (MRI)
Menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang
dihasilkan MRI jauh lebih detail jikadibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah
pemeriksaan garis depan untuk stroke. jikaCT scan dapat selesai dalam beberapa menit,
MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapatdilakukan kemudian selama
perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan
medis lebih lanjut.

B. PENATALAKSANAAN
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai
mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu atau
mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan
mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk
memperbaiki

aliran darah

ke

otak secepat

mungkin

dan

melindungi

neuron . Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
Pengelolaan umum, pedoman 5 B :5,6
1. Breath : Oksigenasi, jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk
mencegah

kekurang oksigen dengan segala akibat

buruknya. Dijaga

agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi. Intubasi pada pasien
dengan GCS < 8.

11

2. Blood : Usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan pengontrolan


tekanan darah. Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan,
karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220
mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg
dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke hemoragik).
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi kadar gula darah (GD) yang
terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke.
3. Brain : menurunkan tekana intra cranial dan menurunkan udema otak.
4. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten.
5. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
A. Stroke Iskemik
Umum :
1. Nutrisi.
2. Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCL 0,9% jika hipovolemik.
3. Hiperglikemi: pertahankan kadar 80-120 mg/dl. koreksi dengan insulin skala
luncur, bila stabil beri insulin reguler subkutan.
4. Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota
badan aktif maupun pasif.
5. Perawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan khusus
(kesadaran menurun, demensia, dan afasia global).
Khusus :
Terapi medik stroke iskemik :5,6
a. Trombolitik: rt-PA intravena / intraarterial pada kurang dari 3 jam setelah
awitan stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg). sebanyak 10% dosis
awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya dilanjutkan melalui infuse dalam
waktu 1jam.
b. Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg / hari 48 jam setelah awitan stroke
atau clopidogrel 75 mg / hari.
c. Neuroprotektif: seperti piracetam dosis bolus 12g IV dilanjutkan 4x 3g IV
sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3x 4g PO sampai minggu ke
empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2x 2,4g PO.
12

d. Obat untuk sembab otak (edema otak) : cairan hiperosmolar misalnya larutan
manitol 20 % dengan dosis 0,5-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam diberikan cepat
dalam 10-30 menit, larutan gliserol 10 %.
e. Antikoagulansia: Heparin 5000 unit/ 12jam selama 5-10 hari, Low Moleculer
Weight Heparin (enoksaparin / nadroparin) 2 x 0,3-0,4 IU SC abdomen
f. Hipertensi: pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan apabila
tekanan sistolik > 220 mmHg dan atau tekanan diastolik > 120 mmHg dengan
penurunan maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata (MAP) awal per hari.
Panduan penurunan tekanan darah tinggi:
- Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolic > 140
mmHg berikan nikardipin (5-15 mg/jam infuse kontinu), diltiazem (5-40
-

mg/kg/menit infuse kontinu) atau nimodipin (60 mg/4 jam PO)


Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolic 105-140
mmHg, pada keadaan hipertensi gawat darurat (infark miokard, edema
paru kardiogenik, retinopati, nefropati, atau ensefalopati hipertensif) dapat
diberikan: labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan
setiap 10 menit sampai maksimum 300mg atau berikan dosis awal berupa
bolus yang diikuti oleh labetalol drip 2-8 mg/ menit. Selain ini juga dapat

diberikan nikardipin, diltiazem, dan nimodipin.


Bila tekanan sistolik <180 mmHg dan diastolic <105 mmHg, tangguhkan
pemberian obat anti hipertensi.

B. Stroke hemoragik

Terapi medik perdarahan subarachnoid5,6


Penatalaksanaan medik perdarahan subarachnoid oleh pecahnya aneurisma atau
robeknya malformasi arteri-vena belum lah baku. Penatalaksanaan ini mencakup :
a) Tirah baring di ruang tenang
b) Mengupayakan agar penderita tidak mengedan
c) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Tindakan ini merupakan rekomendasi konvensional. Belum dapat di buktikan
bahwa tindakan ini mengurangi perdarahan ulang atau vasospasme ( menciutnya
pembuluh darah ). Namun meningkatnya tekanan intrakranial dan tekanan darah
oleh aktivitas fisik atau lonjakan emosional memang dapat di cegah, sebaiknya di
cegah, tujuan terapi medik antara lain adalah :
13

1. Menurunkan tekanan darah untuk mencegah perdarahan ulang. Pada orang


yang dasarnya normotensif ( tensi normal )diturunkan sampai sistolik 160
mmhg, pada orang yang hipertensif sedikit lebih tinggi.
2. Penderita harus istirahat total, paling sedikit 4 minggu, agar proliferasi
fibroblastik dan penyembuhan luka pembuluh darah lebih baik.
3. Tekanan darah rongga tengkorak diturunkan dengan cara :
a) Meninggikan posisi kepala 15-30% ( satu bantal )
b) Memberikan obat anti edem
c) Memberikan obat deksametason, selain sebagai antiedem juga
mencegah perlekatan pada arachnoid yang dapat mengakibatkan
hidrosefalus dan peninggian tekanan dalam tengkorak.
4. Mencegah perdarahan ulang, paling sering terjadi selama 2-4 minggu
pertama. Untuk maksud ini dapat di beri obat dari golongan
antifibronolitik, misalnya asam transamat 4-6 gram intravena selama 2
minggu.
5. Mencegah spasme arteri, yang sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 10.
Untuk maksud ini dapat di beri obat nimodipine, 4 kali 30-60 mg sehari
selama 2 minggu.

Terapi medik perdarahan intraserebral6


1. Jalan nafas dan oksigenasi
2. Kontrol tekanan darah. Penatalaksanaannya sama seperti pada stroke iskemik
dengan syarat:
a. Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik > 105 mmHg.
b. Pada fase akut tekanan darah tinggi, tekanan darah tidak boleh diturunkan
lebih dari 20%.
c. Pemberian anti perdarahan: Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah
yang sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status

koagulasi

seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin


100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin
dengan prothrombine time memanjang. Untuk mengurangi kerusakan
jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang
mempunyai sifat neuroproteksi.
14

3. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial


4. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat di perbaiki dengan tindakan
bedah.
Belum ada persesuaian

pendapat mengenal peranan pembedahan pada srtoke

hemoragik. Namun, pada keadaan tertentu di butuhkan operasi darurat untuk


mengeluarkan bekuan darah dari otak. Pada bekuan darah di otak kecil, umumnya di
butuhkan tindakan operasi, mencegah terjadinya tekanan pada batang otak dan
terjadinya hidrosefalus.

C. PROGNOSA
Prognosis tergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan
hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, lesi, serta usia pasien, dan
penyakit yang menyertai sebelum stroke.2,6
Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Faktor yang dapat memperkirakan
mortalitas dini meliputi status neurologis yang buruk, usia tua, aneurisma yang besar, dan
hipertensi. Pada 30 hari pertama resiko meninggal 50 %, sedangkan pada stroke iskemik
hanya 10 %.6
Stroke iskemik memiliki prognosis dipengaruhi usia pasien, penyebab stroke dan
kondisi medis lain yang mengawali atau menyertai stroke. Penderita yang selamat
memiliki resiko tinggi mengalami stroke kedua.6

15

BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.
Stroke atau cerebrovascular accident, merupakan penyebab invaliditas yang
paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun. Di negara industri stroke merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah jantung dan keganasan.
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana stroke ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor resiko yaitu ada faktor resiko yang dapat dimodifikasi
dan juga ada factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Penegakan diagnosa stroke dapat diawali dengan anamnesa, bila sudah ditetapkan
sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke
tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke non hemoragik.
Selanjutnya adalah pemeriksaan klinis neurologis, pada pemeriksaan ini dicari tandatanda (sign) yang muncul. Lalu dengan sistem scoring untuk menentukan jenis strok,
penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada dan penetapan jenis
16

stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score. Dan dengan pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium, EKG, ST-scan dan MRI jika diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Yayasan Stroke Indonesia . tahun 2020 angka kejadian stroke meningkat tajam .
2.
3.
4.
5.

2007. (diakses 21 desember 2014). Diunduh dari URL : http;//www.yastroki.or.id


Lumbantobing.2007.Stroke Bencana Perdarahan Otak.FKUI. Jakarta
Priguna S, 2008. Neurologi Klinik Dasar . Jakarta : Dian Rakyat. Hal : 269-292
Lumbantobing.2007.Neurologi klinik, Fakultas kedokteran UI. Jakarta
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus

Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.


6. Dewanto George dkk.2007.Diagnosis Tatalaksana Penyakit Saraf, Fakultas
Kedokteran UNIKA ATMAJAYA. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai