Anda di halaman 1dari 15

KPP

DEFINISI
Ketuban pecah prematur adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tandatanda persalinan. Dimana memiliki batasan yaitu ketuban pecah, 1 jam kemudian
tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan.(1)
ETIOLOGI
Etiologi ketuban pecah prematur belum diketahui. Faktor predisposisi
ketuban pecah prematur ialah :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah
dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya

KPD. Trauma yang

didapat misalnya

hubungan seksual,

pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD


karena biasanya disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe.
7. Faktor lain yaitu:
Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan pecahnya selaput ketuban adalah : (1)

1. Korio amnionitis, menyebabkan selaput ketuban jadi rapuh


2. Inkompentensia serviks, yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan atau tindakan kuret).
3. Kelainan letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup PAP
(pintu atas Panggul), yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran
bagian bawah.
4. Trauma, yang menyebabkan tekanan intra uterin (intra amniotik) mendadak
meningkat.
MANIFESTASI KLINIS
Bila keluarnya air ketuban banyak dan mengandung mekonium / verniks maka
diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan. Tapi bila keluarnya cairan sedikit,
maka diagnosis harus didasarkan pada : (3)
1. Anamnesis :
Kapan keluarnya cairan
Warna
Bau
Adakah partikel-partikel didalam cairan (lanugo verniks)
2. Inspeksi :
Keluar air ketuban per vaginam warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Periksa dalam :
Janin mudah diraba
Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
4. Inspekulo :
Tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban
sudah kering.

Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari
ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior.
5. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan leukosit darah > 15.000/(l bila terjadi infeksi
Tes lakmus merah berubah menjadi lakmus biru
Amniosentesis
USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang
Bila dengan cara diatas ternyata ketuban sudah pecah, maka diambil ketentuan
sebagai berikut :
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis pasti tentang kapan
ketuban pecah.
2. Kalau anamnesis tidak pasti, maka saat ketuban pecah adalah saat penderita
masuk kamar bersalin (MKB).
3. Kalau berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban pecah sudah lebih dari 24
jam, maka setelah MKB dievaluasi 2 jam. Bila setelah 2 jam tidak ada tandatanda inpartu maka harus diputuskan untuk terminasi persalinan (induksi / seksio
sesarea).
DIAGNOSIS BANDING
1. Cairan dalam vagina bisa urine / fuor albus
2. Hind water dan fore water rupture of the membrane pada kedua keadaan ini
tidak ada perbedaan penatalaksanaannya.
3. Inkontinesia uri.
4. Vaginitis.
5. Hydrorrhe gravidarum.
6. Hipersekresi kelenjar-kelenjar mucin yang berada di serviks.
7. Peradangan pada saluran genital lainnya yang dapat menghasilkan cairan.
8. Adanya fistula yang menghubungkan antara saluran kemih dengan saluran
genetalia.

KOMPLIKASI
Pada ibu :
1. Infeksi intra uterin

Korio amnionitis karena ketuban yang utuh merupakan barier atau


penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya
selaput ketuban maka flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen
yang bisa membahayakan baik bagi ibu maupun pada janinnya. Kematian
perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila ketuban sudah pecah 48
jam anak belum lahir.

Endometritis

Sepsis puerperalis

2. Peningkatan tindakan operasi sesar.


3. Solusio plasenta.
Pada Janin :
1. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
2. Kompresi dan prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin
akibat

hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang)

3. Persalinan preterm
4. Amniotic Band Syndrome, yakni kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak
hamil muda sebabkan oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labour)
5. Acute Respiratory Disstres Syndrome, Pulmonary hypoplasia dan pneumonia.
6. Infeksi pada janin hingga sepsis. Dikatakan secara klinis amnionitis terjadi
antara 330% dari kasus KPD prematur. Dan bayi yang lahir dari ibu secara
klinis didapatkan tanda-tanda korioamnionitis, 115% mempunyai kultur positif.
Mortalitas neonatus dari kasus KPD prematur yang mengalami sepsis berkisar
013%. Dan pemberian antibiotika yang sesuai dapat menekan insiden sepsis
pada neonatus.

7. Komplikasi yang menyebabkan peningkatan angka mortalitas pada perinatal


akibat prematuritas adalah Respiratory Distress Syndrome, Intraventricular
Hemorrhage dan Necrotizing Enterocolitis.
Tanda-tanda infeksi intra uterin
Kriteria Gibbs :
T rectal > 37,8C disertai dengan tanda-tanda sebagai berikut :
- Maternal tachycardia (HR > 100/m)
- Fetal tachycardia (HR > 160 bpm)
- Uterine tenderness
- Foul odor of amniotic fluid
- Maternal leucocytosis ( > 15.000/lpb)
Tanda-tanda fetal distress
- DJJ tachycardia/bradycardia/ireguler
- Gerak anak berkurang atau malah meningkat cenderung konvulsi
- Air ketuban mekonial
PENATALAKSANAAN
Ketuban pecah prematur pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
A. KPP dengan kehamilan aterm
1. Diberikan antibiotic
2. Observasi suhu rectal tiap 3 jam,bila ada kecenderungan meningkat >37,6
segera terminasi
3. bila suhu rectal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tandatanda inpartu dilakukan terminasi
B. KPP dengan kehamilan premature
1. EFW > 1500 gram

1.1 - ampisilin 4x1 gr/hari, im/iv selama 2 hari dan gentamisin 60-80 mg
2-3x sehari selama 2 hari
- kortiko steroid untuk merangsang maturasi paru (betametason 12 mg
iv, 2 x selang 24 jam)
1.2

Observasi 2 x 24 jam, kalau belum inpartu segera terminasi

1.3 Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
>37,6 segera terminasi
2.

EFW < 1500 gram

Observasi 2x 24 jam
Observasi suhu rectal tiap 3 jam
Pemberian antibiotik dan kortikosteroid (s.d.a)
VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his atau inpartu
Bila Trectal meningkat >37,6 segera terminasi
Bila cairan tidak keluar 2x24 jam :

USG : bagaimana jumlah air ketuban :


a. bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan di
ruangan sampai dengan 5 hari
b. bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
bila 2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar, segera terminasi
bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :
a. segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar
cairan lagi
b. tidak boleh koitus
c. tidak boleh memanipulasi vagina
Terminasi persalinan yang dimaksud di atas adalah :
- induksi persalinan dengan memakai drip Oxytosin (5u/500 cc D5), bila
persyaratan klinis (USG & NST) memenuhi
- seksio sesar : bila persyaratan untuk drip oxytosin tidak terpenuhi (ada kontra
indikasi ) atau drip oksitosin gagal
C. KPP yang dilakukan induksi

1. bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum
keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan
dengan seksio sesaria.
2. bila dengan 2 botol (@5u./500cc D5) dengan tetesan maksimal, belum
inpartu atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal
persalinan diselesaikan dengan seksio sesar.(1)

D. KPP yang sudah inpartu


1. evaluasi, setelah 12 jam harus keluar dari fase laten. Bila belum keluar dari
fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau
terminasi dengan seksio sesar bila ada kontra indikasi untuk drip oksitosin
(evaluasi klinis, USG & NST )
2. bila pada fase laten didapatkan tanda-tanda fase laten memanjang, maka
dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau terminasi seksio
sesar bila ada kontraindikasi drip oksitosin.(1)

CATATAN
1. Evaluasi Persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang
lain (Kurva Friedman)
2. Pada keadaan ketuban pecah pada fase laten (inpartu), maka penatalaksanaan
seperti KPP inpartu, dihitung mulai saat pecahnya ketuban.(1)
Menurut buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal maka
penanganan ketuban pecah dini :
Penanganan konservatif
o Rawat rumah sakit

o Beri antibiotik ( amphicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tak tahan


amphicilin dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari).
o Jika umur kehamilan < 32- 34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
o Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negative, beri deksamethason, obervasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
o Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi,
berikan tokolitik ( salbutamol ), deksamethason dan induksi sesudah 24 jam.
o Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan
induksi.
o Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterine )
o Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesetin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betamethason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksamethason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
Penanganan aktif
o Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 g intravagial tiap 6 jam maksimal 4
kali.
o Bila didapatkan tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan
diakhiri
o Skor pelvic < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika induksi
gagal lanjut dengan seksio sesaria
o Bila pelvic skor > 5 induksi persalinan dan partus pervaginum
Cara Induksi Persalinan
Secara medis
a.

Infuse oksitosin

Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon. Syarat-syarat pemberian


infuse oksitosin
1) Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan
tidak memungkinkan penyulit baik pada ibu dan janin, maka
diperlukan syarat-syarat berikutnya :
a) Kehamilan aterm
b) Ukuran panggul normal
c) Tidak ada CPD (disproposi antara pelvis dan janin).
d) Janin dalam presentasi kepala
e) Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar
dan mulai membuka.
2) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor bishop, yaitu bila
nilai berlebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil.

Teknik infuse oksitosin berencana


1) Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya klien sudah tidur dengan
nyenyak.
2) Pagi harinya penderita diberi pencahar (Kandung kemih dan rektum
dikosongkan)
3) Infuse oksitosin hedaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang
baik.
4) Disiapkan cairan dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin.
5) Cairan yang sudah disiapkan mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara
intravena melalui saluran infuse dengan jarum no 20 G.
6) Jarum suntik intravena dipasangkan di vena bagian volar lengan bawah
7) Tetesan permulaan kecepatan pertama 10 tetes/menit.
8) Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu
15 menit ini HIS tetap lemah, tetesan dapat dinaikan. Umumnya tetesan
maksimal diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 tetes/menit,
maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan menimbulkan
tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin dihentikan.
9) Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk
kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakat,
maupun tanda-tanda gawat janin

10) Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar tetsan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi rahim yang sangat kuat,
jumlah tetsan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
11) Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selasai
yaitu sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta.
12) Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa
dalam bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse
oksitosin bila ternyata kemudian persalinan telah berlangsung, maka infuse
oksitosin dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah kala II
dimulai, maka tetesan infuse oksitosin dipertahankan dan ibu di pimpin
mengejan atau dipimpin dengan persalinan buatan sesuai dengan indikasi
yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberiaan infuse oksitosin
timbul penyulit pada ibu maupun janin. Maka infuse oksitosin harus segera
dihentikan dan kehamilan segera diselesaikan dengan seksio sesarea.
b.

Misoprostol
Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintenik, dan saat ini
tersedia berbagai tablet 100 mcg untuk mencegah ulkus peptic. Penggunaan
misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi
persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio
sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri.
Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau
induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya
di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan
membuktikan keamanan terapi pada pasien. Misoprostol berharga murah, stabil
pada suhu kamar, dan mudah diberikan peroral atau dengan memasukannya
kevagina, tetapi tidak ke serviks.(3)

c.

Misoprostol vagina
Tablet misoprostol vagina dimasukan kedalam vagina setara dan mungkin
lebih 25g. Dosis misoprostol intravagina yang lebih tinggi (50 g atau lebih)
menyebabkan peningkatan bermakna takisistol uterus, pengeluaran dan aspirasi
mekonium, dan sesar atas indikasi hiperstimulasi uterus. Laporan rupture

uterus pada wanita dengan riwayat pembedahan dengan menyebabkan


misoprostol tidak boleh digunakan pada para wanita tersebut.(3)
Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis
25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi
atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek
samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang
didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari
lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode. 10 menit berurutan, dan
hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.
Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga
mungkin merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita
yang tidak memiliki skar uterus. (Evidence level B, studi kohort). Teknik
penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :
1.

Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel apapun (gel
dapat mencegah tablet melarut)

2.

Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit

3.

Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3 jam
setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak

4.

Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval minimal 3


jam setelah dosis misoprostol terakhir

5.

Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar


uterus (Evidence level A, RCT)
Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat menurunkan

insidensi seksio sesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi dalam 24 jam pemberian
misoprostol dan menurunkan kebutuhan oksitosin (pitosin) tambahan. (Evidence level A,
tinjauan sistematis RCT). Tinjauan pustaka tambahan menunjukkan bahwa misoprostol
merupakan agen yang efektif untuk pematangan serviks. (Evidence level A, telaah sistematis
RCT)
Telaah Cochrane menurut grup Pregnancy and Childbirth mengidentifikasikan 26 uji
klinis tentang misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan atau keduanya.
Studi-studi ini menunjukkan bahwa misoprostol lebih efektif daripada prostaglandin E agar
2
terjadi persalinan pervaginam dalam 24 jam dan mengurangi kebutuhan dan jumlah total
oksitosin tambahan. Meskipun dalam penelitian ini dinyatakan bahwa misoprostol
dihubungkan dengan insidensi hiperstimulasi uterus yang lebih tinggi dan cairan amnion
kehijauan (meconium staining), tetapi komplikasi ini biasanya dijumpai dengan dosis

misoprostol yang lebih tinggi (>25g). Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa paparan
misoprostol intrapartum (atau agen pematangan serviks prostaglandin lain) menimbulkan efek
samping jangka panjang terhadap janin yang lahir tanpa gawat janin.
ACOG Committee on Obstetric Practice menyatakan bahwa tablet misoprostol
intravaginal efektif dalam induksi persalinan pada wanita hamil dengan serviks yang belum
matang. Komite ini menekankan bahwa hal-hal berikut ini sebaiknya dilakukan untuk
meminimalkan risiko hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri pada pasien-pasien yang menjalani
pematangan serviks atau induksi persalinan pada trimester ketiga, yaitu :
1.

Jika misoprostol digunakan untuk pematangan serviks atau induksi persalinan pada
trimester ketiga, dipertimbangkan pemberian dosis awal seperempat tablet 100 g (sekitar
25 g).

2.

Dosis sebaiknya tidak diberikan lebih sering daripada setiap 3-6 jam.

3.

Oksitosin seharusnya tidak diberikan kurang dari 4 jam setelah dosis misoprostol terakhir.

4.

Misoprostol sebaiknya tidak digunakan pada pasien bekas SC atau bekas operasi uterus
mayor.

Penggunaan dosis misoprostol yang lebih tinggi (misalnya 50 g setiap 6


jam) untuk induksi persalinan mungkin dapat diberikan pada beberapa situasi,
meskipun ada laporan bahwa dosis tersebut meningkatkan risiko komplikasi,
termasuk hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri. Grande multipara juga
merupakan faktor risiko relatif untuk terjadinya ruptur uteri.
d.

Misoprostol oral
Afektivitas misoprostol oral, 100 g, serupa dengan misoprostol intravagina 25
g

e.

Cairan hipertonik intrauterine


Pemberian cairan hipertonik cairan amnion dipakai untuk merangsang
kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang
dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20%, urea dan lain-lain, kadangkadang pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk meperkuar
rangsangan pada otot-otot rahim.
Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya
hipernatremia, infeksi gangguan pembekuan darah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Abadi, dkk. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ketuban Pecah Prematur.
RSU Dr.Soetomo Surabaya.
2. Baihaqi Irfani. 2010. Melody of Phantom. FK UNAIR. RSU Dr.Soetomo
Surabaya.
3. Cunningham GF et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd ed.
4. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai