PENDAHULUAN
masih
terdapat
sekarang
telah
jarang
terlihat,
misalnya
tuberculosis
kutis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis kutis adalah tuberculosis pada kulit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis dan mycobacterium atypical. Tuberkulosis kutis umumnya pada anak-anak dan
dewasa muda, wanita agak lebih sering daripada pria. Pada kepustakaan sering disebut
tuberkulosis kutis didapati pada orang dengan keadaan umum dan gizi yang kurang.1
2.2 Etiologi
Tuberkulosis pada kulit disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, mycobacterium
bovis dan pada beberapa kondisi, Bacilli Calmette-Guerin (BCG), yang merupakan strain dari
mycobacterium bovis dikembangkan menjadi vaksin. Klasifikasi tuberkulosis kutis di bagi
berdasarkan infeksi dan tingkat imunologi dari pasien.2
2.3 Patogenesis
Mycobacterium berkembang biak secara intraseluler dan pada awalnya ditemukan dalam
jumlah besar di dalam jaringan. Mycobacterium tuberculosis bisa menjadi aktif dalam jaringan
host. Adapun faktor-faktor yang berperan penting dalam penyebaran penyakit ini adalah usia,
keadaan kesehatan, faktor lingkungan dan khususnya system kekebalan tubuh.3
Penjalaran langsung ke kulit dari organ dibawah kulit yang telah dikenai penyakit
tubuh dipengaruhi oleh saat kuman ini masuk ke dalam tubuh ataupun saat kuman ini sudah
berada di dalam tubuh serta jumlah kuman yang masuk kedalam tubuh. Respon imun yang
berperan pada infeksi mycobacterium tuberculosis adalah respon imunitas seluler. Sedangkan
peran antibody masih tidak jelas apakah berhubungan dengan imunitas atau tidak.2,3,4
Bila terjadi infeksi oleh kuman mycobacterium tuberculosis ini, maka kuman akan masuk
ke dalam jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan memicu terjadinya
reaklsi jaringan yang ditandai dengan datang dan berkumpulnya sel-sel leukosit dan sel-sel
mononuclear serta terbentuknya granuloma epiteloid disertai dengan adanya nekrosis kaseasi
ditengahnya. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghon focus dan
bersamaan dengan pembesaran kelenjar getah bening disebut kompleks primer tuberculous
chancre. Bila kelenjar getah bening pecah akan timbul skrofuloderma.2,4
2.4 Klasifikasi
3
Eritema nodusum
Eritema induratum1
hingga beberapa bulan setelah afek primer, pada waktu tersebut reaksi tuberculin menjadi positif.
Keseluruhannya merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena
itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya. Bagian yang
sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan limphadenopaty regional.
Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena trauma. 1
Pertumbuhannya lambat dan penjalaran perifer berkembang menjadi plak verukosa dengan tepi
tidak teratur.2
Pus menyebar melalui fisura yang berdasar merah kecoklatan. Lesi biasanya soliter tetapi
beberapa lesi dapat terjadi. Kelenjar getah bening regional jarang terkena. Lesi tumbuh perlahan
dan jika tidak diobati akan menetap selama bertahun-tahun. Involusi spontan dapat terjadi dan
meninggalkan bekas luka atrofi. 2
3. Lupus vulgaris
Suatu bentuk tuberculosis kulit pasca primer kronis progresif yang terjadi pada seseorang
dengan moderat atau tinggi derajat imunitasnya.4
Gambaran kliniknya dimulai dengan satu atau beberapa nodul indolen, keras dan dalam,
melekat dengan kulit diatasnya.Setelah beberapa minggu lesi menjadi kemerahan, melunak dan
mnegalami supurasi. Bila pecah terbentuk sinus atua ulkus yang tepinya tidak teratur, fistel,
sikatriks dan jembatan kulit (skin bridges).1,2
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
Sesuai dengan namanya, maka lokasinya disekitar orifisium. Pada tuberculosis paru dapat
terjadi ulkus dimulut, bibir atau sekitarnya akibat berkontak langsung dengan sputum. Pada
tuberculosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus akibat berkontak langsung
dengan feses yang mengandung kuman tuberculosis. Pada tuberculosis saluran kemih, ulkus
dapat dijumpai di sekitar orifisium ureter eksternum akibat berkontak dengan urin yang
mengandung kuman tersebut. Ulkus berdinding gaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan
sekitarnya livid. 1,2,3,4
ke kulit dari focus di badan. Reaksi terhadap tuberculin biasanya negative (alergi). Ruam berupa
eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustule, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada
umumnya prognosis buruk. 1,2
8. Lupus miliaris diseminatus fasial
Mengenai wajah, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-papul bulat,
biasanya diameter tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian meninggalkan sikatriks. Pada
diaskopi memberi gambaran apple jelly color seperti pada lupus vulgaris.1
9. Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita tuberculosis
pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap basil tuberkel.
Basil mneyebar secara hematogenpada orang dengan status imunitas sedang atau baik, akan
tetapi focus tuberculosis secara klinis tidak aktif pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang
10
berada dalam keadaan sehat. Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk
papulopustul. Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor dan badan. Mulamula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombang, membesar perlahan-lahan
dan kemudian menjadi pustule, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik
dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks, kemudian timbul lesi-lesi
baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun. 1,2
10. Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi didaerah leher pada anak yang menderita tuberculosis tulang atau
nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan
kulit atau eritematosa. Mula-mula tersusun sendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar
kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut,
punggung dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika
sembuh tidak meninggalkan sikatriks. 1,2
11. Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas bagian ekstensor.
Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat member gambaran klinis sebagai
eritema nodusum, yang sering : lepra sebagai eritema nodusum leprosum. Reaksi yang terjadi
karena streptococcus B Haemolyticus, alergi obat secara sistemik dan demam reumatik. 1,2
12. Eritema induratum (Basyns disease)
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah barteri dan vena
bersifat jinak dan disertai nekrosis lemak. Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen. Tempat
11
predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi supurasi sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadangkadang tidak mengalami supurasi tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukanlekukan. Perjalanan penyakit kronik residif. 1,2
2.6 Diagnosis
Unsur utama dalam diagnosis klinis beragam untuk tuberculosis kulit adalah sebagai
berikut :
1. Klinis dan sejarah epidemiologi
2. Bakterioskopi basil tahan asam pada lesi
12
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada pewarnaan dengan
cara ziehl-nelson atau modifikasinya. Jika positif kuman tampak berwarna merah pada dasar
yang biru. Bila positif belum berarti kuman tersebut mycobacterium tuberculosis, oleh karena
ada kuman lain yang tahan asam, misalnya mycobacterium leprae.1
3. Kultur Bakteri
Metode radiometrik menggunakan CO2 sebagai prinsip bakteri yang memiliki C14 yang
mengarah untuk memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mnegembangkan koloni
mycobacterium tuberculosis. Kultur dilakukan pada media Lowenstein Jensen. Pengeraman pada
suhu 37oC, jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur positif berarti
pasti kuman tuberculosis.1
4. Histopatologi
Semua gambaran histology tuberculosis kutis memiliki gambaran yang sama terdiri dari
limfosit, epithelioid histiosit dan sel raksasa. Perbedaan histologi diamati dari hasil presentasi
klinis dan varisai kemampuan host untuk mengatur granulomatosa.5
Kita dapat membagi histologi tuberculosis kutis ke dalam tiga kelompok yaitu : well-formed
granuloma tanpa nekrosis caseous, granuloma dengan nekrosis caseous dan poorly formed
dengan intens caseous nekrosis. 5
13
14
3. Lupus vulgaris
Diagnosis banding lupus vulgaris, yaitu : 1
15
Sifilis tersier merupakan lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh
tahun setelah sifilis primer. Kelainan yang khas adalah guma, yakni infiltrate
sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan destruktif.
4. Skrofuloderma
Diagnosis banding skrofuloderma, yaitu : 1
Gambar 8 Squamous cell carcinoma pada leher (Burns DA. Disease Caused
by Tuberculosis of The Skin. In: Burns Tony, Breathnach Stephen, Cox Neil,
Griffths Christoper, editors. Rooks Text Book of Dermatology. 7th ed.
Massachussets. Blackwell Publishing Company: 2004. P: 28.1-28.11)
16
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO) pengobatan lini pertama untuk tuberculosis
yaitu :5
Isoniazid
Isoniazid adalah pro-drug. Isoniazid akan teraktivasi dengan cara mengkatalisis
bakteri yang merupakan aktivitas dari bakterisidal. Selain mengkatalisis bakteri,
isoniazid juga menghambat sintesis asam mikolik, salah satu komponen utama dinding
sel mycobacterium tuberculosis. Penghambatan hasil sintesis asam mikolik akan
berinteraksi dengan nikotinamida adenin dinukleotida (NADH), ketika NADH dalam
bentuk aktif diproduksi, yang merusak banyak fungsi penting untuk menjaga proses
kehidupan mycobacterium tuberculosis, termasuk sintesis asam mikolik.
Obat ini sangat baik diserap melalui saluran pencernaan dan mencapai dosis
maksimum 2 jam setelah pemberian. Isoniazid dapat menembus ke dalam jaringan
organisme dan cairan termasuk cairan serebrospinal dimana isoniazid dapat mencapai
konsentrasi 90% di dalam serum setelah 3-6 jam. Selain itu, isoniazid dapat menembus
plasenta dan di sekresikan ke dalam air susu ibu. Namun data ini tidak merubah terapi
untuk ibu hamil karena efek teratogenik pada isoniazid tidak pernah dilaporkan.
Isoniazid dimetabolisme di hati oleh enzim N-asetiltransferase. Pasien dapat dibagi
menjadi metabolisme lambat dan cepat tergantung dari jumlah enzim dan kerjanya.
Isoniazid adalah kelompok obat yang dapat di ekskresikan mellaui ginjal, maka dalam
kasus gagal ginjal dosis obat yang digunakan harus dikurangi.
17
Selama perawatan dengan isoniazid, komplikasi pada organ dapat terjadi. Kasus druginduced lupus dengan adanya antibodi antinuclear pada pasien yang menjalani
pengobatan dengan obat ini umumnya dikenali. Komplikasi lain yang sama parahnya
yaitu peradangan hati, yang beresiko terutama pasien yang menggunakan isoniazid
bersama-sama dengan obat anti-TB lain seperti rifampisin.
Diantara semua obat anti-TB, isoniazid memiliki toksisitas besar terhadap sistem saraf
pusat dan sistem saraf perifer. Selama pengobatan menggunakan isoniazid, komplikasi
yang sering muncul adalah polineuritis, psikosis dan paraesthesia perifer.
Rifampisin
Mekanisme kerja dari rifampisin adalah dengan menghambat DNA-dependent RNA
polymerase sehingga pembentukan RNA dan sintesis protein mycobacterium
tuberculosis dapat dicegah. Sama halnya dengan isoniazid, rifampisin juga memiliki
daya serap yang tinggi pada saluran pencernaan dan mudah berpenetrasi ke dalam
jaringan. Rifampisin juga mneyebabkan mata dan urine pasien menjadi orange. Hal ini
dikarenakan rifampisin dimetabolisme di hepar dan dieliminasi melalui saluran
empedu. Perlu adanya pengawasan khusus pada pasien dengan gangguan sekresi
saluran empedu. Efek samping tersering adalah gangguan gastrointestinal seeprti mual,
muntah dan sakit perut. Efek samping yang jarang terjadi yaitu hepatotoksik.
Hepatotoksisitas pada rifampisin secara signifikan akan meningkat bila digunakan
dapat mengakibatkan penurunan visus dan gangguan lapang pandang, bahkan dapat
secara irreversible menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu pasien yang menjalani
pengobatan menggunakan ethambutol harus menjalani pemeriksaan oftalmologi rutin.
Penghentian terapi ethambutol dapat menyebabkan pemulihan penuh dari fungsi mata.
Pirazinamid
Pirazinamid adalah senyawa pro-drug yang ditransformasikan menjadi bentuk aktifnya
oleh bakteri pyrazinamidases. Metabolit aktif obat ini merusak fungsi dari sintesa
asam lemak bakteri.
Efek samping yang paling signifikan dalam pengobatan dengan pirazinamid adalah
hepatotoksisitas. Efek samping lain dari pirazinamid adalah peningkatan serum asam
urat darah yang dapat menyebabkan nyeri sendi, peradangan sendi dan dalam beberapa
Komplikasi
tersering
dalam
pengobatan
dengan
antibiotic
19
Pengobatan tuberkulosis kutis didasarkan pada pemberian obat anti-TB yang secara
individu dipilih tergantung pada hasil pemeriksaan bakteriologi dan tes sensitivitas obat
mycobacterium tertentu.5
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberculosis paru. Untuk mencapai
hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat pengobatan yaitu harus dilakukan secara
teratur tanpa terputus. Agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi.
Obat-obatan dan dosis yang digunakan adalah sebagai berikut :2
Tabel 1 Terapi infeksi mycobacterium tuberculosis (Lama pengobatan 6 bulan kecuali pada
pasien HIV diobati selama 9 bulan) (Plewig G, Jansen T. Tuberculosis and Infection with
Atypical Mycobacteria In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Pallee AS, Leffel
DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York. McGraw-Hill
Companies; 2008. P: 1769-75)
Obat anti
Pilihan 1
Pilihan 2
Pilihan 3
Fase awal
Fase
Fase awal
Fase awal
Fase
9 bulan
TB
8 minggu
lanjutan
2 minggu
6 minggu
lanjutan
16 minggu
16 minggu
Rifampisin
Perhari
2Perhari
Perhari
Perhari
3x/minggu
dewasa : 10
3x/minggu
mg/kg/BB
Anak : 15
mg/kg/BB
max 300 mg
Isoniazid
Perhari
2Perhari
Perhari
Perhari
3x/minggu
dewasa : 5
3x/minggu
mg/kg/BB
Anak
:
10mg/kg/B
B
Pirazinamid Perhari
Perhari
Perhari
3x/minggu
dewasa : 2030mg/kg/B
B
Anak
:
35mg/kg/B
B
Ethambutol Perhari
Perhari
2x/minggu
3x/minggu
20
dewasa : 1525mg/kg/B
B
Anak
:
20mg/kg/B
B
atau
streptomisin
15mg/kg/B
B
pirazinamid
menggunakan
21
Resisten rifampisin
Pilihannya adalah :2H(R)ZE/16HE (2 bulan menggunakan isoniazid (rifampisin),
pirazinamid dan ethambutol/16 bulan menggunakan isoniazid dan ethambutol)
2H(R)ZEIA/10HE (2 bulan menggunakan iosniazid (rifampisin)
pirazinamid, ethambutol dan injectable agent/10 bulan menggunakan isoniazid dan
ethambutol)
9HZIA (9 bulan menggunakan isoniazid dan injectable agent)
Penggunaan salah satu rejimen yang mencakup injectable agent disarankan untuk
pasien dengan infeksi yang luas.
Mekanisme
kerja
Amikasin
Bakterisidal
Capreomisin
Bakterisidal
Dosis harian
Puncak
konsentrasi
serum
15 mg/kgBB im 25-35mg/L
atau iv
Efek samping
Hilang
pendengaran,
toksisitas
vestibulum,
toksisitas ginjal
Sama
dengan
amikasin
2. Efek samping
Efek samping dapat dibagi menjadi dua kelompok utama : (1) efek samping ringan (520% kasus) yang tidak selalu membutuhkan suspense obat anti TB (2) efek samping utama (322
Hiperurisemia
asimptomatik
Hiperurisemia
arthralgia
Kemungkinan
penyebab
Rifampisin
Isoniazid
Pirazinamid
Ethambutol
Rifampisin
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Isoniazid
Isoniazid
Ethambutol
Pirazinamid
dan Pirazinamid
Ethambutol
obat Tindakan
Atur
kembali
waktu
pemberian obat (2 jam
setelah
sarapan
atau
dengan sarapan)
Pertimbangkan
untuk
menggunakan
obat
simptomatik,
evaluasi
fungsi hepar
Edukasi pada pasien
Anjurkan penggunaan obat
antihistamin
Anjurkan
penggunaan
analgesic dan NSAID
Anjurkan
penggunaan
pyridoxine (vitamin B6) 50
mg/hari
Anjurkan
untuk
diet
rendah purin
Anjurkan
untuk
diet
rendah purin dan obati
menggunakan allopurinol
dan
cochicine
jika
dibutuhkan
Edukasi pada pasien
Edukasi pada pasien
23
Isoniazid
Eksantema atau muncul Rifampisin
gejala
hipersensibilitas Isoniazid
Pirazinamid
sedang
Ethambutol
Streptomisin
Ethambutol
Isoniazid
Hepatotoksisitas
Pirazinamid
Isoniazid
Rifampisin
Hipoakusis
nistagmus
vertigo, Streptomisin
Hentikan
pengobatan,
ulangi pemberian obat
secara terpisah setelah
resolusi; dalam kasus yang
parah atau kambuh ganti
obat penyebab dengan obat
anti TB yang lain
Hentikan isoniazid dan
ulangi pengobatan tanpa
isoniazid
Hentikan obat dan ulangi
pengobatan
tanpa
ethambutol dan isoniazid.
Reaksi ini tergantung
dengan dosis dan bila
terdeteksi
dini
dapat
reversible. Dengan dosis
yang dianjurkan jarang
terjadi toksisitas ocular
dalam dua bulan pertama
Hentikan
pengobatan,
tunggu resolusi dari gejala
dan nilai enzim hepar
menurun.
Ulangi
pengobatan setelah fungsi
hepar membaik
Hnetikan streptomisin dan
ulangi pengobatan tanpa
streptomisin
Hentikan pengobatan dan
ulangi terapi tanpa obat
penyebab
Hentikan pengobatan dan
ulangi terapi tanpa obat
penyebab
Hentikan pirazinamid dan
ulangi terapi pirazinamid
24
Obat yang digunakan untuk mengobati tuberculosis memiliki interaksi antar obat yang
meningkatkan risiko hepatotoksisitas. Di dua bulan pertama pengobatan, terdapat peningkatan
serum enzim hati pada persentase kecil pasien, diikuti oleh normalisasi spontan tanpa manifestasi
klinis dan tanpa perlu mengganti rejimen terapi. Pengobatan harus dihentikan jika kadar enzim
hati meningkat hingga tiga kali dari nilai normal dengan timbulnya gejala atau segera setelah
penyakit kuning muncul.6
Pemeriksaan kadar enzim hati dilakukan sebelum pengobatan dan 2 minggu sesudah
pengobatan. Bila pemeriksaan 2 minggu sesudah itu masih tetap atau menurun maka obat
diteruskan. Namun bila kadar enzim hati meningkat, obat yang diberikan adalah isoniazid setiap
hari dan rifampisin 2x/minggu.1,2
3. Terapi untuk kondisi khusus
Kehamilan
Komplikasi pengobatan tuberculosis pada ibu hamil pernah dilaporkan tetapi kurang
umum daripada tingkat komplikasi TB. Sering diberitakan bahwa salah satu
komplikasi yang sering dilaporkan pada penggunaan isoniazid terkait dengan hepatitis
selama kehamilan dan periode pasca- natal. Isoniazid dan ethambutol sendiri keduanya
merupakan obat kategori A dan aman dalam kehamilan.5
Rifampisin (kategori C)
Konsensus saat ini mengatakan rifampisin tidak memiliki efek teratogenik dan tidak
berbahaya bagi janin. Kehamilan bukan merupakan kontraindikasi penggunaan
rifampisin. Rifampisin dapat menimbulkan perdarahan pada bayi baru lahir bila
diberikan pada akhir kehamilan. Oleh karena itu beberapa pihak mneyarankan
penambahan vitamin K (10 mg/hari) untuk 4-8 minggu terakhir kehamilan. 5
Streptomisin (kategori D)
Streptomisin merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena ototoksik untuk janin. 5
25
Pirazinamid (B2)
Pirazinamid direkomendasikan oleh WHO dan rutin digunakan untuk semua kasus TB
dengan kehamilan. Pirazinamid sangat dianjurkan dalam tiga situasi : 5
1. Pada ibu hamil yang dicurigai multi-drug resistance
2. Pada ibu hamil yang terinfeksi HIV
3. Pada ibu hamil dengan meningitis TB, terutama ketika diduga pasien resisten
terhadap isoniazid
Pyridoxin
Suplemen untuk ibu hamil yang harus diberikan dengan dosis 50 mg/hari (bukan
25mg/hari). Pyridoxine digunakan sebagai terapi profilaksis untuk mencegah neuritis
terapi
antituberkulosis.
Tolerabilitas
dapat
ditingkatkan
jika
obat
diperkenalkan secara bertahap dengan interval 1-2 hari antara penambahan dari setiap
agen (diberikan pada dosis penuh). Ethambutol adalah obat anti TB yang paling
mungkin menyebabkan intoleransi gastrointestinal sehingga bisa dimulai bersama
dengan isoniazid diikuti dengan rifampisin kemudian pirazinamid. Strategi ini tidak
meningkatkan risiko resistensi obat. 5
Terapi yang digunakan sama hanya dosisnya disesuaikan dengan berat badan,
26
mg/kgBB/hari. 5
Insufisiensi hati
Pengobatan pasien dengan penyakit hati memerlukan pertimbangan khusus karena
rifampisin,
isoniazid
dan
pirazinamid
berpotensi
besar
hepatotoksik
yang
Prognosis dari penyakit ini cukup bervariasi, tergantung pada jenis infeksi kulit, jumlah
inoculums, tingkat infeksi extracutaneus, usia pasien, imunitas dan terapi. Pada inokulasi
tuberculosis primer, tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam waktu 12 bulan dengan beberapa
sisa luka. Pada tuberculosis karena imunisasi BCG, prognosisnya tergantung pada keadaan
umum imunitas. Pada lupus vulgaris dan skrofuloderma bergantung pada immunocomprimised
yang kemudian bisa menyebabkan TB kutis miliaris dan TB kutis gumosa. Jika terapi dilakukan
dengan baik dan adekuat maka prognosis akan baik.6
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi. Tuberkulosis Kutis In : Mochtar H, Siti A, editors. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin
7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. P: 78-86.
2. Plewig G, Jansen T. Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Pallee AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York. McGraw-Hill Companies; 2008. P:
1769-75.
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial disease. In : Andrews Disease of The Skin
Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphi: Saunders Company; 2010. P: 333-8.
4. Burns DA. Disease Caused by Tuberculosis of The Skin. In: Burns Tony, Breathnach Stephen,
Cox Neil, Griffths Christoper, editors. Rooks Text Book of Dermatology. 7th ed.
Massachussets. Blackwell Publishing Company: 2004. P: 28.1-28.11.
5. Street A, McBryde E, Denholm J, Eisen D. Management of Tuberculosis A Handbook for
Clinicians. 2012. Diakses dari : http://www.who.int/tb/publications/2010/9789241547833/en/.
Pada : 19 Agustus 2015.
6. Santos Josemir, Ferraz Claudia, Silva Perla, Figueiredo Ana, Oliveira Marcia, Medeiros
Vanessa. Cutaneus Tuberculosis: Diagnosis, histopathology and treatment-part II. 2014.
Diakses dari: http://dx.doi.org/10.1590/abd1806-4841.20142747. Pada: 12 Agustus 2015.
29